CATATAN-BABE

Jalan Tengah (1)

Oleh: Prof. Hamdan Juhannis - Rektor UIN Alauddin Makassar  SALAM Ramadan. Saya menjumpai anda kembali melalui coretan berseri. Banyak teman dekat mengingatkan dan bertanya apa tema tulisan Ramadan tahun ini. Saya bertanya balik, seberapa penting celoteh saya? Teman lain langsung menjawab, paling tidak untuk membantu menghitung jumlah puasa.   Sejujurnya saya kesulitan menemukan tema besar yang bisa menaungi coretan-coretan saya. Mungkin karena saya sudah memakainya semua peristilahan yang saya tahu dalam kurun 5 Ramadan terakhir ini. Saya awalnya berfikir untuk menulis  \"Ekosistem Kesalehan\". Saya tinggalkan karena saya sendiri tidak paham maksudnya. Lalu terlintas untuk menulis \"Manisfesto Keberagamaan\". Saya ragu, apakah   istilah manifesto itu relevan untuk mengulas fenomena keberagamaan masyarakat.  Saya sudah hampir memutuskan memakai \"Sentrum Penghambaan.\" Masalahnya sama, saya bingung sendiri, ada-ada saja peristilahan yang saya buat yang maknanya tidak bisa saya raba sedikitpun. Akhirnya saya memutuskan  mencari jalan tengah untuk mewadahi kesemrawutan letupan pikiran saya. Dan itulah temanya \"Jalan Tengah,\" jalan keberagamaan menuju keselamatan jiwa, kedamaian pikir, ketenteraman hati, dan keteraturan laku.  Jalan Tengah adalah jalan keselematan. Jalan Tengah bisa menjadi ideologi sekaligus metodologi beragama. Jalan Tengah sudah pasti bukan \"Tengah Jalan\". Jalan Tengah adalah jalan penyelesaian, sementara tengah jalan adalah jalan yang belum selesai.  Jalan Tengah bukan juga jalan pintas. Karena jalan tengah mengutamakan keseimbangan sementara jalan pintas terdorong oleh kenekatan. Jalan Tengah beragama mengutamakan keteraturan rasio, jalan pintas beragama terobesesi oleh keterdesakan rasa.  Jalan Tengah  adalah jati diri keberagamaan yang akan dituju. Jalan tengah adalah kamus keberagamaan yang berisi kosa kata penghargaaan, penghormatan, ataupun pengakuan  terhadap mereka yang berbeda.  Jalan Tengah sering menjadi sangat panjang untuk dijalani karena beragamnya tantangan yang harus dilalui. Namun Jalan Tengah harus dijalani, diarungi, diperjuangkan kehadirannya sebagai jalan hidup. Karena bila tidak, kita hanya akan berada di \"simpang jalan\" Keberagamaan. Mari mencermati selama Ramadan ini, pernak pernik lakon kehidupan yang bersinggungan dengan Jalan Tengah. Jangan lupa baca, kalau tidak bisa, jalan tengahnya adalah memberi emo (👍). (*)

Emak-emak Dikepung KNILPro 22 Desember

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  FEBRUARI 1946 Jakarta diduduki Belanda. Pasukan KNIL di mana-mana menjaga zona Belanda, sementara zona kita disebut Republik. Tidak mudah melintas batas terutama untuk kaum ibu. Terutama mereka yang bekerja di pabrik. Kaum Ibu, sekarang disebut emak-emak, juga berada di front. Sebut saja Malahayati dan Cut Nya\' Dien dari Aceh. Nyi Ageng Serang dalam perang Diponegoro. Christina Marta Tiahahu dalam perang Pattimura. Ibu Saelan dalam perang kemerdekaan di Makassar. Tokoh-tokoh pergerakan a.l Rohana Kudus dan Rangkayo Rasuna Said. Kartini di bidang gagasan kesetaraan. Dewi Sartika di bidang pendidikan contoh saja dari ibu-ibu pejuang. Jiwa kejuangan dan kepemimpinan sejak era cave life. Komunitas gua di Jakarta banyak tampilkan kepemimpinan wanita. Nomenclatur di Jakarta Gondang Dia, wanita agung. Di. Tangerang Ma\' Poco. Seni tari di Indonesia sehak era cave life. Ini dilukiskan dalam dinding gua Kalimantan. Pada abad XV di zona-zona ekonomi terutana Jawa banyak wanita legenda. Mereka penari. Yang saya tahu nama-nama yang di Jakarta: Rantisem Sunda Kalapa, Dara Puti pulau Seribu, Kiranawati Depok, Mayang Sari Paseban. Mereka dipuja karena gerak tubuh dan mata menerjemah geometri alam. Aristoteles menyebutnya dewata. Dewata methapora system alami yang mengkondisi kemakmuran dan kedamaian. Dalam konteks ini Atistoteles IV SM menyebut negeri di ujung timur (Andunusi) dewata. Selamat Hari Ibu. (RSaidi)

