tim-hukum-nasional

Tim Hukum Nasional Upaya Negara Membungkam Lawan Politik

JAKARTA, FNN - Pengamat politik dari Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni menilai laporan perbuatan pidana terhadap sejumlah aktivis yang selama ini kerap menyuarakan dugaan terjadinya kecurangan Pilpres 2019 merupakan bentuk pembungkaman lawan politik melalui tangan hukum. "Laporan itu merupakan bentuk ketakutan para pendukung capres 01. Sangat politis sekali. Ingin membungkam lawan politik melalui tangan hukum," kata Sya'roni di Jakarta, Jumat (10/5/2019). Menurutnya, para tokoh yang dilaporkan tersebut sejatinya hanya ingin menyampaikan aspirasi atau lebih tepatnya ingin membongkar kecurangan Pemilu dengan harapan direspon oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dia juga menyoroti Tim Hukum Nasional yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. Menurutnya, tim yang beranggotakan para ahli hukum ini tidak memiliki manfaat dan hanya menghabiskan uang negara. "Sebaiknya dibubarkan saja. Buang-buang duit rakyat. Tidak ada manfaatnya untuk rakyat. Sebaliknya, tim tersebut hanya akan menyumbat aspirasi," kata Sya'roni. Dia juga berharap para ahli hukum serta para akademik menolak namanya tercantum menjadi anggota di tim tersebut. Pasalnya, itu hanya akan merusak reputasi ketokohannya. "Para professor tersebut hanya dijadikan tameng. Pemerintah ingin cuci tangan. Sekarang kecaman rakyat sudah beralih kepada para tokoh yang tercantum dalam tim," tandasnya. Tim Asistensi Hukum Polhukam atau Tim Hukum Nasional terdiri dari 22 pakar. Jumlah itu terdiri dari pakar, staf Polhukam hingga anggota Polri. Sejumlah nama pakar hukum yang ikut terlibat menjadi anggota antara lain, Prof. Muladi, Prof. Romli Atmasasmita, Prof. Mahfud MD, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, dan pakar hukum lainnya. Banyak kalangan mengkhawatirkan tim ini akan menjerat para tokoh-tokoh yang selama ini kritis terhadap pemerintah. Sebelumnya, sejumlah tokoh seperti Lieus Sungkharisma, Kivlan Zen, dan Ustad Haikal Hasan dipolisikan atas tuduhan perbuatan makar dan melanggar UU ITE. Advokat senior Eggy Sudjana juga ikut dilaporkan dan saat ini statusnya sudah menjadi tersangka kasus makar. Sementara Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menjelaskan, penetapan terhadap tersangka Eggi Sudjana dalam kasus dugaan makar sudah memenuhi unsur pidana yang ditersangkakan. "(Penetapan) tersangka itu sesuai dengan aturan. Ada bukti permulaan, seperti keterangan saksi, empat keterangan ahli, petunjuk, dan barang bukti yang disampaikan seperti video dan pemberitaan-pemberitaan di media online," kata Argo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/5/2019) kemarin. (rob)