HUKUM

Tak Jalankan Perintah Pengadilan, LIRA akan Polisikan Dirjen Penegakan Hukum KLHK

Batam, FNN- LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) dan PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia) akan memproses hukum Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan 9 orang jajaran di Kantor Pos Gakkum, Batam, Kepri karena tidak menjalankan perintah pengadilan. “Kami akan polisikan mereka atas dasar abuse off power yang merugikan pengusaha pelayaran puluhan miliar,” ujar Direktur LBH LSM LIRA sekaligus Presiden LSM LIRA, HM. Jusuf Rizal, SH kepada media di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Mereka yang menjadi korban adalah pengusaha pelayaran anggota Hiplindo (Himpunan Pengusaha Lira Indonesia). Secara kronologis, Jusuf Rizal menjelaskan, kasus ini bermula ketika PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans bekerjasama dengan pihak perusahaan dari Malaysia melakukan ekspor Fuel Oil dari Malaysia, transit melalui Pelabuhan Kepulauan Riau untuk kemudian diekspor ke China sebagaimana ketentuan yang berlaku. Fuel oil itu transit kapal (floting di laut/ship to ship) di Kawasan  Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Pelabuhan Batu Ampar) untuk kemudian dipindahkan ke kapal lainnya (ship to ship) sesuai aturan yang berlaku guna dibawa ke tujuan China. Perusahaan PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans telah memenuhi seluruh persyaratan dalam kegiatan usaha angkut  tersebut, mulai  izin Bea dan Cukai, Depertement  Perhubungan serta kemudian diperkuat dari hasil uji loboratorium bahwa Fuel Oil tersebut bukan Limbah B3. Namun di tengah kegiatan pemindahan Fuel Oil di Kapal Floting (ship to ship) yang telah berjalan serta diketahui dan diawasi petugas Bea Cukai, Pelabuhan dan Departemen Perhubungan, tiba-tiba kapal MT Tutuk didatangi sejumlah oknum dari Gakkum KLHK Batam, Propinsi Kepri, bernama Sunardi, Penyidik PNS KLHK didampingi 3-4 orang staff menggunakan Kapal Patroli KPLP. Kemudian  mengambil sampel Fuel Oil dan  melakukan penyegelan Kapal MT Tutuk tanpa dasar, serta tanpa ada perintah, melakukan penyegelan (Pengadilan). Tidak terima adanya penyegelan yang dianggap  tidak sesuai prosedur,  atas dasar bahwa Fuel Oil menurut  Sunardi cs adalah limbah B3, maka PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans  melakukan  pra pradilan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Direktorat Penegakan Hukum Pidana.  Pra Peradilan  kemudian dimenangkan oleh PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans dengan keputusan  tanggal 27 April 2022 antara lain menyatakan tidak sah tindakan tersebut. Pengadilan lalu memerintahkan KLHK mengembalikan muatan Kapal ke keadaan semula. Selanjutnya juga memerintahkan KLHK untuk membuka kembali pita kuning penyitaan yang dipasang oleh mereka pada tank valve manifold. Akan tetapi pihak Gakkum KLHK Batam bukannya melaksanakan Keputusan Pengadilan Batam, malah Pejabat Pengawas KLHK, Neneng Kurniasih kembali ke kapal MT Tutuk dengan alasan mengambil sampel Fuel Oil. Dengan menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan  dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 106 memasukkan Limbah B3  ke Wilayah Indonesia menjadikan Direktur Perusahaan PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans, Wiko, menjadi tersangka. Pada tanggal 20 November 2023, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Lingkungan Hidup selaku Penyidik PNS, Antonius Sardjanto memanggil  Wiko (Anak Budianto) guna menghadap sejumlah penyidik PNS di Kantor Pos Gakkum Kepulauan Riau, Jl. Ir. Sutami No. 1 Sungai Harapan, Kecamatan Sekupang, Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau untuk diminta keterangan sebagai tersangka. Sejumlah penyidik PNS tersebut antara lain Neneng Kurniasih, Sunardi, Chepi Supiyana, Probo Mulyarto Nawa, Budi Kurnayadi, dan Haryadi. Jusuf Rizal mengatakan para penyidik PSN tersebut menganggap fuel oil adalah limbah B3, tanpa dasar dengan hanya melihat karena berwarna hitam. Padahal sudah ada keterangan hasil laboratorium dari  PT Sucofindo maupun laboratorium independen lain yang menyebutkan berdasarakan hasil laboratoriun,  jika fuel oil tersebut bukan B3. “Dari aspek inilah diduga adanya unsur penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2009,” ujar Jusuf Rizal. DH    

