OPINI

Ulama Berhati Sejuk, Pemaaf Bukan Pendendam dan Penebar Permusuhan

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) menjadi Ibrah, melegenda khususnya di hati Umat Islam bahkan bagi bangsa Indonesia. Ulama besar yang memancar kearifan sebagai ulama besar. Sekilas kisah kemarahan dan kebencian Presiden Soekarno menyerang \"HAMKA\", karena pandangan politik yang berbeda , pada tahun 1964,  sampai tega memenjarakan \"HAMKA\", tanpa proses pengadilan. Bersama Mohammad Yamin mengunakan media cetak asuhah Pramoedya Ananta Toer melakukan pembunuhan karakter Buya Hamka.  Tidak sedikitpun Hamka bersedih hati ,  dan  tak bergeser dalam menegakkan amar ma\'ruf nahi mungkar, tanpa dendam sekalipun terus diserang oleh penguasa. Berbeda dengan saat ini  dari sebagian yang mengaku sebagai ulama, adanya tekanan bahkan ada kerjasama dengan penguasa bukan teguh menebarkan amar ma\'ruf nahi mungkar, justru menebar pertikaian sesama ulama dan tersirat memancarkan  kebencian yang dipertontonkan di media dengan rasa bangsa dan merasa paling benar. Selama 2 tahun 4 bulan lamanya Hamka dipenjara, tanpa ia bersedih, mendendam kebencian dan tanpa mengutuk Soekarno. Bahkan dari terali besi itu Hamka punya waktu  untuk menyelesaikan 30 Juz Tafsir Alqur\'an yang dikenal dengan Tafsir Al-Azhar... Dengan kebesaran sebagai ulama besar, setelah Buya Hamka keluar dari penjara ketiga tokoh Soekarno, Muhammad Yamin Pramoedya, semua meminta maaf dan Buya Hamka memaafkannya tanpa tersisa rasa dendam dan kebencian. Astuti, anak perempuan Pramoedya pun menangis haru melihat kebesaran hati Ulama Besar ini. Selain Hamka  mengajarkan agama,  juga  menjadi saksi atas pernikahan anak Pramoedya. Detik detik terakhir Mohammad Yamin akan meninggal dunia ucapan kalimat-kalimat tauhid  dituntun oleh Hamka. Tanggal 16 Juni 1970, seorang ajudan Soekarno datang ke rumah Hamka membawa secarik kertas bertuliskan pendek : “Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi Imam Shalat Jenazahku...” Di depan jenazah Soekarno, Hamka kembali memaafkan Soekarno. Ketika Hamka sedang berdoa yang  lembut dan tulus  saat menjadi Imam Shalat Jenazah Presiden pertama Indonesia. Sekilas cerita ini semestinya Ibrah sebagian ulama saat ini, yang terus bertengkar hanya karena beda pilihan dalam pilpres 2024 ini. Jangankan kesan sebagai ulama yang sejuk, menjadi panutan dan pendamai umat , sangat menyedihkan saling bertengkar dan terkesan hanya karena berebut urusan dunia. **

Jokowi Perusak dan Bencana Negara

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  Inayah Wahid membacakan kembali tulisan ayahnya  Gus Dur pada 1990-an berjudul \"Seolah-olah Demokrasi\". Pada haul Gus Dur, Sabtu (16/12/2023). Dalam rentang waktu cukup lama tulisan Gusdur masih eksis, bertenaga, dan bersenyawa dengan kondisi saat ini alam demokrasi di Indonesia makin berantakan di era Jokowi. Tulisan Gus Dur \"Masyarakat kita berada dalam suasana seolah-olah hukum sudah tegak, seolah-olah sistem demokrasi berlaku, seolah-olah tindakan penguasa konstitusional, seolah-olah ada kebebasan dan sebagainya. Semua lalu menerimanya sebagai wajar hanya karena tak bisa mengelak dan terpaksa ikut bermain dalam sistem seolah-olah normal ini demi keselamatan dirinya,\" ujar Inayah.\" Tersambung dengan Majalah Time menilai bahwa sebelumnya demokrasi di Indonesia relatif lebih baik atau mulai mencapai puncaknya. Namun belakangan sangat terlihat berantakan di rusak  Jokowi makin parah kemundurannya di  akhir masa jabatannya. Perilaku tirani dan otoritas dengan macam macam rekayasa politik bergaya oportunis sangat jelas di wajahnya, yang sudah tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Diperkirakan dan diramalkan Jokowi akan dikenang sebagai Presiden yang mengantarkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Dengan kata lain, Jokowi akan dicap sebagai bapak perusak demokrasi. Pada eranya sama sekali tidak ada kreativitasnya untuk mengangkat pemberdayaan kesejahteraan rakyat , justru negara terus menekan rakyat yang makin sekarat, di bawa ke alam fantasi san halusinasi dengan hidup hanya mengikuti skenario jahat Oligarki. Kebutuhan makan rakyat hanya mengandalkan impor, keuangan negara sangat tergantung dengan hutang, sumberdaya alam dengan dalih investasi dilelang pada kekuatan asing. Bukan hanya proses demokrasi yang dirusak, kelola negara berjalan limbung mejadi jarahan korupsi semua pejabat negara  Nafsu Jokowi bertambah parah tengah berusaha membangun Ibu Kota Negara Nusantara ( IKN ) hanya  lahir dari sensasinya tanpa sadar diri ketika kekuatan finansial negara sangat tidak memungkinkan .  IKN ini dipastikan hanya akan menjadi  warisan kelam dan gelap Jokowi. Kekhawatiran, ketakutan bencana politik dan hukum akan menimpanya, terlalu sederhana dan spekulasi rekayasanya menempatkan putra mahkotanya sebagai Cawapres akan menolongnya. Berhasil atau gagal sebagai Cawapres hampir semua pengamat dan analis politik, menengarai kemampuan yang sangat tidak layak dan  pemaksaan Gibran sebagai Cawapres menabrak konstitusi, akan menjadi bencana lebih besar bagi Jokowi. Jokowi sedang menorehkan sejarahnya sendiri bukan hanya sebagai presiden terlemah dan terburuk di tanah air juga sebagai presiden perusak demokrasi dan hanya menjadi beban dan  bencana negara. ***

