OPINI

Soal Ijazah Palsu, Jokowi Sudah Kalah Empat Nol

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan MASALAH sederhana yang membuat ruwet senegara yaitu soal isu ijazah palsu Jokowi. Hingga kini belum juga terklarifikasi. Bahkan kasusnya telah masuk ke ruang hukum. Itupun berulang kali. Rakyat penasaran akan kepemilikan dan keaslian ijazah Jokowi sang Presiden yang tenang tapi kontroversial. Polos tapi tukang bikin kisruh. Memang ia tidak berkualifikasi dan nampaknya juga tidak bersertifikasi.  Dalam \"peperangan\" menuju pembuktian keberadaan dan keaslian ijazah tersebut, rakyat sementara unggul. Sekurangnya skor telah empat nol, yaitu  : Pertama, lontaran status ijazah oleh Bambang Tri alih-alih ditanggapi dengan santuy, gemoy dan gaspol justru angkara murka yang ditampilkan. Bambang Tri ditangkap dan ditahan.  Kekalahan mental Jokowi.  Kedua, dalam proses persidangan hukum pidana di Surakarta, Bambang Tri tidak terbukti bohong, nyatanya ijazah asli Jokowi tidak muncul. Pertimbangan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung menafikan kebohongan Bambang Tri. Hanya delik ujaran kebencian.  Ketiga, dalam kasus gugatan perdata di PN Jakarta Pusat ruwetnya soal surat kuasa Jokowi adalah bukti bahwa ia coba \"ngeles\" dari kebenaran. Gagalnya mediasi karena ijazah asli Jokowi tetap raib alias tak muncul menjadi bukti betapa sulitnya posisi Jokowi.  Keempat, kaburnya Hakim Ketua dari persidangan dan tim Jokowi yang belepotan serta indikasi sanksi atas gagalnya upaya \"menutup\" kasus gugatan di PN Jakpus membuat Jokowi panik. Status ijazah akan segera terbongkar.  Kini persidangan memasuki tahap lanjutan, mungkin dengan susunan Majelis baru, karena yang lalu sudah kocar-kacir. Agenda penting dan menentukan nanti adalah \"Pembuktian\" baik bukti surat maupun saksi. Disini rakyat se Indonesia dapat menyaksikan \"babak akhir\" gonjang-ganjing itu. Mampukah Jokowi menunjukkan ijazah aslinya  ? Jika tidak, tamat riwayatnya. Tanpa perlu menunggu vonis, rakyat sudah bisa menghakimi.  Ketika saat itu ijazah Jokowi masih juga sembunyi, maka rakyat boleh melakukan \"selebrasi kemenangan\". Hari-hari keruntuhan Jokowi dimulai. Lagu \"the fnal countdown\" Europe sudah saatnya digelegarkan. Bukan untuk meroket tetapi meluncur hancur babak belur.  Kekalahan telak Jokowi lima nol adalah momen untuk merombak kesebelasan secara fundamental. Jokowi bukan hanya terpental tetapi juga harus mempertanggungjawabkan segala kepalsuan dari kebijakan, identias diri maupun legalitas jabatan yang telah dipegangnya.  Bangsa Indonesia harus memberi sanksi berat.  Jika terbukti Presiden Jokowi memang berijazah palsu maka hal ini menjadi skandal terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia. Buku-buku sejarah anak sekolah kelak akan memuat skandal tersebut. Persis seperti muatan sejarah penghianatan PKI dahulu. Tidak mudah untuk dihapus. PKI..PKI..PKI.  Jika pada acara Debat Capres kemarin muncul kata yang keluar dari mulut sinis Prabowo \"mas Anies..mas Anies\", mungkin besok saat Debat Cawapres ada  keluhan \"mas Gibran..mas Gibran\".  Nah, kelak kekecewaan rakyat kutukannya adalah \"mas Jokowi.. mas Jokowi\".