Jaksa N Terduga Penerima Suap Masih Bungkam

Jakarta | FNN - Jaksa berinisial N yang bertugas di Kejaksaan Agung (Kejagung) belum memberikan respons setelah 10 jam dikonfirmasi oleh wartawan FNN, Jum\'at (15/12/2023). Diketahui sebelumnya sebagaimana diberitakan portal portonews.com bahwa ada percakapan antara seseorang dengan jaksa senior dalam kasus senpi ilegal. Isu ini terungkap oleh akun twitter @MataPolos. Akun ini mengunggah postingan soal adanya intervensi pihak kepolisian kepada salah satu jaksa di Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Dalam postingannya, akun tersebut menyebut ada seseorang yang menamakan dirinya Budi mengirim pesan WhatsApp kepada seorang jaksa bernama Arya Satria yang merupakan salah satu JPU pada kasus senjata api (senpi) yang ditangani Bareskrim Mabes Polri.  Budi menyebut telah terjadi suap oleh perwira menengah Polri berinisial AI dan satu anggotanya bintara berinisial FB kepada jaksa berinisial N. Jaksa N ini adalah ketua tim JPU pada kasus Senpi tersebut. Kedua polisi itu, sesuai unggahan twitter tersebut, memberikan uang tunai yang dibagi ke beberapa amplop sebanyak 9 orang dalam perkara senpi yang diduga ilegal. Penyidik Bareskrim tengah memproses berkas perkara ke P19. “Selamat malam Pak Arya, kami mendapat informasi serta dokumentasi terkait adanya oknum Pamen Polri inisial AI dan satu anggotanya bintara inisial FB datang ke ibu N (jaksa memakai hijab dengan seragam bintang 1) dengan memberikan uang tunai rupiah yang sudah dibagi ke beberapa amplop dan sudah diterima 9 orang dalam perkara senpi ilegal yang sedang P19 di Bareskrim Mabes Polri. Untuk menjaga marwah kejaksaan agung harusnya praktik ini tidak terjadi karena merupakan tindak pidana korupsi,” demikian tangkapan layar WA Budi kepada Arya Satria sebagaimana diunggah oleh akun @MataPolos.  Budi yang mengaku pegiat antikorupsi tersebut menyarankan kepada Jaksa Ary Satria untuk menghentikan praktik semacam itu karena hal tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Budi juga mengancam akan melakukan tindakan dan berkoordinasi dengan KPK. “Kami akan melakukan tindakan hukum dengan berkoordinasi dengan Jamwas dan Dirdik KPK, terkait hal ini,” kata Budi dalam tangkapan layar yang diunggah akun Twitter @MataPolos tersebut. Di akhir pernyataannya Budi menyarankan untuk membentuk budaya good governance and clean.  Arya Satria dalam chattingan tersebut menanyakan siapa Budi, tetapi tidak dijawab. Untuk diketahui menurut Pasal 138 ayat (2) KUHAP, Kode P19 digunakan jika Jaksa Penuntut Umum menilai hasil penyidikan belum lengkap. Pembuatan P19 ini hanya bisa dilakukan sekali.  Akun Twitter tersebut menduga bocoran chatting WA tersebut ada kaitannya dengan kasus Mahendra Dito Sampurno alias Dito Mahendra. Sumber di Mabes Polri menyebut, uang yang diserahkan penyidik AI dan FB kepada Jaksa N sebesar Rp50 juta. Jumlah itu adalah ‘uang muka’ dari total Rp250 juta yang dijanjikan. Sebagai imbalan, kedua polisi tadi minta agar JPU mau meningkatkan kasusnya menjadi P21 alias berkas sudah lengkap. Sebelumnya Dito Mahendra dicari pihak kepolisian lantaran diduga terlibat kepemilikan senjata ilegal. Dua rumah Dito telah di geledah. Yaitu, di Jalan Intan RSPP Nomor 8, Cilandak Barat; dan di Jalan Taman Brawijaya III, Nomor 6A, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  Kasus ini berawal dari penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dan kantor Dito Mahendra yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Senin (13/3/2023). Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Dari penggeledahan itu ditemukan 15 pucuk senjata api yang setelah ditelusuri oleh Polri, sembilan di antaranya berstatus ilegal. Sembilan senpi itu adalah pistol Glock 17, Revolver S&W, pistol Glock 19 Zev, pistol Angstatd Arms, senapan Noveske Refleworks, senapan AK 101, senapan Heckler and Koch G 36, pistol Heckler and Koch MP 5, dan senapan angin Walther.  Atas perbuatannya, Dito dijerat Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur soal kepemilikan senjata api ilegal. Namun Dito menyangkal senjata api yang dimilikinya itu ilegal. Menurut dia, semua senjata api itu sah dan ada surat-suratnya. Akun @MataPolos mempertanyakan apakah lantaran polisi tak mampu memenuhi P21 sehingga mereka harus mendesak Kejagung untuk segera mengeluarkan P21?  Entahlah. Yang jelas, penyidik polisi diduga telah menyiapkan Rp 250 juta untuk segera menerbitkan P21. Sejauh ini media menghubungi Arya Satria untuk mengkonfirmasi perihal bocoran chatting soal 9 amplop yang diterima jaksa N, namun belum mendapatkan jawaban. (ant/portonews.com)

Data Pemilih KPU Bocor, Integritas Gelaran Pemilu Dipertaruhkan

Jakarta | FNN - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai kebocoran data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan kepada penyelenggara pemilu, bahkan legitimasi dan integritas penyelenggaraan pemilu juga berkurang.  \"Publik mungkin akan bertanya-tanya dengan keandalan sistem informasi pemilu, termasuk yang digunakan untuk penghitungan hasil pemilu, karena adanya kerentanan-kerentanan keamanan sistemnya,\" tegas Wahyudi Djafar, Kamis (30/11/2023). Menurutnya, hal itu juga berdampak pada turunnya kepercayaan publik terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Sistem yang rentan dan berisiko tinggi terhadap serangan juga akan mengurangi legitimasi pemilu. \"Karena adanya risiko kerentanan ini (risiko serangan), sehingga legitimasi pemilu juga berkurang,\" ujarnya. Terlebih, kebocoran data tidak terjadi sekali saja, tetapi berulang. Kejadian itu pun tidak diikuti dengan evaluasi dan investigasi tuntas untuk mencegah kasus yang sama terjadi lagi.  \"Justru setiap kali ada insiden kebocoran, yang ada penyangkalan. KPU sendiri belum memiliki kebijakan data pribadi yg baik untuk memastikan perlindungan data pribadi yang mereka kelola,\" kata Wahyudi. Wahyudi berharap insiden kebocoran ini bisa diselesaikan secara tuntas, untuk memberi pembelajaran bagi perbaikan kebijakan internal dan sistem perlindungan data KPU, termasuk juga sistem keamanan sibernya. \"Sehingga publik bisa percaya dengan seluruh sistem informasi yang dikembangkan KPU,\" pungkasnya. Lebih Profesional Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati menyayangkan terjadinya kebocoran Data Pemilih Tetap (DPT). Dia minta KPU segera membenahi masalah ini, untuk memberi rasa aman bagi pemilih maupun menjaga kredibilitas Pemilu.  \"ni jadi salah satu kekhawatirannya. Kita sebagai publik sekarang seolah-olah tidak bisa apa-apa, padahal kita dengan sukarela menyerahkan dan mempercayakan data pribadi kita untuk digunakan dalam kepentingan pemilu. Seharusnya data ini bisa dijaga betul oleh yang menggunakan data ini,\" kata Khairunnisa, Kamis (30/11/2023).  Untuk itu dia meminta KPU lebih profesional lagi membenahi sistem teknologi terlebih  sistem keamanan siber mereka.  \"Dalam penggunaan teknologi KPU perlu mempersiapkan semuanya dengan matang, mulai dari kesiapan perangkatnya, SDM, kebersihan siber, dan sebagainya. Walaupun untuk pemungutan kita masih manual, tapi KPU  menggunakan teknologi untuk tahapan pemilu yang lainnya. Seperti pendaftaran pemilih, sehingga ini pun perlu dipersiapkan dengan matang juga perangkat teknologinya,\" tegas Khairunnisa.  Belajar dari kasus ini, KPU perlu terus berbenah diri dan  publik perlu mendapatkan penjelasan apakah KPU sudah melakukan pemrosesan data pribadi dengan baik, termasuk juga dengan keamanan sibernya. Sebelumnya, situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan tautan kpu.go.id, kembali menjadi sasaran serangan siber oleh peretas atau hacker. Kali ini, peretas dengan nama anonim \'Jimbo\' mengklaim telah berhasil mendapatkan sekitar 204 juta data pemilih tetap (DPT) dari situs penyelenggara pemilu itu. (Sur)

Siapa Penikmat Royalti Pencipta Lagu?

