Sidang Lanjutan Kasus Jin Buang Anak, Pemred FNN Patahkan Dakwaan Jaksa

0

Jakarta, FNN - Sidang ke-21 kasus jin buang anak dengan terdakwa Edy Mulyadi yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 11 Agustus mendengarkan dua orang saksi fakta. Saksi pertama adalah Pemimpin Redaksi Forun News Network (FNN), H. Mangarhon Dongoran dan saksi kedua adalah Firdaus Baderi, Pemimpin Redaksi Harian Ekonomi Neraca.

Dalam kesaksiannya, Mangarahon Dongoran mematahkan seluruh dakwaan jaksa di awal persidangan yang menyebutkan Edy Mulyadi bukan wartawan dan FNN bukan produk jurnalistik. Dia juga nenegaskan, sampai persidangan yang ke-21 belum pernah menerima surat keberatan/hak jawab dan hak koreksi dari pihak-pihak yang melaporkan Edy Mulyadi ke aparat kepolisian. 

"Sampai saat ini tidak ada pihak yang menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Padahal, itu mekanisme sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," katanya dalam sidang yang dipimpin Adeng Abdul Qohar itu.

Dalam kesaksiannya, Mangarahon menegaskan, Edy Mulyadi adalah wartawan senior FNN. Dalam struktur redaksi, Edy Mulyani masuk dalam jajaran Dewan Redaksi FNN.

"Edy Mulyadi adalah wartawan FNN. Saya yang menandatangani kartu pers nya yang berlaku sejak 31 Desember 2021 sampai 31 Desember 2022. Saya juga yang menandatangani surat  pernyataan yang menerangkan yang bersangkutan adalah wartawan FNN  untuk keperluan orientasi wartawan PWI Jaya. Tanpa surat yang saya tandatangani, tidak bisa mengikuti orentasi wartawan yang merupakan syarat untuk memperoleh kartu PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jaya," kata Dongoran. Edy Mulyadi adalah anggota PWI Jaya.

Sebagai wartawan senior, kata Dongoran, Edy Mulyadi adalah seorang jusnalis yang kritis. Contohnya, tulisan Edy yang berjudul, "Kereta Cepat Jakarta Bandung Buat Siapa," yang dimuat di FNN.co.id dibaca lebih dari 20.000 kali. "Artinya, semakin banyak pembaca terhadap tulisan atau berita yang dimuat di sebuah media, menunjukkan isu yang ditulis penting dan sangat berbobot," ucap Dongoran.

Dalam kesaksiannya, Dongoran juga menyebutkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai landasan dasar bagi setiap insan pers dalam melakukan kegiatannya. Dia menegaskan, FNN adalah media resmi yang berbadan hukum sesuai perintah UU tersebut. 

Semua diatur dalam UU yang lahir pasca reformasi itu. "Karena FNN adalah perusahaan media berbadan hukum, maka kami sebagai pengelola tunduk dan patuh terhadap UU tersebut," katanya. Dia mengutip contoh pasal 12 UU tersebut.   Kemudian, diikuti penjelasan mengenai pasal  itu yang terdiri dari tiga butir, khususnya menyangkut media elektronik, termasuk YouTube.

Seusai persidangan, Dongoran yang antara lain didampingi Herman Latief (pengacara Edy Mulyadi) mengingatkan kembali apa yang disampaikan Edy dalam Channelnya merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Oleh karena itu, media harus kompak menghadapi perlakuan yang tidak adil itu.

"Jangan lihat Edy-nya, tetapi lihatlah masa depan pers ke depan. Jika hal itu dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan bermunculan kasus Edy yang lain," kata Dongoran.

Sidang ditunda hingga Selasa, 23 Agustus 2022. Majelis Hakim masih memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum Edy Mulyadi untuk menghadirkan saksi ahli. (Anw).

467

Related Post