“Lebih Dari 100 Orang Dibunuh Polisi”

Status medsos seorang dokter.

Siapa yang perintahkan dan mengizinkan Brimob Polda Jatim itu membawa gas air mata yang jelas-jelas dilarang oleh FIFA. Masa’ sekelas AKBP, apalagi Irjen tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) ada larangan FIFA itu?

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN)

ANGKA Resmi korban tewas akibat tembakan gas air mata polisi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sebanyak 131 orang supporter Arema FC. Sementara, data “tidak resmi” berdasarkan fakta di lapangan hingga malam tadi mencapai 219 korban tewas.

Banyaknya korban tewas, termasuk diantaranya anak-anak itu, telah menarik perhatian dunia. Tidak hanya FIFA. Bahkan, Fans klub raksasa asal Jerman Bayern Munich mengecam polisi yang menggunakan gas air mata sehingga menewaskan lebih 100 orang meninggal dunia termasuk belasan anak-anak dalam Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) itu.

“Lebih dari 100 Orang Dibunuh Polisi” – demikian umpatan dalam spanduk kecaman fans Bayern Munich yang berduka atas korban tembakan gas air mata polisi di Stadion Kanjuruhan.

“Tragedi” Kanjuruhan itu menjadi insiden kelam kedua di dunia sepak bola setelah tragedi Peru.

Sekedar catatan, Top 5 korban sepak bola di dunia:

1. Stadion Nasional Lima: Peru vs Argentina, 318 (m), 500 (s), 26/05/1964;

2. Stadion Kanjuruhan - Malang: Arema vs Persebaya, 219 (m), 150 (s), 02/10/2022;

3. Accra Sport Studium: Hearts of Oak vs Asante Kotoko; 126 (m), 7K (s), 09/05/2001;

4. Hillsborough Studium - Sheffield; Liverpool vs Nothingham Forest; 96 (m);

5. Ellispark, Johannesburg: Soweto vs Orlando Pirates, 11/04/2001.

Aksi solidaritas suporter atas tragedi Kanjuruhan terus bermunculan. Terbaru fans Bayern Munich yang melakukannya saat menyaksikan laga Viktoria Plzen dalam lanjutan Liga Champions, di Allianz Arena, Rabu (5/10) dini hari WIB.

Fans Bayern Munich membentangkan spanduk besar. Isinya menyalahkan tindakan polisi yang menembakkan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB.

Berawal dari beberapa suporter Arema FC, Aremania, yang turun ke lapangan. Pertandingan berakhir dengan penaklukan Persebaya atas Arema 3-2. Mereka langsung turun ke lapangan, tidak jelas apa maksudnya.

Menariknya, dari video yang beredar bisa dilihat, tak lama berselang, tiba-tiba polisi berseragam Brimob dari Polda Jatim menembakkan gas air mata ke arah Tribun penonton, bukannya “mengamankan” suporter yang turun ke lapangan tadi.

Itulah yang membuat pononton di Tribun 1-14 menjadi panik, berusaha untuk  menyelamatkan diri lari ke beberapa titik pintu keluar yang ternyata terkunci. Sehingga, terjadi penumpukan di titik-tidik tersebut.  

Penonton yang panik tersebut berdesakan dan saling injak sehingga kesulitan bernapas saat berusaha keluar dari pintu stadion. Akibatnya, sebanyak 131 orang dinyatakan meninggal dunia. Ratusan lainnya kini sedang dirawat di sejumlah rumah sakit di Malang Raya.

Sebenarnya, masuknya suporter ke tengah lapangan setelah peluit panjang ditiupkan adalah hal yang lazim di dalam sebuah pertandingan sepak bola. Hal itu pula yang saat itu dilakukan “perwakilan” suporter Arema FC pasca pertandingan vs Persebaya, Sabtu, 1 Oktober 2022.

