Pemilu 2024 Pertarungan Oligarki dan Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat
Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 yang pro kapitalis dan liberalime jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 sebagai bangsa yang anti terhadap penjajahan.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
JIKA kita semua menghargai perjuangan bapak-bapak bangsa, menghargai apa yang telah dihasilkan dalam perjuangannya, menghargai kemerdekaan bangsa Indonesia dan dengan berjuang menegakkan tujuan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Jika DPR, MPR, Partai politik tidak lagi peduli terhadap kerusakan negara ini, mari kita galang rakyat untuk mengembalikan tatanan mula NKRI yang berbasis pada “Amanat Penderitaan Rakyat“
Amandemen UUD 1945 ternyata berdampak sangat luas terhadap kehidupan bangsa Indonesia, amandemen bukan saja mengubah ketatanegaraan tetapi lebih jauh telah memporak-porandakan nilai-nilai dan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang mengerti apa itu “Amanat Penderitaan Rakyat“.
Apalagi mengerti bahwa pemimpin adalah pengemban amanat penderitaan rakyat.
Akibat dari tidak dipahami oleh pemimpin sekarang mereka memperlakukan rakyat dengan semena-mena, penggusuran-penggusuran yang dilakukan tanpa manusiawi.
Satpol PP dengan beringas atas nama menertibkan cenderung semena-mena memperlakukan rakyat tanpa solusi yang manusiawi, korupsi merajalela, pungli, manipulasi, semua ini akibat tidak megerti aparat pemerintah itu harusnya mengemban “Amanat Penderitaan Rakyat“.
Berikut cuplikan Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 di Jakarta…. ”Saya berdiri di sini sebagai warganegara Indonesia, sebagai patriot Indonesia, sebagai alat Revolusi Indonesia, sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, – sebagai Pengemban Utama daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia. Kita semua yang berdiri dan duduk di sini harus merasakan diri kita sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat!
Saya bertanya, sudahkah engkau semua, hai saudara-saudara!, engkau … engkau … engkau … engkau, sudahkah engkau semua benar-benar mengerti dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menyadari dirimu sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menginsyafi dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar merasakan dirimu, sampai ketulang-tulang-sungsummu, sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat?
Amanat Penderitaan Rakyat, yang menjadi tujuan perjuangan kita, – sumber kekuatan dan sumber keridlaan-berkorban daaripada perjuangan kita yang maha dahsyat ini? Sekali lagi engkau semua, – engkau semua dari Sabang sampai Merauke! –, sudahkah engkau semua benar-benar sadar akan hal itu?
“Dari Sabang sampai Merauke”, – empat perkataan ini bukanlah sekedar satu rangkaian kata ilmu bumi. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekedar menggambarkan satu geographisch begrip.
“Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekadar satu “geographical entity”. Ia adalah merupakan satu kesatuan kebangsaan. Ia adalah satu “national entity”. Ia adalah pula satu kesatuan kenegaraan, satu “state entity” yang bulat-kuat.
Ia adalah satu kesatuan tekad, satu kesatuan ideologis, satu “ideological entity” yang amat dinamis. Ia adalah satu kesatuan cita-cita sosial yang hidup laksana api unggun, – satu entity of social-consciousness like a burning fire.
Dan sebagai yang sudah saya katakan dalam pidato-pidato saya yang lalu, social consciousness kita ini adalah bagian daripada social consciousness of man. Revolusi Indonesia adalah kataku tempohari congruent dengan the social conscience of man!
Kesadaran sosial dari Rakyat Indonesia itulah pokok-hakekat daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia.
Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia itu adalah dus bagian daripada social consciousness of mankind.
Dus amanat Penderitaan Rakyat Indonesia adalah bagian daripada Amanat Penderitaan Rakyat daripada seluruh kemanusiaan!
Dus Amanat Penderitaan Rakyat kita bukanlah sekadar satu pengertian atau tuntutan nasional belaka.
