JURNALISME-WARGA

Aktivis Medsos: Kritik Adalah Hak, Namun Provokasi Tidak

Jakarta, FNN - Aktivis media sosial Enda Nasution mengatakan bahwa dalam iklim demokratis, aspirasi dan kritik merupakan hal yang sangat penting dalam upaya mengawasi jalannya pemerintahan. Enda, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin,mengungkapkan yang meresahkan dewasa ini adalah oknum-oknum yang justru mencederai hak-hak bersuaranya melalui serangkaian provokasi berkedok kritik di dunia maya. ”Sejatinya kritik di dalam sistem demokrasi merupakan hak warga yang tidak bisa direnggut, di mana kebebasan untuk berbicara pun dijamin oleh Undang-Undang (UU),” ujar Enda Nasution yang juga dijuluki Bapak Bloger Indonesia tersebut. Enda setuju bahwa kritik berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan harus dipahami bahwasanya opini yang datang kepada pemerintah tidak selalu datang dalam bentuk positif tapi bisa juga negatif. “Namun ketika (opini, pendapat dan aspirasi) sudah mengajak untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama apalagi menuju anarki, itu menjadi sebuah provokasi,” ujar Enda. Menurut dia, pemerintah dalam hal ini harus memposisikan diri untuk bersikap secara proporsional, terlebih dalam menanggapi kritik maupun provokasi yang tertuju pada pemerintah dengan bersikap tegas, tidak berlebihan namun tetap bijaksana. ”Seperti pada insiden pemblokiran internet di Papua yang saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo. Hal itu dilakukan menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua yang berujung ricuh,” terangnya. Menurut dia, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai usaha untuk menghambat penyebaran provokasi di dunia maya pada Mei 2020 lalu. “Ketika fitnah dan provokasi datang dari seorang tokoh atau publik figur, maka pemerintah harus menjawab karena jika dibiarkan maka dianggap seolah-olah itu benar, jadi perlu ada respon proporsional menurut saya yaitu dengan tidak terlalu sensitif namun juga tidak bisa terlalu dibiarkan,” ujarnya. Lebih lanjut, Bapak Blogger Indonesia itu juga turut menyampaikan tips untuk masyarakat bagaimana menyampaikan aspirasi dan opini yang tepat tetapi tidak juga mencederai hak-hak bersuaranya sebagai warga negara khususnya di media sosial yang saat ini telah menjadi wadah bagi masyarakat dalam menuangkan opini dan ide-ide. “Yang pertama fokus pada masalahnya, jangan melebar, kepada pribadi seseorang atau pejabat tertentu apalagi mengungkit SARA,” jelas Enda. Selain itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk melengkapi opini atau kritik dengan dukungan data dan fakta. Sehingga segala yang disampaikan bisa dipertanggungjawabkan agar bisa diverifikasi kebenarannya. Kemudian ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyampaikan kritik dalam keadaan emosional. ”Karena seringkali yang terjadi malah menjadikan kritik yang sebenarnya legitimate atau benar justru malah menjadi negatif bahkan provokasi hasutan,” tukasnya. Disamping itu, ia berpendapat bahwa memang sangat penting bagi masyarakat untuk bisa bijak dalam menyampaikan aspirasi dan kritiknya di sosial media melalui kampanye ‘gerakan bijak bersosmed’ yang fokus pada bagaimana kita berinteraksi dengan bijak di sosial media. “Salah satu poin yang selalu kita sampaikan di ‘gerakan bijak bersosmed’ bukan hanya penyampaian kritik namun juga tentang bagaimana kita berinteraksi secara bijak sehari-hari di sosial media,” katanya. (mth)

