ALL CATEGORY

Mendebat Debat Capres, di Luar Waktu Debat

Oleh Ahmad Dayan Lubis - Pemerhati Peradaban Politik DEBAT itu pasti beda dengan  diskusi sambil menyeruput kopi. Itu penting dimengerti, agar tidak ada tawaran yang  justru menghilangkan hakikat debat. Debat mengandalkan kata-kata, narasi, retorika, data, tentu saja gestur dan mimik. Waktunya terbatas. Orang yang terampil memadukan semua itu dan tepat menggunakan psikologi bahasa berpeluang menang debat. Debat itu pertempuran tanpa senjata fisik. Sebab itu peserta debat yang memahami debat tidak tepat mengatakan kepada lawan debatnya, kamu hanya pintar ngomong dan bermain kata. Karena memang itulah senjatanya. Perlu diulang. Omonganlah senjata debat. Itu sama saja dengan tentara yang mengatakan kepada tentara musuh, kamu pandainya menggunakan senjata, padahal lagi suasana pertempuran. Namun debat sejatinya menguji pikiran. Dan pikiran tentu tidak bisa diuji, jika tidak ada kemerdekaan mengungkapkan pikiran itu sendiri. Karena itu, debat yang ideal adalah debat yang lenyap dari relasi dominasi kuasa. Jangan ada peserta yang merasa berkuasa, lebih dekat dengan penguasa atau argumentasinya subjektif belaka, seperti lebih tua dst. Meminjam teori kritis Jurgen Habermas ia berpendapat bahwa untuk menembus realitas maupun data empiris yang ada,  maka diperlukan tiga hal yakni pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Pengetahuan adalah bentuk kesadaran manusia. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah direfleksikan secara metodologi. Debat dari perspektif ini adalah bagaimana mengungkapkan kesadaran manusia secara metodologis dan dengan memanfaatkan teknologi demi kemajuan manusia. Karena itu, debat yang ada di antara anggotanya merasa lebih, dia akan tertutup terhadap fakta dan data jika berbeda dengan yang dia punya. Akhirnya debat terhenti pada saya benar, kamu salah dst. Dengan kata lain, debat bukan lagi ajang melahirkan gagasan yang lebih baik ke masa depan tentang nasib sebuah bangsa yang lebih baik, melainkan tentang saya tersinggung, datamu salah, bahkan \"kamu tahu apa\". Jika d3bat  sudah ada di level ini, maka yang berdebat bukan lagi pikiran, melainkan mulut. Karena itu, setiap ada momen yang pas, mulut akan berujar tentang narasi narasi yang membusukkan. Situasi ini juga menjadi atalase bagi para pecinta kemanusiaan yang hakiki untuk menandai satu produk pikiran serta kemasannya. Apakah layak dibela, diperjuangkan dan diharapkan kemenangannya. Jika ada tokoh yang tidak mampu mengombinasikan antara pengetahuan, ilmu, dan teknologi dengan baik, maka kuranglah syaratnya untuk bisa dipercaya. Daniel Goleman, mengenalkan kecerdasan emosional secara lebih baik  dari sebelumnya. Ia berpendapat betapa urgennya kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan seseorang mengatur emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with inteligence). Ini syarat penting bagi seorang pemimpin. Selain tentunya yang tidak kalah juga dan sama pentingnya kecerdasan intelektual dan spritual. Debat calon presiden seperti yang disaksikan jutaan rakyat adalah atalase besar, tempat rakyat bisa melihat dan memastikan.  Pertama, narasi dan gagasan. Kedua, emosinya. Ketiga, profilnya. Jika harus memilih, mana yang akan anda pilih secara objektif yang berkata santun persuasif atau keras luas atau menekan nekan. Profil juga terkait hal hal fisik, usia, kesehatan, status, keluarga dll. Kita memiliki kebebasan. Pun kesadaran dan keberanian mengoreksi apapun yang pernah kita putuskan. Atau berpindah pilihan. Termasuk berani membebaskan diri untuk keluar dari sebuah kendaraan yang katanya kita akan dibawa kepada kemajuan, ternyata sopirnya membawa kita mundur. (*)