Para pencipta lagu hidup kekurangan. Hak royalti tak sampai ke dapur mereka. Lalu, siapa penikmatnya? Oleh: Dimas Huda | Jurnalis Senior FNN   Dia adalah Naniel Yakin. Sang komposer dan musikus lagu legendaris berjudul “Bento” ini telah berpulang ke Sang Pencipta pada Jumat 21 Frebruari 2020. Di akhir hayatnya, ia hidup serba kekurangan. Sedangkan lagu-lagu yang didendangkan Iwan Fals itu masih dinikmati masyarakat hingga kini. Kendati telah tiada, mestinya royalti Naniel bisa dinikmati pewarisnya. Asal tahu saja, royalti merupakan hak yang seharusnya diterima oleh pencipta musik atau lagu jika karyanya dimanfaatkan secara komersial oleh pihak lain. Selama usia hidup hingga 70 tahun setelah ia meninggal, royalti ini melekat dan wajib ditunaikan oleh setiap orang yang menggunakan karya lagu tersebut. Besaran royalti berbeda-beda tergantung sektor usaha yang memanfaatkan lagu tersebut. Penggunaan dalam konser musik, misalnya, dikenai royalti sebesar 2% dari total hasil penjualan tiket. Atau jika suatu lagu digunakan di bioskop, maka si pencipta mendapatkan hak ekonomi sebesar Rp3,6 juta per layar setiap tahunnya. Pencipta lagu yang tidak menikmati royalti secara layak dan hidup miskin tak hanya Naniel seorang. Ada Syam Permana. Pencipta puluhan lagu dangdut yang dipopulerkan sejumlah artis kondang itu, kini hidup serba pas-pasan. Lagu ciptaan Syam Permana bergenre dangdut dipopulerkan oleh sejumlah penyanyi terkenal seperti Inul Daratista, Ine Sintia dan Imam S Arifin. Sang pencipta lagu di era tahun 80-an itu kini justru tinggal di Kampung Babakan Jawa RT42/18 Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Di sana ia berprofesi sebagai pemulung. Selain Naniel dan Syam, nasib pencipta lagu di negeri ini memang tak seberuntung penyanyi yang membawa lagu mereka. Iwan Fals, Inul Daratiste dan para penyanyi lainnya, hidup gemah ripah. Kendati demikian, persoalannya bukan sekadar kesenjangan di antara mereka. Masalah royalti memang belum digarap dengan baik menjadi biang keladi. Ada potensi besar dalam royalti bidang musik dan lagu di Indonesia. Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris, pernah menghitung, potensi itu sebesar Rp1 triliun per tahun. Hanya saja, Lembaga Manajemen  Kolektif  Nasional (LMKN) tak punya kemampuan untuk mengolek duit sebanyak itu. Tahun lalu LMKN hanya sanggup menagih Rp35 miliar. Padahal Malaysia bisa menarik Rp350 miliar, Jepang bahkan sampai Rp2 triliuan. Sekadar mengingatkan,  sejarah LMKN dimulai   dari   Undang   Undang No  28  Tahun  2014  Tentang   Hak  Cipta Mengamanahkan didirikannya LMKN  untuk Menangani  pengumpulan  royalti  musik  di Indonesia.  Di sini LMKN merupakan  Lembaga  bantu pemerintah  non-APBN  yang  mendapatkan kewenangan  atribusi  dari  Undang-Undang Hak Cipta untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan  Royalti  serta  mengelola kepentingan  hak  ekonomi  Pencipta  dan Pemilik Hak Terkait  di  bidang lagu dan/ atau musik.  Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, mengakui angka Rp35 miliar memang jauh dari potensi yang sebenarnya. Jika ribuan karaoke, hotel, restoran di Indonesia saat ini taat membayar royalti, begitupun ratusan konser di Indonesia juga menjalankan kewajibannya, maka angka yang terkumpul akan jauh lebih besar. “Bisa triliunan. Bisa dibayangkan, sehari di setiap provinsi, berapa komponen usaha yang pakai musik. Dari angka Rp35 miliar kita bisa anggap Rp1 miliar lebih per provinsi ya berarti, masa, apakah mungkin di Jakarta, cuma Rp1 miliar?” ungkap Dharma suatu ketika. Tingkat ketaatan membayar royalti di Indonesia diakui Dharma relatif masih rendah. Masih banyak pelaku usaha atau penyelenggara event yang belum menunaikan kewajibannya. Menurut Dharma, potret tersebut berkaitan dengan tingkat kesadaran dan literasi masyarakat tentang hak cipta dan royalti yang melekat di sana, masih rendah. “Ada contoh yang taat di berbagai sektor. Tapi kalau kita pukul rata secara keseluruhan, ketaatannya belum maksimal, masih jauh dengan harapan,” ucap Dharma. Angka potensi yang disebut Freddy Harris dan Dharma bukan mengada-ada. Ambil contoh saja, potensi royalti yang bisa dikeduk dari pengguna internet. Berdasarkan  riset  yang dilakukan  oleh  Asosiasi Penyelenggara Jasa  Internet  Indonesia  (APJII),  pengguna internet  dari  generasi  milenial  adalah sebesar 63% dari  total  pengguna  internet di Indonesia yaitu 132,7 juta orang. Mereka mendengarkan musik secara online (35,5%), dan menggunakan perangkat mobile sebagai sarana berkomunikasi (47,6%). Hal  ini  menunjukan  bahwa  mendengarkan musik  secara  online  adalah  sebuah  cara generasi  milenial  mendapatkan  hiburan. “Dengan  adanya  data  ini  terlihat  bahwa banyaknya  royalti  yang  dapat  dikumpulkan dan  disalurkan  melalui  aplikasi  musik streaming,” tulis Antonio Rajoli Ginting dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenhum dan HAM dalam papernya berjudul “Peran Lembaga Manajeman Kolektif dalam Perkembangan Apliaksi Musik Streaming”. Melihat  karakter  generasi  milenial,  maka  dapat  dipastikan  aplikasi musik  streaming  akan  sering  digunakan. Maknanya, potensi  royalti  yang akan  dikumpulkan  menjadi  lebih banyak lagi.    Terlepas dari banyaknya aplikasi musik  streaming, Antonio mengingatkan perlunya ditentukan tarif yang tepat dalam pengumpulan  royalti  sehingga dapat disalurkan kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Hak Terkait. Selain steaming, potensi lainnya datang dari banyaknya helatan konser, atau banyaknya bioskop di Indonesia. Belum lagi sektor-sektor lainnya yang juga menyumbang royalti besar seperti karaoke, restoran, hotel hingga layanan transportasi darat maupun udara. Lebih Kompleks Berbeda  dengan karya seni lain, unsur hak cipta dalam sebuah lagu  memang lebih  kompleks.  Dalam  sebuah  lagu terdapat  beberapa  unsur  yaitu  lirik,  musik dan  aransemen.  Masing-masing  diciptakan, direkam  dan  ditampilkan  oleh  subjek  yang berbeda yaitu penyanyi, manajemen  artis, studio rekaman, serta label  musik.  Masing- masing  subjek  tersebut  dalam  Undang- Undang  No. 28 Tahun 2014 tentang  Hak Cipta dapat diklasifikasikan sebagai Pencipta, Pemegang  Hak  Cipta  dan  Hak Terkait. Pencipta  adalah  pihak  yang  menghasilkan ciptaan, dalam konteks ini pencipta musik, lirik maupun  aransemen. Pencipta  memiliki  hak moral  dan hak  ekonomi untuk setiap karya yang  digandakan  maupun  dipertunjukkan ulang.  