Memori Bersama Guru Bangsa

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  Memori kenangan bersama FC Prof. Rizal Ramli muncul terbayang dengan jelas, empat kali dipanggil oleh sang  guru, sumber pencerahan, intelektual dan aktivis pergerakan. Panggilan pertama hanya basa basi tentang keadaan Indonesia saat, dalam percakapan antara lain beliau mengatakan \"ide pendirian Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) lahir dari rumah ini\" Agak panjang Beliau menyampaikan arah perjuangan, konsisten sikap sebari menyampaikan pesam \"badai halangan, hambatan dan tantangan sebagai aktifis akan menerjang mu dan kawan kawanmu, hadapi jangan lari.\" Panggilan kedua, tanpa basa basi langsung di ajak masuk keruang kerjanya, persis sama seperti ketika ketemu pertama kali dengan Prof Ichsanuddin Noorsy.  Beliau langsung menyalakan layar dan terbaca dengan jelas tentang skema perjuangan keadaan tidak bisa diatasi dengan cara normal harus dihadapi dengan perjuangan fisik bubarkan MPR dan ambil alih kekuasaan , turunkan Jokowi bentuk pemerintahan PRESIDIUM. Pada pertemuan ketika, juga diminta langsung masuk ruang kerjanya, lebih tajam tentang negara sudah di kuasai Oligarki, bahaya Cina,  gambaran kehancuran Indonesia dan bahaya besar negara  sudah berada di jurang kerusakan dan kehancurannya. Panggilan keempat sangat mendadak waktu malam hari menjelang Isya dan pagi diminta datang ke Jakarta ketemu bersama aktifis perjuangan lainnya. Karena kendala waktu gagal memenuhi panggilan beliau, dengan rasa menyesal tidak bisa memenuhi panggilannya. Terahir saat dialog  politik tentang bahayanya UUD 45 dan Pancasila telah diganti dengan UUD 2002 beliau minta saya duduk disampingnya memandu dialog dan meminta dua Guru Besar Prof Kaelan dan Prof Sofyan Efendi  duduk di kanan dan kiri beliau, mendampingi Beliau. Beliau sampaikan dengan detil dan jelas sejarah kecelakaan amandemen UUD 45 dan sejarah awal naiknya Jokowi sebagai presiden RI dengan segala dampak dan akibatnya. Sayang saat semua pencerahan sudah saya tulis dan saya sodorkan ke Beliau dilarang untuk di publikasikan, dengan pertimbangan waktu dan situasi politik yang belum memungkinkan. Saya percaya siapapun yang sempat bersentuhan dan mendapat bimbingan langsung dari beliau akan mengerti dan merasakan betapa gigihnya perjuangannya demi kebaikan dan keselamatan negara Indonesia. Semoga Tuan Guru Prof Rizal Ramli yang telah mendahului kita mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya dan kita semuanya bisa menerima perjuangan Beliau. **

Optimisme Rizal Ramli

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BETAPA terkejut saat penulis mendarat di Bandara Soek Hatta Rabu pagi sekembali melaksanakan umroh membuka HP. Terbaca berita telah meninggal tokoh pejuang, ekonom, mantan menteri, alumni ITB dan banyak sebutan lain DR Rizal Ramli. Semua faham bahwa Rizal Ramli adalah tokoh oposan terhadap pemerintahan Jokowi yang dianggap telah keluar dari rel konstitusi, tidak berpihak pada pribumi dan bergeser menjadi otoriter.  Bukan satu kali Rizal Ramli menyatakan Jokowi akan segera runtuh sebagai akibat dari ulah pengkhianatan kepada bangsa dan negara. Ia membandingkan dengan kejatuhan Soeharto maupun Soekarno. Bahwa cara mengelola negara yang jor-joran Jokowi akan berakibat fatal. Rakyat muak bahkan marah. Rizal Ramli sendiri siap untuk memimpin gerakan rakyat untuk meruntuhkan rezim ini. Kekuasaan ilahi dan semangat perubahan rakyat akan mampu menumbangkan, menurutnya.  Optimisme yang luar biasa dan mencerahkan bagi siapapun yang merindukan perubahan. Semangat muda yang reformatif bahkan revolusioner. Kepada orang-orang berambut putih yang bersilaturahmi ke rumahnya Rizal Ramli selalu berseloroh tapi serius juga agar menyemir rambut putihnya menjadi hitam kembali. Tampilan harus muda agar berjuang bagai anak muda.  Kenangan berharga dan sulit untuk dilupakan adalah saat bang Rizal Ramli mengajak naik becak berdua untuk menunaikan ibadah shalat jum\'at di Masjid dekat rumahnya Jalan Bangka yang agak memutar. Ia menyampaikan bahwa Rizal, yang kebetulan sama nama awalnya, agar yakin bahwa perjuangan kita akan berhasil. Jokowi sudah panik melihat geliat rakyat dan kegagalan program-programnya. Pemerintahan Jokowi sudah keterlaluan, serunya.  Rizal Ramli memang tokoh luar biasa. Sangat berpendirian dan memiliki kapasitas untuk memimpin negara dan memperbaiki ekonomi bangsa. Andai tidak berlaku presidensial threshold tentu ia maju sebagai Calon Presiden. Bukan hal mustahil, Rizal Ramli dapat  menjadi Presiden. Ia memiliki banyak gagasan untuk merekonstruksi negara. Rizal pemimpin yang kuat.  Kini Rizal Ramli telah dipanggil ilahi untuk mendahului. Ia pergi membuat fondasi sejarah sebagai monumen. Monumen perjuangan, perubahan dan perbaikan. Optimisme menggerakan semangat kaum muda. Orang tua juga. \"Semir rambut putih menjadi hitam, agar engkau menjadi muda\". Tentu agar tidak merasa tua dan tidak mampu berbuat apa apa.  Perubahan sebentar lagi. Selamat jalan bang Rizal, masih banyak penerus perjuanganmu. Tidak sia-sia abang bersikap optimis.  Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat dan maghfirah. Memasukkan ke dalam Surga Jannatun Naim. Aamiin. (*)