Gatot Nurmantyo: Selamatkan Indonesia dari Pemilu Curang dan Disintegrasi Bangsa

Jakarta | FNN - Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo merasa miris membaca hasil survei yang dilakukan oleh Pemuda ICMI Pusat yang menyatakan bahwa Pemilu 2024 dipastikan curang. Kecurangan ini akan berdampak sangat serius yakni disintegrasi bangsa. Dalam laporan survei berjudul Pemilu Curang dan Ancaman Disintegrasi Bangsa disebutkan sebanyak 85,2 persen responden setuju memisahkan diri dari NKRI jika Pemilu curang, 6,7 persen tidak setuju, dan 8,1 persen agak setuju. \"Dengan demikian hasil survei ini menunjukkan adanya tingkat kekhawatiran dan ketidakpuasan tinggi di kalangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu yang curang,\" kata Wakil Ketua Umum Organisasi dan Kaderisasi Pemuda ICMI Pusat, Muharam Namlea, Sabtu (13/01/2024) di Jakarta. Muharam menyatakan bahwa survei dilakukan antara 17-27 Desember 2023 dengan melibatkan 2400 responden di wilayah Sumatera, dimana sebanyak 85,2 persen percaya bahwa Pemilu curang. Jika terbukti curang, kata Muharam, masyarakat Sumatera sepakat untuk memisahkan diri dari Indonesia. \"Ini hasil survei yang bicara, bukan saya, mereka pilih memisahkan diri dari Indonesia jika terbukti Pemilu curang,\" tegas Muharam. Gatot menegaskan bahwa apa yang ditemukan oleh Pemuda ICMI tersebut merupakan  peringatan serius bagi pemerintah Indonesia.  \"Ini satu peringatan. Jangan main-main dengan kondisi ini. Bagi siapapun yang tidak mengindahkan peringatan ini, maka dia membiarkan kehancuran,\" kata Gatot dalam diskusi publik berjudul Selamatkan Pemilu yang Demokratis, Sabtu (13/02/2024) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara antara lain Ikrar Nusa Bakti (Pengamat Politik), Ubedilah Badrun (Ketua Prodi Ilmu Sosiologi UNJ), Ishak Rafick (Penulis), dan Hersubeno Arief dari FNN sebagai moderator serta Gatot Nurmantyo sebagai penutup diskusi. Adapun peserta diskusi yang hadir antara lain  Abraham Samad (mantan Ketua KPK), Faizal Assegaf (kritikus), Purnawirawan TNI Suharto, Purnawirawan TNI Soenarko, mantan anggota DPR RI Hatta Taliwang, dan tokoh-tokoh partai politik. Gatot mengingatkan  rakyat Indonesia bahwa saat ini masyarakat sedang menghadapi pengkhianat bangsa.  \"Saat ini ada ancaman disintegrasi bangsa dan ada upaya pengkhianatan terhadap negara. Kalau kita tidak bangkit, kita akan pecah,\" tegasnya. Gatot menyarankan rakyat Indonesia mencegah perpecahan ini. \"Ayo kita kawal dengan membuat \"Posko Indonesia Siaga\" agar tidak terjadi perpecahan,\" pintanya. Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menyatakan presiden sudah pasti tidak netral. Dia menggunakan tangan TNI dan Polri untuk mempengaruhi pemilih.  Ikrar menyayangkan sikap Kapolri yang tidak netral. Ikrar berharap TNI dan Polri bertindak netral. \"Saya berani katakan Presiden pembajak demokrasi. Dia merusak demokrasi dengan memaksakan anaknya. Presiden melakukan dramaturgi, apa yg diucapkan dengan dilakukan bagai bumi dan langit,\" paparnya. Cawe-cawe Jokowi makin tampak nyata saat kata Ikrar, pasca debat Presiden berbicara dengan 3 menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya. \"Ini kejahatan demokrasi,\" kata Ikrar. Presiden juga melakukan politik ketakutan, baik yang ada di kelompok capres maupun pada para kepala daerah. Maka lanjut Ikrar, jangan kaget jika upaya Masinton Pasaribu mengusulkan Hak Angket tidak mendapatkan dukungan parlemen bahkan dari partai sendiri.  \"Parlemen tidak berhasil menjadi balancing bagi jalannya pemerintahan. Kekuatan parlemen ada di tangan Jokowi\" paparnya. Ikrar menyarankan rakyat Indonesia untuk segera bertindak, bukan omong-omong.  \"Kita tidak sekadar siaga, tetapi harus bergerak. Tapi kita tidak akan melawan aparat TNI Polri. Mereka bagian dari masyarakat Indonesia\" tegasnya. Para perwira kata Ikrar harap kembali ke tugas pokok TNI, jaga serangan dari luar. Tugas Polri pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, bukan penguasa.  Tidak ada tugas TNI Polri yang menjalankan perintah presiden memenangkan salah satu paslon. Jika demikian, maka polisi ikut merusak demokrasi. \"Kita harus hindari demokrasi kaum penjahat,\" tegasnya. Ikrar juga menyinggung  Presiden yang mengundang organisasi kepala desa ke istana.  \"Kalau kepala daerah sudah di tangan Presiden, apa yang kalian bisa lakukan?\" tanyanya. Ikrar mengajak TNI dan Polri untuk tidak terjebak dalam permainan dinasti politik yang terdiri dari Jokowi,  Iriana, Gibran, Kaesang dan Bobby. \"Demokrasi kita dirusak hanya oleh 5 orang,\" paparnya. Sementara Ubedilah Badrun menegaskan bahwa prestasi sangat penting bagi sebuah negara demokratis jika sirkulasi pemilu dengan demokratis. Oleh karena itu penyelenggara pemilu dan wasit harus independen. Kalau on the track, maka demokratis. Fakta di Indonesia saat ini penyelenggara Pemilu melanggar etik dan cacat moral. Apalagi presiden terang terangan cawe-cawe. Kecurangan pemilu kata Ubed dilakukan sejak awal. \"Siapa yang paling bertanggungjawab? Ya Jokowi. Kalau faktor utamanya sudah jelas, maka Pemilu wajib tanpa Jokowi,\" pungkasnya. (*)