Ndasmu Etik

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  \"Tidak ada orang yang demikian beraninya sehingga tidak terganggu oleh sesuatu yang tak terduga (Yulius Caesar - Thn. 100 - 44 Sebelum Masehi) Pertanyaan Anies Baswedan di awal debat Capres seputar  keputusan MKMK tentang pelanggaran etik yang berat dan melepas pertanyaan _\"bagaimana perasaan P. Prabowo\"_ di pastikan menjadi pertanyaan yang tak terduga dan menyakitkan. Tidak terjawab dengan baik justru mental P. Prabowo sangat terganggu, di awal debat pertahanan mentalnya langsung menurun dan pertahanannya menjadi rentan. Teror pertanyaan  menjadi lebih herat ketika pertanyaan lagi lagi menyentuhnya tema masalah yang sangat peka tentang penculikan yang di lakukan Prabowo di masa lalu. Sebuah pertanyaan yang juga tidak diperkiraan akan muncul dari seorang Anies Baswedan. Yang selama ini dianggap sebagai anak buah. Semua sebenarnya pertanyaan biasa menjadi luar biasa karena tak terduga, sampai menyeret emosi Prabowo seperti menjadi liar tak terkendali. Segala perlawanan yang tak di duga akan sangat berhasil dan akan membekas karena serangan seperti lintasan yang tidak diketahui dan diperkirakan sebelumnya  menjadikan lawan debat menjadi marah, bingung dan nanar . \"Inilah contoh serangan yang biasa menjadi luar biasa adalah definisi dari surealisme\" (adalah aliran yang menggambarkan kontradiksi antara konsep mimpi dan kenyataan dengan gambar yang menunjukkan objek nyata dalam situasi yang tidak mungkin seperti mimpi di alam bawah sadar manusia). Anies memiliki pikiran yang penuh strategi, siasat dan manuver fleksibel sebagai ilmuwan dan aktifis pasti ditempa dari pengalaman diskusi dan dialog di tempat terbuka dan terbiasa dengan serangan lawan ketika sebagai aktifis. Sangat mungkin Prabowo di dunia militer banyak belajar teori perang tetapi miskin bertarung di alam perdebatan diskusi dan berdebat karena sebagai prajurit pilihannya hanya \"siap dan siap.\" Prabowo konon dikenal sebagai ahli militer tetapi lengah ketika menyerang lawan debatnya selalu dari arah yang sudah mereka duga , justru akan menguatkan perlawanan mereka, tidak pernah ada kemenangan kecuali strategi itu hanya bunuh diri. Semua kita dikejutkan dengan sama nasibnya meluapkan memori yang sangat menyakitkan dari debat capres tentang MKMK di forum  Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) Partai Gerindra, dengan ucapan \"Ndasmu Etik\" sama maknanya itu sikap bunuh diri. **

Menunggu Godot dan Gibrot

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MENUNGGU Godot adalah judul drama \"Waiting for Godot\" karya pengarang Irlandia Samuel B Beckett. Bercerita tentang dua prajurit Estragon (Gogo) dan Vladimir (Didi) yang menunggu pimpinannya Jenderal Godot yang tak kunjung datang. Akhirnya itu menjadi penantian sia-sia atau konyol. Drama ini pernah dipentaskan oleh Bengkel Teater WS Rendra. Ada dramawan Putu Wijaya, Chaerul Umam dan Rendra sendiri.  Rakyat Indonesia kini terus mendiskusikan dan menunggu datangnya ijazah asli Jokowi baik SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Bertahun telah menunggu sejak Bambang Tri melempar kepenasaran hingga kini tidak muncul-muncul juga ijazah misterius itu. Adakah akan seperti drama berjudul Menunggu Godot ?  Pada tahun 2022 Bambang Tri menggugat secara perdata Jokowi dalam hal kepalsuan ijazah-ijazahnya. Akan tetapi penulis buku \"Jokowi Undercover\" tersebut justru ditangkap dan ditahan. Akibatnya gugatan terpaksa dicabut. Perjuangan berlanjut pada proses pidana di Surakarta. Pertimbangan hukum Putusan PT dan MA membuktikan bahwa dugaan kepalsuan ijazah Jokowi benar adanya. Bambang Tri tidak terbukti berbohong dalam kasus tersebut.  Gugatan berikut adalah perkara perdata di PN Jakpus. Bambang Tri dibersamai Hatta, Muslim, Taufik dan Rizal sebagai Penggugat. Eggi, Damai, Kurniati, Azzam dan lainnya bertindak sebagai Kuasa. Proses masih berlangsung. Sudah 2 bulan berjalan, sang ijazah asli Jokowi tidak nongol juga. Masih sembunyi, tidak dimiliki atau memang palsu  ? Nampak Jokowi bukan pihak \"te goeder trouw\" (beritikad baik). Pengadilan pun dipermainkan. Ketua Majelis kabur, sidang bertele-tele, dan agenda dipaksakan. Menanti ijazah Jokowi keluar bagai menunggu Godot. Sambil menunggu Godot, rakyat sekarang juga sedang menunggu Gibrot. Maksudnya Gibran adu otak dan mungkin adu otot. Debat Capres kemarin Gibran unjuk otot dengan mengangkat-angkat kedua lengan menjadi suporter aktraktif dan over aktif. Pasangan Prabowo ini berulah gemoy dan gaspol. Publik meragukan kualitas anak haram konsitusi itu. Kasus asam sulfat cukup membekas. Untung diralat, jika tidak mungkin ada ibu hamil yang meledak.  Debat Cawapres yang akan diadakan pada 22 Desember 2023 ternyata dipindahkan dari gedung KPU ke sebuah Hotel. Cak Imin, Gibran dan Mahpud akan adu otak di depan mata rakyat Indonesia. Ada visi dan tanya jawab atau sedikit saling serang. Yang nampak paling ditunggu adalah tampilan Gibran. Mungkin karena pola komunikasi yang selama ini \"mininalis\", \"kurang analitis\" dan \"culunis\". Seperti sang ayah, putera \"dibawah umur\" Ini juga punya masalah dalam hal ijazah. Sama-sama dipertanyakan dan diragukan. Bedanya Jokowi produk domestik sedang Gibran dari luar negeri. Tidak tanggung-tanggung Singapura dan Australia. Rakyat ingin segera melihat secara terbuka kualitas akademis lulusan Singapura dan Australia tersebut. Karenanya kedatangan Gibran sangat ditunggu.  Setelah lelah menunggu Godot kini rakyat menunggu Gibrot. Gibran adu otak, bukan adu otot. Jika ketiga Capres juga hadir di arena, akankah kita mendapatkan tontonan dukungan \"akting\" Prabowo yang membalas support Gibran kemarin ? Ada cibiran dan tarian \"joget gemoy\"?  Semoga acara Debat adalah tahapan untuk mencari Presiden dan Wakil Presiden terbaik, bukan mendapatkan Pelawak dan Assisten Pelawak.  Bandung, 17 Desember 2023.