Anomali dan Ironi Presiden

by Sutoyo Abadi Jogjakarta, FNN - ANOMALI bisa diartikan sebagai suatu keganjilan, keanehan, atau penyimpangan dari keadaan biasa (normal) yang berbeda dari kondisi umum suatu lingkungan. Ironi yang berarti penipuan atau pura-pura, merupakan bahasa kiasan yang mengimplikasikan sesuatu yang berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan tersebut. Hampir semua yang dikatakan Presiden selalu berbeda pada akhirnya dengan yang di katakan sebelum-sebelumnya. Rocky Gerung menilai sikap Jokowi tidak mengerti arah kebijakan yang dicanangkannya. "Presiden betul-betul masuk dalam kategori man of contradiction, kami menangkap beliau tidak mengerti setiap arah kebijakannya akan ke mana," . Sejalan dengan pandangan Prof. Daniel M Rasyid, the crux of the problem permasalahan kepemimpinan Pak Jokowi itu adalah pada kegagalan kepemimpinan atau "leadership failure”. Jokowi tidak memiliki wawasan yang jelas tentang arah pembangunan di Indonesia, pemahaman dan penguasaan pada jiwa dan aksara Pancasila dan UUD 1945 masih kabur, serta wawasan Jokowi tentang globalisasi dan geopolitik pada umumnya juga tidak jelas. “Jadi memang _from the very beginning_ sudah mengusung portofolio kegagalan itu. Tidak tampak Pak Jokowi memiliki wawasan yang jelas tentang arah pembangunan di Indonesia. “Kegagalan kepemimpinannya telah melahirkan kegagalan atau _fiasco multidimensional_. Fiasco itu terjadi hampir di seantero kehidupan nasional bangsa Indonesia.” Kegagalan demokrasi yang telah berubah menjadi oligarki, otoritarianisme, nepotisme dan menjadi rezim pemborong kebenaran. Jadi dalam bahasa teknisnya itu rezim ini menjadi _solipsistik rezim_ yang merasa paling borong kebenaran, yang selain rezim itu keliru. “Di masa krisis seperti sekarang ini terlalu jelas bahwa Pak Jokowi memang tidak punya kompetensi kepemimpinan. Sampai kapan Anomali dan Ironi Presiden akan berahir, seperti tidak akan pernah berahir dan baru akan berakhir dengan berakhirnya Presiden mengahiri masa jabatannya. End. Penulis Sekretaris KAMI se-JAWA

FNN Lahir, Bertahan Membela Keadilan dan Kebenaran

by Sutoyo Abadi Jogjakarta, FNN - Kita bersyukur lahirnya FNN yang mampu memberikan informasi dan pencerahan komprehensif info selalu hasil cross chek dari berbagai sumber dan analisa tajam yang objektif atas kejadian yang sebenarnya. Saat ini banyak media hanya menyiarkan informasi yang berasal dari satu sumber. Wartawan mulai takut untuk terjun ke lapangan dan menggali serta memperkaya informasinya lebih lanjut. Analisa, alur kejadian, dan struktur pemberitaan tampak kehilangan spirit jurnalisme benar dan baku. Tidak bermaksud menghakimi bahwa jurnalis Indonesia makin tumpul cara berpikirnya. Saya hanya menangkap bahwa jurnalis Indonesia makin tertekan. Makin harus banyak berkompromi, dan makin tidak bebas mengeksplorasi peristiwa. Lebih berbahaya info hasil olahan buzzer muncul dengan bebagai ragam corak dan versinya. Buzzer beda dengan jurnalis. Buzzer jelas bukan jurnalis. Buzzer hanya menulis, berteriak, berdasarkan perintah kakak pembina atau majikannya. Peristiwa apa harus disikapi bagaimana? Sudah di-setting secara terstruktur dan sistematis. Contoh kasus penembakan di Mabes Polri. Info yang spontan kita terima kering dari info yang dalam. Misalnya, dengan siapa perempuan itu datang? Siapa yang mengantar? Mengapa KTP tidak ditinggal di pos depan pintu masuk? Mengapa aparat tidak menangkapnya? Siapa keluarganya? Mengapa dia baru membuat Instagram sehari sebelumnya? Apakah dia melek digital? Sehingga baru bisa membuat Instagram dan lain-lain? Tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran (Kovach & Rosenthiel, 2002). Itu bisa dilakukan dengan menelusuri jejak sebelum dan sesudah insiden terjadi. Karya jurnalistik tak cukup hanya dengan menjawab 5W+1H. Karena siaran pers polisi isinya sudah memenuhi syarat itu. Hadirnya FNN saat ini seperti menjadi OASE satu-satunya sumber terbaik, akurasi berita dan informasinya menjadi rujukan masyarakat. Memang ada konsekuensinya kalau istana tiba-tiba marah pasti akan muncul rekayasa memaksa FNN harus membubarkan diri. FNN bukan hanya menyampaikan informasi atas setiap peristiwa, tetapi hadirnya Bung Hersubeno Arif berwawancara khusus dengan Bung Rocky Gerung, menjadi salah satu media pencerahan yang luar biasa elegan, faktual, dan terpercaya mendasari diri pada analisa dan kajian akal sehat. Selamat berjuang : Bung Hersubeno Arif, Bung Rocky Gerung, Bung Said Didu, Bung Edy Mulyadi dan kawan-kawan... Doa kami menyertai menyertai anda semua. Selamat berjuang. Perjuangan tuan-tuan yang penuh resiko tidak akan sia-sia. Aamiin Ya Robbal Alamin. End. Penulis adalah Sekretaris KAMI se-Jawa.