Di Bawah Langit Perubahan

Oleh Yusuf Blegur | Ketua Umum BroNies  INDONESIA telah menjadi etalase besar yang memajang instrumen hak dan batil. Gerakan perubahan melawan keberlanjutan kebiadaban tak ubahnya perang kebenaran melawan kejahatan. Perubahan atau keberlanjutan? Indikasi kecurangan  pilpres 2019 dan kematian 847 petugas KPPS, kasus KM 50, kasus Sambo, kasus penggelapan pajak 347 triliun sudah terbongkar. Beragam skandal korupsi, perampasan tanah, perkosaan dan pembunuhan serta penistaan agama tak terbantahkan. Ijazah palsu jadi polemik, naik mobil  Esemka dan menunggangi MK hingga dinasti politik berjalan terus. Manusia tak lagi berharga dan rakyat di adu domba. Pejabat menyerang pejabat lainnya, polisi membunuh polisi lainnya. Moral dan etika terpinggirkan, kalah oleh harta dan jabatan.   Rakyat Indonesia sesaat lagimenghadapi pilpres 2024. Sebuah momentum yang akan menjadi awal penentuan kebaikan atau kehancuran bagi negeri ini. Perhelatan demokrasi terbesar yang akan memilih pemimpin sarat keberadaban atau pemimpin yang identik dengan kebiadaban. Negara dan bangsa Indonesia akan segera memasuki fase pemilihan presiden yang signifikan memastikan apakah Pancasila, UUD 1945 dan NKRI masih ada di bumi Nusantara kedepannya. Atau memang republik yang membawa visi meneruskan keinginanan para pendiri bangsa sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan itu harus lenyap ditelan prahara demokrasi dan konstitusi. Rasa-rasanya sulit mengharapkan proses penyelenggaraan negara berjalan ideal. Dalam usia yang tidak muda lagi (78 tahun kemerdekaan), bisa dibilang Indonesia menjadi negara terbelakang jika dilihat dari aspek keberlimpahan kekayaan alam serta daya dukung geografis, geostrategis dan geopolitik. Kondisi obyektif dan perspektif internasional terhadap keberadaan Indonesia yang  luar biasa itu, gagal dimanfaatkan untuk kemajuan dan kebesaran bangsa Indonesia. Alih-alih menjadi negara kesejahteraan, negara hukum dan menghadirkan kemakmuran serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Para pemimpin dan pemerintahan beberapa dekade justru membawa rakyat pada kesengsaraan dan penderitaan. Memang ada yang hidup kaya dan sangat kaya bahkan berlebihan, tapi itu hanya segelintir orang dan kelompok, itu tidak sebanding dengan kebanyakan rakyat. Mereka yang sedikit dan kecil dari 270 juta itu justru yang menguasai segala sumber daya alam, pelaksanaan demokrasi dan konstitusi. Mereka yang dikategorikan oligarki baik dalam dunia usaha maupun partai politik.  Segelintir orang yang menguasai hajat hidup banyak orang dan telah memarjinalkan peran negara, bertindak wewenang-wenang menghasilkan kekuasaan dan kekayaan yang absolut. Berlaku arogan, menghalalkan segala cara dan memberlakukan hukum rimba bahkan leluasa memanfaatkan demokrasi dan konstitusi yang kapitalistik dan transaksional. Oligarki korporasi dan partai politik tak ubahnya menjadi penjelmaan neo kolonialisme dan imperialisme seiring modernitas kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Kekuasaan, kekayaan  dan jabatan telah menjadi permainan dan alat kepuasan syahwat dari distorsi dunia korporasi dan partai politik. Sedikit orang dan kelompok yang telah mendapatkan begitu banyak previllage dari negara, bahkan dengan perlindungan hukum dan kebebasan bertindak mengatur negara. Jumlah yang sedikit tapi menguasai yang banyak. Segelintir orang dan kelompok yang menjadi minoritas namun berlaku tirani pada mayoritas.  Seperti merasa sebagai  penduduk asli, pemilik republik, merasa paling berkuasa, di tangan mereka negara dan bangsa ditentukan. Anasir pengusaha dan politisi yang hipokrit itu yang telah melahirkan, memelihara dan menyuburkan KKN, otoritarian dan diktatorian. Politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan mereka bisa beli, mereka bisa atur dan menjadi permainan. Oligarki korporasi dan oligarki partai politik secara terstruktur, sistematik dan masif telah menciptakan konspirasi jahat, manipulatif dan destruktif. Tidak lebih dari 1 % orang telah memiliki hampir 80 % lahan di Indonesia, membuktikan oligarki menjadi sangat imperior. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti pertambangan, pertanian dan perkebunan, perikanan hingga sektor jasa komunikasi dan telekomunikasi begitu leluasa dikendalikan oligarki pengusaha yang dbersekongkol dengan oligarki partai politik. Hasilnya, semua industri kebutuhan pokok yang primer dan  sekunder mulai dari sektor hulu hingga hilir, dikuasai segelintir orang bukan oleh negara. “Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin”, begitulah realitas rakyat kebanyakan. Negara hanya menyuburkan mafia bukan, pemimpin yang amanah. Buruh dibatasi UMR, petani kehilangan tanah dan sulit membeli pupuk serta tergerus menghadapi serangan import. Nelayan sulit mencari ikan karena minim fasilitas dan bersaing dengan kapal-kapal modern yang ilegal menguras biota laut. Rakyat umumnya terbatas aksesnya pada dunia pendidikan, kesehatan, perumahan  dan bahkan pemenuhan sembako. Seiring  itu rakyat tercekik akibat utang negara yang berdampak penghapusan subsidi oleh pemerintah dan otomatis menurunkan daya beli masyarakat, tekanan penjol, PHK massal dlsb. Hukum tebang pilih, membebaskan orang kaya dan yang terafiliasi dengan penguasa. Sementara rakyat harus merasakan hukuman berat akibat kesalahannya dalam mempertahankan hidup. Pemerintah dengan segala distorsinya dibenarkan untuk memenjarakan, menganiaya dan membunuh rakyat kecil dengan dalih hukum dan atas nama negara.  Tak ada etika dan moral pemerintah, tak ada keadilan di tangan  penguasa. Tak ada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI dalam jiwa-jiwa penyelenggara negara. Aparatur pemerintahan  dan pelbagai kebijakannya telah menjadi sub ordinat dari semua kepentingan oligarki. Mayoritas pemangku kepentingan publik seketika telah menjadi kacung dari para pemilik modal. Ramah dan hangat dalam membela kepentingan pengusaha dan elit politik, namun bengis terhadap urusan rakyat kecil. Indonesia  telah menjadi surga bagi para pemilik modal dan aparat korup di satu sisi, sementara di sisi lain menjadi neraka bagi rakyat miskin dan lemah. Gerakan Moral dan Sistemik Perubahan Ada dua hal yang prinsip dan mendasar jika bisa melakukan refleksi sekaligus evaluasi terhadap Keindonesiaan secara struktural dan kultural. Pertama terkait soal pembangunan aspek hukum yang akan mengisi sistem pemerintahan.  