Haji Ramah Lansia atau Haji Resah Lansia?

Pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 penuh dengan terobosan baru, salah satunya program Haji Ramah Lansia. Namun sayang, program ini justru menghapus kuota pendamping bagi para lansia. Padahal pasca penutupan terakhir pelunasan biaya haji, masih tersisa 24.000 kuota. Jangan sampai berubah menjadi Haji Resah Lansia.

DUA orang nenek renta tersesat di trotoar kompleks pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong Ahad, 21 Mei 2023 lalu. Mereka duduk jejer berdua di bawah pohon yang rindang namun tidak bertegur sapa. Tampaknya mereka kepanasan mengikuti ritual simulasi haji sejak dari Arofah, Musdalifah, Mina, thowaf mengelilingi Kabah hingga Sai dari Sofa ke Marwa di Mekah Al mukaromah.

Dua nenek itu bernama Paniyem (94 tahun) dari Pabuaran, Bojonggede, Bogor dan Sutini (87 tahun) dari Pondok Rajeg, Depok, Jawa Barat. Paniyem menggunakan fasilitas haji mandiri sedangkan Sutini tergabung dalam fasilitas KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji). Dengan bergabung ke KBIH biasanya calon haji akan difasilitasi lebih baik ketimbang haji mandiri. Namun nyatanya pada peristiwa Ahad siang itu Sutini terpisah dengan anggota KBIH lainnya yang tengah mengikuti manasik di kompleks Pemda Bogor tersebut. Di samping suara sound system yang sangat kecil,  Sutini mengaku tidak ada pihak KBIH yang peduli, sehingga ia tidak bisa mengikuti manasik dengan baik.  “Kagak tahu, di mana yang lain, nenek di sini saja, capek,” kata Sutini kepada FNN.

Sutini tergabung ke dalam salah satu KBIH dengan membayar uang tambahan Rp 5 juta, di luar biaya haji yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50 jutaan. Sementara Paniyem ikut haji mandiri yang tidak perlu ada uang tambahan. Keduanya mengalami hal yang sama di tengah taman Pemda yang rapi, namun saat itu – untuk sementara - porak poranda oleh ribuan kaki calon jamaah haji Bogor. Tercatat ada 4000 jamaah haji asal Kabupaten Bogor.

Apa yang terjadi di kompleks Pemda Bogor sejalan dengan sebuah podcast di platform YouTube Bang Edy Channel berjudul “Haji Lansia 94 Tahun Perlu Pendamping Kenapa Dilarang? Masih Punya Nuranikah?”. Tayangan ini menghentak banyak orang. Isinya soal keresahan seorang anak yang merasa khawatir terhadap keselamatan ibunya yang tahun ini mendapat kesempatan untuk menunaikan kewajiban kelima umat Islam, yakni ibadah haji ke tanah suci Makkah, Saudi Arabia. Ia khawatir lantaran ibunya yang berusia 94 tahun tak diizinkan ada pendamping dari keluarganya. Sementara tahun-tahun sebelumnya ada pendamping lansia. Sang anak di dalam podcast tersebut, menyebut, haji tak sekadar ritual, simbolik, adminstratif, akan tetapi ada sisi kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi. Jangan atas nama regulasi tetapi justru mengabaikan keselamatan jamaah.

Persoalan haji lansia ini sesungguhnya sudah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pusat. Bahkan pada setiap tahapan manasik selama 2 minggu, mereka selalu menyinggung program ini agar masyaraat memaklumi kebijakan pemeritah. Bahkan pada saat manasik hari terakhir di  Masjid Baitul Faizin, Sekretaris Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh, menyatakan bahwa Manteri Agama Yaqut Qoumas berani mengambil kebijakan yang tidak populis. 

Diketahui umat Islam Indonesia tahun ini mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000 orang, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Tak hanya itu, Pemerintah Arab Saudi masih memberi bonus tambahan kuota sebanyak 8.000 jamaah. Artinya tahun 2023 ini Indonesia mendapat jatah kuota sebanyak 231.000 calon jamaah haji.