Miris, Orang Telantar Ditemukan Kehujanan di Tempat Sampah Rumah Sakit

by Bambang Tjuk Winarno Madiun, FNN - Jumat (08/01). Peristiwa humanisme menyentuh perasaan terjadi di Madiun, Jawa Timur, Kamis sore (7/1). Pria muda berstatus sebagai orang terlantar ditemukan mendekam kedinginan di tempat sampah sebuah rumah sakit, dalam kondisi cuaca turun hujan. Korban yang tidak memiliki tanda pengenal diri dan sulit diajak bicara itu, pertama kali ditemukan petugas Rumah Sakit Paru Dungus, Desa Ngebrak, Kecamatan Wungu. Saat ditemukan, korban hanya mengenakan celana pendek dan kaos lusuh penuh daki. Posisinya duduk mendekam dengan kedua tangan silang mengapit dada, sebagai tanda tengah melawan rasa dingin guyuran hujan serta hawa pegunungan. "Menggigil kedinginan saat pertama kali ditemukan petugas rumah sakit itu. Mengenakan kaos tapi sudah lusuh," tutur Maidora, anggota Tim SAR, kepada jurnalis. Korban yang nampak lepas ingatan, ketakutan, dengan kedua bola mata yang pandang tiada arti itu langsung dievakuasi petugas rumah sakit. Evakuasi dilakukan dengan bantuan warga sekitar, kemudian dimandikan. Pihak rumah sakit juga mengganti baju yang menempel di tubuh korban, dengan pakaian baru yang lebih nyaman dikenakan. "Sekarang sudah berada di ruang perawatan rumah sakit tersebut. Juga sudah diberi makan dan kebutuhan lainnya. Tapi belum ada pihak keluarga yang merasa kehilangan," tambah Maidora. Pihak Rumah Sakit Paru Dungus belum ada yang bisa dimintai konfirmasi terkait itu. Yang pasti, korban sudah dalam penanganan rumah sakit setempat. Yang ironis, disaat anak bangsa terserakh di muka bumi tanpa arti, justru pejabat tinggi berpesta korupsi seakan hilang rasa peduli. Korban yang mestinya memperoleh hak penuh penanganpemerintah atas kondisi sosialnya, namun anggaran bantuan sosial segede Rp. 5,9 trilyun malah dikorupsi Menteri Sosial nya, Juliari Batubara. Kini korban dalam pengawasan pihak Rumah Sakit Paru Dungus, sambil menunggu perkembangan apakah ada pihak keluarga yang mengakui kemudian mengajaknya pulang kembali. Penulis adalah Pelaku UMKM.