Penting dan menjadi wajib bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali untuk menjadikan ketaatan hukum sebagai nilai keseharian dan bagian dari habit. Kedua, faktor orang atau personal. Selain rakyat terdidik dan tercerahkan, keberadaan pemimpin menjadi keharusan. Dalam masyarakat patrienalistik, proses dan mekanisme lahirnya kepemimpinan nasional menjadi mutlak untuk mendorong nilai-nilai keteladanan. Pemimpin tak layak terkecuali ia memiliki prestasi, karakter dan integritas. Baik sistem maupun orang harus terintegrasi secara holistik untuk mencapai tatanan hidup yang ideal dalam negara.   Pertama, Maka sudah sedemikian rusaknya sistem pemerintahan dan mental aparatur penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu langkah-langkah dan tindakan yang progresif revolusioner. Negara harus dilandasi pada konstitusi yang tegas pada hitam putihnya permasalahan. Tak ada lagi toleransi, serba permisif dan apalagi jual beli hukum. Penegakan hukum harus berdasarkan nilai hitam putih, tak boleh abu-abu dan tak ada toleransi. Harus ada “goodwill and political will” dari pemerintahan dan kepemimpinan nasional untuk menjadikan hukum sebagai panglima  dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Keadilan terutama hukum harus menjadi fundamental dalam upaya melahirkan negara kesejahteraan.  Kedua, Pemimpin yang baik dan bijak  tak cukup hanya memiliki kecerdasan dan skill yang mumpuni. Seorang pemimpin juga harus dan menjadi syarat utama memiliki ahlak dan adab yang baik. Komitmen, konsistensi dan konsekuensi sebagai pemimpin sangat sulit dilaksanakan tanpa moralitas dan mentalitas yang kuat dalam menjunjung tinggi  kebenaran dan keadilan. Tak cukup wawasan atau keilmuan dan karya, seorang pemimpin dituntut mempunyai kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kepemimpinan harus diyakini sebagai “given inhern” , memiliki “sense of minded” dan “sense of crisis”. Tak semua orang memiliki itu dan tak semua orang mampu mengambil peran itu. Kemudian atas semua fenomena dan    kerisauan semua anak bangsa  terhadap penyelenggaraan negara selama ini. Maka suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, tak ada pilihan bagi rakyat Indonesia untuk melakukan upaya penyelamatan dan perbaikan. Kerusakan sistemik dan penyimpangan kekuasaan yang komprehensif, tak lain dan tak bukan untuk menghadapinya  adalah dengan konsep menjebol dan membangun (deconstruction and construction). Rakyat, negara dan bangsa Indonesia, harus bersatu dan bergotong-royong mengembalikan Indonesia pada treknya. Republik harus kembali pada semangat tujuan bernegara sebagaimana ada dalam keinginan para pendiri bangsa dan cita-cita proklamasi kemerdekaan RI. Satu hal yang sederhana, bagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 bisa diwujudkan oleh pemerintah dalam menjalankan tata-kelola negara. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Sudah jelas konstitusi negara mengatur itu, tak perlu kerumitan dan rekayasa sosial yang pelik. Tak boleh ada keraguan pada amanat konstitusi itu jika memang, kemakmuran rakyat itu menjadi tujuan. Jika perjalanan bangsa sejauh ini telah melenceng dan beresiko pada keselamatan negara dan rakyat, maka hukumnya wajib untuk meluruskannya bagi siapapun anak bangsa. Nasionalisme dan patriotisme mendesak untuk dihadirkan dalam setiap sanubari rakyat Indonesia.  Tak boleh ada kata pesimis, menyerah apalagi merasa kalah. Kemerdekaan Indonesia tidak didapat cuma-cuma atau sekedar penberian dari siapapun. Kebebasan menjadi negara yang berdaulat itu hanya bisa diraih dengan tetesan keringat,  cucuran darah dan meregang nyawa para pahlawan dan syuhada serta seluruh rakyat Indonesia. Menjadi keniscayaan mengembalikan jalan lurus bagi siapapun yang merasa menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan nenek-moyangnya terdahulu yang telah memberikan kontribusi dan sumbangsihnya pada republik ini. Refleksi dan evaluasi paling jujur terhadap situasi kekinian negara bangsa yang begitu miris dan memprihatinkan adalah menyiapkan agenda perubahan. Seperti apa perubahan yang akan digulirkan pada bangsa ini setidaknya ada dua mainstream. Pertama melahirkan pemimpin yang memiliki kelayakan dan kepantasan untuk mengemban amanat penderitaan rakyat. Kedua, membangun peran partisipatif dan kontributif pada seluruh rakyat untuk mengawal sistem yang menjadi panduan proses penyelenggaraan negara, agar sesuai dengan tujuan negara mampu mengadakan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pilpres 2024 akan menjadi titik balik, kebangkitan atau tenggelamnya Indonesia sebagai negara bangsa. Jika semangat perubahan itu benar-benar telah menjadi kebulatan  tekad dan ghiroh rakyat dan umat, maka optimisme memperbaiki dan  Indonesia bukanlah utopia.  Tak ada lagi yang bisa mencegah dan menghalangi arus gelombang perubahan. Tidak kekuasaan, tidak aparat dan senjata, bahkan tidak uang, sembako dan fasilitas apapun mampu membunuh semangat perubahan. Pengusung perubahan mungkin tidak punya apa-apa terkait materi, tidak punya modal dan kekayaan yang memadai. Tapi cukuplah dengan pengabdian yang kongkrit yang mengukir rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi  yang ditopang kapasitas dan integritas. Seorang pemimpin yang mengandalkan akhlak yang meneladani kepemimpinan Nabi Besar Muhammad Salallahu Alaih Salam, tentulah meyakini cukup Allah sebagai penolongnya. Bumi boleh bergejolak, kedzoliman boleh merajalela, kemanusiaan dan Ketuhanan boleh direndahkan. Tapi manusia tetap ada batasnya, tetap rendah dan lemah.  Selama niat baik yang diikuti ikhtiar, Istiqomah dan ijtibath, perbaikan dan penyelamatan Indonesia cepat atau lambat pasti akan terjadi. Bumi pertiwi sedang dalam pergumulan dan pergulatan antara hak dan batil. Semangat perubahan rakyat  tak ubahnya sedang berperang melawan rezim status quo yang mengusung keberlanjutan dari kerusakan sistem dan orang. Gerakan moral dan sistemik perubahan memang tak mudah karena melawan  jahiliah modern seperti kebenaran melawan kejahatan layaknya Nabi Musa menghadapi Raja Firaun, Nabi Ibrahim menghadapi Raja Namrud dan semua perang amar ma’ruf nahi munkar dalam peradaban manusia. Namun historis dan empiris manusia, selalu menampilkan dara dan fakta bahwasanya kesombongan dan kejahatan manusia akan dihancurkan Allah subahannahu wa ta alla. Tetaplah semangat perubahan, optimis lah kemenangan akan sampai dengan ridho Allah. Semangat dan yakinlah sesungguhnya gerakan memperbaiki dan menyelamatkan Indonesia, kini berada di bawah langit perubahan. Perubahan adalah niscaya, keselamatan Indonesia adalah kesadaran dan gerakan rakyat semesta. (*)