Gravitasi Jantung Jokowi Jebol

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  PRESIDEN terlalu percaya diri merasa masih memiliki kekuatan yang diandalkan. Tidak menyadari ada pusat Gravitasi yang menyatukan semua strukturnya tiba tiba bisa rontok seketika. Pusat itu bisa kekuatan,  kekayaan, popularitasnya dan apa yang paling disayangi ambruk seketika. Ketika kekuatan sudah menyingkir, terbongkar kekayaannya ternyata hasil korupsi, popularitas hanya saat berkuasa dan anak yang paling disayangi dijadikan tumbal nafsu kekuasaan. Hampir semua titik gravitasi Jokowi itu mulai terkena serangan maut yang pasti tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Juga mulai muncul  serangan rakyat yang cukup berani soal tipuah, kebohongannya yang selama ini dirasa bisa berjalan mulus mulai diretas di media sosial. Akan tiba waktuku alat pelindung dan pengaman dirinya yang selama ini bisa dikendalikan baik polisi atau TNI , akan menyingkir ketika tiba saatnya Jokowi yang sudah lemah dan melemah kekuasaannya tidak lagi layak untuk di lindungi. Jokowi sepertinya kurang bahkan mungkin tidak menyadari urusan naluriah ketika rakyat mulai muak atas kepemimpinannya akan berbalik menjadi kekuatan yang akan menyerang dirinya. Dan ini sangat berbahaya terjadi di ahir masa jabatannya. Kasus Gibran akan sangat fatal sebagai pusat gravitasi yang sangat mudah diserang sebagai kelemahan yang akan meluluh lantakkan kekuatan Jokowi dan sangat mudah semuanya akan ambruk berantakan. Memukul langsung pusat gravitasi Jokowi sebagai penopangnya cara terbaik untuk mengakhiri semua carut marut kepemimpinan Jokowi yang ugal ugalan. Penopang kekuatan Jokowi juga berada pada kekuasaannya yang hanya mengandalkan amunisi dari Oligargi dan sebagai pelayan RRC, semua akan menjadi sejarah hitam hidupnya. Pusat gravitasi biasa bersifat abstrak dan sangat sulit diramalkan tetapi berbeda dengan pusat gravitasinya justru di pertontonkan dengan fulgar dan terbuka sebagai sasaran perlawanan rakyat. Jokowi saat berdiri di balik sebuah dinding yang terbuka dan akan membenturkan kepalanya kedinding tersebut  atau terkepung oleh perlawanan rakyat sehingga dinding pelindungnya akan roboh. Karena salah sendiri tidak hati hati selama memegang dan memiliki kekuasaan justru di ahir masa jabatannya membuka gravitasinya untuk di serang dan dihancurkan oleh rakyatnya atau bahkan akan ambruk dengan sendirinya  Semua pondasi dinding kekuatan dan grativasinya mulai goyah dan rontok . Setiap penguasa mempunyai pusat gravitasi yang paling terdesentralisasi harus dijaga komunikasi jaringan yang rentan dari serangan. Tidak ada pembalikan terhadap prinsip ini semua akan berakhir dari dirinya sendiri. Termasuk terlalu memaksakan diri Gibran sebagai titik serangan jantung yang sangat mematikan, semua aib Jokowi akan jebol dari gravitasinya**\"

Dugaan Pelanggaran Sangat Jelas, Pemakzulan Jokowi Hanya Persoalan Kalkulasi Angka di DPR/MPR