Soal Tarik Paksa Dana Nasabah, BRI Madiun Plintat Plintut

by Bambang Tjuk Winarno Madiun, FNN - Kamis (07/01). Otoritas Bank BRI Cabang Madiun berputar putar dan terasa mbulet, dalam memberikan keterangan soal adanya dugaan penarikan ulang secara paksa dana nasabah, pelaku usaha kecil menengah, yang terlanjur diterima lewat program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), sebagai kebijakan ekonomi Presiden Jokowi. Penilaian itu disampaikan Bambang Gembik, personil LSM Garda Terate Madiun, saat pihaknya bersama beberapa jurnalis media digital, melakukan konfirmasi kepada Bank BRI Cabang Madiun, Kamis (7/1). Dalam konfirmasi itu Bank BRI diwakili Herman Rusadi, Assistant Manager Bank BRI setempat. Menurut Gembik, nama lapangan Bambang Gembik, selain menyampaikan jawaban secara muleg, Herman Rusjadi juga terbaca mulai melempar tanggung jawab kepada pihak lain, yang dalam hal ini pihak Kementerian Koperasi dan UKM. Kepada jurnalis Herman Rusjadi mengatakan, pembekuan rekening nasabah penerima BLT UMKM dalam program BPUM tersebut, atas dasar verifikasi ulang yang diminta beberapa pihak yang mengusulkan, termasuk Kementerian Koperasi dan UMK. "Jadi kami (Bank BRI Cabang Madiun) hanya diminta melakukan verifikasi ulang terhadap penerima bantuan oleh Kemenkop dan UKM. Misalnya, kami mengirimkan foto lokasi maupun sosok penerima bantuan, kemudian kita kirim kepada Kemenkop dan UKM," kata Herman Rusjadi. Sementara menurut Indra Setyawan, Kepala Dinas Perdagkop dan UMKM setempat, bahwa verifikasi bagi wira usaha kecil menengah, sebagai syarat menerima bantuan tersebut, sesuai aturan, dilakukan kolegial antara BRI dan Kementerian Koperasi dan UKM sejak awal pem-verifikasi-an. "Terkait bantuan itu, calon penerima bisa mendaftar di Disperdagkop atau BANK BRI setempat. Mengacu Permenkop tentang BPUM, yang menyetujui dapat atau tidaknya bantuan tersebut, adalah tim Kemenkop dan Bank BRI selaku penyalur dana," jelas Indra Setyawan. Sikap bernada bantahan soal verifikasi ulang hingga berujung dipenggalnya tanpa konfirmasi, sejumlah dana nasabah penerima bantuan juga ditegaskan Gembik. "Nasabah yang sudah valid dan mendapat bantuan dana, dibilang tidak valid pada verifikasi berikutnya. Apakah saat verifikasi awal petugasnya gila. Kemudian verifikasi berikutnya diisi petugas yang waras. Apa begitu? Ini gak masuk akal, bahkan akal akalan ini namanya, Mas," tukas Gembik dengan culasnya. Terkait jumlah penerima bantuan dana BPUM di wilayah kota dan kabupaten setempat, pernyataan Herman Rasjadi, menurut Gembik juga berputar putar. Di awal, Herman Rusjadi mengaku jumlahnya sebanyak 21.698 penerima. Namun saat dikonfirmasi ulang dia mengatakan, jumlah tersebut adalah targetnya. Sedangkan jumlah pihak yang menerima bantuan, hingga saat ini, tercatat baru mencapai 17 ribu orang, kurang sekitar 4 ribu orang. Melihat jumlah itu Gembik menduga, tidak menutup kemungkinan jumlah korban tarik ulang dana bantuan BPUM, bahkan berujung tragis sang nasabah justru punya hutang Bank BRI, mencapai ribuan orang. "Saya mendapat sampel tiga orang nasabah yang sudah jadi korban. Jika melihat jumlahnya begitu banyak, dimungkinkan jumlah korban bisa mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu," teriak Gembik emosi. Gembik yang saat itu langsung bertandang ke Kantor Kejaksaan Negeri Kota Madiun, guna menindak lanjuti kasus tersebut, masih terkendala para pejabat setempat yang tidak berada di tempat. "Para pejabat banyak yang keluar kantor, Mas. Rapat dan ada keperluan lain," tutur resepsionis Kejari Kota Madiun, yang dibenarkan sekuriti setempat. Seperti diberitakan sebelumnya, para pelaku usaha kecil dan menengah di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mendadak tidak mempercayai policy ekonomi Presiden Jokowi lewat Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang tersalurkan program bantuan langsung tunai (BLT) UMKM. Hal itu baru disadari setelah bantuan yang sudah diterima usahawan kelas teri tersebut ditarik kembali pihak BRI, bahkan masih dikenakan kewajiban membayar sejumlah utang. Sedikitnya tercatat 3 orang wira usaha berbagai bidang, yang dimintai konfirmasi jurnalis atas musibah