Legacy Etik Rizal Ramli

Oleh Ubedilah Badrun - Analis Sosial Politik politik UNJ. RIZAL Ramli, saya memanggilnya Bang RR. Saya mengenalnya sejak saya menjadi aktivis mahasiswa tahun 90-an hingga menjadi akademisi saat ini atau hampir 26 tahun lebih saya mengenalnya, sosok Bang RR tidak banyak yang berubah hingga beliau menemui ajalnya kembali kepada Allah pada 2 Januari 2024. Integritasnya untuk terus berpihak pada rakyat banyak tidak pernah pudar, cara komunikasinya dengan saya juga tidak pernah berubah meski beberapa kali beliau menjadi bagian dari pemerintahan, menjadi menteri saat Era Gus Dur maupun era periode pertama Joko Widodo. Bang RR adalah guru diskursus ekonomi politik yang tajam, menyenangkan, sering to the point dan enak untuk berdebat hingga semua pikiran kita saling terbuka. Saya dan bang RR jika berdiskusi bisa berjam-jam dari soal ekonomi makro hingga problem ekonomi mikro dan politik kontemporer. Sikap tegasnya untuk berpihak pada kepentingan rakyat dan menolak elit politik yang berbisnis dengan istilah menolak Pengpeng (penguasa sekaligus pengusaha) adalah legacy etik beliau yang   menjadi pembelajaran politik berharga bagi bangsa Indonesia. Bahwa menjadi pejabat negara (penguasa) itu mesti diabdikan seluruh agendanya untuk kepentingan negara, jangan memanfaatkan posisi politik untuk berbisnis atau memanfaatkan posisi kuasa untuk kepentingan bisnis dirinya dan keluarganya. Narasi itu tidak hanya beliau ucapkan tetapi juga beliau praktekan saat menjadi Menterinya Joko Widodo di periode pertama. Karena sikapnya yang tegas meng \'kepret\' (istilah Bang RR yg artinya menampar) atau menegur pejabat yang berbisnis membuat Bang RR diberhentikan dari jabatanya sebagai Menteri. Itu warning bang RR yang beresiko pada karirnya, tetapi itu yang sangat penting dan karenanya saya menyebutnya sebagai legacy etik Bang RR. Semua pengalaman hidupnya sebagai aktivis, ekonom, dan birokrat membuat beliau menemukan satu formulasi tentang bagaimana sebaiknya menjadi aktivis. Hal itu  beliau ucapkan saat diskusi terakhir dengan saya sebelum kesehatanya menurun drastis sekitar 1,5 bulan lalu di rumah beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa menjadi aktivis itu jika menjadi pejabat tidak boleh lalai harus tetap utamakan rakyat banyak, meskipun resikonya harus diberhentikan jadi jabatanya. Ingat rakyat. Begitu beliau mengingatkan saya. Bang RR tidak hanya concern dengan ekonomi kerakyatan tetapi juga concern dengan kondisi demokrasi di Indonesia, hingga dalam satu diskusi pagi dirumahnya beliau membuat kesimpulan bahwa penyebab demokrasi Indonesia rusak saat ini adalah karena adanya Presidential Threshold (PT) 20%. PT itulah penyebab kepala daerah dan Presiden dikendalikan pemilik modal, mengabaikan kepentingan rakyat. Ini beliau sebut sebagai demokrasi kriminal. Karenanya beliau menolak keras Presidential Threshold tersebut. Kepedulianya pada ekonomi dan demokrasi beliau narasikan di banyak media, baik nasional maupun internasional.  Artikel terakhirnya pada November 2023 di TheDiplomat.com dengan judul Indonesia’s Dramatic Turn Toward Semi-Authoritarianism and Dynastic Politics adalah ekspresi paling kritisnya pada kondisi demokrasi Indonesia saat ini yang makin otoriter dan dinastik. Kemarahan beliau memang memuncak ketika praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) makin merajalela di periode kedua Joko Widodo. Pada Agustus 2023 lalu beliau mengkonfirmasi perkembangan laporan saya ke KPK yang saya lakukan pada awal tahun 2022 lalu. Hingga kemudian pada Agustus 2023 Bang RR bersama tokoh lainya seperti Amin Rais dll memberi kesempatan kepada saya untuk menjelaskan kondisi KKN rezim saat ini yang saya laporkan dan memberikan dukungan sehingga kami sepakat bersama-sama meminta KPK menuntaskan laporan saya. Beliau termasuk yang sangat lantang meminta KPK agar menuntaskan laporan saya. Dari situ saya makin memahami bahwa Bang RR sangat marah dengan praktek KKN yang merajalela karena merugikan rakyat banyak. Dalam diskusi panjang yang kami lakukan dengan bang RR, beliau meyakini bahwa kondisi Indonesia saat ini sesungguhnya sedang mengalami persoalan yang sangat serius baik ekonomi maupun politik dan berpotensi besar mengalami goncangan ekonomi dan politik. Diskusi panjang 1,5 bulan lalu itu memberi kesan sangat mendalam buat saya sebab ternyata beliau menyembunyikan sakitnya, jiwa dan pikiranya selalu memikirkan rakyat banyak, petani, buruh, nelayan, padahal tubuhnya sedang mengidap sakit yang mematikan. Saya memaknai itu integritas, itu legacy Bang RR untuk bangsa Indonesia.  Selamat jalan Bang RR.. Surga tempat Akhirmu..., engkau mewariskan pikiran besar untuk selamatkan Republik ini, akan kami terus perjuangkan hingga negeri ini benar-benar menjadi sejatinya republik. (*)