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PRESIDEN harus taat konstitusi, harus taat hukum. Presiden melanggar hukum dan konstitusi wajib diberhentikan atau dimakzulkan. Kalau presiden diduga melanggar hukum atau konstitusi, DPR wajib memanggil presiden untuk mencari fakta atau klarifikasi atas dugaan pelanggaran tersebut. Kalau terbukti, DPR minta presiden diberhentikan. Proses pemakzulan merupakan hal normal di negara demokrasi, sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPR kepada presiden. Proses pemakzulan juga sedang berjalan di Amerika Serikat. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, diduga telah menerima keuntungan finansial dari bisnis konsultan anaknya, Hunter Biden, ketika Joe Biden menjabat sebagai wakil presiden Amerika Serikat. Hunter Biden diduga telah menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan ayahnya ketika itu untuk kepentingan bisnisnya. Investigasi awal sudah dilakukan. Proses pemakzulan terus bergulir. Awal minggu ini, DPR AS sudah menyetujui untuk menjalankan proses penyelidikan pemakzulan Joe Biden. Di dalam negeri, juga bergema suara masyarakat menuntut pemakzulan presiden Jokowi, karena diduga kuat telah melanggar hukum dan konstitusi. Masyarakat mempunyai daftar panjang dugaan pelanggaran tersebut. DPR tinggal melakukan proses penyelidikan untuk mencari bukti atas dugaan pelanggaran hukum dan konstitusi Jokowi. Tampaknya, pembuktian untuk itu tidak terlalu sulit. Karena dugaan pelanggaran hukum atau konstitusi Jokowi cukup jelas. Antara lain, kasus MK-Gate atau Gibran-Gate yang secara kasat mata melanggar konstitusi, melanggar hak konstitusi DPR sebagai lembaga legislasi, dan melanggar UU anti KKN, anti Nepotisme. Anwar Usman, adik ipar Jokowi dan paman Gibran, terbukti melanggar hukum dan konstitusi terkait moral dan etika tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan hakim wajib bersikap independen dan profesional, memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, serta adil. Jokowi juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya dengan melakukan perubahan UU KPK yang independen menjadi di bawah kekuasaan  presiden (eksekutif). Perubahan UU KPK ini diduga kuat untuk melakukan intervensi atau menghalangi proses pemberantasan korupsi, merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.  Terbukti, indeks persepsi korupsi turun dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022). Artinya, ada kekuatan besar yang menghambat proses pemberantasan korupsi. Selain itu, PERPPU dan UU Cipta Kerja, UU IKN secara kasat mata juga terindikasi kuat melanggar konstitusi. PERPPU Cipta Kerja bersifat manipulatif. Krisis ekonomi global yang menjadi alasan kegentingan memaksa telah membohongi publik dan melanggar konstitusi, karena faktanya tidak ada krisis ekonomi global. UU Cipta Kerja juga merugikan keuangan negara, perekonomian negara, serta merugikan keuangan masyarakat. Kebijakan harga test PCR yang sangat mahal menguntungkan pihak tertentu, dengan merugikan keuangan negara dan keuangan masyarakat. Karena, menurut konstitusi pasal 33 ayat (2), cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, seperti test PCR, harus dikuasai negara, tidak boleh dikuasai swasta apalagi dengan harga yang bersifat “mark up” alias kemahalan. Kebijakan kartu Pra Kerja juga diduga menyalahgunakan kekuasaan yang menguntungkan pihak tertentu, antara lain penyedia platform pelatihan yang bersifat oligopolistik beraroma KKN, yang merugikan keuangan negara. Penetapan APBN secara sepihak oleh Presiden,  melalui Peraturan Presiden (Perpres No 54/2020, No 72/2020, PP No 98/2022), sangat jelas melanggar konstitusi, yang berbunyi bahwa APBN harus ditetapkan dengan UU APBN, setelah dibahas bersama, dan mendapat persetujuan, DPR. Mungkin masih banyak kasus dugaan pelanggaran hukum dan konstitusi lainnya, seperti proyek kereta cepat Jakarta Bandung, proyek infrastruktur termasuk jalan tol, atau pertambangan termasuk perpanjangan izin usaha PT Freeport Indonesia. Oleh karena itu, nampaknya tidak sulit bagi DPR untuk mencari fakta dan bukti atas dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Tergantung dari kemauan DPR saja, apakah mau menegakkan hukum dan konstitusi. Setelah DPR yakin, dan terbukti, presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau konstitusi, proses selanjutnya DPR minta Mahkamah Konstitusi menetapkan presiden telah melanggar hukum atau konstitusi. Untuk itu, DPR memerlukan 384 suara (kursi parlemen), dari total 575 kursi parlemen, untuk bisa mengajukan permohonan proses pemakzulan presiden kepada Mahkamah Konstitusi. Proses selanjutnya di MPR. Untuk bisa memberhentikan presiden diperlukan 534 suara, dari 711 anggota MPR. Memang, jumlah angka di atas kelihatannya sangat besar. Apakah mungkin? Sebaliknya, kalau semua anggota DPR berpikir objektif dan taat konstitusi, jumlah angka di atas sangat mudah dicapai. Bahkan bisa jauh lebih besar dari angka minimum yang diperlukan. Apakah DPR saat ini masih bisa menegakkan konstitusi? Waktu yang akan menentukan. (*)

