ALL CATEGORY

Gen Z Menjadi Harapan Baru Meruntuhkan Rezim dan Dinasti Jokowi

Jakarta, FNN -  Meski situasi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, tapi jangan pernah berhenti untuk tetap semangat dan mencintai Indonesia. Kita berharap situasi akan membaikdan itu akan terjadi kalau Gen Z bersatu, tak terkalahkan. Gerakan Gen Z pun sudah mulai tampak untuk melawan rezim penguasa yang sepertinya sudah sampai pada satu kesimpulan bahwa mereka dipastikan tidak akan menang kalau tidak melakukan kecurangan. Kecurangan terbaru dapat dilihat di berbagai video viral, mulai dari pengerahan aparatur negara yang terjadi di Takalar, Medan, dan video viral dari perangkat desa di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Namun, gerakan Gen Z juga semakin menggila. Ketika videotronnya di Bekasi dan di Jakarta di-takedown, mereka malah memunculkannya di berbagai kota. “Pada akhirnya, kita percaya bahwa generasi itu tumbuh dan mereka tumbuh dengan jalan pikiran sendiri. Gen Z ini anak-anak muda yang memperhatikan politik makin terkait, terhubung, dan berupaya untuk menggali sendiri informasi itu. Dan itu yang menyebabkan mereka tidak memerlukan tutorisasi, tidak memerlukan kakak Pembina, karena bagi mereka apa yang mereka temukan sendiri itu yang akan jadi acuan hidup mereka di masa depan,” ujar Rocky Gerung dalam kanal you tube Rocky Gerung Official edisi Kamis (18/1). Gerakan itu kita lihat sebagai sebut saja ini revolusi Gen Z, seperti yang pernah terjadi juga di Amerika,  yaitu keadaan di mana generasi muda mengambil alih isu politik. Indonesia tidak mungkin lepas dari peredaran sejarah itu dan kita mengerti bahwa ide tentang kemudaan yang di dalamnya berisi perubahan itu setiap 30 tahun tiba, dipanggil atau tidak dipanggil oleh sejarah, dia akan tiba, jelas Rocky. Sementara, kalau kita hitung sebetulnya sudah hampir 30 tahun tidak ada semacam revolusi pemuda. Rocky juga menjelaskan tentang teori Ortega Gasset dari Spanyol yang membuat teori bahwa generasi setiap 30 tahun mengalami perubahan, dipaksa atau tidak dipaksa dia akan datang. Kita akhirnya melihat bagaimana teori Gasset tentang 30 tahun generasi timbul kembali dan bagaimana kemudaan itu selalu dihasilkan ulang. “Jadi, percaya atau tidak percaya kita tahu bahwa akan tiba sebuah generasi yang akan mempersoalkan hak penipuan dari generasi lama. Jadi, sudah, terimalah bahwa pemerintahan yang sekarang itu adalah pemerintahan yang dibenci dan akan dihalau oleh generasi baru. Kira-kira begitu,” ujar Rocky. (ida)  

Kasihan Luhut, Sedih Jokowi Mau Dimakzulkan

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan TIDAK tahan akan isu pemakzulan Jokowi yang sejak awal diusulkan dan diajukan oleh Petisi 100, Luhut Binsar Panjaitan Menteri andalan Jokowi akhirnya ikut juga berkomentar. Ia mengomentari dengan pengakuan sedih atas ramainya suara pemakzulan Jokowi dan banyak pejabat negara yang berkomentar soal isu pemakzulan. Entah siapa yang dimaksud pejabat tersebut apakah Airlangga, Ari  Dwipayana, Puan Maharani atau Mahfud MD?  Luhut menyatakan komentar itu membuat masalah isu pemakzulan menjadi besar. Ia sedih ditengah proses Pemilu yang tinggal satu bulan lagi  itu gonjang-ganjing semakin dahsyat.  Sebenarnya kasihan juga Luhut Binsar yang baru bangun sakit sudah dibebani dengan fikiran berat. Rupanya ia tidak tega Jokowi diserang sendirian.  Jokowi-Luhut sulit dipisahkan boleh disebut dwi tunggal. Betapa percaya (baca: tergantung) Jokowi kepada Luhut sehingga banyak jabatan diberikan padanya. Publik menyebut Luhut sebagai menteri segala urusan. Urusan dengan China Luhut adalah penentunya. Duta China ini adalah orang dibalik banyak proyek China di Indonesia. Ia membela keberadaan TKA asal China yang membanjir.  Isu pemakzulan Jokowi di penghujung proses Pemilu adalah terapi kejut. Bagi Petisi 100 pertemuan dengan Menkopolhukam Mahfud MD merupakan \"surprise attack\" ke jantung kekuasaan setelah berikhtiar lama mengingatkan betapa mendesak pemakzulan Jokowi itu. DPR selama ini terus menutup diri. Mungkin menganggap Petisi 100 itu sumier dan layak diabaikan.  Kini Istana belepotan mengantisipasi serangan tersebut. Pemikir Istana dikeluarkan untuk melindungi. Jimly dan Yusril berjibaku. Pejabat menepis kemungkinan pemakzulan. Jokowi dikesankan tidak peduli padahal publik tahu sesungguhnya Jokowi panik. Keributan saat ini adalah temuan momen akibat ia memaksakan dan merekayasa puteranya Gibran untuk dapat maju sebagai Cawapres. Jokowi telah disodori pisau oleh Petisi 100 untuk digunakan sebagai alat bunuh diri. Segera mundur dari jabatan sebagai Presiden di bawah bayang-bayang Tap. MPR No VI tahun 2001 atau juga diingatkan bahwa konfigurasi partai politik di DPR harus mampu menggoyahkan arogansi dan cawe-cawe Jokowi yang merusak demokrasi dengan mulai memproses pemakzulan berdasarkan Pasal 7A UUD 1945. Gerakan Petisi 100 akan menjadi magnet dari gumpalan keberanian rakyat untuk mendesak pemakzulan Jokowi. Mahasiswa, buruh, purnawirawan, santri, ulama, emak-emak dan elemen rakyat lainnya adalah kekuatan nyata bagi perubahan politik. Rezim Jokowi tengah mengalami pembusukan.  Ketika Jokowi semakin membabi-buta bergerak curang untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, maka akan semakin dahsyat gerakan pemakzulan. Rakyat tidak mungkin membiarkan pencurian, perampokan bahkan pemerkosaan demokrasi oleh rezim tirani Jokowi yang dilakukan secara brutal. Jokowi harus tumbang.  Luhut yang baru \"sembuh\" dari sakit mengaku sedih atas keadaan ini. Dalam kondisi tidak fit ia belum bisa mengumbar emosi seperti biasanya. Sebenarnya rakyat sudah rindu pada akting Luhut yang meledak-ledak dalam mengawal atau mengendalikan Jokowi. Namun kini Luhut hanya bisa mengeluh sedih. Kasihan. (*)