Pemegang  Hak  Cipta  merupakan pihak  yang  menerima  seluruh hak dari Pencipta  secara sah,  misalnya ahli waris. Pemegang Hak Terkait adalah mereka yang memegang hak terkait suatu ciptaan misalnya penyanyi atau musisi yang mempertunjukkan ciptaan,  produser  fonogram  dan  lembaga penyiaran.  Sehingga,  ketika  sebuah  lagu dipertunjukkan, maka yang mendapatkan hak ekonomi berupa royalti tidak hanya Pencipta tapi juga penyanyi, pemilik label rekaman dan produser fonogram. Masing-masing memiliki porsinya sesuai dengan yang disepakati. Perkembangan  dunia  digital  saat ini memang semakin memberi ruang untuk sebuah lagu/musik dapat didengar dengan mudah setiap saat.   Lahirnya   aplikasi   musik   streaming seperti  Spotify, misalnya, membuat  orang dapat  lebih mendengarkan  lagu  yang  disukainya. Pendapatan industri musik dari platform musik streaming  pada  2017 telah mencapai  43% dari total  pendapatan industri musik  secara keseluruhan.  Secara  spesifik,  pertumbuhan musik  streaming  mencapai  39% per tahun,  naik  2,1  miliar  hingga mencapai 7,4 miliar dollar AS  (sekitar Rp130  triliun). Capaian  tersebut  terus  meningkat  hingga melebihi total pendapatan format lama, yakni kepingan CD dan unduhan. Di satu sisi, hal ini  semakin  mempermudah  musisi  dalam mengenalkan  dan  memasarkan  karyanya, namun di sisi lain distribusi royalti Pencipta, Pemegang  Hak  Cipta  dan Hak Terkait menjadi lebih rumit. Tengok saja Spotify. Ini adalah  merupakan  aplikasi  yang menyediakan layanan personal dengan fitur sosial  dan interaktif untuk  streaming musik dan  konten lain,  serta produk  dan  layanan lain yang dapat dikembangkan dari waktu ke waktu.  Selain mengatur interaksinya dengan  pengguna,  Spotify  juga  mengatur interaksinya dengan musisi  terutama dalam hal pembayaran  royalti.  Dalam  situs  resmi Spotify, ada dua tipe royalti yang dibayarkan yakni: Pertama, Royalti Rekaman (Recording Royalties): di mana royalti yang diterima dari setiap pemutaran di spotify, dibayarkan kepada artis  melalui  pemberi  lisensi  yang mengirimkan musik tersebut, biasanya label rekaman atau distributor mereka. Kedua, Royalti  Penerbit:  dimana  uang/royalti untuk penulis lagu atau pemilik komposisi. Pembayaran diberikan kepada penerbit, LMK  (collecting  societies),  dan  agensi yang berada sesuai wilayah pengguna.   Berdasarkan  hal tersebut,  maka  dapat dilihat  bagaimana  Spotify  membayarkan royalti  kepada  Pencipta,  Pemegang  Hak Cipta,  dan  Hak  Terkait.  Setiap  lagu  yang diputar oleh  pelanggan, maka  Spotify akan mengkalkulasinya  dan  memberikannya kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Hak Terkait melalui mekanisme di atas. Spotify  memberikan  royalti  kepada musisi sebesar 0,006 dolar AS hingga 0,0084 dolar  AS  untuk  sekali  streaming. Apabila lagu tersebut milik penyanyi ternama, maka tentunya  semakin  banyak pula uang yang didapatkan. Meski dalam websitenya Spotify menyatakan pembayaran royalti tidak dihitung per  streaming,  namun  faktanya  banyaknya jumlah  pemutaran  (pay per stream/pps) sangat  mempengaruhi nominal  royalti yang dibayarkan di luar faktor popularitas artis dan pendapatan per  kapita daerah di mana lagu diputar. Dalam  hal  mekanisme  pembayaran royalti  untuk musisi,  platform  digital  seperti Spotify   masih  memiliki   kekurangan   yang ujungnya  merugikan  musisi.  Pada  2015 Spotify  harus  menghadapi  gugatan  class action senilai US$150 juta atas royalti yang belum  dibayarkan. Ini terjadi karena tidak adanya payung hukum yang mengatur tarif  minimum  royalti.  Spotify  memberikan harga kira-kira US$0,006 tiap pemutaran  lagu  yang  diambil  dari  biaya langganan. Sehingga,  jika dikalkulasi  untuk musik  yang diputar 1  juta kali,   pemegang hak hanya mendapatkan royalti sebesar US$6,000 atau setara dengan Rp85 juta rupiah di mana jumlah ini masih harus dibagi antara produser  rekaman,  artis,  penulis  lagu  dan komposer.  Belum  adanya  payung  hukum Indonesia  yang  mengatur  mengenai  tarif minimal  pembayaran  berpotensi  membuat musisi  Indonesia  mendapatkan  bayaran royalti yang lebih rendah. Peraturan  yang  ada  saat  ini  baru mengatur tarif royalti di beberapa tempat yakni dalam  Keputusan  Menteri Hukum  dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna  yang  Melakukan  Pemanfaatan Komersial  Ciptaan  dan/atau  Produk  Hak Terkait Musik dan Lagu. Data Base Dalam  industri  musik umumnya  informasi  tersebar  di proprietary databases, spreadsheets, email inboxes, dan kontrak berjangka panjang yang dikelola oleh organisasi yang terpisah. Indonesia perlu memilik database meski prototipenya sedang dibangun oleh Bekraf bernama Portamento. Keberadaan  database  penting  mengingat seringkali  terjadi  perubahan  penerima  hak royalti  akibat  lepasnya  artis  dari  sebuah label rekaman, atau pergantian personil grup musik. Ini mengakibatkan hak layanan musik tidak bisa mengidentifikasi siapa pemilik hak cipta, bagaimana pembagiannya dan berapa harga  lisensinya.  “Kalaupun  data  itu  ada, pembagian  porsi  lisensi  seringkali  berubah karena kontrak habis dan tidak ada yang tahu pasti,” ujar Antonio Rajoli Ginting. Sebenarnya data kepemilikan tersebut bisa saja ditempelkan/dilekatkan dengan file musiknya, tapi ada kemungkinan besar data tidak terstandarisasi, atau hilang, atau tidak akurat sehingga sulilt untuk dilacak. Anang Hermansyah selaku Pencipta Lagu dan juga mantan anggota DPR Komisi X Dapil Jawa Timur IV periode 2014-2019 juga menganggap pentingnya big data. Big data sendiri merupakan kumpulan proses yang terdiri dari volume data dalam jumlah besar yang terstruktur maupun tidak terstruktur dan digunakan untuk membantu kegiatan bisnis. Big data ini memiliki posisi penting karena dengan adanya data ini output-nya persoalan royalti menjadi lebih transparan, akuntabel dan ekosistem di industri musik menjadi lebih sehat. Menurut Anang, big data juga diperlukan untuk collecting dan membagikan royalti kepada pencipta lagu. Big data inilah yang nantinya akan mencatat musik Indonesia yang ada dari dulu hingga sekarang secara detail. “Semua pencipta lagu harus mendaftarkan ke big data