Prof Jimly Inginkan Indonesia Punya Lembaga Pengadilan Kode Etik Nasional

Jakarta, FNN | Guru Besar Jimly Asshiddiqie MH menginginkan agar Indonesia ke depan mempunyai Lembaga Pengadilan Kode Etik berskala Nasional. Keperluannya, memberi kesempatan mereka yang terkena sanksi etik untuk dapat melakukan kasasi ke lembaga etik tersebut. “Saya mengharapkan, siapa pun yang akan menjadi Presiden pada 2024-2029, sebaiknya membuat lembaga Mahkamah Etik berskala nasonal guna melindungi orang-orang yang terkena etik ada lembaga tinggi yang dapat menyelesaikan,” kata Prof Dr Jimly Asshiddiqie MH dalam Kajian Konstitusi yang digelar Jimly School of Law and Government kerjasama dengan Prodi Studi Ilmu Hukum Universitas Siber Muhammadiyah (USM), via zoom di Jakarta, Jumat sore (12/1/2024). Lembaga etik nasional itu, sebut Jimly keadaannya termasuk mendesak untuk diciptakan. “Karena, banyak orang apakah dari profesi hakim, pengacara dan dokter setelah mendapatkan sanksi etik mereka tidak bisa beroperasi lagi? Ini ada rasa kuarang adil,” tegasnya. Jimly mencontohkan, sosok mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Dr. dr Terawan Agus Putranto dua tahun silam menjadi perbincangan luas, setelah Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat rekomendasi pemberhentian Terawan secara permanen dari keanggotaan IDI. Rekomendasi pemecatan Terawan diputuskan melalui Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, dan kurang dari satu bulan DPP IDI melaksanakan putusan itu. Apakah yang terjadi, Dr. Terawan tidak mendapatkan keadilan karena tidak ada majelis banding atau kasasi, sementara organisasi IDI hanya satu-satunya. Selain itu, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga memberikan sanksi lewat Dewan Kehormatan Pusat (DKP); Peradi menjatuhkan hukuman skorsing terhadap pengacara Hotman Paris Hutapea. Pengacara ini dihukum skorsing karena melanggar kode etik. Hotman, masih untung karena keluar Peradi masih ada organisasi lain yang juga diakui oleh Peradilan sehingga mereka yang kena sanksi etik dari organisasi Peradi masih dapat pindah ke organisasi sejenis lainnya. “Ini yang menjadi keprihainan bahwa orang yang mendapat sanksi etik namun tidak ada jalan lain unuk mencari kedailan,” katanya. Kajian Konstitusi JSLG kerjasama dengan Prodi Ilmu Hukum USM memfokuskan materi dikusi pada kajian buku karya Jimly berjudul: Perspektif Baru Tentang Rule of Law and Rule of Ethich & Constitutional Law an Constitutional Ethics. Semenara itu  Ketua Prodi Studi Ilmu Hukum USM Dinda Riskanita, SH., MH., dalam sambutannya memberikan apresiasi atas kerjasama dengan JSLG dalam kajian peradilan etik. Materi ini penting bukan hanya bagi mahasiswa, masyarakat juga amat penting saat adanya gradasi tentang pemaknaan etik.  “Apalagi, kajian ini memang sangat diperlukan untuk menyertarakan antara penegakan hukum dengan penegakan etika hukum untuk upaya penegakan keadilan,” sebutnya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada nara sumber kajian yaitu Guru Besar FH Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, SH., MH. Dinda berharap, kajian konstitusi yang menyoal etika dalam penegakan keadian hukum dapat menjadi dorongan untuk memberi kesempatan kepada mereka yang terkena sanksi etik untuk melakukan kasasi ke lembaga atau pengadilan etik. DH    

PS Terperangkap Anak Haram Konstitusi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  \"Kehidupan adalah perang melawan itikad buruk manusia\" (Baltasar Gracian : 1601 - 1658) Dalam sebuah pertarungan politik sering kali berhadapan seseorang yang di luarnya menyenangkan dan koperatif, di balik layar mereka manipulatif dan licik dengan niat jahatnya. Dalam dunia politik terlalu banyak seseorang bahkan seorang presiden sekalipun diluar terus berbicara layaknya orang bijak namun cenderung berkhianat dibalik layar. Seorang penguasa ingin terus berkuasa ketika kekuasaannya dilanda kekacauan untuk menyelamatkan diri sekuat tenaga berusaha menutupi kelemahannya, semaksimal mungkin akan tampil meyakinkan, menyenangkan agar tetap mendapatkan simpati, dukungan perlindungan dari rakyatnya. Sayang rakyat justru sudah merekam   kedok ambisinya kekuasaan yang ugal-ugalan, terus menerus melanggar konstitusi dan semua aturan dilindas. Rakyat  sudah terlanjur marah dan telah sampai klimak rasa muak,  harus dilawan dan  di makzulkan. Ketika rakyat sudah berani melawan secara terang-terangan dan penguasa tahu sedang dalam ancaman. Efeknya adalah sensasi penguasa yang samar samar akan mulai kelihatan murung , bingung, ketakutan dan munculnya macan macam rekayasa untuk bertahan. Serangan yang terus menerus, menyusupkan rasa inferior. Serangan dari media sosial yang terus menerus menerjang Jokowi, nampaknya sederhana akan memicu rasa ketakutan, was was dan energinya akan  merusak dirinya. Selanjutnya akan kelihatan menonjol reaksi berlebihan, pikiran menjadi nanar, limbung, ucapannya asal asalan dan timbul perasaan terhina.  Bisa akhirnya harus menyerah, bagaimana itu bisa terjadi dan apa persisnya itulah gambaran ketika rakyat harus melengserkan Suharto saat itu. Lahirnya analisa para pengamat politik bahwa Jokowi bisa di makzulkan atau paslon capres milik pengusaha bisa di tumbangkan adalah proses politik yang sangat mungkin terjadi. Politik busuk Jokowi sudah tidak bisa di permak dengan basa basi , dikawal dengan pencitraan semua sudah terlambat, ketika ambisi mementingkan diri dan keluarganya sudah terang benderang dengan politik dinastinya. Pahamilah yang akan menjadi efek terbesar dalam permainan memelihara keunggulan adalah gangguan tidak kentara dalam suasana hati dan pikiran, bahwa politik dinasti,  dengan memaksakan figur Gibran yang sering di disebut hasil dari anak haram konstitusi akan menyesatkan PS yang sangat menyakitkan. Jokowi sendiri dengan Gibran sebagai penggantinya sama saja telah menyarungkan tinju besi dalam sarung beludru nya dan akan memukul dirinya sendiri, dan keluarganya.**