Videotron Kpoppers Di-takedown Jadi Boomerang, tapi Anies Makin Meroket

Jakarta, FNN – Tampaknya, Presiden Jokowi sebagai ketua timses tidak resmi dari Prabowo - Gibran harus bersiap menghadapi bencana elektoral yang akan berdampaknya sangat serius terhadap paslon 02 yang dia dukung. Sebaliknya, pasangan Anies - Muhaimin yang terus-menerus coba dihadang dengan berbagai cara oleh rezim Jokowi, malah mendapat limpahan elektoral yang tidak terduga, karena berbagai blunder terus dilakukan oleh aparat dari rezim Jokowi ini. Blunder terbaru yang sejak kemarin hingga kini sangat viral dan menjadi trending topik di media sosial serta mendapat coverage yang sangat luas di berbagai media adalah diturunkannya videotrone yang diinisiasi oleh relawan Kpoppers Anies @aniesbubble bekerja sama dengan all Project. Mereka adalah Gen Z yang semula dinilai sangat apolitis, tapi mulai jatuh cinta dengan Anies karena Anies melakukan siaran live streaming melalui akun tiktok. Semula mereka juga tidak terafiliasi kepada salah satu paslon pilpres 2024, tapi sejak mereka jatuh cinta kepada Anies mereka rela patungan membuat sebuah proyek pemasangan videotron dari capres Anies di tiga titik di Jakarta, Bekasi, Jawa Barat, dan kota Medan Sumatera Utara. Sebagaimana diinfokan oleh akun aniesbubble, video tersebut akan ditayangkan selama satu pekan, 15 - 21 Januari 2024. Pemasangan videotron ini mendapat sambutan yang cukup luas dan positif karena ini merupakan effort dari mereka yang luar biasa, anak-anak Genzi sampai bela-belain patungan atau saweran itu untuk membayar videtron yang tidak murah. Videotron ini memang unik, khas gaya para kpoppers. Videotron ini juga diunggah oleh All Project dan mendapat sambutan yang luar biasa. Jutaan orang menontonnya. Sampai hari Selasa kemarin, setidaknya 7 juta orang lebih menyaksikan videotron yang diunggah di akun x-nya mereka. Namun, belum sehari videotron tersebut ditayangkan, muncul kabar mengejutkan. Akun all Project TX memberikan penjelasan bahwa videotron yang telah dijadwalkan tayang selama seminggu di Bekasi dan Jakarta tidak bisa lanjut tayang di lokasi tersebut karena suatu hal yang di luar kuasa mereka.  Kabar di-takedown-nya videotron Anies yang diinisiasi oleh project ini langsung viral dan menjadi trending, apalagi Anies Baswedan juga langsung meresponnya dengan komen yang tak kalah membuat banyak orang bergetar, sekaligus meleleh. Lepas dari siapa yang bertanggung jawab di balik take down videotron tadi, yang tidak diperhitungkan oleh pelaku adalah dampak dari penurunan paksa videotron itu. Siapaun pelaku take down itu, tentu bermaksud menghalangi public, khususnya Gen Z dan kpoppers menyaksikan dan terkena paparan materi kampanye yang dikemas di videotron itu. Namun, yang terjadi malah boomerang, karena akibat takedown itu sekarang ini orang se- Indonesia, bahkan sedunia, menjadi tahu dan mencari tahu ada apa dengan videotron itu. Mereka sekarang menyadari bahwa rupanya ada yang coba menghalangi, ada yang coba membungkam ketika anak-anak muda Gen Z ini mulai sadar politik, kemudian pilihan dukungan mereka jatuhkan pada Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Berdasarkan analisis dari mesin pencari data Drone Emprit, pembicaraan soal videotrone itu malah makin menggila di media sosial setelah di-takedown. Data ini menunjukkan bagaimana perbincangan di media sosial langsung naik dan sampai tengah malam mencapai puncaknya. “Pagi ini saya melongok di trending topik itu kemudian tagar “Anies Deserve Better” disertai dengan tagar “Pahit Manis always with Anies” dan apologis to Anies itu bertengger di puncak trending topik Indonesia,” ujar Hersubeno Arief di kanal you tube Hersubeno Point FNN edisi Rabu (17/1). Dr. Ismail Fahmi, pendiri dan pemilik Drone Emprit, mengingatkan fenomena perlawanan akibat di-takedown-nya videotron itu disebut bisa berdampak jadi semacam Streisand Effect. Efek Streisand adalah fenomena ketika ada upaya untuk menyembunyikan atau menghapus atau menyensor informasi, malah membuat informasi tersebut menjadi tersebar lebih luas, jadi mengundang rasa ingin tahu publik. “Jadi, ini reaksi psikologis ketika masyarakat sadar bahwa ada informasi yang disembunyikan, mereka akan berusaha mengaksesnya, kemudian menyebarkannya,” ujar Hersu. (ida)