Ahmad Ali yang Eksotis, Sudirman Said yang Dialogis

Oleh Yusuf Blegur | Ketua Umum BroNies  Ahmad Ali dan Sudirman Said merupakan dua sosok yang berbeda gaya dan citra, meski sama-sama dalam Timnas AMIN. Sering bertolakbelakang dan terkesan saling menegasikan. Namun satu hal yang sama pada keduanya, yakni komitmen dan konsisten  serta loyal mendukung pasangan Anies-Gus Imin,  betapapun konsekuensi dan resiko yang berat menghinggapi  mereka. Watak yang keras dan pendirian yang tegas, itulah gambaran sepintas yang melekat pada sosok Ahmad Ali. Penulis pernah berkesempatan bercengkerama dengan beliau walaupun sebentar dan hanya sesekali. Ada kesan yang dalam terhadapnya. Pengusaha sekaligus politisi kawakan itu memang punya karakter yang kuat. Hangat, terbuka dan meledak-ledak, namun teguh pada pendirian. Cenderung suka melawan mainstream dan ceplos-ceplos. Ahmad Ali juga dikenal murah hati dan dermawan. Ahmad Ali menjadi  orang penting yang total dengan sumber daya yang dimilikinya, untuk mendukung Anies bahkan sebelum partai Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai capresnya. Lain lagi dengan Sudirman Said, penulis juga punya penilaian sendiri terhadapnya. Beberapakali berinteraksi, Sudirman Said kental dengan gaya bahasa yang tenang, sikap yang teduh, kuat dalam wilayah konseptual dan praksis. Sudirman Said juga Kerap memberikan support kepada yang membutuhkan terlebih pada kerja-kerja pemenangan pasangan AMIN. Jauh sebelum penentuan Gus Imin sebagai cawapres Anies, penulis berkesempatan makan siang bersama di kediaman Ahmad Ali  di bilangan Kebun Jeruk Jakarta Barat. Suasana terasa santai namun sarat obrolan strategis di sela-sela menyantap masakan yang lezat dan penuh gizi. Dia begitu sangat memahami dan menguasai masalah, mulai dari perencanaan dan bagaimana mengelola hingga mencapai tujuan. Menjelang pergantian tahun 2023 ke 2024 yang begitu dekat dengan agenda pilpres. Ahmad Ali melontarkan pernyataan yang menghebohkan dan dianggap kontroversi khususnya di kalangan pendukung pasangan capres-cawapres Anies dan Gus Imin. Banyak yang menilai statemen wakil ketua umum partai Nasdem itu terlalu keras, provokatif dan dianggap berpotensi menimbulkan perpecahan di kubu pendukung pasangan AMIN. Pernyataan orang dekat Surya Paloh itu dinilai telah menimbulkan polemik yang bisa mengganggu pemenangan tim AMIN. Lalu apa yang memicu semua itu dari pernyataan Ahmad Ali?. Kepala Pelatih Timnas AMIN itu menyatakan sebuah ketololan jika berkomunikasi dengan paslon lain yang menjadi lawan politik. Pernyataan yang ditenggagarai tendensius kepada Sudirman Said yang menjadi jubir Timnas, kontan menimbulkan kegaduhan di internal pendukung pasangan AMIN. Ahmad Ali juga menganggap Sudirman Said telah mencampuri urusan yang menjadi kewenangan partai  Nasdem. Sempat  muncul  sikap reaksioner dari Sudirman Said, juga  beberapa komentar pro dan kontra dalam internal Timnas AMIN. Kegaduhan pada  akhirnya mereda saat Ahmad Ali meminta maaf dan menghimbau kepada semua pihak agar masalahnya tidak terus menimbulkan polemik dan bisa diakhiri. Perlahan polemik itu mulai menghilang dan kemudian dianggap selesai. Kritik Otokritik yang sehat di Kubu AMIN Perdebatan antara Ahmad Ali dan Sudirman Said soal penting atau tidaknya untuk menjalin komunikasi dan kemungkinan menjajaki kerjasama dengan paslon lain yang menjadi salah satu rival. Wacana itu menjadi menarik dan mampu menunjukan geliat demokrasi sekaligus “intelektual excersise” yang sehat di Timnas AMIN. Ini berarti merepresentasikan kubu pendukung AMIN mulai dari partai politik, birokrasi,  pengusaha dan akademisi hingga para relawan. Mampu menegaskan  dalam kubu AMiN, sejatinya tidak alergi pada perbedaan pendapat terhadap masalah dan solusinya dalam upaya memenangkan pasangan AMIN. Ahmad Ali bisa jadi sedang berusaha meyakinkan ke semua anasir pendukung pasangan AMIN, bahwasanya komitmen, konsistensi dan integritas pada perjuangan memenangkan Anies-Gus Imin sebagai presiden  dan wakil presiden saat kontestasi pilpres 2024, harus dijaga dan dikawal sepenuh hati. Termasuk untuk tidak bersentuhan maupun menjalin komunikasi  dengan kompetitor. Terlebih kepada paslon yang keduanya disinyalir menjadi sub ordinat  dari rezim kekuasaan distortif dan yang ingin melanggengkan kekuasaan.  Selain mereduksi sikap dan mental  oposisi serta  kerja-kerja politik yang penuh resiko selama memperjuangkan pasangan AMIN. Upaya menjalin komunikasi apalagi sampai bekerjasama dengan paslon yang tidak mengusung perubahan dan berorientasi pada membangun Indonesia yang lebih baik. Hal itu layak disebut ketololan dan mungkin juga sebagai penghianatan, mungkin seperti itu di mata Ahmad Ali. Di luar itu, wajar Ahmad Ali gigih menjaga Marwah pasangan AMIN, mengingat dia menjadi salah satu orang yang berhasil mengawinkan Anies dan Gus Imin menjadi pasangan capres-cawapres. Berbeda dengan Sudirman Said, mantan menteri dan pernah menjadi calon gunernur Jawa Tengah itu, mencoba mengambil peran-peran terbuka sebagai sosok yang mendukung,  sekaligus jubir Timnas AMIN. Sudirman Said lebih menampilkan sikap politik yang moderat dan akomodatif terhadap konstelasi dan konfigurasi politik pilpres yang berkembang. Sudirman Said berkeyakinan dengan terjadinya polarisasi dan tensi yang tinggi di antara kedua paslon yang menjadi rival pasangan AMIN, membuka peluang sinergi dan kolaborasi yang menguatkan pasangan AMIN baik untuk pertama maupun putaran kedua pilpres 2024. Ada blessing selain kerangka taktis dan strategis saat menghadapi kontestasi capres dan cawapres yang begitu dominan dipengaruhi variabel politik yang luas, boleh jadi seperti itu yang ada dalam benak Sudirman Said. Ahmad Ali tak bisa disalahkan, begitupun dengan Sudirman Said. Keduanya memiliki perspektif politik yang sama-sama visioner dan akurat. Kedua sosok penting dalam kubu pasangan AMIN ini telah mengukir capaian yang maksimal dan terus bertumbuh untuk memenangkan Anies dan Gus Imin sebagai presiden dan wakil presiden pilihan rakyat Indonesia. Kerja cerdas, kerja cerdas dan spartan menampilkan inisiasi, kreatifitas dan inovasi politik sejauh ini untuk membesarkan pasangan AMIN,  tak terhitung lagi dilakukan Ahmad Ali dan Sudirman Said. Keduanya dalam hal ini hanya berbeda sudut pandang   dan  kalkulasi politik. Hal-hal demikian sah-sah saja sejauh tidak kontra produktif dan menjadi bumerang bagi pasangan AMIN. Publik pada umumnya dan  internal pendukung pasangan AMIN, layak belajar pada keduanya. Ahmad Ali dan Sudirman Said memberikan pelajaran penting, tentang bagaimana demokrasi bisa hidup dengan kebebasan  ekspresi namun rasional dan  bertanggungjawab, tidak mengabaikan etika dan kesetaraan serta yang paling penting tidak feodal dan menyuburkan politik dinasti. Ada proses dialektika di balik perdebatan Ahmad Ali dan Sudirman Said yang selama ini langka dipertontonkan diruang publik, terutama dalam lingkungan partai politik, birokrasi dan  di kalangan akademisi. Menarik dan menggembirakan sekaligus menjadi ajang pembuktian, kubu pemenangan pasangan AMIN begitu kaya akan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.  Ahmad Ali dan Sudirman Said pada akhirnya telah memberikan semacam tutorial penting bagi siapapun yang mendamba perubahan, kepentingan taktis dan strategis sekalipun tetap terbuka menampilkan diskursus dan kritik otokritik  yang sehat. Begitulah kedua punggawa pasangan AMIN berdinamika. Sebagaimana  yang telah menutup akhir tahun dan membuka lembaran tahun baru, panggung politik dihangatkan oleh Ahmad Ali yang eksotis dan Sudirman Said yang diaoligis. Konfrontasi atau kompromi terhadap sesuatu,  sangat  ditentukan sejauh mana mengukur kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.   Bekasi Kota Patriot. 20 Jumadil Akhir 1445/ 2 Januari 2024.

