andika-perkasa

Surpres Calon Panglima TNI Atas Nama Jenderal Andika Perkasa

Jakarta, FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima Surat Presiden (Surpres) yang berisi calon Panglima TNI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa. Surpres Nomor R-50/Pres/10/2021 itu diantar langsung Mensesneg Pratikno kepada Pimpinan DPR. “Pada hari ini, Presiden telah menyampaikan Surat Presiden mengenai usulan Calon Panglima TNI kepada DPR RI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa, untuk mendapatkan persetujuan DPR,” kata Puan. Hal itu disampaikan Puan dalam konferensi pers di Media Center DPR RI, Jakarta, Rabu (3/11/2021), usai menerima Mensesneg Pratikno. Hadir pula dalam jumpa pers Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel. Setelah menerima nama calon Panglima TNI, kata Puan, DPR RI akan menindaklanjuti Surpres dengan menugaskan Komisi I DPR RI untuk melakukan pembahasan termasuk fit and proper test terhadap calon yang diajukan oleh Presiden. Selanjutnya, Komisi I akan melaporkan hasil pelaksanaan fit and proper test di dalam Rapat Paripurna untuk mendapatkan persetujuan. “Persetujuan DPR RI terhadap calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, disampaikan kepada Presiden paling lambat 20 (dua puluh) hari, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh DPR RI,” urainya. Puan menegaskan, DPR RI dalam memberikan persetujuan Panglima TNI usulan Presiden, akan memperhatikan dari berbagai aspek dan dimensi yang dapat memberi keyakinan bahwa Panglima TNI yang diusulkan dapat menjalankan tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang TNI. “TNI ke depan juga diharapkan dapat merespons dan mengantisipasi dinamika perkembangan geopoloitik serta medan perang baru yang dipengaruhi oleh cyber dan teknologi, yang dapat mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa,” ujar cucu proklamator Bung Karno ini. Puan mengingatkan, dalam setiap momentum pergantian Panglima TNI akan selalu disertai harapan rakyat. “Agar TNI dapat mewujudkan dirinya sebagai alat negara yang profesional dan efektif dalam mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara,” ujarnya Namun, DPR bisa menolak calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden. Jika ini yang terjadi, maka Presiden harus mengirim nama baru. Tapi, penolakan calon Panglima TNI yang sudah diusulkan Presiden sangat jarang terjadi. Dikirimnya surpres ini mengakhiri teka teki soal siapa Panglima TNI baru pengganti Hadi. Sebelumnya, selain nama Andika, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono menjadi calon kuat. Yudo menjadi calon kuat karena berdasarkan prinsip rotasi, harusnya tampuk Panglima TNI dijabat oleh AL setelah sebelumnya dijabat matra udara. (as)

Kecil Peluang Letjen Dudung Abdurrachman Jabat KSAD Baru

Oleh: Mochamad Toha SIAPA yang bakal menggantikan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai KSAD menarik disimak. Apakah Letjen TNI Dudung Abdurrachman yang menjabat Pangkostrad akan mendapat promosi sebagai KSAD? Jika menyimak syarat tidak tertulis internal Angkatan Darat, pria kelahiran 19 November 1965 yang lulusan Akmil 1988 itu, kecil peluangnya. Dudung itu tidak pernah dalami Intelijen, Kopassus, dan Paspampres. “Benar 100%. Kasad itu wajib mengenyam dunia intelijen, pasukan khusus, dan juga Paspampres. Yang tidak memenuhi tiga syarat itu haram hukumnya jadi Kasad. Ini harus diketahui,” ungkap sumber FNN.co.id. “Dia akan jadi “Kasad Baliho”. Jokowi memang cari orang yang bodoh, tapi