Kecurangan Pemilu Hanya Bisa Dicegah Jika Jokowi Dimakzulkan

Jakarta, FNN - Tampaknya, masalah bergabungnya paslon 01 dan 03 yang sempat keceplosan disebutkan oleh Puan Maharani, menjadi sinyal yang bisa dikatakan final dan memang proses itu terjadi. Kemungkinan proses ini dilakukan dalam upaya untuk membangun opini publik bahwa Pemilu ini curang. Jadi, sebetulnya upaya pertemuan-pertemuan setengah kamar antara PDIP dan AMIN dilakukan untuk mendapat kepastian bahwa publik setuju kalau mereka bergabung untuk mencegah kecurangan. Bahwa di ujungnya akan ada masalah-masalah lain mungkin saja, tapi hal minimal yang bisa dilakukan adalah memberi sinyal. Demikian disampaikan Rocky Gerung dalam diskusi di kanal you tube Rocky Gerung Ofiicial edisi Selasa (16/1). “Jadi, untuk kebersihan politik, garis startnya mesti sama. Untuk sementara bagus-bagus saja walaupun kita tahu bahwa tetap ada persaingan ideologi di situ. Tetapi, sekali lagi, untuk memulai satu upaya memastikan bahwa Pemilu ini tidak curang maka konferensi bersama atau manifesto bersama antikecurangan itu mesti diucapkan paralel dengan pertemuan Puan dan timnya Anies,” ujar Rocky. “Jadi, Megawati mesti duduk sama-sama, misalnya, dengan Surya Paloh untuk mengatakan bahwa kami antikecurangan. Kalau itu yang terjadi, pasti heboh. Tetapi, kalau cuma sinyal-sinyal dari Puan itu biasa saja karena orang sudah tahu cara Puan berpolitik,” tambah Rocky. Untuk hal tersebut, mereka bisa saja merangkul elemen-elemen di luar partai politik karena sebenarnya mereka sekarang punya satu kepentingan yang sama soal kecurangan. Meskipun sebenarnya targetnya berbeda, tapi mereka tampaknya  sampai pada satu pemahaman bahwa memang pemilu akan curang dan mereka sudah menginginkan dimakzulkan. Kalau mereka bisa menaikkan satu oktaf dan kemudian bahkan berhasil merangkul civil society, maka secara taktis maupun strategis mereka bakal diuntungkan, bahkan termasuk secara elektoral mereka juga akan dapat limpahan suara. “Iya, itu yang akan terjadi kalau dia betul-betul secara total mengatakan kecurangan itu ada penyebabnya; demokrasi ini ada penghalangnya; dan mesti sebutin namanya, baru BEM bakal mengelu-elukan mereka,” ujar Rocky. Rocky juga mengatakan bahwa kita sudah masuk pada satu etape baru di mana orang mau melihat pemain-pemain ini percaya atau tidak bahwa rakyat akan memobilisasi diri untuk mendukung mereka yang dengan jujur mengatakan bahwa Jokowi adalah penghalang demokrasi. Jadi, jangan sampai ide hari ini soal pemakzulan kemudian dimoderasi lagi.. “Jadi, tetap public, mahasiswa, emak-emak, masyarakat sipil kalangan akademis yang sekarang mulai sadar menganggap bahwa penghalang utama demokrasi junto penghalang Pemilu itu adalah presiden yang namanya Joko Widodo,” tegas Rocky. Dengan demikian, ada dua kata kunci yang saliang berhubungan dalam hal ini, yaitu ‘kecurangan’ dan kecurangan itu hanya bisa dicegah jika Jokowi ‘dimakzulkan’. Begitu urut-urutan berpikirnya. (ida)