Debat Capres, Fakta Melawan Fiksi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  \"Belajarlah menciptakan cukup banyak kabut maka anda akan membebaskan diri dari pengamatan musuh yang terdidik. Anda akan mempunyai ruang bermanuver, mengetahui kemana harus menuju, sedangkan musuh  akan tersesat makin dalam kedalam kabut\" Begitu semangat ingin menang pada Pilpres 2024 dan betapa berharganya seorang anak kandungnya harus menang,  maka strateginya terus dikawal dengan fiksi dan kebohongan. Terbukti dalam debat capres muncul dialog bermuatan fakta dijawab dengan fiksi. Dalam penggalan dialog soal pencemaran udara di Jakarta Anies Baswedan menjawab dengan fakta Prabowo lari ke alam fiksi. Demikian pada Jawaban Ganjar Pranowo lebih suka lari ke fiksi dari kegagalannya mengelola pembangunan di Jawa Tengah, resiko dugaan korupsi yang terus membayanginya. Pada tanya jawab capres serang mereka dengan mengganggu fokus mereka yang sudah penuh dengan pikiran fiksi untuk melemahkan mereka maka yang akan terjadi pertanyaan fakta pasti akan di jawab dengan fiksi. Penyesatan terbaik adalah yang didasarkan pada kemenduaan mencampur fakta dengan fiksi, sehingga yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Otak dan pikirannya akan tersandera. Rakyat ingin gagasan segar murni lahir dari gagasan dan pikiran yang jujur bahwa maju sebagai presiden adalah semata ingin bersama rakyat, untuk kepentingan rakyat dan berjuang untuk rakyat . Otak atau pikiran yang sudah terjebak pada kemenduaan pikiran , justru yang ada dalam benaknya hanya ingin cari aman dari Oligarki. Simbolnya bahwa saya akan meneruskan program Jokowi Presiden sebelumnya, dengan berbohong secara terbuka di forum dialog Capres. Tidak peduli negara dalam bahaya, rakyat terpenjara dalam dalil dalil pembangunan investasi dampaknya mematikan kehidupan rakyat dalam kesusahan dan jatuh dalam kemiskinan. Kayaknya Anies Baswedan paham bahwa mengendalikan lawannya dalam dialog capres dengan data dan realita, kondisi seperti ini otomatis  akan mengendalikan mereka masuk dalam kendang kendalinya.  Jawaban fiksi sekalipun di bungkus mirip realita tidak akan bisa menembus realita karena realita bersifat objektif.  Seorang Capres tetap akan menguasai lawan debatnya selagi tetap bersikap jujur dengan pikiran dan gagasannya yang bersih berjuang untuk rakyat. Siapapun tidak akan bisa menyembunyikan kebohongan dan kebodohannya hanya lewat perkataan, penampilan, nada suara, tindakan tertentu (joged joged), semua akan sia sia. Rakyat pasti paham dan mengetahui mana kejujuran dan mana kebohongan.**

Menjawab Loyalis Buta Prabowo Yang Menyerang Anies Tanpa Dasar

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior SELESAI debat pertama capres, seorang loyalis buta Prabowo Subianto mencaci maki Anies Baswedan habis-habisan. Dia sebut Anies diangkat Prabowo dari comberan. Anies tidak punya unggah-ungguh, tak beradab, arogan, merendahkan, dan lain sebagainya. Saya sebut Loyalis Buta (LB) karena orang ini sama sekali tidak punya sisi rasional kalau dia menulis tentang Prabowo. Pokoknya, yang hebat itu hanya Prabowo. Si LB mengatakan Prabowo adalah orang yang paing baik. Sudah banyak berbuat untuk rakyat. Banyak membantu pesantren, dan sebagainya. Sampailah dia pada cerita tentang heroisme Prabowo ketika bertugas di Timor Timur (Timor L’Este) pada masa konflik antara TNI dan kelompok perlawanan dari 1975 sampai 1999. Kata LB, Pak Prabowo hampir mati kena tembak musuh. Pokoknya bagi LB, yang pernah menjadi teman saya juga, Pak Prabowo adalah segala-galanya. Orang yang paling baik sedunia. Yang paling ikhlas dan seterusnya. Ini sangat menyesatkan. Dia tidak menceritakan pengkhianatan Pak Prabowo terhadap orang-orang yang mendukung beliau sampai korban nyawa dan babak belur dipukuli aparat keparat demi membela sengketa pilpres 2019. Tanpa peduli perasaan para korban kekerasan aparat itu, Pak Prabowo malah masuk ke kabinet Jokowi. Dan kemudian menikmati hidup nyaman sebagai menteri pertahanan dengan anggaran 134 triliun rupiah untuk 2023. Tentunya ini jumlah yang sangat “gemoy”. Dan belakangan banyak dugaan korupsi anggaran besar ini. Para pendukung Pak Prabowo di pilpres 2019 semakin pedih ketika beliau memuja-muji Jokowi tanpa batas (unlimited). Jokowi presiden terbaik, Jokowi membela rakyat kecil, dan di dalam debat capres pertama dia katakan Jokowi bukan diktator. Benar juga, bukan diktator. Karena semua kesewenangan Jokowi menabrak konstitusi dilakukan oleh orang lain yang menduduki jabatan di berbagai instansi negara. Si LB juga tidak menceritakan tindakan Prabowo dengan Tim Mawar-nya yang sampai sekarang masih dipertanyakan karena tidak jelas penyeleaiannya. Dia juga tidak menceritakan tindakan Prabowo mengepung rumah Presiden BJ Habibie di Kuningan, Jakarta, dan juga mengepung Istana Merdeka sehari setelah Pak Habibie dilantik menggantikan Soeharto pada 22 Mei 1998. Waktu itu, Prabowo bertugas sebagai Pangkostrad. Panglima ABRI waktu itu, Jenderal Wiranto –yang sekarang akhirnya sekubu dengan Pak Prabowo— mengatakan Pangkostrad melakukan pengepungan itu tanpa sepengetahuan dia. Habibie memecat Prabowo dari jabatan Pangkostrad. Dan Dewan Kehormatan Perwira TNI mengeluarkan surat pada 21 Agustus 1998 yang berisi rekomendasi pemecatan Pak Prabowo dari TNI. Apa tujuan pengepungan Presiden Habibie waktu itu? Kata Pak Prabowo untuk mengamankan Presiden. Tapi, dalam buku memoirnya “Detik-detik Yang Menentukan” (2006), Pak Habibie bercerita tentang Prabowo yang menunjukkan sikap melawan dalam pembicaraan empat mata di ruang kerja Presiden. Ketika Habibie mengatakan langsung kepada Prabowo bahwa pengaman presiden adalah tugas Paspampres, dia menjawab sambil marah: “Presiden apa Anda? Anda naïf.” Kembali ke cerita LB tentang kepahlawanan Pak Prabowo di Timor Timur. Bukan Prabowo saja yang hampir mati semasa perang melawan pasukan separatis di sana. Banyak prajurit ABRI (Angakatan Bersenjata RI, sebelum disebut TNI) yang gugur. Banyak pula kisah heroik lainnya yang bahkan jauh lebih dahsyat dari pengorbanan Prabowo.  Ada cerita lain. Tentang arogansi Pak Prabowo. Grace Natalie, mantan ketum PSI, mengatakan bahwa Prabowo menunjukkan penyesalannya pernah dekat dengan umat Islam. Untuk Anda ketahui, Grace ini dulu benci sekali kepada Pak Prabowo tapi sekarang menjilatnya habis-habisan begitu Jokowi mendukung Prabowo. Menyesal didukung umat Islam? Tentu Prabowo berhak menunjukkan sikap tidak lagi suka dengan kalangan Islm, dan Grace Natalie mengkorfimasinya. Ini sebetulnya sangat bagus. Anda telah menarik garis demarkasi ideologi dan asas perjuangan sosial-politik dua pihak. Sekarang tidak abu-abu lagi. Terakhir, soal Prabowo yang digambarkan oleh LB (Loyalis Buta) sebagai figur pembela rakyat. Ini tidak benar seluruhnya. Pak Prabowo tidak mungkin akan mengutamakan kepentingan rakyat kecil. Sebab, untuk ikut pilpres 2024 ini saja dia bergantung pada dukungan Jokowi. Dukung Jokowi itu sama dengan kepentingan oligarki bisnis. Karena itu, kalau Prabowo duduk di kursi presiden maka dia pasti akan mendahulukan agenda para taipan rakus penggarong kekayaan negara. Prabowo sendiri punya kepentingan pribadi dan keluarga besarnya. Ingat, Hashim Djojohadikusumo adalah salah seorang pengusaha besar yang sekaligus adik kandung Pak Prabowo. Hashim mengaku punya sejumlah proyek besar yang terkait dengan IKN atau lokasinya dekat IKN. Satu perusahaan penyediaan air bersih dan satu lagi produksi biofuel (bahan bakar nabati). Kedua proyek ini bernilai sekitar USD700 juta atau setara Rp10 triliun. Binsis Hashim pastilah lebih mulus lagi kalau Prabowo ada di Istana.[]