Catatan Debat Cawapres 22/12/23, Segmen Dua (2)

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Di segmen dua dan tiga, setiap cawapres mendapat pertanyaan yang sudah disiapkan oleh panelis, dan dibacakan moderator. Cawapres diberi waktu dua menit untuk menjawab. Kemudian dua cawapres lainnya memberi tanggapan, masing-masing satu menit, yang kemudian harus ditanggapi lagi oleh cawapres yang mendapat pertanyaan awal. Pertanyaan pertama kepada Mahfud tentang Ekonomi Kerakyatan dan Digital: *Digitalisasi membuka akses pasar lebih luas tetapi berpotensi merugikan usaha mitra dan konsumen karena rawan penyalahgunaan data digital. Bagaimana kebijakan untuk mengatasi hal tersebut.* Jawaban Mahfud cukup baik. Indonesia mempunyai dua UU terkait data digital, PDP (Pengendalian Data Pribadi) dan ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), tetapi belum digunakan sebagaimana mestinya. Mahfud juga memberi contoh, kasus pinjol (pinjaman online) yang meresahkan dan tidak tersentuh hukum akhirnya bisa ditangkap berkat kegigihannya dalam menegakkan hukum. Artinya, penyalahgunaan dan kebocoran data digital harusnya dapat ditangani dengan baik kalau penegakan UU PDP dan UU ITE dijalankan sebagaimana mestinya. Untuk itu, Mahfud layak mendapat kredit. Cak Imin pada prinsipnya setuju dengan Mahfud. Selain itu, Cak Imin menambahkan perlunya kebijakan digital untuk kepentingan UMKM, antara lain meningkatkan literasi digital. Sedangkan Gibran menyoroti pentingnya cyber security untuk mengatasi masalah pencurian data. Secara normatif terdengar sangat bagus. Tetapi, permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah “penyalahgunaan data digital”. Artinya, data tersebut sengaja dibocorkan dan “dijual” oleh orang dalam kepada pihak ketiga. Bukan dicuri orang luar atau hackers. Dalam hal ini, Mahfud lebih cermat dalam mengidentifikasi masalah dan memberi solusi. Penyalahgunaan data konsumen juga terjadi di tingkat global. Facebook didenda 5 miliar dolar AS terkait skandal Cambridge Analytica pada pertengahan 2019 karena melanggar UU perlindungan data konsumen. Facebook (Meta) juga didenda 1,2 miliar euro pada pertengahan 2023 oleh Uni Eropa karena melanggar peraturan perlindungan data pengguna. Kasus ini merupakan contoh penegakan hukum terhadap peraturan yang sudah ada, di mana cyber security dalam kasus ini bukan solusi sama sekali. Gibran juga menambahkan, cyber security bisa memecahkan masalah price dumping dan barang-barang cross border yang bisa “membunuh” UMKM. Tentu saja, pernyataan ini sangat spekulatif dan tidak nyambung. Price dumping dan barang impor merupakan masalah perdagangan. Tidak ada hubungannya dengan cyber security!? Pertanyaan kedua ditujukan kepada Cak Imin tentang investasi: *Kontribusi usaha menengah terhadap ekonomi sebesar 13 persen. Sedangkan Thailand mencapai 18 persen dan Singapura 22 persen. Pertanyaannya, bagaimana meningkatkan investasi untuk usaha menengah, dan mendorong usaha kecil naik kelas.* Cak Imin menjawab sangat baik, menyoroti permasalahan investasi ke inti permasalahan, yaitu membangun kepercayaan investor dengan memberi kepastian hukum. Cak Imin menambahkan investasi harus diperluas ke sektor-sektor lainnya khususnya sektor padat karya, artinya usaha menengah dan kecil, jangan hanya menumpuk di sektor padat modal saja, yaitu perusahaan besar. Cak Imin juga menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk UMKM agar bisa naik kelas. Gibran kemudian menanggapi, perlunya menurunkan ICOR untuk bisa meningkatkan investasi. ICOR diharapkan turun ke angka 4 sampai 5 persen. Tanggapan Gibran ini sangat salah kaprah. Pertama, metrik ICOR bukan dalam persentase. Tetapi dalam rasio. Kedua, tidak ada hubungan antara ICOR dengan investasi. ICOR turun, bukan berarti investasi naik! Gibran sepertinya terjebak dalam permasalahan yang tidak dia kuasai. Gibran sepertinya mau memberi kesan bahwa dia mempunyai pengetahuan luas dalam bidang ekonomi, dengan menggunakan istilah tinggi, yang kebanyakan penonton debat juga tidak paham dan hanya bisa mengangguk dan terdiam saja. Untuk pencitraan? Menurunkan ICOR untuk meningkatkan investasi merupakan kesalahan teori yang fatal. ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) adalah rasio tambahan kapital (atau investasi) yang diperlukan untuk meningkatkan setiap satu rupiah ekonomi. ICOR 4 artinya, diperlukan tambahan kapital (investasi) Rp400 triliun untuk meningkatkan ekonomi sebesar Rp100 triliun. Sedangkan ICOR 5 artinya, diperlukan tambahan kapital Rp500 triliun untuk meningkatkan ekonomi sebesar Rp100 triliun. Dengan kata lain, ICOR menggambarkan tingkat efisiensi faktor produksi ekonomi. Semakin rendah ICOR, semakin efisien faktor produksi ekonomi. Misalnya, sebuah negara mempunyai ICOR 4. Kalau tahun ini investasi yang masuk mencapai Rp100 triliun, maka ekonomi bertumbuh Rp25 triliun. Bisa saja investasi tahun depan turun menjadi Rp80 triliun, dan ekonomi hanya bertumbuh Rp20 triliun. Oleh karena itu, pendapat Gibran terkait investasi dan ICOR sangat janggal dan menyesatkan. Lagi pula, bagaimana Gibran dapat menurunkan ICOR? Apakah Jokowi selama ini menaikkan ICOR? Selain itu, Gibran menggarisbawahi pentingnya akses logistik yang terkoneksi untuk menurunkan biaya distribusi. Gibran sepertinya kurang paham apa yang dimaksud dengan efisiensi ekonomi dan investasi. Infrastruktur dan akses logistik tentu saja sangat penting bagi ekonomi. Tetapi bukan merupakan faktor penentu investasi. Banyak negara maju mempunyai konektivitas dan infrastruktur logistik sangat baik (dan ICOR rendah), tetapi investasi yang masuk relatif rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju juga rendah, sekitar 2 sampai 4 persen saja. Di lain sisi, banyak perusahaan di negara maju tersebut mencari peluang investasi di negara berkembang, atau emerging market, antara lain Indonesia, meskipun negara berkembang mempunyai infrastruktur logistik lebih buruk dan ICOR lebih rendah dari negara maju. Tanggapan Mahfud, Mahfud menyoroti fakta lapangan permasalahan birokrasi yang bisa menghambat investasi. Mahfud menanyakan kepada Cak Imin, instrumen hukum apa yang bisa mengatasi hambatan investasi tersebut. (*)