yang menimpanya. Mereka masing masing Rini, warga Desa Klecorejo, Kecamatan Mejayan, Yuliana, warga Madiun dan Riana, warga Kecamatan Manguharjo, Madiun Kota. Rini yang didampingi Yitno, suaminya, kepada jurnalis, Rabu (06/1), merinci kisah sedihnya yang diawali saat dia mendaftar BLT UMKM via daring pada Agustus tahun lalu. Beberapa hari usai pendaftaran yang hanya berbekal nomor KTP nya itu, dia mendapat jawaban yang menyatakan pihaknya layak mendapat bantuan tersebut. Bantuan sebesar Rp. 2.400.000 tersebut langsung nangkring di rekeningnya pada 15 Agustus 2020. Rini langsung mencairkan dana tersebut, lantaran segera digunakan untuk mengembangkan usahanya di bidang penjualan baju muslim secara online. Namun sirnalah kegembiraan itu. Pasalnya, dana sebesar Rp. 1.200.000 yang ditransfer Winata, warga Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, yakni konsumen pemesan baju muslim, pada Senin (4/1), itu lenyap saat hendak dicairkan Rini. "Jadi uang dari konsumen itu mau saya belanjakan untuk memenuhi pesanannya. Ternyata kartu ATM saya kosong. Bahkan saya malah dinyatakan punya hutang BRI sebesar Rp. 1.200.000," ungkap Rini. Makin memilukan saat dia meminta penjelasan kepada pihak BRI setempat, atas bencana yang dialaminya. Rini, menurut petugas BRI, sesuai verifikasi lanjutan ternyata tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan. Pihak BRI, menurut Rini, membekukan rekeningnya lantaran rekening tersebut terdaftar sebagai penerima bantuan, yakni Banpres Produktif Usaha Kecil (BPUM) yang tersalurkan lewat program BLT UMKM. "Bantuan itu tidak menyenangkan. Tapi malah menyusahkan. Bagaimana tidak, saya jadi pontang panting kalau begini ini. Masih dianggap punya hutang BRI lagi," keluhnya. Pihak BRI, menurut Rini, akan mengaktifkan kembali rekening bank nya jika dia sudah mengembalikan utangnya kepada BRI sebesar Rp. 1.200.00. Sementara LSM Garda Terate Madiun yang mendengar persoalan ini, langsung bereaksi keras dan segera melanjutkan laporannya ke Kejaksaan setempat. Kepada jurnalis yang menemuinya terpisah, Bambang Gembik, personil LSM Garda Terate Madiun, menilai bantuan itu dapat dikatakan praktek 'akal akalan' pemerintah berkedok membantu. "Bantuan pemerintah kepada pelaku usaha kecil lewat program BLT UMKM itu gratis. Cuma cuma alias hibah. La kok dibilang hutang oleh BRI. Katakanlah kalau benar nasabah hutang, apakah BRI punya bukti otentik yang menyatakan nasabah itu pinjam uang?," bentak Gembik. Lebih lanjut Gembik menyoroti cara BRI menagih pinjaman kepada nasabah, yang dlakulan dengan cara langsung memangkas dana dari rekening milik nasabah tanpa konfirmasi yang berhak. Yang lain, cetus Gembik, bab pembekuan rekening nasabah dengan alasan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat pada verifikasi lanjutan, dianggap sebagai alasan orang tidak waras. "Begini ya. Kalau memang benar ada verifikasi lanjutan, itu artinya verifikasi pertama belum fix. Belum final. Lah kalau belum final kenapa uang bantuan kok sudah ditransfer kepada nasabah? Waras gak ini?," hardiknya. Sebagaimana dikutip Antara, Selasa (25/8/2020), Presiden Jokowi menegaskan, "Sekali lagi Banpres produktif ini perlu saya sampaikan ini adalah hibah, bukan pinjaman, bukan kredit, tapi hibah,”. Disambung Gembik, kasus tersebut diduga menimpa ribuan pelaku usaha kecil dan menengah di wilayah Madiun, yang tertatih tatih mencari bantuan dana modal guna mengembangkan usahanya. Sementara Asisten Manager Bisnis Mikro BRI Cabang Madiun, Herman, yang hendak dikonfirmasi jurnalis di kantornya, Jalan Pahlawan Madiun, ternyata tidak berada di tempat. "Bapak tidak ada di kantor. Sedang pergi keluar kantor," tutur pria gendut, yang enggan namanya di online kan, namun bersedia disebut posisinya sebagai Resepsionis BRI setempat. Resepsionis itu juga enggan memberikan nomor seluler Herman, saat diminta jurnalis untuk konfirmasi, dengan alasan pihaknya tidak mengetahui seluler Herman. Untuk menuntaskan kasus ini, LSM Garda Terate Madiun, menurut Gembik, segera mengumpulkan bukti bukti dari para korban untuk secepatnya dimasukkan ke Kantor Kejaksaan setempat, sebagai laporan. (fin) Penulis adalah Pelaku UMKM.