Dua Sisi Jimly Asshiddiqie, Antara Guru Besar Dan Politikus

Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Jimly Asshidiqie, guru besar ilmu hukum tata negara dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, sempat memberi tanggapan di media sosial X (twitter) terkait desakan pemakzulan presiden Jokowi oleh Petisi 100. Jimly Asshiddiqie menilai, desakan pemakzulan terhadap Jokowi sebagai pengalihan perhatian saja, karena ada yang takut kalah. Jimly merasa aneh, satu bulan menjelang pemilu ada ide pemakzulan presiden. “Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah,” katanya. https://news.detik.com/pemilu/d-7141672/sorotan-jimly-hingga-yusril-usai-muncul-ide-pemakzulan-jokowi/amp Pernyataan Jimly sangat janggal, tidak berdasarkan substansi keahliannya sebagai guru besar ilmu hukum tata negara. Yaitu apakah presiden Jokowi sudah bisa dan sudah layak dimakzulkan. Tetapi, pernyataan Jimly jelas bersifat politis, dan penuh kepentingan. Selain itu, Jimly juga gagal memahami, bahwa desakan pemakzulan Jokowi oleh Petisi 100 bukan isu dadakan pemilu, tetapi sudah dilakukan jauh sebelum ada gonjang-ganjing pemilu dan pilpres. Bahkan Petisi 100 sudah bertemu perwakilan dari MPR unsur DPD pada 20 Juli 2023. Sehingga tuduhan Jimly terkait isu “pemakzulan Jokowi hanya untuk pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah” adalah tidak benar, tidak ada dasar sama sekali, dan jelas beraroma politik. Alias dipolitisir. Di lain sisi, jauh sebelumnya, Jimly sempat mengatakan, banyak sekali alasan presiden Jokowi bisa dimakzulkan. Pada awal tahun 2023, Jimly melontarkan pernyataan bahwa penerbitan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang Cipta Kerja dapat berakibat pada pemakzulan presiden Jokowi. Jimly menilai PERPPU Cipta Kerja telah melanggar konstitusi karena melabrak putusan MK terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional (bersyarat). Dalam hal ini, pernyataan Jimly nampak jelas sangat objektif dan bersumber dari keilmuannya sebagai guru besar dan ahli hukum tata negara. Perlu diketahui, dugaan pelanggaran konstitusi terkait PERPPU Cipta Kerja ini juga sudah masuk dalam daftar petisi 100. https://www.inilah.com/perppu-ciptaker-buka-celah-makzulkan-jokowi Apakah proses pemakzulan presiden mudah atau sulit, tidak penting. Yang penting adalah proses berjalan sesuai hukum yang berlaku. https://wartaekonomi.co.id/amp/read471750/eks-ketua-mk-ungkap-celah-agar-jokowi-bisa-dimakzulkan-perkara-perppu-cipta-kerja-istana-bereaksi-tidak-semudah-itu Pada kesempatan lain, menjelang putusan sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) pada awal November 2023, di mana Jimly ditunjuk sebagai ketua Majelis Kehormatan MK, Jimly sempat melontarkan pernyataan, bahwa banyak alasan presiden Jokowi bisa dimakzulkan. Ketika itu, presiden Jokowi diduga telah melakukan KKN bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, adik ipar Jokowi, untuk meloloskan Gibran, putra Jokowi, agar bisa memenuhi persyaratan calon wakil presiden, dengan cara melanggar dan merekayasa konstitusi. Terkait dugaan pelanggaran KKN ini, Jimly mengatakan pemakzulan presiden itu urusan DPR. “Itu urusan politik di DPR. Boleh aja dimakzulkan. Ada banyak sekali alasan presiden dimakzulkan, banyak,” ucapnya. Padahal, ketika itu proses pilpres juga sedang bergulir. Tetapi, Jimly tidak berkomentar “ada yang takut kalah”. https://jejakfakta.com/read/amp/4357/jimly-sebut-ada-banyak-alasan-presiden-jokowi-bisa-dimakzulkan Sayangnya, putusan Majelis Kehormatan MK antiklimaks. Jimly menyatakan Anwar Usman bersalah melanggar hukum, etika, dan moral. Tetapi putusan Majelis Kehormatan MK tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Putusan Majelis Kehormatan MK lebih bersifat politis dan penuh kepentingan kelompok tertentu. Dugaan pelanggaran KKN Jokowi ini juga sudah masuk dalam daftar Petisi 100 terkait dugaan pelanggaran konstitusi Jokowi. Bahkan rencananya akan dilaporkan ke penegak hukum dalam waktu dekat. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, komentar Jimly terkait isu pemakzulan Jokowi cukup bervariasi, mungkin tergantung dari kepentingan. Dalam situasi tertentu, pernyataan Jimly menunjukkan kelimuannya sebagai guru besar dan ahli hukum tata negara. Dalam kondisi lain, pernyataan Jimly seperti politikus yang berpihak pada kepentingan politik dan kelompok tertentu. Sebagai guru besar ilmu hukum tata negara, Jimly pasti paham, bahwa proses pemakzulan presiden dan proses pilpres merupakan dua hal yang berbeda sama sekali. Menurut konstitusi, kalau presiden sudah layak dimakzulkan, maka harus dimakzulkan, demi penegakan hukum dan konstitusi. Tidak ada kaitan sama proses pemilu dan pilpres. Karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Jokowi sudah layak dimakzulkan? Apakah Jokowi sudah melanggar konstitusi sehingga layak dimakzulkan? Pernyataan “ada yang takut kalah” jelas bukan pendapat seorang profesor ahli hukum tata negara, tetapi lebih pada pendapat seorang politikus yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan posisi presiden Jokowi, setidak-tidaknya sampai proses pilpres berakhir, yang kemungkinan akan berlangsung dua putaran, hingga Juli 2024. Pertanyaannya, mengapa harus mempertahankan jabatan Jokowi (sampai pilpres selesai), dan kepentingan apa sampai bisa mengalahkan pendapat objektif seorang guru besar? —- 000 —-

Prabowo Jatuh Jokowi Terpuruk

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  PADA bulan Juni 2023 Presiden Xi Jin Ping bersama para petinggi komunis lainnya coba membahas perkembangan politik di Indonesia. Bahkan saat itu hadir politisi dari Indonesia  Jauh hari Xi Jin Ping sudah merasa gelisah  tentang siapa yang akan menjadi pemenang Pilpres 2024 mendatang di Indonesia . Karena  kepentingan  Cina di Indonesia belum aman. Capres yang didukung dan menjadi andalan bonekanya harus menang. Cina sangat berkepentingan Anies Baswedan (AB) harus bisa ditumbangkan atau dikalahkan, karena tidak mungkin boneka dan tidak bisa di kendalikan seperti penguasa sebelumnya. Kemenangan Anies  dipastikan akan merubah pendulum politik di Indonesia, landscape politik secara nasional dan internasional pun dipastikan akan akan berubah. Cina sangat khawatir deal deal kerjasama ekonomi dan politik dengan Cina  di tata ulang oleh Anies Baswedan.  Darah  nasionalisme Rasyid Baswedan ( ayahnya AB ) utuh ada pada diri Anies Baswedan sekaligus sebagai ekonom dan politikus yang cerdik, memiliki etika dan nilai nilai agama menyatu dalam pribadinya. Anies Baswedan sebagai presiden, umat Islam dan kaum pribumi akan terjaga, kembali stabil bersama kekuatan lainnya membangun negara ini, hidup bersama dalam kesetaraan, keadilan dalam bingkai bhineka tunggal Ika  Indonesia akan bisa keluar sebagai boneka oligarki dan budak negara asing. Indonesia akan kembali  membangun kekuatannya baik ekonomi dan militer sesuai dengan jati dirinya sebagai Indonesia. Politik bebas aktif akan kembali memiliki eksistensinya, Indonesia tidak lagi terseret pada salah satu poros kekuatan (Cina) yang saat ini justru seperti sudah menjadi penjajah baru di Indonesia. Anies seorang yang sangat rasional, pandai mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Dia adalah figur internasional yang punya jalinan pertemanan dengan institusi-institusi bergengsi di seluruh dunia. Ini karena pemikiran dan komitmen demokrasi dan HAM yang mendapat simpati luas. Anies  memiliki kekuatan, keberanian dan kemampuan akan meninjau kembali semua tatanan negara yang selama ini berantakan. Wajar kelompok status quo yang selama ini sudah berada di zona aman bersekutu dengan dengan kekuatan Oligarki termasuk Jokowi menjadi resah, risau, khawatir, galau dan nanar. Anies Baswedan harus bisa  dihalau dan di kalahkan dengan segala cara  Sayang niat licik tersebut sudah tercium dan ketahui masyarakat luas, yang sudah muak dengan akal bulusnya  akan muncul sebagai tameng kekuatan Anies Baswedan.  _\"Pilpres 2024 dalam dinamika demokrasi yang normal tanpa ada rekayasa busuk penguasa, oligarki dan intervensi kekuatan asing ( Cina ) yang patut diduga sekuat tenaga dengan rekayasanya ingin menggagalkan Anies Baswedan dengan cara curang _\"dipastikan Anies Baswedan pimpin akan memenangkan Pilpres 2024.\"_ Prabowo akan jatuh, Jokowi  terpental dan terpuruk, oligarki  berantakan dan Cina akan blingsatan  \"Sebaliknya apabila kecurangan yang makin terang terangan terus dilakukan secara membabi-buta asal menang maka Indonesia akan jatuh pada huru hara yang panjang dan bukan mustahil Indonesia akan pecah berantakan.***

