Bahasa Inggris Dihapus dari Kurikulum, TEFLIN Ingin Ketemu Komisi IX DPR

Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Foto: (FNN/Antara).

Jakarta, FNN – Menanggapi dihapusnya Bahasa Inggris dari muatan wajib kurikulum dalam RUU Sisdiknas, Utami Widiati, selaku Presiden TEFLIN (The Association for the Teaching English as a Foreign Language in Indonesia) mengajukan surat permohonan untuk beraudiensi langsung dengan Ketua Komisi X DPR RI.

Berdasarkan rilis yang diterima FNN, Senin, 26 September 2022, TEFLIN menelaah Draf RUU Sisdiknas, khususnya Pasal 81 ayat (1) dan (2) mengenai muatan wajib kurikulum yang tidak mencantumkan Bahasa Inggris. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran Bahasa Inggris tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sebagai perkumpulan pendidikan Bahasa Inggris Indonesia, TEFLIN mengusulkan agar Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya tetap dimasukkan secara eksplisit dalam muatan "Bahasa" RUU Sisdiknas 2022. TEFLIN juga menyampaikan usulan terkait penambahan ayat (5) pada Pasal 81 yang berbunyi:

"(5) Pemerintah memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa."

Dalam hasil telaah, TEFLIN memaparkan beberapa argumentasi terkait usulan tersebut. Pertama, TEFLIN menyinggung isi UU Sisdiknas 2003 yang membahas tentang pentingnya bahasa dalam pendidikan. TEFLIN memberi contoh pada negara Uni Eropa yang mewajibkan siswa mempelajari sedikitnya dua bahasa.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019, bahwa penggunaan Bahasa Indonesia memberi peluang digunakan bahasa asing, termasuk Bahasa Inggris. TEFLIN memaparkan dengan penghilangan Bahasa Inggris dari muatan wajib kurikulum, maka akan menurunkan kualitas keunggulan bersaing bangsa dalam kompetisi global.  Diketahui, Draf RUU Sisdiknas yang sedang dipersiapkan untuk mengganti UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005, dan UU Dikti No. 12 Tahun 2012. TEFLIN berharap aspirasi tersebut dapat dipertimbangkan sehingga tidak memunculkan dampak pengangguran bagi profesi guru Bahasa Inggris. (oct).

 

 

564

Related Post