Ada program baru dari Kementerian Agama atas pelaksanaan ibadah haji tahun ini, yakni program Haji Ramah Lansia. Di tahun ini, terdapat lebih dari 67.000 jamaah haji yang berusia 65 tahun ke atas.

Adapun rincian lansia berusia 65-74 tahun mencapai 45.796 jamaah atau 68,4 persen; yang berusia 75-84 tahun sebanyak 12.912 jamaah atau 19,3 persen; berusia 85-94 tahun sebanyak 7.680 jamaah atau 11,5 persen; dan yang berusia 95 tahun ke atas ada 555 jamaah atau 0,8 persen.

Program Haji Ramah Lansia ini sebagai pelaksanaan UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang harus memprioritaskan kuota kepada jamaah haji lanjut usia yang berusia paling rendah 65 tahun.

Di samping itu juga karena grafik lansia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, apalagi masa tunggu haji paling rendah 15 tahun, bahkan ada yang masa tunggunya mencapai 46 tahun. Hal itu dikarenakan masyarakat Indonesia biasanya mulai mendaftar haji atau melakukan setoran setelah kondisi ekonominya mapan.

Atas Program Jamaah Haji Ramah Lansia tersebut pemerintah menyiapkan 13 skema, lima skema di antaranya (dalam negeri) yakni petugas, pembentukan kloter, manasik haji, kegiatan di kabupaten/kota, dan kegiatan di asrama haji.

Skema yang disiapkan mulai dari menambah standar operasional prosedur (SOP) pembentukan kloter jamaah haji lansia, memasukkan materi manasik haji ramah lansia, hingga membuat edaran pelepasan jamaah haji lansia secara singkat dan menyempurnakan SOP pelayanan one stop service dengan memprioritaskan jamaah haji lansia.

Hal yang sungguh disayangkan adalah adanya kebijakan tidak ada pendamping untuk jamaah haji lansia tahun ini. Tujuannya, memangkas daftar tunggu yang panjang dan kini telah mencapai 30 tahun. Lebih dari itu, adanya pendamping untuk jamaah haji lansia adalah mengambil hak jamaah haji yang belakangan.

Peniadaan pendamping lansia jelas akan menimbulkan masalah kemanusiaan yang sangat serius. Apalagi  rasio petugas haji Indonesia tidak sebanding dengan jumlah jamaah haji lansia. Padahal, petugas haji juga berkewajiban melayani jamaah secara umum, baik lansia maupun bukan lansia.  Jika tidak dilakukan langkah antisipatif solutif, bukan tidak mungkin Kemenag menghadapi kesulitan.

Kemenag berdalih bahwa pihaknya telah menyiapkan pendamping dari para jamaah KBIHU. Pendamping ini sangat penting untuk memastikan, meski tidak ada pendamping dari keluarga, haji jamaah lansia tetap berjalan lancar dengan pendamping sama-sama dari jamaah KBIHU.

Kemenag juga menambah pasukan khusus yang dapat membantu petugas haji melaksanakan tupoksinya dengan baik. Pasukan khusus ini dibekali pengetahuan pelayanan untuk lansia dan khusus melayani jamaah haji lansia.

Tak hanya itu, Kemenag juga mengefektifkan petugas haji daerah (PHD) untuk membantu penanganan haji lansia maupun nonlansia. Selama ini, PHD belum dioptimalkan untuk membantu pelaksanaan haji di Tanah Suci.

Kemenag mendorong petugas haji memaksimalkan pelayanan digital dalam pelaksanaan ibadah haji. Untuk memangkas jalur laporan dan koordinasi konvensional, selayaknya pelayanan digital digunakan sehingga koordinasi lebih efektif dan efisien.

Kemenag selalu memantau dan mengawasi tim petugas haji agar solid dan bersinergi satu dengan lainnya dalam menyukseskan ibadah haji tahun ini.

Strategi yang dilakukan Kemenag nyatanya tak menyentuh kebutuhan utama jamaah lansia. Fakta menunjukkan selama proses pelaksanaan manasik haji, ternyata tak ada bedanya dengan pelaksanaan manasik pada tahun-tahun sebelumnya. Seluruh jamaah melakukan aktivitas sendiri. Jika ada bantuan dari jamaah lainnya, itu hanya sekadarnya saja karena mereka juga sama-sama lansia.