Genetika Betawi

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Wolly Candramila peserta program pasca sarjana IPB 2002. Wolly menulis tesis Variasi Genetik populasi Betawi berdasarkan Polimorfisme DNA Mitokondrion. Untuk itu Wolly  meneliti komunitas Betawi di 50 kantong pemukiman di seluruh Jakarta dan sekitar.  Wolly menyimpulkan antara lain: Ditemukan 5 haplotipe dalam sampel populasi Betawi yang dianalisis, kesemua kelompok memiliki SEBARAN HAPLOTiPE YANG SAMA, kecuali ditemukannya haplotipe IV dan V dalam kelompok berbeda. Haplotipe IV ditemukan dimiliki 1 individu dalam kelompok Pinggir, haplotipe V dimiliki 1 individu dalam kelompok Tengah. Kedua haplotipe merupakan hasil mutasi individual yang belum tersebar dalam populasi. Wolly mendeskripsi secara genealogis etnik Betawi, sebelumnya beberapa nomor CABE telah mendeskripsi Betawi secara sosiologis dan historis. Dengan demikian terpulang pada orang Betawi sendiri, apa kaga kocak lihat perkumpulan etnik Betawi dipimpin bukan oleh anak Betawi? Baik ditilik dari genealogis, sosiologis, mau pun historis, laisa minal Batawi. Bukan Betawi. (RSaidi)

Derai-derai Cemara Hari-hari Politik Hampa

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Cemara berderai sampai jauh Terasa hari menjadi akan malam Ada beberapa dahan ditingkap merapuh Dipukul angin yang terpendam. Begitu cara penyair Chairil Anwar mengungkap kesepian yang nembelenggunya. Chairil pernah tinggal di Gang Arab No. 18, Sawah Besar . Aku di No. 20. Hari-hari terakhir ini terasa kita digigit kesepian politik. Tak ada aktivitas politik pemeritah dan partai-partai KIB setelah  sebelumnya sibuk tawarkan separate dari sebuah provinsi untuk dijual  dan  begitu banyak pulau-pulau  yang ditawarkan juga untuk dijual. Ora payu? Lalu isu tunda pemilu bersipongang dari pentas MPR. Semua tanpa follow up. Kepentok hukum? Bunyibunyian saja  \'kan?  Juga pembagian pangkat tituler tak lanjut. Kalau Jend Nasution tahun 1960 tawarkan Hamka MayJen Tituler, tapi Hamka menolak.  Suasana seperti ini kalau dipahami dengan pendekatan ilmu strategi Carl von Clausewitz artinya sasaran sudah tersudut dalam posisi tak tahu lagi apa yang harus diserangnya dan tak tahu pula apa yang harus dipertahankan. This is just a matter of time. Anies Baswedan mau dipojokkan juga tak ada  hasilnya. Arang habis besi diloakkan.  So what now my love?  Just listen to another poetry of Chairs Anwar; Kalau sudah sampai waktuku Ku mau tak seorang \'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu. (RSaidi).