untuk kepentingan pemberian royalti. Kalau pencipta lagu sudah menjadi bagian dari LMK, maka LMK harus mengeluarkan data dari pemakaian lagu pencipta lagu tersebut, kalau memang mau mendapatkan royalti,” ujar Anang sebagaimana dikutip Daffa Okta Permana, Esther Masri, Clara Ignatia Tobing dalam papernya berjudul “Implementasi Royalti Terhadap Pencipta Lagu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Dalam industri kreatif khususnya musik di Indonesia dikenal dengan nama Portamento. Portamento akan mengakomodsi seluruh karya musik di Indonesia sehingga musisi yang mengunggah musik akan muncul keterangan tentang pencipta musik, lirik, rekening bank, nomor wajib pajak, serta segala data tentang musik. Nantinya, Portamento akan terhubung dengan media sosial seperti Youtube dan Facebook serta platform streaming seperti Spotify dan Joox. Portamento ini sendiri adalah alat untuk mengetahui penggunaan dari lagu tersebut. Misalkan saja bila Rhoma Irama ingin mengetahui lagu Begadang diputar berapa kali dalam waktu sebulan. Nantinya jumlah pemutaran ini akan dideteksi oleh Portamento untuk mengecek lagu yang dinyanyikan, siapa saja yang memakainya, dan besaran royalti yang dia dapatkan. Sampai saat ini Portamento sendiri ini sedang dikerjakan oleh Badan Ekonomi Kreatif bersama-sama dengan lembaga lainnya. Aplikasi ini sudah dipresentasikan di Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia atau World Inntelectual Organization (WIPO) di Swiss. Untuk peluncurannya memang tidak bisa cepat karena harus dilakukan testing terlebih dahulu. Seni yang Sangat Mudah Musik memang istimewa. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), misalnya, musik mendapat porsi pengaturan dan penjelasan jauh lebih banyak dibandingkan dengan seni-seni lain – bahkan dibanding dengan karya cipta non-seni yang lain. “Tak kurang dari 19 jenis ciptaan yang dilindungi undang-undang, tapi musik seperti mendapat tempat paling istimewa. Hal ini karena musik merupakan seni yang sangat mudah diperbanyak dan didistribusikan dengan berbagai sarana,” tulis Kemala Atmojo Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni dalam artikelnya berjudul “Musik dalam Film dan Potensi Konfliknya”. Di era digital sekarang ini, orang dapat dengan mudah menyalin, memperbanyak, dan mendistribusikan karya musik dalam hitungan detik ke mana saja. Hal ini dapat menyebabkan pencipta bisa kehilangan kendali atas karya mereka dan kehilangan penghasilan yang seharusnya mereka terima. Alasan lain, musik adalah jenis seni yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Musik juga memiliki pengaruh besar dalam kebudayaan serta ekonomi, yang membuat hak cipta menjadi isu penting dalam perlindungan kekayaan intelektual. Ada banyak orang dan perusahaan yang dapat menghasilkan uang dari karya musik, seperti pencipta lagu, produsen rekaman, distributor musik, penyanyi, dan lain-lain. “Oleh karena itu, perlindungan hak cipta menjadi sangat penting untuk memastikan keberlangsungan industri musik,” tambahnya. Itu sebabnya, dalam undang-undang hak cipta, selain diakui sebagai Pencipta yang punya hak ekonomi dan hak moral, musisi -- dalam pengertian luas -- juga dimasukkan juga ke dalam Hak Terkait dan Pelaku Pertunjukan. Bahkan, sebagai konsekuensi dari pasal-pasal yang ada di undang-undang, muncul beberapa peraturan menteri yang berkaitan dengan sistem informasi hak cipta musik, tentang mekanisme pendaftarannya, cara mendapatkan royalti, sampai besaran angka yang harus dibayar oleh para pengguna jasa musik. Tak sampai di situ. Dan ini yang istimewa. Dalam Pasal 18 UUHC, selain karya tulis, lagu serta dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan atau pengalihan tanpa batas waktu, hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 UUHC, yang berbunyi: “Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilkan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku Pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.” Lalu dalam Pasal 122 UUC dirinci bagaimana cara melakukan perhitungan masa 25 tahun itu baik ketika UU No. 28 Tahun 2014 belum berlaku atau sesudah berlaku. Misalnya saja, perjanjian jual putus pada saat diberlakukannya undang-undang No. 28 tahun 2014 telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, maka dikembalikan hak ciptanya kepada Pencipta 2 (dua) tahun sejak berlakunya UU tersebut. Lalu, jika perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya UUHC belum mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, maka dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta setelah mencapai 25 (dua puluh lima) tahun sejak ditanda tanganinya perjanjian jual putus dimaksud dan ditambah 2 (dua) tahun. Perda Itu sebabnya, Anang menganggap, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sudah cukup mengatur masalah hak cipta. “Tinggal implementasinya saja untuk menjalankan aturan ini dengan baik,” katanya. Dia mengingatkan penarikan royalti harus merata. Jangan  hanya di kota-kota besar saja. Kota-kota yang belum terjamah atau jauh harus digarap. Di samping itu, Anang menyarankan agar daerah-daerah tersebut membuat Peraturan Daerah atau Perda tentang penarikan royalti dari tempat yang bersifat komersil. Menurutnya, dengan dibuatnya Peraturan Daerah akan membantu mensejahterakan para pencipta lagu yang lagunya dimainkan di daerah tersebut, lalu juga dapat membantu LMKN  dalam menarik royalti dari tempat-tempat yang bersifat komersil di daerah tersebut. Lebih jauh lagi, pemahaman pemerintah terhadap Undang-Undang Hak Cipta juga sangat dibutuhkan. Anang berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada para pencipta lagu mengenai sistem penarikan royalti, karena dengan dilakukannya sosialisasi, para pencipta lagu lebih mengerti lagi mengenai peraturan yang ada dan mereka mendapatkan hasil yang maksimal dari lagu-lagu yang dia ciptakan. Jika peraturan ini berjalan dengan baik dan maksimal, maka akan terjadi kondisi saling menguntungkan bagi orang-orang yang terlibat di industri musik maupun dari pemerintah sendiri. “Pencipta lagu mendapatkan royalti, pemerintah mendapatkan pendapatan pajak dari penarikan royalti dan pengusaha yang menggunakan lagu-lagu dari pencipta lagu bisa menjalankan bisnisnya sampai kapan pun dengan adanya aturan yang jelas dan membayarkan royalti,” ujarnya.@  