Sekali Bicara, Gibran Tak Bisa Bedakan Pilpres dan Kontes Joget

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior  Semoga debat capres perdana beberapa hari lalu bisa membantu para pemilih yang masih mengambang (swing voters) agar tidak lagi bimbang. Kalau tak sempat lihat siaran langsung, tentu banyak rekamannya di platform Youtube. Saya lanjutkan tulisan yang mangkrak sejak kemarin. Tentang perilaku Gibran Rakabuming, cawapres nomor 2. Lima hari yang lalu, Gibran tampil di kampanye. Lokasinya seperti aula besar. Penuh dengan orang-orang yang tak diketahui persis apakah mereka pendukung Prabowo-Gibran atau massa rekayasa. Seperti biasa, yang menjadi perhatian adalah kualitas bicara anak Jokowi yang menurut sebagian orang dipaksakan menjadi cawapres. Tapi bukan ini yang akan kita bicarakan. Yang kita persoalkan adalah Gibran yang tak mampu membedakan pilpres dengan kontes joget. Ini berawal dari pembawa acara yang bertanya kepada Gibran lebih-kurang begini: “Ada yang mengatakan nomor 2 hanya joget-joget saja, tidak ada gagasan.” Gibran terdiam sejenak dan terlihat tak nyaman. Disertai raut wajah yang kesal, dia menjawab: “Apa yang salah dengan gembira? Sekarang saya tanya ya, boleh-tidak masyarakat hidup gembira? Boleh-tidak masyarakat makin sejahtera? Boleh-tidak masyarakat makin bahagia?” Mana ada orang yang akan menjawab tidak boleh. Tapi, jawaban-jawaban Gibran berupa pertanyaan balik itu tidak pas untuk suasana kampanye yang esensinya adalah proses seleksi calon pemimpin negara. Dari penampilan ini tak terhindarkan kesan bahwa Gibran pelit kalau diminta untuk menunjukkan kapabilitas (kemampuan)-nya. Entah dia sengaja menyembunyikan kapabilitasnya atau ada alasan lain. Seharusnya, inilah saatnya dia menjelaskan tentang kualitas dirinya (personal quality) yang bisa dijadikan “surat jaminan”  kepada publik bahwa dia mampu memimpin di level tertinggi. Kalau Gibran, misalnya, mengganggap pemaparan gagasan tidak penting karena yang lebih penting adalah “action” seperti bagi-bagi susu dan suvenir, itu berarti dia salah alamat. Dia nyasar masuk ke kontestasi pilpres. Kalau mau berjoget-joget, cari saja arena lain. Mendaftar saja ke lomba joget. Jangan di pilpres. Sebab, kontetasi pilpres memerlukan kapabilitas dengan kapasitas besar. Kontestasi pilpres sangat serius. Bukan mencari ketua ormas. Rakyat perlu mendengar gagasan tentang apa yang akan dilakukan oleh seorang capres atau cawapres. Posisi wapres itu tidak sama dengan posisi wakil bupati. Bukan sekali ini Gibran membuat masalah. Sehari sebelumnya, kalau tidak salah di Cilincing, Gibran juga berkampanye. Pembawa acara mempersilakan Gibran menyampaikan pokok pikirannya. Yang terjadi, Gibran bicara sekitar 2 menit. Kemudian dia pamit sambil bilang “yang penting ibu-ibu sehat ya, ibu-ibu bahagia”,. Kemudian dia meinggalkan panggung. Pemandu acara kebingungan. “Cuma segitu aja Mas Gibran, jauh-jauh dari Solo,” kata pembawa acara. Kontestasi pilpres bukan pentas lucu-lucuan. Rakyat ingin mendengarkan apa-apa yang akan dilakukan sekiranya seorang capres-cawapres terpilih menjadi prsiden. Ingat, ini seleksi atau pemilihan orang yang akan memimpin negara sangat besar dengan kompleksitas yang tinggi. Karena itu, kapabilitas yang berkapasitas besar plus integritas adalah persyaratan mutlak. Harga mati. Tidak bisa dikompromikan. Tipu gorong-gorong tidak boleh lagi terjadi. Cukuplah sekali kecelakaan itu. Yang masih berbekas sampai sekarang.[]