keras. Kalau betul jadi Kasad akan terjadi polemik nantinya,” tegas sumber FNN.co.id lainnya. Kabarnya, Dudung itu memang sedang disiapkan oligarkhi untuk gantikan Laksamana TNI Yudo Margono yang tidak mau konfrontasi dengan Andika Perkasa. “Kita lihat saja nanti, kalau dalam sisa waktu ini Dudung Abdurrachman naik ke KSAD, berarti Andika Perkasa out. Dan, Dudung jadi Panglima TNI,” lanjutnya. Tapi, berdasarkan teori interaksi simbolik Mensesneg Pratikno yang datang ke Mabes TNI AD pekan lalu, diduga kuat Andika Perkasa diplot menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. “Pilihan pada Andika sudah melalui pertimbangan yang matang,” ungkap pengamat Militer dan Pertahanan Selamat Ginting kepada Hersubeno Arief melalui kanal Hersubeno Point, jaringan FNN, Selasa (12/10/2021). Setelah pensiun, kata Ginting, pengganti Andika tidak mungkin dari TNI AD lagi, karena TNI AL akan kehilangan kesempatan 2 kali menjadi Panglima TNI. “Ini akan berakibat kurang bagus. Sebagai kompromi, Presiden Jokowi bisa menggunakan Perpres 66 tahun 2019, di mana ada posisi Wakil Panglima TNI. Kemungkinan Yudo Margono menjadi Wakil Panglima TNI,” tegasnya. Perpres ini, lanjut Ginting, pernah dipakai ketika Laksamana TNI Widodo AS jadi Panglima TNI. Saat itu Fahrur Rozi sebagi Wakil Panglima. Setelah itu Panglima TNI Endriartono Sutarto, tidak ada lagi posisi wakil Panglima. Jadi, papar Ginting, ketika Andika jadi Panglima TNI, kemungkinan wakil Panglima TNI bisa diisi oleh Yudo Margono. Perpres itu akan digunakan lagi. Tetapi, kalau Perpres itu tidak digunakan, dia akan tetap menjadi KSAL. Kalau Yudo boleh memilih, akan memilih KSAL ketimbang Wakil Panglima TNI. Tapi, setelah Presiden Jokowi sukses menjadikan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, tak serta-merta posisi orang nomor satu di republik ini sudah kuat, sebab Andika hanya menjabat sekitar 1 tahun 2 bulan. Maka Presiden Jokowi harus memikirkan sosok pimpinan TNI yang sesuai dengan seleranya. Ia harus mengkader pimpinan TNI, bahkan sampai pasca 2024. Dosen Universitas Nasional Jakarta itu menegaskan, Presiden Jokowi harus menyiapkan sosok pimpinan TNI yang memiliki jejak hubungan baik Jokowi sendiri. Dudung-lah sosok yang akan menggantikan Andika Perkasa. Tapi, jika menyimak tiga syarat tidak tertulis internal TNI AD, Dudung tidak akan bisa menjabat KSAD. Letjen Dudung itu tidak pernah dalami Intelijen, Kopassus, dan Paspampres. Selama menjabat menjadi Pangdam Jaya, sepak terjang dan profil Dudung kerap menjadi perhatian. Terutama ketika Dudung mengerahkan pasukan untuk menurunkan Baliho bergambar Habib Rizieq Shihab. Mungkin, menurut Presiden Jokowi, itu dianggap sebagai prestasi Dudung, menggantikan peran Kepala Satpol PP. Dudung dipercaya jadi Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Eko Margiyono yang menjadi Kasum TNI. Jabatan Kasum TNI ini sebelumnya diisi oleh Letjen TNI Ganip Warsito yang baru dilantik sebagai Kepala BNPB menggantikan Letjen TNI Doni Monardo. Jika Dudung tidak penuhi tiga syarat tadi, harus dicari sosok lainnya. Adalah Letjen Eko Margiyono yang telah penuhi tiga syarat tersebut. Letjen Eko pernah dalami dunia intelijen, pasukan khusus, dan juga Paspampres. Sebelum menjabat KSUM TNI, Eko dikenal sebagai Pangkostrad. Selama 32 Tahun berdinas sebagai perwira TNI, Letjen TNI Eko Margiyono berhasil menempati beberapa jabatan strategis di TNI AD. Menjadi Kasum TNI merupakan kali kedua berkiprah di luar struktur Angkatan Darat. “Ini merupakan suatu kerhormatan bagi