Prof. Hafid Abbas: Sejarah Mencatat ketika Komunis Berkuasa Terjadi Pembantaian Massal

Profesor Hafid Abbas, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta

Jakarta, FNN – Pro- kontra- tentang Keppres Nomor 17 tahun 2023 sampai saat ini masih kontroversial. Bahkan, sejumlah purnawirawan mulai mempersoalkan Kepres ini, karena dianggap justru mereka yang sekarang dipersalahkan. Mereka mempertanyaan kalau kemudian Pak Jokowi atas nama negara minta maaf, itu minta maaf kepada siapa. Kepada orang-orang komunis atau PKI yang menjadi korban atau terhadap korban-korban dari kalangan ulama dan TNI yang menjadi korban kekejaman PKI.

Profesor Hafid Abbas, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, yang pernah menjadi ketua Komnas HAM dan banyak terlibat dalam berbagai aktivitas hak asasi manusia dunia menyampaikan hasil riset beliau tentang hal tersebut. Hasil riset beliau menunjukkan bahwa di negara-negara komunis terjadi banyak sekali pembantaian massal. Mengutip hasil penelitian Profesor Ramos dari Hawai University dan Cheryl Ramos University, diketahui bahwa sepanjang abad ke-20 ada ratusan juta orang menjadi korban pembantaian oleh rezim penguasa dan 70% terjadi di negara-negara dengan pemerintahan komunis atau diktator komunis.

Seandainya dalam pertikaian politik antara dua kekuatan, yaitu PKI dan TNI Angkatan Darat yang didukung oleh sebagian besar umat Islam, tahun ‘65 PKI dimenangkan PKI, apakah mungkin juga terjadi pembantaian seperti yang terjadi di negara-negara komunis, termasuk China, yang pada waktu itu menjadi poros Jakarta Beijing.

Dalam uraian yang dimuat dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Jumat (20/01/23), Prof. Hafid Abbas, mengutip Prof. Ramos, menyampaikan bahwa abad ke-20 merupakan abad yang penuh luka. Sepanjang abad ke-20 (dalam satu abad), ditemukan 212 juta penduduk dunia yang dibantai secara sia-sia karena ada kekuasaan yang diselewengkan.

Tetapi, begitu muncul publikasi itu, banyak teman profesor lain dari Harvard University dan yang lain mengatakan bahwa data itu salah, karena ada lagi 48 juta penduduk yang juga dibunuh. Bukan hanya oleh satu negara, tapi ada negara lain yang membantu negara tersebut untuk menghabisi penduduk di negara itu. Jadi, jumlah korban jiwa sekitar 272-400 juta atau rata-rata 336 juta.

 Masalahnya, 70% dari 336 pembantaian itu terjadi negara-negara berhaluan politik komunis, bukan di negara-negara berhaluan politik kapitalis. Jika dihitung lagi maka setiap hari terjadi 6.438 pembantaian di negara-negara komunis. Itulah sebabnya mengapa Kofi Annan menyebut abad ke-21 haruslah menjadi abad yang penuh cahaya, abad damai. Tetapi, sampai saat ini, di tahun ke-23 abad ke-21, situasi damai belum juga terwujud.

Mengapa negara-negara komunis ini senang membantai orang? Kita ambil contoh misalnya China. Tragedi Tiananmen pada 4 Juni tahun 1989, di China, mengakibatkan  lebih dari 10 ribu orang meninggal. Mereka tidak mau ada perbedaan sehingga kalau ada yang menentang suara Beijing, suara pemerintah, maka dibantai.

Kemudian kasus pembantaian yang terjadi di Uighur (2016-2021) yang mengakibatkan lebih dari satu juta orang meninggal; 1,8 juta orang dimasukkan di camp (seperti penjara terorisme); dan  ratusan ribu anak-anak tidak bisa bertemu orang tuanya karena harus dicuci otaknya menjadi anti-Islam. Bahkan, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh US Department of State, sebanyak 16.000 masjid diratakan dengan tanah.

Dari pengalaman Prof. Hafid berkeliling ke berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara yang pernah dilanda oleh kekejaman pelanggaran HAM berat, seperti Uganda, Prof. Hafid  melihat langsung sebuah gedung besar yang isinya tengkorak. Ternyata pembantaian di Pnomh Penh  itu dibantu oleh China. Jadi ada koalisi dengan negara lain untuk membantai penduduk yang ada di negara itu. Jumlahnya cukup besar,yaitu 1,8 juta. Jadi China memfasilitasi pembantaian untuk menghabisi 1,8 juta penduduk di sana.

Berdasarkan buku yang ditulis oleh Ponco Sutowo yang terkait Untold Story mengenai Pak Harto, Prof. Hafid menceritakan bahwa ketika peristiwa lubang buaya, yaitu 7 jenderal dibuang, ternyata ditemukan bahwa senjata yang dipakai adalah senjata yang diselundupkan dari China. Jadi ada penyelundupan senjata.(sof)

887

Related Post