Rupiah Keok Rakyat Makin Terseok-seok

Gambar layar menunjukkan rupiah menyentuh 15.250 per dolar AS, Rabu, 28 September 2022. (Foto: FNN/Istimewa). Gambar layar menunjukkan rupiah menyentuh 15.250 per dolar AS, Rabu, 28 September 2022. (Foto: FNN/Istimewa).

NILAI  tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot. Berdasarkan pantauan, Rabu, 28 September 2022, rupiah semakin melemah ke posisi Rp 15.250 dan bahkan sempat Rp 15.270 per dolar AS. Amblasnya nilai tukar tersebut sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan rupiah semakin keok. Tentu, biang kerok utamanya adalah krisis global yang melanda sejumlah negara.

Krisis energi yang berlangsung pada saat pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) masih belum berakhir, menyebabkan perekonomian sejumlah negara, termasuk negara maju rontok. Belum lagi perang antara Rusia dan Ukraina masih berlanjut.

Pasokan bahan bakar minyak (BMM) dan gas, misalnya, menyebabkan perekonomian Inggris terseok-seok. Listrik di negara tersebut krisis.  Inggris adalah sebuah negara maju. Akan tetapi, krisis sudah sangat parah, sehingga anak sekolah pun tidak bisa makan. Sungguh menyedihkan.

Nilai tukar rupiah yang terjun bebas diperkirakan terus lanjut. "Rupiah semakin melemah

karena bank-bank sentral negara OECD sedang melakukan program anti-inflasi agresif dengan menyedot akses likuiditas," kata pengamat ekonomi, Rizal Ramli ketika dihubungi FNN, di Jakarta, Rabu, 28 September 2022.

OECD atau Organization of Economic Co-operation and Development  adalah inter-governmental organisasi yang memiliki misi  mewujudkan perekonomian global yang kuat, bersih, dan berkeadilan (a stronger, cleaner, fairer world economy).

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan semakin berpengaruh buruk terhadap perekonomian Indonesia. "Inflasi pasti naik, karena banyak bahan kebutuhan makanan dan minuman yang diimpor. Sudah inflasi akibat kenakan harga BBM, akan inflasi lagi akibat melemahnya nilai tukar rupiah," ucapnya.

Apa yang dikatakan pria yang disapa RR itu benar. Sebab, sejumlah bahan baku kebutuhan pokok Indonesia masih impor. Bahkan, BBM dan gas impor. Demikian juga kacang kecele yang menjadi bahan baku tempe dan tahu,  impor. Tempe dan tahu makanan yang dikonsumsi rakyat sehari-hari.

Gandum dan tepung terigu juga impor. Padahal, menjadi bahan baku makanan berbau mi, kue, biskuit dan lainnya. Demikian juga jagung yang menjadi bahan makanan ternak ayam.  Sederet komoditas lainnya masih mengandalkan impor. Nilai rupiah yang merosot akan semakin membuat komoditas olahannya mahal.

Hal itu jelas berimbas pada rakyat. Sejatinya, melemahnya nilai tukar rupiah akan menguntungkan sektor yang hasilnya diekspor. Misalnya, karet dan kelapa sawit. Akan tetapi, keadaan berbalik.

Penurunan nilai tukar  rupiah tersebut semakin parah karena  ‘kelemahan struktural’ ekonomi Indonesia dan ketergantungan utang sangat besar, yang sangat rentan terhadap gejolak tingkat bunga. Akibatnya, rupiah tidak bisa menahan diri dan terjun bebas.

Pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup cepat belakangan ini akan berimbas pada situasi politik dan sosial. Sebab, menguatnya dolar AS terhadap rupiah akan semakin membuat rakyat susah. Bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak akan memadai.

Ingat krisis ekonomi tahun 1998, antara lain karena pelemahan rupiah. Hal itu terjadi tidak lama setelah Presiden Soeharto menaikkan harga BBM. Krisis ekonomi yang berujung aksi unjuk rasa akhirnya menumbangkan Soeharto yang sudah berkuasa 32 tahun.

Sekarang pun mirip terjadi. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM bersubsidi pada 3 September 2022 yang lalu, aksi unjuk rasa terus terjadi di hampir semua kota besar, terutama di Jakarta.

Rakyat menyuarakan keberatan atas kenaikan harga BBM itu. Sebab, harga kebutuhan pokok sudah mahal sebelumnya, dan semakin mahal lagi akibat keputusan yang menindas rakyat itu. Rakyat berteriak di tengah jalan, “Turunkan Jokowi!”

1107

Related Post