Genre Pemandangan dan Negeri USDEKistan

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  AYAH saya tahun 1950-an berlangganan koran Pemandangan, Pedoman, Abadi yang terbit pagi. Kalau yang sore Keng Po. Mingguan Star Weekly. Pemandangan cool. Tidak kipas-kipas. Umumnya koran saat itu memuat berita tanpa warna. Atau dibalikbaliki, berita adalah berita. Pilihannya muat atau tidak. Opini redaktur di Tajuk Rencana/Editorial atau Rubik Pojok yang ditulis singkat. Pengasuh rubrik pojok Pedoman namanya Kili Kili. Kili Kili menulis: Sekarang mesti pakai Usdek: UUD 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin, Kepribadian.  Pidato pasti pakai Usdek. Bahkan Gang pakai Usdek: Gang Usdek.. Kili Kili: Lama-lama Indonesia jadi negeri USDEKistan. (Dimiripi dengan Uzbekistan yang kala itu bagian dari Sovyet Rusia). Star Weekly mingguan politik. Juga Pantjawarna. Kebanyakan majalah hiburan seperti Terang Bulan, Aneka khusus sport. Majalah  berbahasa Sunda Mangle. Spesial film Hollywood Star News. Spesial Bollywood Indian Film. Indian Film ada rubrik Aap puche ham jawap denge. Tuan tanya kami jawab. Dan rubrik Kya aap jantehe? Tahukah anda?  Bulanan islam yang diminati Daulah Islamiyah asuhan Isa Anshary. Mingguan yang diminati Berita Minggu karena ada rubrik Betawi Gambang Jakarte asuhan Firman Muntaco. Saya merintis karir jurnalistik tahun 1964 jadi wartawan Harian Revolusioner. Tidak terlalu lama karena Revolusioner dibreidel rezim Orde Lama. Ketika itu tingkat kualitas pers belum berubah. Banyak terjadi polemik. BM Diah Merdeka vs Harian Rakyat soal idiologi negara. Sayuti Melik vs koran-koran kiri soal ajaran Bung Karno. HB Yassin vs Lentera Bintang Timur  soal karya Hamka Di Bawah Lindungan Ka\'bah yang dituduh plagiat oleh rubrik Lentera Bintang Timur. Itulah pers masa lampau. Kini semua berubah. Penggunaan kata-kata juga dapat lebih dihaluskan. (RSaidi)

Tenabang dan Tengsin

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  TAK tanggung-tanggung yang menyanyikan lagu Tenabang adalah Sam Saimun: Kala senja tiba di ambang Riuh rendah pasar Tenabang Bujang dara keluar pintu Dengan tujuan nan tak tentu Tenabang bukan Tanah Abang. Tena= tanah/bumi, bang= panggilan. Panggilan bumi. Pada mulanya nama gua yang melintas Jl Mas Mansur dan mulutnya dekat kali Krukut. Kontur Tenabang berbukit. Ada Tenabang Bukit pentokan Kp Bali dan Asem Lama (kini Jl Wahid Hasyim). Bali artinya melingkar, bukan nama etnik. Ada Kebon Kacang. Kebon=hunian, kacang=bawah. Tana Rendah kini Abdul Muis. Di selatan Tana Rendah ada gua. Gua Sekot. Kini RS Budi Kemuliaan. Yang juga jadi nama jalan. Sebelumnya Gg Sekot. Seperti biasa diBelandakan jadi Scott.  Kebon Kacang ke timur melintas waduk Melati. Sebelah selatannya Batu Raja. Ini prasasti. Lokasi Kampung Duku Pinggir bersebelahan dengan Kebon Kacang. Duku Pinggir kampung ujung selatan Tenabang sebelum Karet Pasar Baru.  Karet terbagi Karet Kubur di barat dan Karet Bijvak di timur dan selatannya disebut Karet Tengsin. Makam di Karet Kubur meluas ke Karet Bijvak.  Tengsin atau Teng Sin bukan bahasa China. Teng=penerangan, bahasa Betawi. Sin=ketuhanan, bahasa Egypt.  Teng Loleng= penerangan jalan. Teng Long di Sunda Kalapa. Long=di bawah. Tak jelas maksudnya. Tengsin tempat pendidikan agama orang-orang Jepang yang berhuni di Kembang Jepun, kini Jl Bendungan Ilir yang dekat saja dari Karet Tengsin. Di Surabaya juga ada Jl Kembang Jepun. Jeleng Jepun ungkapan Betawi untuk orang yang jarang-jarang bertamu atau singkat dalam bertamu seperti penjajahan Jepun yang singkat cuma 3 tahun lebih.  Pasar Tenabang paling ramai jelang lebaran sehari. Orang dari mana-mana datang berbelanja. Mereka tak lupa membeli kembang sedep malem. Menjadi adat Betawi selama tiga hari setelah Ied di meja tamu harus ada jambangan dengan kembang sedep malem yang harumnya awet. (RSaidi)