Pilpres Bisa Dibatalkan

Oeh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  \"The ballot is stronger then the bullet\" kata Presiden Abraham Lincoln. Ya, dalam pemilu, suara lebih kuat dari peluru. Baik dengan cara yang syah atau kecurangan. Tragis benar, otoritas \'hak-hak rakyat\' terpenjara sistem yang buruk, yang tak \'bermodal kesalehan sosial, demokratis untuk tegaknya daulat rakyat, ber-\'good governance - melayani rakyat\' & berkeadilan!\'. Kekuatan dan rekayasa oligarki terasa sangat dahsyat, termasuk proses adu domba, macam macam rekayasa   penyesatan sampai terjadi kekuatan masyarakat  hanyut tersesat tanpa mengetahui ketersesatan yang sedang terjadi (ultra modern slavery system). Kekacauan menjelang Pilpres 2024 sedang terjadi karena ada potensi kekuasaan tidak ingin kehilangan kendali kekuasaannya. Oligarki tidak tinggal diam dalam mengendalikan dan tetap harus memegang kendali kekuasaan di Indonesia. Intimidasi dan politik uang sedang terjadi secara fulgar tanpa kendali apapun caranya salah satu Capresnya harus menang. Saat bersamaan terbaca ketika skenario kemenangan Capresnya dalam ancaman dan membayakan, kekuasaan dan oligargi  terasa ada skenario baru akan berbelok arah. Diduga akan menciptakan kekacauan menjelang Pilpres , sekaligus sedangkan mengirim pesan bahwa selain Capres milik Oligargi tidak akan bisa menang dalam Pilpres 2024. Target politik kekuasaa bersama kekuatan Oligarki munculnya keyakinan keputusasaan paslon lain yang dipastikan kalah, menyatakan mundur karena dipastikan percuma dan akan sia sia hanya jadi permainan dan dagelan Oligarki. Kerusuhan masal bisa terjadi  setiap saat, situasi yang di  diciptakan dan skenario  penguasa untuk dijadikan alasan Pilpres harus ditunda dengan mengeluarkan instrumen konstitusi Kepres atau instrumen konstitusi lainnya yang mereka anggap syah. Dalam proses politik semua opsi dan kemungkinan bisa saja terjadi, opsi memperpanjang jabatan memang masih hidup.  Kalau itu terjadi bisa saja penguasa bisa salah strategi _\"penguasa dan Oligarki bukan mendapatkan kekuasaan tetapi kekuasaan akan diambil alih rakyat\"_ Apabila ada chaos yang berkepanjangan TNI bisa saja menyatu dengan kekuatan rakyat ambil alih kekuasaan. Atas segala kemungkinan yang bisa terjadi rakyat harus waspada tidak boleh berdiam diri karena itu  pengkhianatan terbesar pada diri sendiri. Rakyat harus dibangkitkan untuk berjuang membangun jalan setapak yang mampu menembus bayang -  bayang suram masa depan bangsa Runtuhnya sebuah negara, tidak selalu dari hukum sebab akibat. Melainkan ada fenomena yang tidak tak terbaca. Indonesia saat ini ada dalam kendali Oligarki yang bisa membatalkan Pilpres sekalipun tinggal berhitung hari. **

Desak Anies dan Kualitas Capres

*H Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York, AS*     Oleh Shamsi Ali | Imam Besar Masjid New York, USA DALAM sejarah perpolitikan dunia, khususnya dalam konteks pemilihan presiden Indonesia bahkan dunia, baru kali ini saya mendapatkan ada capres yang sangat terbuka, tidak saja dalam melayani calon pemilih untuk bertatap muka dan silaturrahim, tetapi sekaligus bersedia untuk bertatap pikiran dan bersilatur fikri dengan para konstituen. Berbagai acara pertemuan dan diskusi yang diadakan hampir di semua daerah yang dikunjungi dan dengan segala lapisan masyarakat, dari guru besar dan akademisi, pebisnis dan pelaku ekonomi, para pelajar dan mahasiswa, hingga dengan para perwakilan negara lain dilayani dengan sepenuh hati dan dengan profesionalitas yang tinggi.  Salah satu acara kampanye Amin (Anies-Muhaimin) adalah Acara Dialog terbuka dengan para konstituen (pemilih) yang disebut “Desak Anies” dan “Slepet Muhaimin”. Acara ini sangat unik dan Istimewa karena belum pernah terjadi dalam sejarah pilpres di Indonesia, bahkan kemungkinan di negara lain juga.  Dimana capres-cawapres begitu terbuka dan berani menghadapi calon pemilih secara langsung dan tanpa memilih-milih (reservasi). Saya melihat acara Desak Anies dan Slepet Muhaimin ini memiliki makna penting, sekaligus penggambaran sesungguhnya tentang sang capres dan cawapres. Kalau kita semua penuh antusias dengan debat Presiden dan Wakil presiden yang diselenggarakan KPU sebagaj ajang untuk menggali siapa dan apa tentang calon, sesungguhnya acara Desak Anies dan Slepet Muhaimin ini jauh lebih berkwalitas dan efektif. Debat capres atau cawapres sangat formal dan penuh dengan batasan-batasan keprotokolan. Semua serba terbatas. Dibatasi waktu, dibatasi oleh pertanyaan tertentu, dibatasi oleh siapa yang terlibat, dan juga dibatasi oleh subyek tertentu yang dibahas. Namun, acara Debat Anies dan Slepet Muhaimin berbeda dan istimewa.  Mereka yang hadir tidak diatur secara protokoler. Misalnya ditentukan oleh KPU atau institusi yang mengadakan. Jika itu di universitàs maka semua mahasiswa punya hak untuk hadir dan dapat menyampaikan ide/pertanyaan jika kesempatan memungkinkan. Tidak tanggung-tanggung, bahkan panitia mempersilahkan dari kalangan yang jelas menyatakan mendukung calon yang lain. Pertanyaan juga tidak dibatasi untuk isu atau subyek tertentu, tetapi bersifat spontan dari para hadirin untuk menyampaikan ide, pendapat, pertanyaan, bahkan kritikan sekalipun. Semua itu akan dijawab dengan sepenuh hati dan kejujuran, dan apa adanya oleh capres Anies Baswedan.  Acara Desak Anies di berbagai kota saya yakin telah mengubah wajah pencapresan. Dari Jakarta, ke Bandung, ke Samarinda, ke Pontianak, ke Medan, lalu ke Jogja, bahkan yang terakhir di Banyuwangi semuanya berjalan dengan penuh semangat dan keinginan masyarakat untuk langsung bertatap muka dan bertatap pikiran dengan calon pemimpinnya. Acara Desak Anies di Banyuangi (juga di Lombok beberapa hari lalu) menjadi unik karena tidak seperti selama ini yang biasanya diadakan khusus untuk para pemuda/pemudi dan mahasiswa/mahasiswi. Justru acara di Banyuwangi ini dihadiri bahkan hampir oleh seluruh unsur masyarakat, khususnya para petani dan nelayan  yang menjadi masyarakat luas di daerah itu. Barangkali yang paling menarik dari acara Desak Anies atau Slepet Muhaimin adalah ketika berhadapan dengan para pelajar dan mahasiswa di universitas. Kita mengetahui bahwa Mahasiswa itu adalah unsur masyarakat yang sangat kritis dan pastinya dengan keterbukaan media banyak memahami realita yang sedang terjadi di negeri tercinta. Sehingga kehadiran Anies dan juga Muhaimin, seperti di Universitàs Andalas Padang, menunjukkan sesuatu yang istimewa.  Kehadiran Anies dan Muhaimin itu juga menunjukkan bahwa mereka adalah paslon yang tidak saja punya kapasitas, wawasan dan penguasaan berbagai masalah bangsa dan negara,  sekaligus keberanian menghadapi warga, apapun dan siapapun mereka. Sekritis apapun mereka akan dihadapi dengan sikap bijak dan karakter kedewasaan yang merangkul dan solutif.  Dengan catatan singkat ini saya hanya ingin menyampaikan satu lagi kelebihan paslon Amin.  Kita tunggu paslon yang lain, keberanian turun ke masyarakat mendengarkan dan merespon berbagai pertanyaan dan harapan warga, termasuk berdialog langsung dan terbuka dengan para mahasiswa dan aktifis. Sehingga berbagai “concerns” dan keluhan warga yang selama ini membebani minimal mendapat jawaban yang memuaskan dan membawa harapan.  Acara Desak Anies dan Slepet Muhaimin ini menjadi pembeda yang jelas dan tegas dalam kampanye pilpres kali ini. Kalau kita lihat paslon lain masih saja senang dan nampak menikmati lempar-lempar kaos, bahkan bagi-bagi beras dan uang. Anies-Muhaimin memilki metode kampanye yang lebih profesional dan berintegritas. Cara kampanye dengan lempar baju atau bagi sembako atau uang, selain melanggar aturan kampnye, juga sesungguhnya merendahkan sekaligus melecehkan minimal dua pihak. Satu, merendahkan masyarakat yang masih dinilai dengan hitungan rupiah di saat kampanye. Dua, melecehkan nilai demokrasi yang harusnya mengedepankan kapasitas dan integritàs. Yang pasti, satu lagi catatan penting dalam sejarah perjalanan bangsa bahwa dalam pilpres kali ini ada calon yang telah meruntuhkan mitos bahwa memilih itu hanya dengan alasan murah (tsmanan qaliila). Rakyat selama ini seringkali dianggap akan memilih karena disuap dengan harga yang sangat murah.  Dengan “Desak Anies dan Slepet Muhaimin“, marwah dan kemuliaan rakyat lebih terjaga dan dihormati. InsyaAllah!  Manhattan, USA 28 Desember 2023