Pemakzulan Itu Sebelum Pilpres

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SEMANGAT pemakzulan Jokowi semakin menggelora. Meski Pilpres telah memasuki tahap kampanye dimana agenda debat Capres perdana baru saja dilaksanakan, namun kekhawatiran akan brutalnya cawe-cawe Jokowi sebagai Presiden untuk sukses pasangan anaknya menyebabkan pemakzulan tetap menjadi isu dan opsi. Narasinya Pemilu tanpa Jokowi.  Menarik analisis Eep Saefulloh Fatah dalam salah satu acara di Bandung yang menyatakan bahwa terdapat empat krisis pemerintahan Jokowi yaitu krisis moral, krisis politik, krisis kebijakan, dan krisis elektoral. Satu bonus menurutnya adalah krisis konstitusional. Mengingat krisis yang bersifat multi dimensional itu maka Eep Fatah mulai bersemangat melakukan perlawanan atau berjuang untuk \"mengalahkan Jokowi\". Makzulkan Jokowi.  Hanya saja Eep skeptis bahwa pemakzulan dapat dilakukan sebelum Pilpres 14 Februari 2024. Bukan soal waktu pendek yang menjadi alasan skeptisme melainkan faktor substansial yang menurut Eep ada dua hal, yaitu :  Pertama partai-partai politik khawatir pemakzulan akan mengganggu pentahapan Pemilu sehingga jika terjadi penundaan maka Jokowi memperpanjang kekuasaan.  Kedua, terjadi anarkisme yang menyebabkan keluarnya dekrit \"darurat sipil\" yang justru akan memperkuat kedudukan Jokowi sebagai Presiden.  Eep ujungnya menyatakan bahwa Jokowi akan dimakzulkan sebelum habisnya masa jabatan 20 Oktober 2024. Ia juga masih percaya dalam Pilpres Prabowo-Gibran \"bisa dikalahkan\". Ini menurutnya sebagai akibat dari krisis elektoral.  Sebenarnya agak kabur pandangan antara Prabowo Gibran sebagai representasi Jokowi yang \"bisa dikalahkan\" dengan pemakzulan sebelum 20 Oktober 2024. Jika Prabowo Gibran memang kalah ya buat apa Jokowi harus dimakzulkan lagi ? Eep tidak mengaitkan dengan kemungkinan curang Jokowi.  Pemakzulan harus dilakukan sebelum Pilpres 2024 karena: Pertama, agar terhindar dari Pilpres curang yang dimainkan Jokowi demi sukses Prabowo Gibran. Semua \"elemen negara\" mampu dikendalikan oleh Presiden termasuk gelontoran uang haram para pengusaha.  Kedua, mencegah keterpilihan dari kelanjutan rezim Jokowi yang rusak di berbagai bidang baik  ekonomi, politik, hukum maupun agama. KKN dipastikan akan semakin merajalela. Warisan buruk rezim Jokowi sulit untuk diubah oleh pelanjut.  Ketiga, pemakzulan segera adalah awal pembebasan elemen politik, termasuk partai politik, dari penyanderaan Istana. Budaya politik sandera harus ditumpas. Pemakzulan Jokowi lebih cepat adalah deklarasi kemerdekaan. Keempat, pemakzulan sebelum Pilpres meringankan beban dan tanggung jawab Presiden terpilih. Apalagi jika Jokowi diproses hukum dan dipenjara. Presiden hasil Pemilu dapat memimpin rekonstruksi bangsa dengan lebih leluasa.  Kelima, pemulihan kedaulatan rakyat dapat ditata lebih dini. Pilpres adalah awal pengokohan fondasi untuk arah kiblat yang telah diperbaiki. Rakyat menggeliat. Spirit untuk kembali ke UUD 1945 asli dapat direalisasikan.  Bahwa pemakzulan sebelum Pilpres dapat memicu konflik dan anarkisme ternyata tidak memiliki fakta empirik. Peristiwa \"pemakzulan\" Soekarno dan Suharto melalui \"people power\" tidak menciptakan darurat sipil. Tidak ada perpanjangan jabatan dengan konsepsi darurat sipil tersebut. Soekarno diturunkan oleh MPRS dan Soeharto mengundurkan diri.  Pemakzulan yang dilakukan pasca Pilpres adalah keterlambatan. Menunggu prediksi curang Pilpres terbukti dahulu justru membuka konflik dahsyat yang terjadi akibat pro kontra hasil Pilpres. Chaos dan anarkisme terbuka selama Jokowi masih memimpin demokrasi yang termanipulasi.  Mengalahkan Jokowi bukan pasca Pilpres tetapi sebelumnya. Indonesia aman dan damai serta selamat jika Jokowi makzul sebelum 14 Februari 2024. Pemilu itu harus tanpa Jokowi.  Konstitusi telah memanggil rakyat untuk tampil lebih peduli dan berani. Memerdekakan negeri dari penjajahan para pengkhianat demokrasi. Mereka memang harus dibasmi. (*)   Bandung, 15 Desember 2023