Terima kasih Ibu Mega

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan | Sabang Merauke Circle MEGAWATI Sukarnoputri perlu diberikan penghargaan terbesar di awal tahun ini. Keberanian beliau dalam bersikap atas hubungannya dengan Joko Widodo harus diacungkan jempol. Selama ini kaum oposisi dan mayoritas rakyat berharap tentang kepastian itu; apakah Jokowi masih di bawah naungan PDIP atau dilepas? Akhirnya dalam ulang tahun PDIP ke 51 lalu, Mega tidak mengundang lagi Joko Widodo. Keputusan Megawati terhadap Joko Widodo ini merupakan sebuah konsekuensi dari memburuknya hubungan mereka setahun belakangan ini. Megawati berharap Jokowi adalah petugas partainya, yang berarti tumbuh, besar dan mati bersama PDIP. Namun, sejak setahun belakang, Jokowi terlihat ingin menunjukkan dirinya lebih besar dari pada PDIP dan Megawati. Langkah-langkah itu awalnya diperlihatkan melalui  upaya pembentukan koalisi partai pendukungnya, yakni Golkar, PPP dan PAN. Koalisi itu disebut Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Padahal urusan parpol dan pencapresan, yang kemudian dikenal sebagai istilah cawe-cawe, adalah wilayah ketua umum partai bukan Jokowi. Dan Jokowi tidak meminta ijin Megawati. Sebelumnya, Jokowi dan atau rezimnya sudah setahun lebih menggalang kekuatan dan isu perpanjangan masa jabatan presiden, dua tahun. Megawati tegas menolak rencana itu. Begitu pula ketika Jokowi dan atau pendukungnya menggalang isu perubahan UUD\'45 terkait masa periode presiden lebih dari dua kali, Megawati menolak. Karena Jokowi kehilangan kesempatan untuk mempertahankan kekuasaan lebih lama, maka Jokowi berusaha untuk mencari figur presiden kedepan yang dia inginkan. Spekulasi berkembang saat itu adalah Ganjar atau Prabowo. Namun, Ganjar yang semula akan didukung Jokowi dan KIB akhirnya menolak, karena Ganjar ternyata hanya mau didukung oleh Megawati. Itu ditunjukkan Ganjar dalam menolak tim bola Israel datang tanding di Jawa Tengah atas instruktursi Megawati. Disini Jokowi mulai terlihat frustasi. Kebimbangan Jokowi saat gamang soal pilihannya memberi ruang pada Prabowo untuk mengikat Jokowi agar memihak pada pencalonannya. Prabowo berhasil membangun poros dengan Muhaimin, Zulkifli Hasan dan Airlangga Hartarto. Zulkifli yang menjadi menteri punya kesempatan luas meningkatkan lobby kepada Jokowi agar mendukung Prabowo. Pada rakernas PDIP September 2023, dalam kebimbangan itu, Jokowi masih bermain peran dengan secara atraktif menunjukkan dukungan pada Ganjar sebagai Capresnya. Dia berbisik pada Ganjar agar bersiap untuk menjadi presiden berikutnya. Tentu saja Megawati dan seluruh rakyat PDIP senang dan berpikir bahwa Jokowi kembali kepangkuan PDIP dan Megawati. Sayangnya, itu hanya berlangsung beberapa bulan. Jokowi ternyata \"melakukan\" kerja paralel untuk mendukung pasangan Prabowo dan anaknya, Gibran. Pada akhirnya dalam \"injury time\", Jokowi dan atau pamannya Gibran bermanuver untuk merubah undang-undang vital tentang syarat pencapresan seseorang. Gibran yang usianya di bawa 40 tahun seharusnya tidak bisa masuk dalam kancah kompetisi capres-cawapres. Namun, akhirnya MK, yang dipimpin keluarga Jokowi, memutuskan perluasan persyaratan capres-cawapres, yakni menambahkan syarat pernah menjadi kepala daerah, sebagai subtitusi umur. Urusan pencalonan Gibran sebagai pasangan capres Prabowo telah memunculkan isu politik dinasti. Hal ini telah membuat Megawati secara nyata ditinggalkan Jokowi. Namun, yang paling menyakitkan tentu saja langkah anak Jokowi lainnya mengambil alih partai politik, yakni PSI. Kedua hal ini secara simultan akan membuat Jokowi berkonfrontasi secara diametral dengan Megawati. Sebab, langkah itu akan berefek langsung pada perebutan basis massa tradisional PDIP, yakni Jawa Tengah.  Memang hal itu ditenggarai terjadi. Megawati dan tokoh-tokoh pendukung Ganjar melihat isu kekerasan oknum tentara kepada relawan Ganjar dalam kasus di Boyolali, pemanggilan kepala-kepala desa ke istana, kantor polisi dan juga ke pertemuan akbar dengan Gibran di Senayan, sebagai upaya sistematis dalam mengalahkan PDIP. Jika PSI di bawah kendali Kaesang menargetkan minimal 4% suara, dan memasang hampir seluruh iklannya sebagai partai Jokowi, maka efeknya dapat berimbas pada penurunan suara PDIP sebanyak 4% itu. Tentu saja akan menjadikan PDIP bukan sebagai pemenang pemilu lagi nantinya. Dengan kenyataan di atas, tentu tidak ada alasan bagi Megawati mempertahankan klaim bahwa Jokowi adalah petugas partainya. Klaim petugas partai justru akan mempermudah Jokowi dan PSI menarik simpati rakyat di basis tradisional PDIP. Sehingga keputusan Megawati mendepak Jokowi dari PDIP, meskipun belum menarik kartu anggotanya, merupakan langkah yang tegas Kenapa kaum oposisi berterimakasih pada Megawati? Selama Jokowi memimpin, Indonesia berkembang dalam kepimpinan yang totalitarian. Artinya, pemerintah dan legislatif dikuasai oleh kelompok yang satu. Dengan demikian, berbagai keputusan, pembuatan undang-undang, pengawasan pembangunan, dan lainnya dikendalikan oleh sebuah kelompok tersebut. Akhirnya Indonesia bergerak dalam arah kerusakan, seperti korupsi merajalela (terakhir kemarin lembaga negara PPATK menyebutkan angka korupsi PSN 36,67%), ICOR bernilai 7, demokrasi hancur, HAM hancur, dan berbagai hal lainnya semakin buruk. Bahkan, rakyat miskin dikembangkan untuk tergantung pada subsidi negara daripada mengembangkan human capital. Rencana terbesar kelompok pengendali kekuatan totalitarian ini berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan membuat PT 20% pencapresan. Namun, dalam perjalanannya kelompok ini terpecah belah. Pertama dimulai \"Nasdem\" dengan keluar dari kelompok. Lalu diikuti PKB yang mendukung Nasdem dengan keduanya mendukung calon presiden, Anies, yang tidak disukai Jokowi. Sejak November tahun lalu, dan secara tegas awal tahun ini, Megawati menunjukkan dirinya berbeda dengan Jokowi.  Dengan demikian kekuatan non Jokowi saat ini sudah lebih besar dari pendukung Jokowi. Sehingga, meskipun Jokowi berusaha untuk menunjukkan dukungan terhadap keberlanjutan kekuasaannya, hal itu tidak mungkin lagi berdampak besar. Hal ini terutama terlihat dalam front Ganjar-Anies yang semakin terbuka dan meluas saat ini, khususnya dipertontonkan mereka saat debat kemarin. Anies sendiri secara atraktif mengucapkan selamat ulang tahun kepada PDIP kemarin lalu. Kedua front besar ini, meski \"fragile\", tetap saja merupakan blok besar bagi kemulusan rencana politik Jokowi selama ini. Sehingga, tokoh-tokoh oposisi, seperti kelompok petisi 100, dengan terbuka kemarin lalu mendatangi Mahfud MD menyuarakan pemakzulan Jokowi. Sebuah agenda yang sebelumnya terhalang karena Megawati selalu melindungi Jokowi. Penutup Terimakasih Bu Megawati. Kata-kata ini pantas diucapkan kepada beliau. Hal ini merupakan kado besar bagi bangsa kita untuk mendorong adanya perubahan. Sebab, tanpa Megawati, Jokowi pasti akan berjalan tanpa keseimbangan. Sekarang, meskipun Jokowi menunjukkan sikap membela pasangan Prabowo-Gibran secara nyata paska debat kemarin, langkah ini akan kandas, karena Megawati tidak di sisi dia lagi. Tinggal bagaimana Anies dan Ganjar memikirkan sebuah front bersama untuk agenda perubahan ke depan.  Megawati telah menyatakan dalam pidatonya kemarin bahwa kekuasan bukan segala-galanya, kekuasaan bukan tanpa akhir, menurutnya kekuasaan harusnya diberikan pada pemimpin beretika. Terima kasih Megawati. Salam metal! . Salam Perubahan!