Puan Memberi Sinyal Ganjar dan Anies Bersatu Mencegah Kecurangan

Jakarta, FNN – Kemarin, politisis PDIP Maruarar Sirait mengundurkan diri secara resmi dari PDIP. Alasan pengunduran dirinya dinyatakan bahwa dia akan mengikuti jalannya Jokowi, karena menurutnya jalan Jokowi terbukti benar karena berdasarkan survei tingkat kepuasan orang terhadap Jokowi 70 sampai 80%. Tampaknya, PDIP tidak mempersoalkan sehingga mempersilakan Maruarar untuk pergi. Sementara itu, Puan Maharani semacam keceplosan dan mengakui bahwa memang sudah ada pembicaraan-pembicaraan antara PDIP dengan 01 atau tim AMIN, baik secara informal maupun formal, untuk menghadapi putaran kedua. Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung dalam kanal youtubenya edisi Selasa malam (16/1)  mengatakan bahwa memang sejak 2-3 tahun lalu Maruarar Sirait sudah tidak cocok lagi dengan PDIP. Tetapi, sebetulnya dia terlambat untuk mundur dari PDIP dan bagi PDIP tidak ada masalah. Karena PDIP menganggap memang tidak mungkin lagi ditahan dan tidak ada gunanya juga menahan. Itu adalah pilihan Maruarar yang memilih untuk bersama-sama dengan Jokowi. Demikian juga soal Puan Maharani yang kita tahu bahwa Puan berupaya untuk zig zag zag, semacam moderasi antara Megawati dengan Jokowi. Tetapi, kelihatannya tidak mungkin lagi ditahan posisi Puan untuk terus menjadi moderator sehingga lama-lama dari moderate menjadi medioker. Kalau memang ada tekanan publik untuk memulai semacam kubu bersama maka Puan yang mesti mengucapkan itu karena Puanlah yang punya profil politik di situ, kapasitas politik untuk menjadi semacam juru bicara kalau terjadi semacam koalisi yang tanpa nama untuk sementara antara AMIN dan PDIP, karena ada semacam common enemy di situ. “Jadi, sebetulnya bagi mereka, karena dua-duanya berpotensi dicurangi, maka dia bersekutu dulu. Itu saja sebetulnya sementara kalau melihat gerak-gerik politik PDIP melalui Puan,” kata Rocky. (ida)