Amanat Penderitaan Rakyat kita bukan sekedar satu “hal Indonesia”.
Amanat Penderitaan Rakyat kita menjalin kepada Amanat Penderitaan Umat Manusia.
Amanat Penderitaan Umat Manusia menjalin kepada Amanat Penderitaan Rakyat kita.
Revolusi Indonesia menjalin kepada Revolusi Umat Manusia, Revolusi Umat Manusia menjalin kepada Revolusi Indonesia. Pernah saya gambarkan hal ini dengan kata-kata: “there is an essential humanity in the Indonesian Revolution”.
Pernah pula saya katakan bahwa Revolusi Indonesia mempunyai suara yang “mengumandang sejagad”, yakni bahwa Revolusi Indonesia mempunyai “universal voice”.
Jikalau kita semua menghargai perjuangan bapak-bapak bangsa, menghargai apa yang telah dihasilkan didalam perjuangannya, menghargai kemerdekaan bangsa Indonesia dan dengan ini maka mari kita semua berkomitmen mengembalikan UUD 1945 mengembalikan tujuan negara proklamasi 17Agustus 1945.
Jikalau MPR, DPR, Presiden, Partai Politik tidak mau kembali ke UUD 1945 dan Pancasila Maka atas kedaulatan rakyat mari rakyat bersatu untuk kembali kepada tatanan mula NKRI kembali kepada Pancasila dan UUD 1955 Proklamasi.
Mari kita galang rakyat untuk:
Mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara.
Menolak UUD 2002 hasil amandemen.
Mengembalikan UUD 1945 Proklamasi sebagai landasan konstitusional bernegara.
Mengembalikan MPR sebagai lembaga bangsa dan Lembaga Tertinggi Negara.
Mengembalikan Wawasan Nusantara.
Mengoreksi seluruh UU yang pro terhadap Liberalisme Kapitalisme.
Menasionalisasi seluruh kekayaan ibu pertiwi berbasis pada pasal 33 UUD 1945 Proklamasi.
Menghapuskan DPD, mengantinya dengan Utusan-utusan Daerah dan Utusan utusan Golongan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Mengembalikan GBHN sebagai kompas petunjuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Membubarkan lembaga-lembaga ekstra yudisial yang tidak ada di dalam Konstitusi UUD 1945 Proklamasi, dan meng-empowering lembaga-lembaga resmi negara.
Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 yang pro kapitalis dan liberalime jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 sebagai bangsa yang anti terhadap penjajahan.
Digantinya UUD 1945 ternyata berdampak sangat luas terhadap kehidupan bangsa Indonesia, amandemen bukan saja merubah ketatanegaraan tetapi lebih jauh telah memporak-porandakan nilai-nilai dan dasar-dasar kehidupan berbangsa.
Tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang mengerti apa itu “Amanat Penderitaan Rakyat“, apalagi mengerti bahwa pemimpin adalah pengemban amanat penderitaan rakyat, akibat dari tidak dipahami oleh pemimpin sekarang mereka memperlakukan rakyat dengan semena-mena, penggusuran-penggusuran yang dilakukan tanpa manusiawi, penguasaan lahan-lahan demi investasi asing, Satpol PP dengan beringas atas nama menertibkan cenderung semena-mena memperlakukan rakyat tanpa solusi yang manusiawi, korupsi sudah sangat akut, bantuan sosial bagi rakyat miskin pun di korupsi tanpa penyelesaian hukum, pungli, manipulasi, semua ini akibat tidak megerti aparat pemerintah itu harus nya mengemban “Amanat Penderitaan Rakyat“.
Jadi Pemilu 2024 adalah pertarungan Amanat Penderitaan Rakyat yang ingin kembali pada Pancasila dan UUD 1945 dengan oligarki yang mengusung liberalisme kapitalisme dan antek-antek asing. Suka tidak suka perjuangan ini adalah pertaruhan nasib bangsa Indonesia. Tinggal kita akan terbelah dan hilangnya persatuan bangsa Indonesia. (*)