Menyelami Tipis-tipis Pikiran Fahri Hamzah (Tanggapan atas "Membongkar Klaim Suara Umat")

Oleh: Ady Amar,  Kolumnis FAHRI Hamzah seperti asyik ngelantur sekenanya. Seperti dikhususkan untuk Paslon 01: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan terkhusus lagi pada capres Anies. Tiada hari tanpa ngelantur dibuatnya. Meski ngelanturnya itu tidak sampai ia bisa disebut terjangkit gejala psikosis. Sebenarnya, sedikit pun saya tak berhasrat mengomentarinya. Meski banyak kawan mendorong agar ngelanturnya itu perlu juga disikapi. Kamis (28 Desember) kemarin, seorang kawan mengirimkan tulisan Fahri, yang ditulis di fb-nya. Judulnya gagah, \"Membongkar Klaim Suara Umat\". Saat membaca pikirannya, kepala dibuat menggeleng. Bukan geleng takjub, bukan pula terkejut. Tapi lebih pada keheranan. Bisa-bisanya seorang Fahri berubah sikap dengan tak tanggung-tanggung. Ia menjadi total berubah. Perubahan sikap, yang itu tentu bukanlah perkara mudah. Membaca tulisannya, sambil terbayang betapa sulitnya Fahri bisa menuliskan pikiran sederhana, dan yang sebenarnya mudah dipatahkan. Tampak di sana-sini keraguan saat ia menuliskan pikirannya. Tapi terpaksa tetap ditulisnya, meski bertolak belakang dengan seorang Fahri yang dulu kita kenal. Jika lalu banyak orang tidak percaya melihat perubahan pilihan politik yang diambilnya, itu menjadi pantas. Pula pun tak bisa membayangkan suasana psikologis yang boleh jadi dirasakan Fahri, yang bisa jadi ia pun merasa heran bisa memilih jalan berkebalikan. Jalan yang tak ada di pikirannya beberapa tahun lalu, terlebih saat berjuang bersama PKS di parlemen, di mana Fahri lantang menyuarakan suara umat. Gelegar suaranya saat itu selalu dinanti umat, dan kita masih mengingat satu per satu sikap politiknya yang jelas menolak politik bersandar pada nepotisme. Hari-hari ini sikapnya berubah, justru menjadi pendukung politik dinasti. Fahri Hamzah memang telah berubah, ia memainkan peran berkebalikan dengan peran yang pernah dimainkannya. Dari peran membela umat menjadi pembela rezim dengan segala pernak-perniknya. Hilang sudah kegarangannya mengkritisi rezim, bersamaan saat ia dan kawan-kawannya, Anis Matta di antaranya, mendirikan partai Gelombang Rakyat (Gelora). Mari kita sedikit mengulik tulisan Fahri, yang seperti sikap bimbang namun terpaksa mesti disampaikan sebagai argumen keberatan klaim atas monopoli suara umat. Sikap berkeberatan, meski ia ragu karena ia paham benar, itu bagian dari demokrasi yang tak mungkin dihalanginya, saat para ulama memutuskan lewat Ijtima\' Ulama, memilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Begitu pula saat Ustadz Abdul Shomad (UAS) yang secara resmi menyatakan memilih AMIN. Dalam kebimbangannya ia menyatakan, itu hak demokrasi seseorang atau kelompok dalam menyuarakan aspirasinya. Tapi tetap saja dalam tulisannya tersirat ia utarakan keberatannya. Lucu juga sikap inkonsistensi dalam tulisannya itu, utamanya saat ia tak bersikap yang sama saat Habib Lutfi bin Yahya berdiri di barisan Paslon 02: Prabowo-Gibran. Fahri dan Partai Gelora memang memilih sebagai pendukung Prabowo-Gibran. Fahri membungkus ketidaksukaannya pada para ulama yang mendukung Anies-Muhaimin (Paslon 01), yang diumumkan secara demonstratif. Seperti yang dilakukan Ijtima\' Ulama, dan UAS. Ketidaksukaan Fahri ini terbilang aneh, atau boleh jika disebut menggelikan. Memangnya kenapa jika mesti diumumkan. Itu sekadar cara yang dipilih, mau terang-terangan atau memilih dengan diam-diam. Tersirat pula keberatannya atas klaim memakai nama Ijtima\' Ulama, yang itu pun disampaikan dengan sangat berhati-hati, dan dibalut dengan nada tanya, Entah sesiapa ulama yang ikut dalam Ijtima\' Ulama itu? Belum terdengar dukungan dari Ustadz Adi Hidayat dan Aa Gym... Kita digiring seolah jika tidak ada 2 nama ustadz populer itu, maka klaim Ijtima\' Ulama menjadi patut diragukan. Fahri juga membandingkan \"ribut-ribut\" ulama yang secara demonstratif mengumumkan pemihakannya pada Anies-Muhaimin, itu dengan Gus Miftah, yang menurutnya tak kalah populer dengan ustadz yang disebutnya tadi. Tanyanya dengan aneh, Entahlah apakah Gus Miftah bisa digolongkan sebagai ustadz? Tambahnya dengan menyimpulkan, meski ada di kalangan umat tertentu tidak menganggapnya sebagai ustadz. Fahri yang berangkat dari aktivis dakwah kampus mendadak keluh otak, tidak paham kriteria siapa yang layak disebut ustadz. Kalau menurutnya Gus Miftah itu ustadz, ya ustadz-lah ia. Tak ada yang berkeberatan. Fahri sampai perlu memuji sikap Gus Miftah, yang katanya memang sejak lama dikenal sebagai pendukung Jokowi, dan kali ini mendukung Prabowo. Menurutnya, dukungan yang tak menuai kontroversi, tak pakai pengumuman seperti ustadz-ustadz