“Slepet”, Joget, atau “Sat-set” Otonomi Daerah

Oleh Djohermansyah Djohan | Guru Besar IPDN, Dirjen Otda Kemendagri (2010-2014), Pendiri i-OTDA   OTONOMI daerah adalah tugas pemerintahan yang luas untuk menyejahterakan rakyat dan memajukan demokrasi di seluruh pelosok nagari. Ia tidak hanya perkara Ibu Kota Negara (IKN) baru dan IKN lama, atau menata kota-kota yang tahun 2035 bakal dihuni oleh dua per tiga penduduk Indonesia, atau menyelesaikan konflik pusat vs daerah yang berlarut-larut di Papua. Bahkan, juga bukan sekedar menaikkan gaji kepala desa dan meningkatkan jumlah dana desa dari satu miliar menjadi lima miliar per desa. Otonomi daerah spektrumnya terbentang mulai dari pembentukan daerah otonom, transfer kewenangan dari pusat kepada daerah, pembentukan kelembagaan pemda, manajemen birokrasi lokal, pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah, pengelolaan keuangan daerah, hubungan antar pemerintahan, hingga pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah dan pemerintah desa. Selain tugasnya yang amat luas, otonomi daerah merupakan “big business”. Bila pemerintah bisa mengurusnya dengan baik separuh urusan negara akan selesai. Presiden bisa fokus ke separuh urusan lainnya, yaitu memimpin kementerian/lembaga yang menangani urusan pembangunan sektoral, menjalin hubungan baik dengan lembaga tinggi negara, dan tampil di panggung regional dan global. Ia tak perlu lagi marah-marah kepada kepala daerah atau berlelah-lelah mengumpulkan ribuan kepala desa. Betapa tidak? Tengok saja jumlah daerah otonom yang menembus angka lima ratus tepatnya 546 yang terdiri atas 38 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten. Kewenangan yang dimilikinya juga bukan “kaleng-kaleng”. Mulai dari urusan pendidikan dasar dan menengah, kesehatan, jalan dan jembatan, perumahan, tenaga kerja, perindustrian dan perdagangan, pertanian, kelautan dan perikanan, hingga kepariwisataan. Tak kurang dari 32 urusan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Ditilik dari segi birokrasi, dari 4,28 juta ASN kita 3,33 juta bekerja untuk pemerintah daerah (78%). Belum lagi uang yang dikelolanya. Rata-rata sepertiga dari APBN kita ditransfer ke daerah. Pada tahun 2023 yang lalu jumlahnya Rp.825 triliun. Bila ditambahkan dengan pendapatan asli daerah (PAD) provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia yang besarnya Rp.361 triliun pada tahun 2023, maka sekitar Rp.1.186 triliun dibelanjakan oleh pemerintahan daerah. Suatu jumlah yang sangat besar, dan bila dibelanjakan secara berkualitas akan mampu mendongkrak beberapa persen pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara legal-konstitusional UUD 1945 sendiri mengatur cukup detil sampai dengan membuat bab khusus soal pemerintahan daerah, seperti tampak dalam pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B. Turunannya mencakup UU Pemda, UU Pilkada, dan UU Desa plus UU khusus/istimewa untuk Papua, Aceh, Yogyakarta, DKI Jakarta, IKN Nusantara.   Masalah Otonomi Daerah Kondisi otonomi daerah kita kini terus terang sedang tidak baik-baik saja. Beberapa diantaranya yang menonjol adalah masalah re-sentralisasi, korupsi kepala daerah, politik dinasti, pecah kongsi KDH-WKDH, pemekaran daerah, dan tidak efektifnya peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Sayang sekali bila pada masa kampanye sekarang segudang persoalan otonomi daerah yang melanda negeri ini tidak diperdebatkan oleh para calon presiden dalam kampanyenya. Masyarakat di 546 daerah otonom itu tentu akan suka memilih calon presiden yang paham dan pro-otonomi daerah, bukannya pro-sentralisasi. Re-sentralisasi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo makin menjadi-jadi. Tak hanya di bidang administrasi dan ekonomi seperti penarikan berbagai perizinan dan kewenangan berskala lokal ke pusat, tapi juga sudah merambah ke ranah politik. UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 yang menarik izin IMB dan UU Minerba Nomor 3/2020 yang mengambil tambang galian C (pasir dan kerikil) ke pusat adalah contoh nyata dalam resentralisasi administrasi dan resentralisasi ekonomi. Sedangkan terkait resentralisasi politik, pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah bila terjadi kekosongan (vacuum of power) jabatan dalam tempo yang lama dilakukan langsung oleh presiden, bukannya lewat pemilihan DPRD atau perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang notabene dipilih langsung oleh rakyat. Malahan dalam pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), gubernur/wakil gubernur diangkat oleh presiden tak lagi dipilih langsung oleh rakyat menyusul pola pengangkatan kepala/wakil kepala IKN Nusantara. Demokrasi lokal lewat pilkada langsung yang sejak tahun 2004 telah ditancapkan (deepening democracy), kini dipreteli. Korupsi kepala daerah tak kunjung reda. Terbaru, ada Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada, sebelumnya Gubernur Maluku Utara dua periode yang sudah mau habis masa jabatannya di OTT KPK. Modus operandinya hampir sama dengan kepala daerah yang lain, yaitu terlibat kasus jual beli jabatan, gratifikasi dan suap pengadaan barang dan jasa. Saya mencatat sejak pilkada langsung yang berbiaya tinggi digelar tahun 2005 hingga 2024 ini terdapat 405 orang kepala daerah/wakil kepala daerah kena kasus hukum dengan rincian, gubernur 37, wakil gubernur 7, bupati 228, wakil bupati 48, walikota 70, wakil walikota 15. Korupsi yang dilakukan oleh ratusan pemimpin pemda ini juga telah menyeret ribuan pejabat birokrasi, berdampak pada rusaknya tata kelola pemda yang baik, dan terhalangnya pengentasan kemiskinan. Rentetan lainnya, tumbuh subur politik dinasti di daerah, di mana anak atau istri kepala daerah/wakil kepala daerah naik menggantikan sang bapak/suami. Bahkan menjalar kini ke tingkat pemerintahan nasional. Gibran putra Presiden Joko Widodo yang baru menjabat walikota solo dua tahun diorbitkan menjadi calon