Tekno Nuclear Fusion PD III Bisa Digebah

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  SELAMA 60 tahun ilmuwan USA bekerja, akhirnya mereka temukan pula tekno nuclear fusion energy. Kita jangan banding-banding karena saat ini kita sibuk dengan fusion lembaga-lembaga riset dan pengetahuan menjadi BRIN. Hampir di tiap forum Internasional delegasi resmi Indonesia selalu menuntut kesetaraan. Kesetaraan jangan dituntut karena bukan tersangka, tapi diperjuangkan. Ikuti kutipan tulisan Chris Komari tentang temuan terbaru ilmuan USA yang akan ubah drastis peta dunia. Ringkasannya: \"Scientists USA berhasil replicate nuclear fusion energy breakthrough for humanity. Scientists Amerika berhasil mereplikasi (replicate) nuclear fusion energy yang hanya kita jumpai pada bintang-bintang (stars) dan matahari (sun) di jagad raya.  Arti buat humanity dan bangsa Amerika: 1. Kepentingan nasional security negara dan bangsa Amerika, karena nuclear fusion energy menjadi game changer dalam dunia nuclear technology.  2. Untuk pertama humanity akan memiliki sumber energy yang sangat bersih dan tidak mengandung radiation, plus bahan material yang dibutuhkan untuk nuclear fusion energy sangat melimpah di bumi. Untuk pertama juga humanity tidak akan lagi tergantung pada fossil fuels, crude oil, nuclear reactor yang toxic dengan radiation dan limbah nuclear yang membahayakan kesehatan manusia, batu bara dan combustion energy lainya yang menghasilkan ribuan tons of C02 yang merusak lingkungan hidup dan kehidupan humanity Cukup mengunakan technology nuclear fusion ini sudah bisa melakukan space travel bahkan interplanetary, interstellar dan intergalactic. 3. Nuclear fusion energy breakthrough ini bagi bangsa dan negara Amerika  seperti kondisi dimasa perang dunia II, dimana waktu itu scientists USA baru saja menemukan senjata nuclear bombs untuk mengalahkan dan mengakhiri perang dunia II.\" Dapat ditarik kesimpulan pecah tidaknya PD III tergantung Amerika. Dan ini menaikkan level Amerika pada stratifikasi konstelasi dunia. Maka mari kurangi adu gede bicara. Haiya sadarlah saliki (sedikit). Masih banyak penduduk yang tingkatkan enerji dengan semprong. (RSaidi)

