Rendahnya Cukai Tembakau Berkontradiksi dengan Deklarasi G20

Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group).

Jakarta, FNN - Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (NMSPT) mengkritik pemerintah terkait peredaran tembakau yang tidak terkendali.

Dalam konferensi pers NMSPT secara virtual pada Jumat (25/11/2022) tersebut  menghadirkan empat pembicara, Sudibyo Markus (Adviser Indonesia Institute for Social Development), Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM Nasional), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group).

Dalam kesempatan tersebut, Rafendi menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak agar negara-negara G20 menerapkan cukai sebesar 70 persen. Akan tetapi, rata-rata yang digunakan adalah 55 persen. Sedangkan Indonesia masih di bawah 20 persen.

"Jelas bahwa Indonesia sangat jauh ketinggalan di dalam persoalan persentase cukai harga rokok," ungkapnya.

Rafendi berpendapat bahwa hal itu sangat bertentangan dengan keberhasilan Indonesia dalam perhelatan G20 yang salah satunya adalah tentang peningkatan kesehatan dan keamanan terkait dengan kesehatan. 

"Jelas sekali ini satu kondradiksi yang muncul pada saat deklarasi dibuat Indonesia adalah negara yang paling rendah dalam persoalan persentase cukainya," sambungnya. 

Kemudian dia menjelaskan bila dilihat dari komitmen terhadap SDGs atau sustainable development goals, dapat diketahui bahwa ketatnya pengawasan terhadap penggunaan tembakau itu sangat terkait dengan beberapa tujuan yang telah dirumuskan oleh SDGs, yaitu tentang tujuan pembangunan, dan kehidupan yang sehat.

"Sudah jelas bahwa apa yang disampaikan dalam persoalan mencegah prevalensi perokok pemula pada lima tahun pertama sudah gagal. Tahun berikutnya, sekarang diancam dengan kegagalan. Itu adalah suatu kondradiksi yang kelihatan jelas dibandingkan dengan komitmen-komitmen Indonesia untuk pelaksanaan dari G20 deklarasi," tukas Rafendi.

Dirinya mengatakan bahwa deklarasi G20 hanya akan menjadi omong kosong bila tidak dilaksanakan oleh negara anggotanya, terkhusus Indonesia yang telah mendorong adopsi komitmen.

"Dan saya kira, tantangan ini yang harusnya menjadi mengingatkan pemerintah Indonesia, pemerintah Jokowi pada saat ini. Kalau dua tahun mendatang harus ada langkah-langkah yang sifatnya urgen, yang sifatnya sangat afirmatif untuk penegakan hukum maupun perubahan-perubahan yang terkait dengan cukai tembakau," ucapnya menutup pernyataan. (rac)

315

Related Post