wakil presiden. Sirkulasi kepemimpinan pemda menjadi mandeg, karena jabatan hanya beredar di lingkaran “trah” tertentu saja. Perkara serius lainnya politisasi birokrasi pemda waktu pilkada yang menyebabkan promosi jabatan penuh dengan afiliasi politik (Prasojo, 2023). Belum lagi kalau ditelisik soal maraknya pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya yang menurut catatan saya terjadi di lebih dari 90% daerah kita. Tentu hal ini merupakan pendidikan politik yang buruk bagi rakyat, dan membuat repotnya birokrasi melayani kedua bosnya yang tak akur. Pemekaran daerah telah 10 tahun dimoratorium, kecuali untuk tanah Papua yang tahun lalu diizinkan memekarkan provinsinya dari dua menjadi enam, karena alasan untuk mengendalikan konflik. Sementara itu usulan pemekaran daerah tak pernah berhenti. Pemerintah menerima tidak kurang dari 329 usulan pembentukan daerah otonom baru (DOB) yang terdiri atas 55 provinsi, 237 kabupaten, dan 37 kota (Ditjen OTDA Kemendagri, Mei 2022). Terlepas dari terpenuhinya atau tidak persyaratan, fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi untuk membentuk DOB belum padam. Sejak awal reformasi tahun 1999 sampai moratorium 2014, Indonesia telah menambah daerah otonomnya sebanyak 223 (8 provinsi, 181 kabupaten, 34 kota). Banyak masyarakat meyakini pemekaran daerah merupakan pintu masuk untuk meraih kesejahteraan. Tak elok kalau dibiarkan mengambang tak ada kepastian. Gubernur selaku wakil pemerintah pusat (GWPP) tak efektif. Pembinaan dan pengawasannya “dicuekin” bupati/walikota. Tak jarang bupati/walikota berani melawan gubernur secara terbuka, menolak dikoordinasikan dan disupervisi, dan mengusirnya jika berkunjung ke wilayahnya. Pihak kementerian/lembagapun kerap mem-by pass gubernur dengan terjun langsung ke kabupaten/kota. Anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang terdiri atas unsur kepala kepolisian, kepala kejaksaan, komandan TNI, dan ketua DPRD tak banyak lagi yang menyegani gubernur, padahal ia menjadi ketua forumnya. Pemerintah pusat tak pula menyediakan perangkat dan pembiayaan kepada gubernur untuk melaksanakan tugas perpanjangan tangan (verlengstuk) itu. Masalahnya diperparah dengan tak adanya peran gubernur dalam menjadikan seseorang sebagai bupati/walikota. Mereka sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Bahkan, ada bupati/walikota yang jadi penantang gubernur petahana dalam pilkada. Pola relasi ala integrated-prefektoral system ini, dimana gubernur berperan ganda sebagai kepala daerah sekaligus wakil pemerintah pusat tidak menyambung dengan perkembangan demokrasi lokal kita kini. Dari bentangan beberapa masalah utama otonomi daerah di atas, tentu publik ingin tahu bagaimana calon presiden dan wakil presiden nomor satu, dua, dan tiga memandang atau menjawabnya di dalam visi dan misi mereka.   Janji Para Kandidat Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor satu Anies dan Gus Imin dalam visinya yang berjudul “Indonesia Adil dan Makmur Untuk Semua”, pada misi ke delapan mengagendakan pembenahan otonomi daerah. Dijanjikan akan diakhiri tarik-menarik kewenangan antar pemerintah pusat dan daerah, diberi ruang bagi daerah untuk mengelola potensi kekayaan yang dimiliki, perbaikan pembiayaan pilkada agar tidak mahal, pencegahan politisasi birokrasi, memfasilitasi pembentukan daerah otonom secara selektif, dan penguatan pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat terhadap pemda terkait kewenangan yang dilimpahkan. Selain itu, sistem pelayanan publik yang cepat, mudah dan murah dalam pemenuhan urusan konkuren wajib pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan akan dihadirkan. Slepetan pasangan ini cukup mengena, hanya kelemahannya publik tidak tahu secara detil bagaimana cara mereka mewujudkannya. Prabowo dan Gibran mengusung visi “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045”. Pasangan ini menjanjikan akan membangun dari desa dan dari bawah untuk pemberantasan kemiskinan seperti membangun atau merenovasi rumah penduduk desa, membuat desa terakses internet, dan memperbaiki tata kelola dana desa. Selain itu juga memperbaiki jalan daerah yang tidak mampu ditangani oleh pemda, menata desentralisasi dan otonomi daerah untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemda, memperbaiki manajemen pelaksanaan pilkada, revitalisasi pengawasan melalui pembangunan inspektorat independen, dan membahas kembali pemekaran daerah. Misi penanganan otonomi daerah lewat “joget kebijakan” dari pasangan ini dapat membuai orang desa dan daerah bila tersosialisasi secara luas. Visi Ganjar dan Mahfud yaitu “Menuju Indonesia Unggul Gerak Cepat, Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”. Pasangan nomor urut tiga ini menjanjikan akan melipatgandakan dana desa, satu desa satu fasilitas kesehatan, menjanjikan kota sebagai sentra pertumbuhan, ekonomi yang dapat mendorong desa tumbuh bersama, memperluas ketersediaan mall pelayanan publik, dan memastikan pelayanan pemerintahan sat set dengan digitalisasi. Kendatipun tak terlalu telak mengadres persoalan aktual otonomi daerah, karena lebih fokus ke perkara desa, tapi misi mereka menunjukkan keinginan untuk mempercepat pembangunan desa dan kota. Dalam agenda ketiga pasangan Capres dan Cawapres tampak ada sentuhan untuk menyelepet, menjoget dan men-sat-set persoalan otonomi daerah meskipun kadarnya berbeda[1]beda. Artinya, mereka cukup menyadari bahwa diperlukan penataan desentralisasi di Indonesia ke depan. Guna menggali bagaimana detil mewujudkannya dan manakah pasangan calon yang paling perhatian terhadap otonomi daerah, urgen sekali jika dalam tema debat Capres atau Cawapres yang akan datang ditambahkan isu otonomi daerah.  Jangan sampai terulang kasus IKN Nusantara yang tidak muncul dalam visi dan misi maupun debat pasangan Joko Widodo – Ma’ruf Amin tahun 2019 lalu, tiba-tiba lahir menjadi kebijakan yang membebani berat keuangan negara.