yang memilih mendukung Anies-Muhaimin. Kontroversi versi Fahri tadi tentu lebih pada pernyataan politis akan ketidaksukaannya saja pada para ustadz populer yang disebutnya tadi, yang itu lebih karena pemihakan pada paslon rivalnya. Tapi buru-buru Fahri mengoreksi pikiran yang dibangunnya itu dengan narasi susulan, Sah-sah saja para ustadz populer tadi jika mesti harus mengumumkan secara terbuka, itu hak politik mereka yang dijamin negara dan agama--mungkin maksudnya dijamin undang-undang. Menyertakan agama di sana, karena Fahri ingin pakai dalil ijtihad memilih dalam agama, bahwa salah memilih saja masih dapat satu pahala. Fahri tanpa sadar tengah membuat tameng buat dirinya, jika ijtihad pilihannya dan Partai Gelora salah dalam memilih Prabowo-Gibran, ia masih dapat satu pahala. Lucu juga memaknai jalan pikirannya. Tapi lagi-lagi Fahri masih ngengkel, dan itu khas sikapnya. Ia sisipkan ketidaksetujuannya, jika ulama mesti memihak dengan cara demonstratif. Tentu yang dimaksudkannya itu ulama yang memihak Anies-Muhaimin. Untuk menutupi ketidaksetujuannya ia sampai perlu buat narasi bijak, belajar dari pilpres sebelumnya mestinya ustadz populer itu berpikir 7 kali lipat untuk menyatakan dukungan secara terbuka, seperti kesalahan yang pernah dibuat dua pilpres sebelumnya. Katanya, luka dalam pilpres yang lalu belum sembuh betul. Tentu argumen yang dibangun Fahri, itu mengada-ada. Luka pilpres yang lalu jika dirasanya masih ada, itu sama sekali tidak ada korelasi dengan dukungan ulama. Tapi luka itu, sekali lagi meminjam jalan pikiran Fahri, memang diciptakan oleh rezim menstigma mana ulama istana, dan mana ulama umat. Menarik persoalan \"luka\" itu pada dukungan ulama pada pilpres yang lalu, itu playing victim yang coba dimainkan Fahri. Fahri memang tengah menjajakan Prabowo Subianto, yang katanya, tak ada yang berubah dalam visi-misinya. Dan, kita membaca pikiran Fahri jadi merasa heran, kenapa Ijtima\' Ulama dan para ustadz populer yang disebutnya tadi berubah dengan tidak memilih Prabowo. Justru memilih Anies-Muhaimin. Fahri mendadak lupa, dan (seolah) tak mampu menerjemahkan pikiran umat mengapa tak lagi memilih Prabowo. Padahal sebelumnya--silahkan cari jejak digital Fahri tentang kekecewaannya pada Prabowo yang bergabung dengan Jokowi--ia pun termasuk bagian dari itu. Namun jika Fahri lalu dianggap berubah, tentu itu pilihan politik yang mau tidak mau dipilihnya. Itu hak politiknya. Tidak seorang pun boleh menyerang atas pilihannya. Tapi jika ada yang kecewa melihat pilihannya, itu pun boleh-boleh saja, bagian dari perasaan suka-tidak suka yang sulit dikontrol. Dalam tulisannya itu jelas Fahri tengah \"menjual\" Prabowo, yang memang telah ditinggal mayoritas umat yang sebelumnya--Pilpres 2014 dan 2019--memilihnya. Saat ini mayoritas umat memilih Anies-Muhaimin. Maka, Fahri semacam punya tugas untuk menjajakan ulang Prabowo yang maju dengan Gibran bin Joko Widodo sebagai cawapresnya. Meski Gibran distempel dengan sebutan sebagai anak haram konstitusi, itu tak masalah buat politisi sekelas Fahri, yang mau tidak mau mesti berpikir pragmatis. Dalam tulisannya itu juga Fahri mengklaim, karena Jokowi dan Prabowo berkoalisi, itu yang menyembuhkan luka akibat benturan pada Pilpres yang lalu. Katanya, bagaimana bisa dikatakan Prabowo yang bersalah? Jangan di balik demikian, tambahnya. Fahri sisipkan pernyataan bijaknya, ia berharap ketenangan yang sudah terbina ini dipertahankan, agar luka tidak terulang. Sebaiknya para ustadz populer itu bersikap netral berada di tengah. Tidak memihak satu paslon, pintanya. Sayang Fahri tidak bicara yang sama pada Habib Lutfi, atau Gus Miftah, agar bersikap netral. Fahri menutup tulisannya dengan keberatan, bahwa suara umat tidak boleh diklaim sepihak hanya untuk kepentingan elektoral sesaat semata. Tuduhnya, apalagi suara umat ini semacam \"dipakai\" atau \"dimanfaatkan\" kelompok tertentu--meski tidak menyebut kelompok mana, semua paham bahwa itu ditujukan pada paslon 01 Anies-Muhaimin. Dipakai atau dimanfaatkan yang diberinya tanda kutip, itu sekadar penegas saja bahwa itu negatif. Dipakai dan dimanfaatkan dalam konteks apa, Fahri tak menyebutkannya. Fahri seperti asal saja berargumen. Memangnya Prabowo-Gibran tidak juga \"memakai\" dan \"memanfaatkan\" umat, yang itu bisa lebih tampak negatif, jika mau dikulik disebutkan satu per satu. Satu pertanyaan saja untuk menutup tulisan tanggapan atas tulisan Fahri, apakah ia juga berpikir, atau terlintas di pikiran, bahwa ia pun sebenarnya tengah ditinggalkan umat. Apa juga ia mau protes? Bagus jika protesnya ditujukan pada diri sendiri sambil bertanya, apa yang tengah kulakukan sehingga umat tidak membersamaiku lagi. Sekian, dan maaf.🙏🙏