Mulusnya Pencawapresan Gibran Dianggap Menginjak-Injak Rasa Keadilan Masyarakat

Jakarta | FNN - Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Bivitri Susanti menyebut banyak pihak yang mengungkapkan untuk beralih (move on) dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bivitri menolak hal itu karena putusan tersebut bukan hanya sekadar hukum, melainkan keadilan. “Bagi kami ini bukan soal hukum belaka, tapi di sini ada keadilan yang sedang diinjak-injak. Dan kalaupun hukum belum begitu responsif seperti yang kita inginkan, bukan berarti keadilan kita lupakan,” tegas Bivitri di Jakarta, Rabu (22/11/2023). Bivitri mengungkapkan hal itu dalam diskusi Etika Penyelenggara Negara: Belajar dari Para Pendiri Bangsa yang disiarkan melalui YouTube. Menurutnya, ketika bangsa Indonesia ingin membangun peradaban politik, maka harus berpegang pada etika politik. “Kalau kita mau membangun peradaban politik, sebenarnya sesuatu yang melampaui hukum tertulis yaitu etika politik dan gagasan konstitusionalitas,” tambahnya. Menurut Bivitri, putusan MK  punya dampak sangat luas, tidak hanya merusak tatanan hukum. “Itu kan sebenarnya ada kerusakan parah yang ditimbulkan Putusan 90. Merusak MK itu pasti. Itu artinya merusak bangunan negara hukum,\" ungkapnya. Bivitri juga menyoroti Anwar Usman yang tidak merasa bersalah dalam proses putusan tersebut, bahkan menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. “Artinya dia benar-benar tidak merasa bersalah. Padahal MKMK putuskan pelanggaran etika berat,\" katanya kecewa. Demokrasi Indonesia dikhawatirkan akan mundur karena tragedi konstitusi. Lebih parahnya, ketika nanti generasi masa depan menganggap pelanggaran etik dapat diterima asal tidak melanggar aturan. \"Akibatnya nanti Indonesia tidak akan maju. Karena pemimpin yang dipilih bukan karena kemampuan, tapi karena hubungan kekerabatan.Yang paling parah demokrasi kita mundur, karena cara berpolitik yang kotor. Karena kenormalan baru, adik-adik, anak cucu kita (generasi masa depan) akan bilang tidak ada yang salah dengan nepotisme, tidak ada yang salah dengan politik dinasti,” pungkasnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengungkapkan pentingnya menempatkan moralitas di atas aturan. Ia menggunakan istilah halal (boleh) dan baik (thayib).  “Saya kira peristiwa MK kemarin itu menunjukkan pada kita, setelah ditemukan peristiwa yang kemudian dinyatakan melanggar kode etik berat. Tapi tetap saja banyak orang bilang aturannya tidak batal. Tentu secara legal formal tidak batal , tapi secara moral aturan itu tidak layak untuk dilaksanakan,” ujarnya  Menurut Ray, proses berdemokrasi sepatutnya mengutamakan moralitas, bukan mandek pada aturan. “Jadi di atas boleh dan tidak boleh, itu mestinya baik dan tidak baik,” tegasnya. Dinasti Politik Ray juga menyoroti dinasti politik yang dinilai menjadi salah satu penyebab suburnya korupsi. “Salah satu cara untuk menurunkan korupsi adalah dengan menafikan dinasti politik,” tambahnya. Ia menyebut tidak ada manfaat dari dinasti politik selain maraknya korupsi dan nepotisme. “Apa yang kita dapatkan dari dinasti politik? Tidak ada, kecuali beberapa di antara mereka diciduk KPK karena korupsi,” ujarnya. Begitu pula dengan politik dinasti. Secara aturan tidak melanggar, namun harus dihindari demi kebaikan bersama. “Kita harus tolak politik dinasti. Sekalipun secara legal formal dia ada, tapi secara moral, kemanfaatan, sama sekali tidak ada,” tandasnya. Semangat reformasi telah menggariskan agar bangsa ini bisa keluar dari segala masalah yakni dengan menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). “Itulah mengapa sejak dari reformasi kita menempatkan poin ‘Tolak KKN’, Karena penyakit KKN ini akan betul-betul membuat Indonesia sulit mencapai tujuan yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya. Sayangnya lanjut Ray, para pemimpin dan elite masih suka berada di level aturan, belum menyentuh fatsun demokrasi, keadaban demokrasi, etik demokrasi. (Sur)