Jokowi Akan Menerima Hukum Karma Akibat Perbuatannya

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  KERATON Surakarta,  dikenal sebagai Keraton Kasunanan Surakarta, adalah istana resmi dan tempat tinggal keluarga kerajaan Surakarta atau yang sering disebut dengan istilah Kasunanan Surakarta.  Keraton ini terletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah, tempat Jokowi berdomisili. Keraton Surakarta memiliki sejarah yang kaya dan merupakan salah satu peninggalan budaya dan sejarah yang penting di Indonesia.  Bangunan keraton ini memiliki arsitektur tradisional Jawa dan juga ada sebuah bangunan yang mempunyai cerita mistis jaman dahulu.  Di dalam keraton tersebut terdapat sebuah bangunan yang disebut sebagai panggung Songgo Buwono. Panggung Songgo Buwono sendiri di kalangan masyarakat budaya Jawa dipercayai sebagai tempat meditasi para raja saat itu. Bahkan menara Songgobuwono memiliki beberapa fungsi penting bagi raja Keraton Solo. Salah satunya adalah sebagai tempat bermeditasi dan berinteraksi dengan sukma ksatria atau Ratu Roro Kidul. Panggung Sangga Buwana berasal dari kata “panggung” yang memiliki arti panggung atau bangunan yang tinggi, lalu “sangga” yang berarti diangkat atau ditahan dari bawah, dan “buwana” yang berarti jagad atau dunia alam semesta.  Di tempat inilah seorang abdi dalem berinisial *D* ( karena tidak mau disebut namanya ) sebagai salah satu  yang menerima tugas ikut mengawal, mengawasi dan menjaga kraton tersebut, rutin melakukan meditasi pada hari hari yang sudah ditentukan. Pada sepertiga malam dalam meditasi nya datanglah sosok yang mengaku Suharto ( mantan presiden RI kedua) memberi tahu bahwa _\"Jokowi akan menerima _\"karma nya\"_ karenanya akibat dalam mengelola negara telah keluar dari pakem seorang Raja adil yang harus menciptakan keadilan, ketenangan, kerukunan dan kemakmuran rakyatnya. Diyakini yang menemuinya bukan Suharto yang telah meninggal dunia tetapi _\"Jin Qorin nya\"_ ( entitas gaib yang merupakan bayangan tidak terlihat dari manusia yang didampinginya). Qorin dipercaya memiliki wujud, sifat, kepribadian, dan bahkan hobi serupa dengan manusia yang menjadi objeknya. Dalam ajaran Hindu dan Buddha, hukum karma diartikan sebagai suatu balasan akibat perbuatan di masa lalu yang dilakukan di dunia. Memiliki paham bahwa segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat pada pelaku di masa selanjutnya. Islam tidak mengenal hukum karma, kendati demikian, setiap pemeluk agama Islam diajarkan bahwa bahwa setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan juga akan dibalas dengan keburukan. Kejadian ini cukup lama di rahasiakan karena kebenarannya hanya milik Allah SWT, dan karena tidak ingin info tersebut menjadi polemik di masyarakat yang harus tetap tenang dalam kehidupan nya. Sekiranya info tersebut benar juga menjadi tanggung jawab Jokowi sendiri untuk menerima akibat nya disaat akan mengakhiri jabatannya. Memang sangat terasa prilakunya keluar dan menyimpang pakem seorang raja yang adil mengayomi rakyatnya.  Justru lebih kuat hanya ingin mempertahankan kekuasaannya dengan kekuatan dinastinya . Wallaahu\'alam. ***

Letjen Yayat: Jangan Berpolitik Berbasis Uang

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Letjen Purn TNI Yayat Sudrajat, SE sebagai Ketua Umum DHD BPK 45 Jawa Barat mengingatkan bahwa bangsa Indonesia mesti mengevaluasi cara berpolitik yang semata berbasis uang. Sebab menurutnya, jika itu yang terjadi maka negara ini akan dikuasai oleh mereka yang beruang banyak atau pemilik modal. Rakyat pribumi yang potensial tetapi tidak mampu menjadi terhalang untuk dapat bepartisipasi dalam kekuasaan. Dipastikan terbentuk negara kapitalistik.  Hal tersebut di atas dikemukakan oleh Ketum BPK DHD 45 Jawa Barat saat acara Silaturahmi Pengurus DHD 45 Jawa Barat dengan DHC 45 se-Jawa Barat di Bandung 16 Januari 2024. Acara dihadiri oleh Dewan Paripurna Daerah pimpinan Letjen Purn Endang Suwarya dan Dewan Kehormatan Daerah yang diketuai Dra. Hj. Popong Otje Djundjunan. Di samping untuk menyambut Tahun Baru 2024 juga dalam rangka menyukseskan Pemilu 2024 dan menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.  Lebih lanjut Letjen Yayat mengemukakan betapa pentingnya proteksi pribumi untuk menyejahterakan dirinya. Jangan sampai terjadi \'social gap\' yang tajam dimana pribumi tersisihkan oleh non pribumi. Ayo berjuang, jayalah pribumi nusantara, jadilah tuan di negeri sendiri, tuturnya.  Menurut mantan Atase Militer di RRC dan Ketua BAIS TNI ini kembalinya ke UUD 1945 yang asli adalah suatu keniscayaan. Menjadi dasar bagi kemerdekaan bangsa Indonesia dari dominasi politik dan ekonomi asing dan aseng. Ia mengkritik larangan menyebut China dan mengganti dengan Tiongkok padahal China sendiri menyebut rakyat negaranya sebagai People\'s Republic of China.  PKI dan komunis tetap menjadi bahaya laten. DHD 45 Jawa Barat akan tetap mewaspadai kebangkitan melalui penyusupan ideologi dan perundang-undangan. Canangan Pancasila 1 Juni 1945, pengajuan dan pembahasan RUU HIP, serta terbitnya Keppres 2 tahun 2022, Inpres 1 tahun 2023 dan Keppres 4 tahun 2023 adalah bukti adanya nfiltrasi itu. DHD 45 Jawa Barat berjuang agar kedaulatan tetap di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir orang (oligarki) baik politik maupun bisnis.  Kedaulatan yang telah diambil oleh partai politik merupakan suatu penyimpangan. Demikian juga  dengan korupsi yang harus menjadi musuh bersama.  Mengakhiri pandangannya Letjen Purn Yayat Sudrajat, SE mengimbau agar pemilu dilakukan dengan jujur dan adil. Damai dalam pilihan masing-masing, walaupun mungkin pilihan itu berbeda satu dengan yang lain.  Acara dilengkapi dialog dengan nara sumber Letjen Purn Yayat Sudrajat, SE, Letjen Purn Endang Suwarya,  Brigjen Pol Wahyu Daeny dan M Rizal Fadillah, SH. (*)