Bina Keakraban Lagi dengan Jagung, Bung

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

HAMPIR mustahil masyarakat berhenti mengkonsumsi beras.  Kalau makanan pokok diganti jagung tentu dicampur beras 1-2 sendok. 

Mengkonsumsi beras soal tradisi yang mengakar. Kalau pun ada pemikiran ke arah stop konsumsi beras, saya yakin ini test the water. 

Andainya pun coba-coba, ini ingatkan saya akan sebuah lagu di masa kecil:

Ayo kawan kita bersama, Menanam jagung di kebun kita.

Kalau zaman Jepang yang dimaksud kebun kita adalah pekarangan sendiri.

Jagung sekutunya kelor. Kalau disayur tandem (bersekutu). Jagung juga direbus, ditambus, dan dibakar OK.

Jagung  berhadir secara masif dalam situasi ekonomi hancur-hancuran. Zaman Belanda  Malaische,  Jepang zaman susah, Orde Lama zaman rusak, zaman modern disebut resesi. 

Zaman Orde Lama semangat humor penduduk tak lenyap. Makan jagung rebus disebut maen harmonika. Beras campur jagung disebut beras jigong. Nasi jagung santapan hari-hari, sedangkan odol (pasta gigi) mahal. Mau beli sayang-sayangin duit.  Biarlah, jigongan-jigongan deh. 

IKN tak masuk DIPA  artinya tidak akan ada di RAPBN, dan di APBN tak akan ada juga.

Nasib KA cepat lebih sedih, sejak Jin Ping minta di-APBN-kan tak disebut-sebut lagi.

Menkeu Mulyani berkali-kali ingatkan, awas krisis. IMF juga kasih warning yang sama. 

Sementara itu harga keperluan hari-hari melambung terus. Kalau trend ini tak dapat dihentikan, wajarlah kalau kita siap-siap berakrab ria dengan jagung. 

Para pemimpin harus konsentrasi membangun ketahanan nasional agar era ekonomi jagung tak berkepanjangan. Lagi pula buat apa berharap Amerika resesi. PD II saja ekonomi USA tidak ambruk.  Lebih baik kurangi bicara yang tidak perlu: ekonomi kita maju, kok. 

Tapi juga di zaman Jepang di era susah, Jepang populerkan lagu yang tak ada perlunya:

Bekerja bekerja bekerja, Mari membangun Asia Raya. 

Boro-boro kerja, kantor saja pada tutup.

(RSaidi)

209

Related Post