KKB Membakar Gedung SMPN 1 Gome

Jayapura, FNN - Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo mengakui KKB melakukan pembakaran gedung SMPN1 Gome, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.  \"Saat ini keamanan di wilayah Kabupaten Puncak, khususnya Distrik Gome kembali terganggu setelah KKB selain membakar gedung SMPN 1 juga membakar honai warga di wilayah terpisah di Kampung Kunga, Distrik Ilaga,\" kata dia, di Jayapura, Sabtu.  Ia mengatakan dari laporan Kapolres Puncak Kompol I Nyoman Punia terungkap pada Jumat (10/11) sekitar pukul 17.15 WIT SMPN 1 Gome dilaporkan terbakar diikuti tembakan \'flare\' berwarna merah sebanyak 10 kali dari tiga arah yang berbeda.  Beberapa menit kemudian, kata Benny, dari jarak sekitar 400 meter terdengar tembakan yang mengarah ke pos kodim persiapan yang diduga dilakukan KKB sehingga terjadi kontak tembak yang berakhir KKB lari menuju Kampung Kunga. Menurut Benny, pada pukul 20.45 WIT dilaporkan satu honai di Kampung Kunga dibakar  Untuk menghindari gangguan susulan, ujar Benny, maka anggota TNI-Polri meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.  Sebelumnya Kapen Kogabwilhan III Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa mengatakan Satgas Yonif 300/Bjw berhasil mengamankan berbagai peralatan milik KKB di Gome, Kabupaten Puncak.  Peralatan milik KKB itu diamankan pada Jumat (10/11) sekitar pukul 07.37 WIT. Hal ini berkat adanya laporan keberadaan sekelompok orang yang bukan warga setempat di salah satu honai milik warga dan saat didekati mereka langsung melarikan diri ke hutan.  Sempat terjadi kontak tembak karena salah seorang di antaranya membawa senjata laras panjang, kata Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa.(sof/ANTARA)

Polisi Didesak untuk Mengusut Kasus Intimidasi Wartawan yang Dilakukan Pengawal Firli

Jakarta, FNN - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendesak Kepolisian Daerah Aceh mengusut kasus dugaan intimidasi terhadap dua wartawan yang dilakukan pengawal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.\"Kepolisian setempat harus mengusut tuntas siapa pelaku aksi premanisme tersebut,\" kata Bambang di Jakarta, Jumat, menanggapi kasus dugaan intimidasi yang dialami wartawan di Aceh.Sebelumnya, dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Firli Bahuri saat meliput pertemuan Ketua KPK itu bersama organisasi perusahaan media Aceh di Warung Sekretariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh, Kamis (9/11).Dua jurnalis korban intimidasi itu adalah Raja Umar yang merupakan wartawan Kompas TV dan Kompas.com, serta pewarta media lokal Puja TV Lala Nurmala.Intimidasi diduga terjadi saat Firli bersama sejumlah pengurus JMSI Aceh, organisasi perusahaan media, sedang ngopi dan makan durian di Sekber wartawan. Sekber selama ini menjadi tempat berkumpul wartawan lintas media dan organisasi untuk bekerja dan membuat berita maupun saat menunggu liputan.\"Saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman dan meminta agar saya hapus foto pertemuan Firli,\" kata Raja Umar dikonfirmasi di Banda Aceh, Jumat.Bambang Rukminto mengatakan intimidasi tersebut termasuk aksi-aksi premanisme yang tidak dibenarkan, terlebih menghalang-halangi kerja jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.\"Saksi mata tentunya banyak, jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa menangkap pelaku,\" ujarnya.Bambang pun meminta agar pelaku intimindasi terhadap dua jurnalis Aceh tersebut dikenakan sanksi tegas, selain pidana pelanggaran UU Pers.\"Bila benar pelakunya itu adalah oknum polisi, sanksi disiplin dan etik harus diberikan kepada pelaku,\" tambahnya.Senada dengan Bambang, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga meminta institusi kepolisian mengusut tuntas kasus intimidasi terhadap jurnalis di Aceh tersebut.Menurut Yudi, aparat penegak hukum harus menghormati tugas jurnalistik. \"Seharusnya hormati tugas pers. Siapa sebenarnya yang menghalangi kerja pers harus diusut tuntas. Sampai meminta hapus foto itu menghalangi, jika ditemukan perbuatan ini merupakan kesalahan,\" kata Yudi.(ida/ANTARA)

Rumah Ketua Komisi IV DPR RI Sudin Digeledah KPK

Jakarta, FNN - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah Ketua Komisi IV DPR RI Sudin yang beralamat di Raffles Hills, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat malam.\"Informasi yang kami peroleh benar dan kegiatan saat ini masih berlangsung,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat malam.Meski demikian Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai mengapa penyidik lembaga antirasuah melakukan penggeledahan di rumah Sudin.Sudin awalnya hari ini dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).Meski demikian Sudin telah memberikan konfirmasi kepada tim penyidik KPK bahwa dirinya tidak bisa memenuhi panggilan penyidik dan telah mengajukan permohonan untuk penjadwalan ulang.KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023, resmi menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024.Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang diantaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta (MH) untuk melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I.Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS.Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan-nya dengan menggunakan pecahan mata uang asing.KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.SYL, KS, dan MH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) KPK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Sementara, tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(ida/ANTARA)