Demokrasi Harimau dan Konstitusi Ular

Oleh Yusuf Blegur | Ketua Umum BroNies LAWAN gerakan perubahan yang sesungguhnya ialah kecurangan. Kecurangan yang menumpang pada politik uang, sembako dan survey serta penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Uang bukan hanya sebagai alat tukar barang. Lebih dari itu uang juga telah menjadi alat tukar jabatan. Bahkan uang juga menjadi alat tukar yang murah bagi suara dan kehormatan. Banyak yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai, namun tak sedikit pula yang  mengidamkan material, terpaksa atau sadar menukar harapan dan masa depannya hanya dengan uang.  Demi uang yang tak seberapa, untuk sembako yang sesaat, karena survey yang menyesatkan, tak lagi tekad  dan kuat menyongsong perubahan untuk kehidupan yang lebih baik. Pola pikir dan mentalitas yang demikian menjadi rahim subur bagi tumbuh-kembangnya janin kecurangan dalam sistem demokrasi yang kapitalistik dan transaksional, juga konstitusi yang manipulatif. Satu-satunya kepastian adanya pelaksanaan  pemilu dan pilpres 2024 adalah kecurangan. Maka semua instrumen yang ada mulai dari lembaga penyelenggara, pengawas, persyaratan,  tahapan agenda pemilu dan pilpres sampai pelaksanaan dan hasilnya, hanya menjadi  integrasi kecurangan. Orang, institusi, program dan kerjanya dipastikan diselimuti kecurangan. Mengapa begitu skeptis dan apriori menilai pemilu dan pilpres 2024, bahkan sebelum semua itu dilaksanakan?. Jawabannya sederhana, ada aspek historis dan empiris. Paling antar pemilu dan pilpres 2019, kecurangan begitu telanjang hingga tampak  tetesan   darah dan nyawa yang melayang. Puncaknya melahirkan prahara yang bersemayam dalam kepemimpinan nasional yang buas. Pemilu dan pilpres 2019 bagaikan orkestrasi kejahatan mafia berlabel negara. Pesta demokrasi dengan busana konstitusi yang mahal dan eksklusif,  telah menjadi industri dengan produk kejahatan negara yang legal dan formal. Legislatif, eksekutif dan yudikatif dipenuhi sekumpulan setengah manusia setengah binatang. Menjadi hewan pemangsa berwujud manusia, memburu harta dan jabatan sembari memangsa siapapun yang lemah. Kini, supremasi pilpres 2019 akan diwariskan pada pilpres 2024. Kecurangan yang terstruktur, sistematik dan masif, terus menggejala. Gerombolan para elit jalang itu, tentulah tidak semua yang mewakili rakyat. Ada yang tetap menjadi manusia, ada yang telah menjadi binatang dan ada pula yang menjadi percampuran keduanya. Amanah dan penghianatan terus bertarung, meskipun keganasan yang selalu tampil sebagai pemenang. Lihatlah kebinatangan yang begitu dominan, mewujud KKN dan oligarki hingga politik dinasti. Metamorfosisnya pada eksploitasi bangsa atas bangsa dan eksploitasi manusia atas manusia.  Bagi segelintir orang dan kelompok, harta dan jabatan hanya untuk eskalatif kepuasannya. Bagi yang banyak namun tak berdaya  dan terpinggirkan,  mereka hanya sekadar bertahan dari lapar dan kematian. Kedua habitat yang sama namun berbeda tabiat itu, menjadi pelaku dan korban dari demokrasi. Juga tak luput sebagai subyek dan obyek konstitusi.  Sayangnya pergulatan itu tak bisa terhindar dari konflik dan peperangan, akan ada yang menang dan ada yang kalah. Memangsa atau dimangsa, menjadi hukum rimba dari geliat demokrasi harimau dan konstitusi ular. Keyakinan dan nilai-nilai yang diagungkan sekaligus berpotensi menjerumuskan dan bukan tidak mungkin mematikan. Demokrasi dan konstitusi kerap dipuja dan menjadi tuntunan, betapapun penderitaan dan kesengsaraan menjadi alat tukarnya. (*)