Jangan sampai Haji Ramah Lansia hanya sebatas slogan. Bahkan dalam prakteknya bisa menjadi bencana karena lansia pada hakikatnya ibarat bayi yang perlu pendamping dan bimbingan.

Entah apa yang menyebabkan pemerintah tidak memandang serius persoalan pendamping lansia ini.  Padahal beberapa kasus bisa menjadi mawas diri untuk segera merevisi kebijakan yang meresahkan ini. Kasus-kasus itu antara lain: pertama, saat penutupan pembayaran haji pada 5 Mei 2023 yang melunasi hanya 70 persen. Kedua, pada saat penutupan diperpanjang hingga 12 Mei 2023, kuota masih belum terpenuhi. Ketiga sistem di Bank Syariah Indonesia error sehingga penutupan pelunasan diperpanjang hingga 19 Mei 2023. Keempat, masih ada sisa 8000 kuta pemberian Kerajaan Arab, toh belum jelas apakah buat pendamping lansia atau bukan. Kelima, meskipun sudah diperpanjang berkali-kali, ternyata kuota masih tersisa 24 ribu kursi. Namun belum ada juga kabar baik, kuota itu diberikan kepada pendamping lansia. Ada apa?

Tawaran Solusi

Tidak bijak kalau pemerintah membuat kategori semua jamaah yang berusia di atas 65 tahun adalah lansia yang tidak perlu pendamping. Semestinya pemerintah memilah kembali dari jumlah lansia itu ada berapa yang janda dan duda. Janda dan duda inilah yang wajib ada pendamping dari keluarganya. Atau pemerintah bisa juga membuat batasan pendamping hanya bagi jamaah yang berusia di atas 80 tahun.

Data Kemenang menyebut calon haji lansia yang berusia 85-94 tahun sebanyak 7.680 jamaah atau 11,5 persen; dan yang berusia 95 tahun ke atas ada 555 jamaah atau 0,8 persen. Dari jumlah ini seharusnya pemerintah bisa menyeleksi kembali berapa yang janda dan duda, serta berapa yang butuh pendampingan dari pihak keluarga.

Para kakek dan nenek renta ini jelas memerlukan bantuan bahkan hanya untuk sekadar memakai pakaian. Bisa dibayangkan bagaimana mereka di bandara, di pesawat, dan di hotel. Belum lagi saat ibadah seperti tawaf, sai, lempar jumroh, wukuf dan ritual lainnya. Mampukah petugas haji atau petugas KBIH membantu mereka?

Pemerintah harus memastikan bahwa keluarganya betul-betul ihklas melepas orang tua mereka pergi ke tanah suci tanpa pendamping dengan kesadaran bukan dengan paksaan atas nama regulasi.

Ada banyak calon jamaah haji lansia yang tiba-tiba frustasi lantaran tak ada pendamping. Mereka kemudian mengajukan penarikan kembali dana yang sudah disetorkan puluhan tahun yang lalu. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana pertanggungjawaban pemerintah atas dana jamaah yang gagal berangkat yang disebabkan oleh regulasi? Nilai manfaat seperti apa yang bisa dinikmati oleh jamaah tersebut?

Agar pemerintah tidak menanggung dosa calon-calon jamaah yang gagal berangkat alasan tak ada pendamping, bisa juga menerbitkan sertifikat khsusus untuk mereka sebagai solusi pamungkas atas persoalan haji kita. Bisa jadi dengan sertifikat ini mereka merasa lega, puas, dan ikhas.

Memang tak mudah menghadapi dan menangani calon-calon haji berusia lanjut. Apalagi membawa slogan Haji Ramah Lansia. Slogan ini akan menjadi beban jika para lansia tak mendapatkan keramahan.  Apalagi jika ada kejadian yang tidak diinginkan, maka Haji Ramah Lansis bisa berubah menjadi Haji Resah Lansia, Kejam Lansia atau bahkan Jahat Lansia. Semoga Allah Subhanahu Wataala memberikan pertolongan buat kita semua. (Sri Widodo Soetardjowijono).

699

Related Post