Tapi, hal yang lazim di dunia sepakbola itu berbuah “tragedi” mengenaskan. Ratusan pendukung Arema yang menyaksikan pertandingan big match tanpa kehadiran suporter Persebaya itu harus meregang nyawa.

Kepanikan akibat lontaran gas air mata yang membabi-buta oleh polisi ke tribun penonton ditengarai sebagai penyebabnya. Aparat keamanan telah melanggar SOP yang ditetapkan FIFA, induk organisasi sepak bola tingkat Dunia.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung mencopot Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat dari jabatannya. Pencopotan Kapolres Malang ini terkait tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.

Selain mencopot Kapolres Malang, Kapolri juga mencopot sembilan pejabat di kepolisian lainnya terkait dalam tragedi yang menewaskan ratusan orang itu. Berdasarkan rilis resmi, korban tewas mencapai 131 orang.

Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, keputusan menonaktifkan Kapolres tersebut setelah dilakukan analisa dan evaluasi dari tim investigasi yang dibentuk Kapolri.

“Malam ini, Kapolri sudah mengambil satu keputusan, memutuskan untuk menonaktifkan sekaligus mengganti Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat,” kata Dedi yang dikutip dari Antara, Senin (3/10/2022).

Dedi menjelaskan keputusan untuk menonaktifkan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat tersebut tertuang dalam Surat Telegram Nomor ST 20 98 X KEP 2022. Ferli dimutasi sebagai Perwira Menengah Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri.

Ferli Hidayat digantikan AKBP Putu Kholis Arya yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Polda Metro Jaya.

“Ferli Hidayat dimutasikan sebagai Pamen SSDM Polri dan digantikan AKBP Putu Kholis Arya,” kata Irjen Dedi Prasetyo.

Dedi menyebut sesuai dengan perintah Kapolri, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta juga menonaktifkan jabatan Komandan Batalyon (Danyon), Komandan Kompi (Danki), dan Komandan Peleton (Danton) Brigade Mobile (Brimob).

“Sesuai dengan perintah Kapolri, Kapolda Jatim juga melakukan langkah yang sama. Melakukan penonaktifan, jabatan Danyon, Danki, dan Danton Brimob sebanyak sembilan orang,” katanya.

Nama-nama yang dinonaktifkan tersebut adalah AKBP Agus, AKP Hasdarman, Aiptu Solihin, Aiptu M Samsul, Aiptu Ari Dwiyanto, AKP Untung, AKP Danang, AKP Nanang, dan Aiptu Budi.

Hingga kini, semua masih dalam proses pemeriksaan tim. “Semuanya masih dalam proses pemeriksaan tim malam ini,” katanya.

Menurut pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (4/10/2022), khusus tentang soal Malang ini, orang mau mem-by pass itu dengan menyebutnya sebagai tragedi kemanusiaan.

Itu juga keliru. Karena dalam tragedi itu tidak ada unsur manusia. Tragedi itu sesuatu yang terjadi karena nasib manusia dikendalikan oleh hal-hal di luar kemampuannya. “Itu namanya tragedi,” tegasnya.

Sekarang, kita harus minta pertanggungjawaban. Artinya, dia bukan tragedi. Dia adalah satu add of commission atau minimal add commission, pembiaran.

“Kalau mungkin bukan kesengajaan itu masih orang catat juga, kalau bukan kesengajaan kenapa ditembakkan ke arah Tribun, sehingga itu bikin panik sebetulnya,” ujar Rocky Gerung pada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief.

Mungkin kita bisa sebut sementara itu add of commission, yaitu pembiaran. “Nah, ini soalnya dan sampai sekarang yang saya ikuti keterangan pers dari PSSI, Kapolda, segala macam, seolah-olah itu datar saja, sebagai peristiwa biasa itu,” lanjut Rocky Gerung.

Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta akhirnya meminta maaf atas insiden Stadion Kanjuruhan. Nico mengakui kesalahan dalam pengamanan di sana, sehingga ratusan nyawa hilang dalam tragedi tersebut.