Di Tengah Jadwal yang Super Padat, Ganjar Tak Lupa Sholat Jumat

Nganjuk | FNN - Memasuki hari ke-46 kampanye Pilpres 2024, capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo akan berkampanye di Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur, pada Jumat (12/1). Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD akan melakukan safari politik di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dan Makassar, Sulawesi Selatan. Berdasarkan agenda kegiatan Tim Media TPN Ganjar-Mahfud, Ganjar akan mengawali aktivitasnya pada pukul 10.50 WIB dengan menghadiri Sarasehan Petani Tebu di Desa Klinter, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk. Kemudian, pada pukul 11.35 WIB, mantan Gubernur Jawa Tengah itu sedianya akan menunaikan salat Jumat, di Masjid Al-Ijabah di Desa Plimping, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Namun akhirnya Ganjar malaksanakan sholat Jumat di Masjid Ponpes Miftahul Ula Ngajuk,  Jawa Timur. Selanjutnya, pada pukul 12.50 WIB, Ganjar akan menggelar rapat konsolidasi bersama Tim Pemenangan Cabang (TPC) Ganjar-Mahfud, calon legislatif partai koalisi, serta para relawan Ganjar-Mahfud asal Nganjuk dan Jombang di Aula Kantor DPC PDI Perjuangan di  Mangundikaran, Kabupaten Nganjuk. Usai rapat konsolidasi, pada pukul 15.05 WIB, Ganjar secara maraton akan berziarah ke makam Mbah Hasyim dan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pukul 15.30 WIB, Ganjar akan berziarah ke makam Mbah Wahab di Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, dilanjutkan ziarah ke makam Mbah Bisri dan Gus Iim di Ponpes Mamba’ul Ma’arif di Denanyar Selatan,   Kabupaten Jombang. Selesai berziarah, pada pukul 17.35 WIB, Ganjar bersilaturahmi dengan para Kiai Kampung di Pondok Pesantren Tahfid Hamalatul Quran di  Sumberbendo, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang. Pada pukul 19.00 WIB, Ganjar dijadwalkan bertemu para petani tembakau di Desa Bawangan Ploso, Kabupaten Jombang. Sementara itu, cawapres Mahfud MD, mengawali safari politiknya di Ponpes Canga’an di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pada pukul 09.00 WIB, Mahfud dijadwalkan menghadiri Halaqoh Kebangsaan di Ponpes Canga\'an. Selanjutnya, pada pukul 11.35 WIB, Mahfud  akan melakukan salat Jumat berjamaah sekaligus menyampaikan Kutbah Jumat di Masjid Ponpes Canga’an. Setelah itu, pada pukul 12.30 WIB, Mahfud akan  beramah tamah sekaligus makan siang bersama Pengasuh dan Santri di Ponpes Canga’an. Mahfud juga dijadwalkan berziarah ke makam Ratu Ayu Syarifah Khodijah, pada pukul 13.15 WIB di Jalan Untung Surapati, Wetanalon,  Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Selesai beraktivitas di Pulau Madura, Mahfud akan bertolak menuju Kota Makassar, Sulawesi Selatan untuk melanjutkan safari politik. Setibanya di Makassar, Mahfud langsung bergerak menuju Icon Beach Lounge & Cafe, di Citraland Point of Indonesia untuk menghadiri acara makan malam. (*)