Jimly Asshiddiqie Hakim Penakut

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  DALAM menjalankan fungsinya, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK  ) sesuai tugas dan wewenangnya, dipastikan hanya akan bersentuhan dengan pelanggaran kode etik dan sangsinya. MKMK sesuai Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I  pada Selasa (7/11/2023). Telah memutuskan bahwa Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.  MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi dengan segala akibat dicabutnya kewenan lainnya.” Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Ia dikenal sebagai pakar Sosiologi Hukum , sepertinya sejak awal sudah memprediksi apapun keputusan MKMK tetap akan menyisakan kegalauan masyarakat. Buru buru menawarkan agar hakim MKMK mempertimbangkan pendekatan dan pertimbangan hukum progresif merupakan pemikiran perkembangan hukum yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo, berpandangan bahwa hukum dibentuk untuk manusia bukan manusia untuk hukum Nampaknya Jimly Asshiddiqie beserta hakim MKMK lainnya tidak memiliki cukup  keberanian menggunakan pendekatan hukum progresif tersebut, akibatnya Jokowi sebagai sumber masalah peran utama sutradara dan skenario merekayasa Gibran Rakabuming Raka bisa lolos sebagai Cawapres melenggang mulus relatif tanpa gangguan . Mengubah syarat umur persyaratan capres dan Cawapres yang bukan wewenang MK, dengan segala akibat ikutannya tanpa sentuhan rekomendasi. Peran Gibran  adalah bencana awal yang akan melanda Indonesia. Keputusan MKMK yang hanya  menonaktifkan Ketua MK dari jabatannya, tidak terlalu penting selain sedikit menimbulkan gangguan psikologis bagi Anwar Usman dan keluarga Jokowi. Indonesia saat ini sudah tidak lagi memiliki perangkat hukum sebagai sumber keadilan. Bersamaan dengan tampilnya leadership transaksional pragmatis dan politik transaksional. Diperkuat muncul  budaya feodal pembenaran Standar etika, moral, kepatutan sudah menghilang menguap ke udara. Kekuasaan hukum, politik  dan  ekonomi sudah dibawah ketiak kekuasaan   Oligargi - negara bukan hanya sedang berjalan mundur tetapi sedang menuju jurang kehancurannya. Hiruk pikuk pengadilan MKMK hanya dijalankan an sich sesuai peran dan fungsinya, sama sekali tidak memiliki kekuatan efek jera mencegah binalnya kekuatan yang ugal ugalan  melanggar konstitusi dan akan menghancurkan demokrasi.  MKMK tidak berani menggunakan hukum progresif. Jimly Asshiddiqie sebagai ketua MKMK  hakim penakut  sangat mungkin karena ketakutan resiko politik dan  ganasnya kekuasaan. ***

MAKI Mendesak Penyidik Segera Menetapkan Tersangka Pemerasan oleh Ketua KPK

Jakarta, FNN - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak penyidik Polda Metro Jaya segera melakukan gelar perkara guna menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Ketua KPK.“Senin ini mudah-mudahan, maksimal minggu depan ada upaya lebih lanjut dari kepolisian, minimal ya memanggil ulang, atau lebih tinggi segera menetapkan tersangka,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat.Boyamin mengatakan dirinya berencana akan melayangkan gugatan praperadilan apabila penyidik Polda Metro Jaya tidak menetapkan tersangka maksimal minggu depan.“Ya terpaksa saya gugat praperadilan penyidik Polda Metro Jaya,” ujarnya.Menurut dia, gugatan tersebut ia layangkan untuk memastikan penyidik memiliki alat bukti atau tidak kasus dugaan pemerasan tersebut. Karena jiksa sudah punya alat bukti, maka langkah selanjutnya penyidik adalah menetapkan tersangka.“Kalau tidak (ada bukti) ya hentikan penyidikan,” katanya.Karena, kata dia, melihat Firli Bahuri yang mangkir dari panggilan pemeriksaan lanjutan pada Selasa (7/11) dengan alasan kunjungan kerja di Aceh sebagai sesuatu yang dianggap meremehkan proses hukum yang sedang berjalan.Boyamin menyebut, dirinya mendapat kiriman dari rekannya bahwa pada tanggal 8 November malam, Firli Bahuri terekam video sedang bermain bulu tangkis di Lapangan Bulu Tangkis Pasar Jaya, Banda Aceh.Tidak hanya itu, Firli juga dibuatkan tumpeng ulang tahun dan membagikan kepada teman-temannya yang ikut bermain bulu tangkis di lapangan tersebut.Bahkan, lanjut dia, malam sebelumnya Firli malah mempertontonkan keahliannya menggoreng nasi di sebuah restoran.“Inilah yang menurut saya Pak Firli tidak menghormati hukum padahal dia penegak hukum,” kata Boyamin.Boyamin juga mengatakan sikap Firli tidak hadir penuhi panggilan penyidik, malah bermain badminton dan memasak nasi goreng di Aceh tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat untuk patuh hukum dengan cara mendatangi pemeriksaan di Polda Metro Jaya.Sebagai Pimpinan KPK, kata dia, hendaknya Firli Bahuri memberikan contoh yang baik.“Inilah gambaran penilaian kita, Pak Firli ini malah meremehkan gitu proses hukum dengan hal-hal yang tidak penting,” katanya.Oleh karena itu, kata Boyamin, penyidik Polda Metro Jaya bisa melakukan tahapan berikutnya, yakni gelar perkara untuk menetapkan tersangka. Mengingat sebelumnya, Firli sudah pernah dipanggil sebagai saksi di Bareskrim. Kemudian pemanggilan kali kedua ini bertujuan untuk pendalaman.Justru, kata dia, dengan tidak hadirnya Firli pada pemeriksaan lanjutan kemarin, merugikan diri sendiri. Karena tidak melakukan pembelaan diri, tidak menjelaskan peristiwa tersebut, yang mungkin saja dapat meringankan atau membebaskannya dari tuduhan tersebut.“Apakah dengan tidak datang itu dia (Firli) merasa bersalah takut nanti kejebak-jebak maka tidak datang, ya kita tunggu saja minggu ini,” kata Boyamin.Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjunta saat ditanyakan kapan penetapan tersangka kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK tersebut, mengatakan masih menunggu perkembangan.“Nanti kami update berikutnya, tapi yang jelas proses penyidikan masih terus berlangsung dan kami jamin penyidikan akan berjalan profesional transparan dan akuntabel,” ujarnya.(sof/ANTARA)