“Saya sebagai Kapolda prihatin sekaligus meminta maaf jika di dalam proses pengamanan yang berjalan terdapat kekurangan,” ujar Irjen Nico Afinta, saat menjenguk korban luka yang dirawat di RSUD Syaiful Anwar, Kota Malang, Selasa (4/10/2022).

“Ke depannya akan kami evaluasi bersama pihak terkait. Harapannya ke depan adalah pertandingan sepak bola yang aman, nyaman, dan menggerakkan ekonomi,” sambungnya.

Ia menambahkan, Polda Jatim bersama tim Mabes Polri berupaya semaksimal mungkin agar setiap korban luka mendapatkan bantuan perawatan.

“Bapak Kapolri memberikan perhatian secara khusus kepada seluruh korban dengan memberikan bantuan perawatan kepada setiap korban dan diserahkan kepada keluarga masing-masing,” katanya.

Usai proses kemanusiaan selesai, jenderal bintang dua itu menegaskan bakal melakukan proses penegakan hukum kepada siapa saja yang bersalah dalam tragedi Kanjuruhan.

“Kami berdoa semoga semua permasalahan ini bisa diselesaikan bersama-sama,” tutur Nico Afinta. Selain itu, Polda Jatim juga akan berkoordinasi dengan pemprov terkait perbaikan sarana dan prasarana yang rusak di stadion itu. 

Sebelumnya, Irjen Nico Afinta mengatakan langkah tersebut diambil sebagai bentuk upaya menghalau serangan oknum suporter yang merangsek turun ke lapangan Stadion Kanjuruhan.

“Para penonton turun ke tengah lapangan, dan berusaha mencari para pemain dan official untuk menanyakan kenapa sampai kalah atau melampiaskan,” ujar Kapolda, seperti dikutip Democrazy.id (Oktober 04, 2022).

“Oleh karena itu, pengamanan dan pencegahan dan melakukan pengalihan supaya mereka (penonton) tidak masuk ke dalam lapangan atau mengejar para pemain,” sambungnya.

Akan tetapi imbas dari penembakan gas air mata ini mengakibatkan ribuan suporter yang datang ke stadion, keluar dengan cara yang tak teratur. Jadi, “Akhirnya setelah terkena gas air mata, mereka pergi ke satu titik di pintu keluar pintu 10 dan 12,” ungkap Nico Afinta.

Di sana terjadi penumpukan, di dalam proses penumpukan itulah terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen yang oleh tim medis dilakukan upaya penolongan yang ada di dalam stadion. “Kemudian dilakukan evakuasi ke beberapa rumah sakit," ujar Kapolda.

Mungkinkah Kapolri Listyo Sigit “dikerjain” oleh jaringan Ferdy Sambo yang masih kuat di lingkungan Polri? Sudah jelas aturan FIFA tidak boleh ada gas air mata di dalam stadion, koq malah menembakkan gas air mata.

Buktinya video pada 5 jam sebelum even, Kapolres Malang Firli Hidayat hanya melarang pasukan tidak boleh membawa senjata. Tapi, tidak menyebutkan larangan membawa gas air mata. Video pengarahan itu kini beredar di media sosial.

Jika persoalan “pembunuhan” Stadion Kanjuruhan ini tak diusut tuntas, dan mengadili pimpinan Polri yang harus bertanggung jawab (bukan sekedar polisi di level eksekutor lapangan), efek dominonya berpotensi chaos: Rakyat vs Polri.

Siapa yang perintahkan dan mengizinkan Brimob Polda Jatim itu membawa gas air mata yang jelas-jelas dilarang oleh FIFA. Masa’ sekelas AKBP, apalagi Irjen tak tahu (atau pura-pura tidak tahu) adanya larangan FIFA itu?

Jangan sampai peristiwa Stadion Kanjuruhan itu disebut sebagai “the killing field suporter Aremania. (*)

636

Related Post