saya untuk mengemban tugas ini maka saya harus melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan jabatan ini,” ujar Eko Margiyono. Menurutnya, kemampuan setiap individu maupun secara unit, tim, bahkan satuan harus dipelihara juga dan ditingkatkan. Karena banyak tantangan dalam penyelesaian yang harus kita selesaikan dengan sebaik baiknya. “Menjadi seorang prajurit itu kita harus siap dimana pun kita ditugaskan, sesungguhnya sedih untuk meninggalkan TNI AD saat ini tetapi secara pribadi saya siap untuk menjalankan tugas ini,” ujar Eko Margiyono. Melansir dari Wikipedia, Eko Margiyono lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 12 Mei 1967. Dia merupakan lulusan Akmil 1989 dari kecabangan Infanteri (Kopassus). Eko Margiyono pernah mengemban amanat sebagai Danjen Kopassus hingga Pangkostrad. Jabatan terakhir jenderal bintang tiga ini adalah Panglima Kodam Jaya. Ia pernah menjabat Dangrup A Paspampres (2010-2012), Gubernur Akmil (2017-2018), Danjen Kopassus (2018-2019), Pangdam Jaya (2019-2020), Pangkostrad (2020). Sebelumnya, Eko juga pernah jabat di Paspampres. Meski dari sisi usia Eko Margiyono lebih muda dari Dudung, tapi lulusan Akmil 1989 ini jabatannya selalu mendahului Dudung yang alumni Akmil 1988. Jika melihat tiga syarat tadi, peluang Eko Margiyono gantikan Andika Perkasa lebih besar ketimbang Dudung Andurrachman. Penulis Wartawan FNN.co.id

Pilihan Presiden Jokowi Mengarah Andika Perkasa?

Oleh: Mochamad Toha Bursa calon pengganti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berkutat pada tiga perwira tinggi TNI: KSAD Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fajar Prasetyo. Pasalnya, itulah salah satu syarat untuk menduduki jabatan Panglima TNI seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). (4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Pasal 13 ayat (3) UU Nomor 34 Tahun 2004 berbunyi: (3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI. Meski jabatan Panglima TNI sudah dua kali dipegang matra Darat, namun ketentuan Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 34 Tahun 2004 yang menyebutkan “dapat dijabat secara bergantian” itu menyangkut etika saja. Tidak ada keharusan atau kewajiban bahwa Panglima TNI “dapat dijabat secara bergantian”, kecuali kata “dapat” itu diganti “harus” atau “wajib”. Barulah jabatan Panglima TNI bisa dilakukan bergantian. Masa jabatan Panglima TNI Hadi Tjahjanto akan berakhir pada 8 November 2021. Coba kita tengok ke belakang. Bagaimana pergantian Panglima TNI yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Panglima ABRI pada masa Reformasi untuk pertama kalinya dijabat oleh Laksamana Widodo Adi Sutjipto dari matra Laut. Ia diangkat oleh Presiden Abdurrahman Wahid menggantikan Wiranto pada 1999. Sebelumnya, Widodo AS menjabat Wakil Panglima ABRI pada era Presiden BJ Habibie. Jabatan Wakil Panglima kemudian diisi Jenderal Fachrul Razi. Widodo menjabat Panglima TNI dari 26 Oktober 1999 hingga 7 Juni 2002. Semasa kepemimpinan Widodo AS, terjadi pemisahan TNI dan Polri. MPR dalam Sidang Tahunan Agustus 2000 menetapkan 2 buah Ketetapan MPR, yaitu Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. TNI tetap dipimpin seorang Panglima TNI, sementara Polri di bawah Kapolri yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Selanjutnya, sebutan ABRI berganti menjadi TNI setelah Polri berpisah dan berdiri sendiri. Setelah menjabat panglima selama tiga tahun, Widodo AS diganti Jenderal Endriartono Sutanto dari matra Darat. Terpilihnya Endriartono