Menuju Transformasi Polri, Negara Tak Boleh Kalah oleh Mafia!

SAAT ini, tak pernah satu detik pun media massa dan medsos lepas dari berita soal kebiadaban “Polisi Sambo”. Komentar dan celoteh netizen se-Nusantara menghujat mantan Kadiv Propam Polri itu tiada henti.

Mereka penasaran dan hendak terus mengawal sampai di mana kasus ini berakhir. Dan inilah yang sudah layak kita sebut sebagai “People Power as Digital Netizen of Indonesia“.

Maklum, rekayasa demi rekayasa setiap saat diproduksi polisi. Tanpa rasa malu, dan seolah tutup mata dan telinga.

Ini menimbulkan sikap skeptis masyarakat dan mendorong agar kepolisian berlaku Jujur dan Transparan. Negara tak boleh kalah hanya oleh seorang Sambo. Institusi Polri tak boleh takluk hanya karena komplotan Sambo Cs.

Mengapa? Sebab permasalahan utama skandal besar tersebut dimulai ketika terbongkarnya skenario pembunuhan terhadap Brigadir Joshua di Duren Tiga Jakarta Selatan.

Catat! Semua peristiwa hukum yang telah direkayasa Sambo Cs merupakan perbuatan melawan hukum berat yang dilakukan oleh para aparat negara yang berada di garda terdepan penegakan hukum Indonesia.

Sangat wajar dan logis jika akhirnya netizen mengaitkan dan mulai berasumsi tentang tragedi KM 50? Kematian 816 petugas KPPS? Hilangnya politisi Harun Masiku? Kriminalisasi terhadap Novel Baswedan, Kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis, serta ribuan kasus lainnya yang termasuk “outstanding” di Komnas HAM.

Publik tahu, jabatan Kadiv Propam yang diduduki oleh Irjen Ferdy Sambo ini sebelumnya, bukanlah jabatan biasa. Propam itu ibarat Polisinya bagi Polisi. Yang menangkap, memproses, dan mengadili secara kode etik setiap anggota polisi apapun pangkat dan jabatannya ketika melakukan pelanggaran hukum maupun pelanggaran kode etik.

Artinya, kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs tak bisa lagi kita kerdilkan, itu adalah “perilaku oknum” semata. Ini adalah sebuah kejahatan besar yang tersistem, mendasar, komprehensif, dan integral melanda korps Bhayangkara ini.

Meskipun kita tentu pula tak bisa juga menggeneralisir semua Polisi itu jahat. Masih banyak Polisi yang baik dan berintegritas, namun secara hukum alam mereka tersingkir karena idealismenya.

Tak bisa kita pungkiri lagi saat ini, bagaimana kewenangan Polisi yang luas pada masa reformasi khususnya rezim Jokowi akhirnya memakan korban internalnya sendiri. Kewenangan Polisi yang begitu luas, menjadikan Polri seolah institusi paling “Super Power, Super Body, Full Power” di negara ini.

Melihat sepak terjang Satgassus Sambo Cs ini, kita jadi ingat sejarah Savak, polisi khusus di Iran. Atau SS di era Nazi Jerman. Yang begitu sadis, kejam, dan berkuasa atas negaranya.

Polri saat ini tidak saja memiliki persenjataan dan teknologi Cyber mutakhir, tetapi juga memiliki “senjata kewenangan” hukum sosial politik yang tanpa batas dan menjadi “anak emas” karena di bawah presiden yang membuatnya menghujam dalam masuk pusaran arus politik.

Berbeda dengan TNI yang tunduk pada "Supremasi Sipil" di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.

Akibatnya, Polri hari ini terjebak seakan menjadi alat dan tameng kekuasaan. Dalam peran Multifungsi Polri.

Seperti ada semacam hubungan mutualisme antara Polri dan penguasa. Diberi kewenangan dan fasilitas kekuasaan, tapi (juga) bekerja sebagai garda utama pendukung kekuasaan. Siapa yang melawan, gebuk, habisi, urusan benar salah, itu belakangan.

Sampai akhirnya skandal besar Sambo Cs ini terkuak kepada publik, barulah banyak yang tersadarkan bahwa memang telah terjadi sebuah kerusakan sistematis, disorientasi kewenangan dalam tubuh Polri.

Yang membuat rakyat marah santero negeri, dan sulit percaya lagi pada Polisi, bila institusinya saja tidak dapat dijaga namanya, bagaimana dengan rakyat? Ajudan pribadi kesayangannya saja dibunuhnya dengan kejam, apalagi rakyat biasa?

Meski demikian, kita tetap harus memberikan apresiasi pada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah berupaya keras membersihkan institusi Polri dan juga telah menangkap sejumlah 83 polisi, serta menetapkan istri Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka. Ini langkah konkrit yang bagus. Apalagi Satgassus juga sudah dibubarkan, secara administrasi.

Namun, hal itu belumlah cukup. Karena harus dilakukan segera transformasi Polri dimulai dari repositioning, meletakkan Polri secara mandiri lagi di bawah koordinasi kelembagaan kementerian. Tidak boleh lagi langsung ada di bawah Presiden. Berbahaya!

Selanjutnya, bagaimana pemurnian kembali pemahaman keamanan nasional (National Security) sebagai sebuah konsep dengan pemahaman keamanan ketertiban masyarakat sebagai fungsi. Jangan disama ratakan.

Tujuan polisi dipisahkan dari ABRI melalui TAP/MPR/VI/2000 agar Polisi menjadi sipil yang humanis bersenjata untuk melumpuhkan penjahat dan membawanya ke meja pengadilan. Itu Polisi moderen.

Polisi sesuai amanah konstitusi, non-kombatan, bukan untuk tempur dan jadi mesin pembunuh rakyatnya sendiri. Karena, Polisi itu seharusnya mengayomi masyarakat, bukan monster dan pengawal penguasa oligarki ??

Sudah saatnya UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia direvisi dan direkonstruksi ulang, baik secara substansi, struktural, kultural, dan orientasi.

Begitu juga fungsi Polisi kombatan yang tidak sesuai dengan UU dan konvensi Jenewa 1949 tentang HAM, di mana Polri juga tergabung dalam IOSCE yang sepakat menempatkan tugas kepolisian sebagai Polisi yang humanis dan menjunjung tinggi HAM.

Polisi adalah institusi kebanggaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai diperalat dan dijadikan tameng kekuasaan para politisi jahat.

Transformasi total Polisi adalah sebuah keniscayaan. Stop wacana dan lawan upaya rezim ini yang selalu membenturkan dan mengadu domba Polisi dengan rakyat khususnya yang berseberangan pilihan politiknya. Cukup! Polisi jangan mau diperalat lagi oleh politik kekuasaan.

Mari bersama kita kembalikan citra baik Polisi kepada publik. Kita dukung Kapolri hari ini, Jenderal Sigit melakukan pembersihan dan transformasi total terhadap institusi Polri.

Kita tunggu dan awasi bersama. Negara tak boleh kalah oleh hanya komplotan Sambo Cs. Jayalah Polisiku..  Jayalah Negeriku! (*)

780

Related Post