Majelis Islam A'la Indonesia - MIAI

Oleh Ridwan Saidi Budayawan APA misi pendudukan Jepang di Indonesia. Tak mudah dijawab. Orang Jepang (suku Ainu) sudah bermigrasi ke Indonesia setidaknya pada XI M, lihat relief Borobudur. Beberapa waktu lalu saya didatangi ahli dari Jepang bertanya dimana di abad-abad lampau orang-orang Jepang dirikan Ginza di Jakarta. Saya jawab di Jl Pembangunan II linras Jl Gajah Mada seraya saya tinjukkan photo XIX M dimana orang Jepang dan Indonesia bergambar dengan latar belakang Ginza Gg Chasse (Pembangunan II). Gg Chasse dahulunya Jembatan Busu\'. Jamba (hunian) Tana (orang) Busu\'. Busu\' dan Chasse sama arti (jangan kaget) Gypsi. Maka tak lama setelah Jepang menerima penyerahan Nederlands Indie (bukan Dutch Government), Jepang langsung mengembalikan nama Batavia balik ke Jakarta yang mereka ucap Jakurata. Seluruh partai dan ormas dilarang bergiat. Tetapi tahun 1943 organisasi-organisasi Islam dibuatkan wadah berkumpul Majlis Islam A\'la Indonesia (MIAI) yang berkantor di Jl Teuku Umar. MIAI giat bikin penerangan agama baik lisan mau pun tercetak. Pada tahun 1943 juga Jepang mengangkat orang Indonesia: Dahlan Abdullah menjadi walikota Jakarta.  Walkot Dahlan Abdullah membangun kawasan Manggarai timur yang diberinya nama Jalan Minangkabau. Jelang merdeka MIAI membentuk Lasykar Hizbullah. Hizbullah kelak berperan besar dalam mempertahankan kemerdekaan. Apa sesungguhnya missi Jepang di Indonesia pada PD II tak mudah menjawabnya. (RSaidi).

Laan Holla di Jl Sabang

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  PAPAN nama jalan sebelum Jl Sabang tertulis Laan Holla. Laan itu jalan, tapi Holla salah. Ucapan toponim harus ikut native setempat. Zainabun atau Mak Abung  waktu saya jumpa di kampungnya Kebon Siri pada tahun 2017 usianya 104 tahun. Mak Abung wafat 2019. Dalam lidah Mak Abung mengucapkanya Hula. Jadi, ini khazanah Melanesia untuk salam. Laan Hula hunian orang dari Pacific. Laan Hula sekarang Jl Sabang. Di Jl Sabang sebelah barat ada Kampung Lima. Pesinden sohor 1950-an Upit0 Sarimanah pernah tinggqkal di Kampung Lima. Lima sebutan orang Peru. Di Kebon Siri ada kampung Kuetero, Quetero, atau Quartier. Itu hunian Portugis. Jl Wahid Hasyim sebelumnya Jl Asem Lama, Jl Asem Baru jadi Jl Sam Ratulangi. Kampung Asem ada di Jl Kakap, Jl Asemka ada di Kota. Jl Asem Reges di Sawah Besar, Gang Asem di Kampung Melayu. Asem flora. Mestinya Jl Asem juga ada di sekitar Jakarta. Nyatanya hampir tak ada. Achem, dibaca Asem, migran dari Algier barat yang berbahasa Swahili. Ke timur Kebon Siri ada Prapatan, ini bukan perempatan tapi flora. Tak jauh dari sini Kwitang. Ini toponim Myanmar.  Toponim di Jakarta mencerminkan beragamnya bangsa-bangsa migran yang ke Jakarta.  Menteng istilah yang muncul tahun 1920, artinya perluasan. (RSaidi).

Kebayuran

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  KEBAYURAN dari Bayur. Bayur jenis jati ringan. Banyak disukai untuk bangunan rumah. Apalagi untuk daun jendela dan pintu. Pada tahun 1905 Belanda potong 110.000 batang  jati bayur. Bekas lahan ditanami pohon karet. Topinim Kebayuran  (Lama) masih kuat nativity-nya. Simprug, countur tanah,  Rawa Blong , hunian lapang, Kemandoran, mandor nomenclatur kepala kampung, Senayan, pemakaman, yang resapan  Ciledug, Che Le Dug, nama orang, Palmertah. Palmyra, kota tua di Asia Barat.  Tahun  1948 pemerintah pendudukan Belanda memodernkan sebagian Kebayuran yang dikenal sebagai Kebayuran Baru. Pemborong Centraal Stichting  Wederopbouw (CSW) 27 Desember 1949 serah kedaulatan. Pemkot Jakarta Suwiryo lanjutkan sampai 1950. Final di tangan walkot Syamsurijal 1951-53. Pembangunan Kebayuran Baru dari era pendudukan lanjut ke era NKRI berjalan tertib tanpa heboh  gembar gembor dan tanpa pula memakai mistak-mistik. Sama dengan pembangunan kompleks Senayan. (RSaidi).