Di Depan Petani Tebu Nganjuk, Ganjar Janji Tidak Impor Gula

Nganjuk | FNN -  Calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo, menemui dan menerima keluhan para petani tebu, di Nglawak, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Jumat (12/1/2024). Salah satu keluhan petani adalah soal impor gula. Ganjar menyatakan seharusnya Indonesia tidak mengutamakan impor produk bahan pangan yang juga ada di dalam negeri. Kalau kita mau impor, perhatikan dulu produk yang ada di dalam negeri,\" kata Ganjar di hadapan para petani. Politikus PDIP Ini berjanji akan memprioritaskan produk dalam negeri dan meminimalisir impor, salah satunya impor gula. \"Mbok kalau impor gula itu, tebu petaninya dibeli lebih dulu. Jangan sampai kebutuhannya lebih berat impor, maka kita tidak akan pernah mandiri,\" kata Ganjar. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu juga berjanji, akan menyeimbangkan neraca impor gula agar produksi dalam negeri tidak kalah, dan membuat petani Indonesia tetap menjadi utama. \"Petani dalam negeri mendapatkan tempat yang utama dan pertama,\" kata dia.  Mencatat Seluruh Keluhan Petani Saat ini, Ganjar sudah menginstruksikan timnya untuk mencatat seluruh keluhan para petani tebu. Adapun keluhan para petani, yaitu tentang tidak meratanya alokasi pupuk, bibit tanam dan modal. \"Saya titip saja beberapa poin-poin tadi itu, nggih. Nanti tim saya dari sini atau Pak Agus nanti bisa nyatat, agar kita bisa bahas, agar kita bisa komunikasikan lebih lanjut,\" ujar dia. \"Sehingga masing-masing mulai dari bibit, pupuk, bagaimana menjaga rendemen tinggi, permodalan, sehingga semuanya akan bisa tertangani dengan baik,\" sambung Ganjar. Performa Ganjar dalam Debat Capres Diyakini Mampu Tarik Swing Voters Performa capres Ganjar Pranowo di debat Pilpres 2024 dinilai sangat baik. Karena itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yakin swing voters semakin bisa menentukan pemimpin yang akan mereka pilih pada Rabu, 14 Februari 2024. “Performa Pak Ganjar yang demikian menguasai topik materi debat, saya yakin Pak Ganjar akan semakin mampu meyakinkan publik dan swing voters,” kata Jubir TPN Aryo Seno Bagaskoro. Menurut Aryo, Ganjar sebagai seorang anak polisi di tingkat rendah, menghayati betul urgensi pertahanan, keamanan, dan hubungan internasional. Ganjar mampu memaparkan dengan detail, dengan data, dan menawarkan paradigma yang sesuai dengan konteks kekinian. (gpm)

Olahraga Pagi, Ganjar Diserbu Warga Tegal

Jakarta | FNN -  Olahraga pagi, capres 2024 Ganjar Pranowo siserbu warga kota Tegal. Ganjar langsung berinteraksi dengan warga saat olahraga pagi. Kegiatan tersebut dilakukan seusai menginap di salah satu rumah warga di Jalan Arjuna, RT02/03 Kelurahan Slerok, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah. Dari pengamatan media Ganjar Pranowo tampak berlari menyusuri berbagai gang di sekitar lokasi Kota Tegal. Kehadiran Ganjar membuat masyarakat sekitar langsung berteriak memanggil mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu. \"Pak Ganjar,\" ujar salah satu warga yang melintas di depan Ganjar yang sedang lari pagi di salah satu sisi jalan. Ganjar Pranowo menjawab dengan senyum ramah. \"Pagi-pagi,\" ujar Ganjar Pranowo. Saat melintasi SMKN 2 Tegal di Jalan Wisanggeni Nomor 1, Ganjar Pranowo disambut meriah oleh anak-anak sekolah yang baru hendak masuk sekolah karena waktu sudah menunjukkan Pukul 06.50 WIB. \"Pak Ganjar, Pak Ganjar, foto dong Pak,\" ujar para pelajar SMKN 2 Tegal tersebut. Ganjar menyempatkan berfoto dengan para siswa-siswi di SMK tersebut meskipun di pinggir jalan dan belum memasuki area sekolah. Ganjar juga melintasi sebuah Sekolah Dasar (SD), saat di pinggir jalan sejumlah anak-anak yang memanggil Ganjar dari seberang ingin bersalaman dan foto bersama mantan Gubernur Jawa Tengah. \"Sek, saya saja yang nyeberang kesana, kalian di sana ya,\" kata Ganjar menghampiri anak-anak SD di luar pintu gerbang sekolah. Ganjar juga berfoto dengan sejumlah warga yang menyapa dirinya ketika hendak kembali ke tempat ia bermalam. Sebagaimana diketahui, Ganjar Pranowo tiba di Bandar Udara Tunggul Wulung di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada Selasa 9 Januari 2024 pagi. Kehadiran Ganjar Pranowo untuk melakukan safari politik Kampanye Pilpres 2024 di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Timur. (gpm).

Ganjar Menginap di Rumah Warga Tegal

Tegal | FNN - Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menginap di rumah warga saat berkampanye di Tegal tepatnya di rumah alumnus SMK Negeri Jateng, Fikri Haikal di Kelurahan Slerok, Tegal, Jawa Tengah. Untuk menuju lokasi menginap, Ganjar menelusuri gang-gang kecil.  Fikri merupakan alumni SMKN Jateng Semarang yang merupakan sekolah asrama gratis, gagasan Ganjar Pranowo, dan kemudian bisa langsung kerja. Fikri merupakan salah satu siswa yang sudah bekerja dan membantu keluarga. Bentuk bantuan dari anaknya adalah  merenovasi rumah orang tuanya.  Sekitar pukul 21.00, Ganjar tiba di Jalan Arjuna, Slerok, Kota Tegal. Dia kemudian berjalan memasuki Gang Senggol, tepatnya di GG.14 A No.56 RT 002, RW 003 Kelurahan Slerok, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah. Warga setempat yang penasaran pun ramai memadati gang senggol tempat mantan Gubernur Jawa Tengah itu bermalam. Di lokasi tempat bermalam, Ganjar digelarkan karpet untuk duduk di halaman depan. Sebelum mengakhiri kampanye, dia berdialog dengan warga sambil meminta anak muda menyampaikan aspirasinya. Salah satu perempuan muda pun diminta menunjukkan talentanya. Dia lantas bernyanyi bersama warga di depan Ganjar, menggunakan pengeras suara seadanya. Adapun rumah warga tempat Ganjar Pranowo menginap adalah kediaman Waidah ,55, seorang guru honorer SMP 5 Tegal. Dia merupakan ibu tunggal dari Fikri Haikal, alumni SMKN Jateng Semarang angkatan tahun 2017. Diketahui, Fikri tengah bekerja di Regenesis yang merupakan perusahaan farmasi di Jakarta. Berkat anak itu, Waidah dapat merenovasi rumah yang kini ditumpangi Ganjar Pranowo menginap.  Maksud Ganjar menginap di rumah itu adalah dirinya ingin melihat hasil dari alumni SMKN Jateng yang berhasil tersebut. Di sini Ganjar sekaligus berdialog dengan masyarakat termasuk berbicara melalui sambungan telefon dengan Fikri. (gpm).