Sutarto ini sebagai Panglima TNI untuk pertama kalinya melalui persetujuan DPR. Pada 28 Mei 2002, dalam Rapat Paripurna DPR secara resmi menyetujui pengangkatan Jenderal Endriartono Sutarto sebagai Panglima TNI. Pada 7 Juni 2002, ia dilantik oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada akhir masa jabatannya, Presiden Megawati mengajukan surat ke DPR pada 8 Oktober 2004 tentang pemberhentian Jenderal Endriartono Sutarto dan pengangkatan Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI. Tapi, DPR tidak segera memproses dan menyetujui calon yang diajukan Presiden Megawati. Beberapa hari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilantik, ia menarik surat Presiden Megawati tentang pemberhentian Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan pengangkatan Panglima TNI Jenderal Ryamizard Ryacudu yang telah diserahkan kepada DPR. Presiden SBY kemudian mengajukan nama KSAU Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI, menggantikan Endriartono Sutarto ke DPR pada 26 Oktober 2005. Setelah lebih dari setahun tidak diproses, SBY kembali mengajukan surat bernomor R07/Pres/I/2006 pada 16 Januari 2006 lagi dan mengusulkan Marsekal Djoko Suyanto sebagai calon tunggal Panglima TNI. Setelah melalui Uji Kelayakan dan DPR menyetujui pengangkatan Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI menggantikan Endriartono Sutarto, ia dilantik Presiden pada 13 Februari 2006 sebagai Panglima TNI. Setelah menjabat 1 tahun 10 bulan, sebelum memasuki masa pensiun, ia kemudian diganti oleh Jenderal Djoko Santoso dari matra Darat, dilantik sebagai Panglima TNI pada 28 Desember 2007. Djoko Santoso menjabat Panglima selama 2 tahun 9 bulan hingga berakhir pada 28 September 2010. Ia lantas digantikan Laksamana Agus Suhartono yang dilantik menjadi Panglima TNI. Agus Suhartono menjabat selama 3 tahun yaitu sejak 27 September 2010 hingga 4 September 2013. Ia kemudian digantikan Jenderal Moeldoko dari matra Darat. Moeldoko dilantik oleh Presiden SBY pada 30 Agustus 2013. Ia resmi melepas jabatannya pada 8 Juli 2015 di era Presiden Joko Widodo. Moeldoko menjadi Panglima TNI selama 1 tahun 10 bulan. Mengapa setelah dijabat dari matra Darat tidak digilir ke matra Udara? Kekhawatiran akan bangkitnya Neo-PKI menjadi salah satu pertimbangan Presiden Jokowi kembali mengajukan Panglima TNI dari matra Darat. Yakni Jenderal Gatot Nurmantyo yang akhirnya disetujui DPR. “Musuh PKI itu utamanya dari Angkatan Darat. Makanya, dipilihlah Gatot Nurmantyo,” ujar sumber FNN.co.id yang dekat dengan Istana. Mungkinkah pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto nanti masih dari matra Darat? Ancaman Neo-PKI jelas masih terasa. Diduga, peristiwa pembunuhan dan penganiayaan ulama yang terjadi selama ini dilakukan oleh pengikut PKI. Banjirnya TKA China yang juga komunis jelas juga merupakan ancaman. Dari tiga nama calon Panglima TNI yang mencuat itu, siapakah yang bakal diajukan Presiden Jokowi ke DPR nanti? Kabarnya, Jokowi akan memilik sosok yang punya pengalaman melibas teroris dan pemberontak. Presiden Jokowi sebelumnya sudah meminta masukan dan data keamanan nasional. Juga, sosok yang mampu tegas dalam bersikap. “Sampeyan pasti tahu, siapa yang akan dipilih Mas Jokowi,” lanjut sumber tadi. Yang jelas, tidak akan jauh dari nama Andika Perkasa, Yudo Margono, dan Fajar Prasetyo. Tinggal melihat siapa diantaranya yang punya pengalaman melibas pemberontak dan tegas dalam bersikap! Dialah yang bakal dipilih Presiden Jokowi! Penulis adalah Wartawan FNN.co.id