HUKUM
Prabowo Mesti Bersihkan Lingkungannya Dulu sebelum Memberantas Korupsi
JAKARTA, FNN | Presiden Prabowo Subianto hendaknya membersihkan lingkungannya terlebih dahulu sebelum memberantas korupsi secara luas. \"Bersihkan dulu orang-orang kabinet yang terindikasi korupsi,\" ujar Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR) Fathorrahman Fadli. Di sisi lain, dia menyambut baik keteguhan sikap Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas korupsi. Namun ia mengingatkan, keinginan memberantas korupsi tersebut tidak dapat dilakukan jika tanpa dukungan seluruh masyarakat. Di berpendapat, pemberantasan korupsi harus menjadi keinginan seluruh anak bangsa. \"Membasmi korupsi tidak cukup hanya berhenti pada keinginan Presiden Prabowo, namun harus menjadi agenda seluruh anggora kabinet merah putih, dan seluruh kelompok kritis dalam masyarakat. Jika hanya pada presiden, tanpa dukungan rakyat, usaha tersebut akan mengalami benturan dari para koruptor, \" tegas Fathorrahman Fadli. Menurut peneliti dan penulis memoar tokoh politik nasional itu, pemberantasan korupsi harus menjadi agenda prioritas Kabinet Merah Putih agar tekad Prabowo dalam mensejahterakan rakyat dapat terwujud. \"Musuh utama bangsa Indonesia ini adalah korupsi yang sudah menjadi darah daging, bahkan sudah menjadi sumsum dalam tulang, jadi harus ada langkah yang revolusioner melawan korupsi,\" kata Fathorrahman Fadli yang juga pegiat Institut Peradaban tersebut. Fathorrahman menegaskan, jika korupsi saat ini mendapatkan momentum yang tepat untuk diberantas secara serius. Ada beberapa faktor pendukung yang membuatnya. Pertama, tekad presiden Prabowo. Tekad ini harus dipelihara selama periode kepemimpinan Prabowo hingga 2029 nanti. Prabowo dapat meningkatkan kinerja KPK, kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan dalam memberantas korupsi. Kedua, korupsi telah menyengsarakan seluruh rakyat dan meningkatkan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka negara akan mengalami banyak kerugian yang berkibat fatal. Ketiga, di sekitar Presiden Prabowo dalam Kabinet Merah Putih, masih ditemukan sejumlah anggota kabinet yang masih bercokol. Sebagai presiden, Prabowo harus mampu melakukan Pemecatan atas orang dimaksud. \"Jangan sampai terlambat dalam bertindak agar yang masih waras tidak terpengaruh,\" tegas pria yang akrab dipanggil Mr. Ong ini. (DH)
Prabowo Sungguh Mengkhawatirkan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rekam jcejak unik untuk tidak menyebut buruk menjadi pengkhianat keluarga dan Istana di masa pemerintahan Soeharto. Prabowo tidak disukai bahkan dianggap anak bandel sehingga terpaksa hengkang ke Yordania. Dengan Titik Soeharto pun akhirnya ia harus bercerai. Ada watak buruk dalam pandangan keluarga Istana. Berkhianat atas jati diri prajurit TNI telah mencoreng dahinya. Seorang yang pernah menjabat Danjen Kopassus dan Panglima Kostrad harus dipecat dari status ketentaraan dalam TNI. Adalah nama-nama yang merekomendasi pemecatan antara lain Subagyo HS, Agum Gumelar, Wiranto, dan SBY. Prabowo berkhianat pada rakyat khususnya rakyat pendukung. Timbul tenggelam bersama rakyat adalah teriakan yang masih menggema. Ketika \"belok\" menjadi pembantu Jokowi, maka rakyat dibiarkan tenggelam Prabowo timbul sendirian. Ulama yang pernah \"berijtima\" mendukung ikut dikhianati. Kasus KM 50 tidak dipedulikan. Sebelum diputus MK menang dalam gugatan Pilpres, Prabowo dipanggil Xi Jinping ke Beijing entah mendapat arahan apa, yang jelas MK memenangkan saat ia kembali. Kini setelah dilantik Prabowo \"diundang\" kembali ke Beijing jumpa Xi Jinping. Ikut membersamai beberapa pengusaha naga. Berbagai kesepakatan dibuat oleh keduanya. Di antara kesepakatan, dua yang dinilai kontroversial, yaitu : Pertama, pengakuan atas klaim China \"Nine Dash Line\" laut \"warisan\" yang berkonsekuensi mengambil sebagian laut milik Indonesia. Pengakuan yang melanggar Hukum Laut Internasional ini jelas berbahaya dan telah menggerus kedaulatan negara Republik Indonesia. Prabowo berkhianat tanpa rasa bersalah, malah seperti yang riang gembira. Kedua, China memberi makan gratis program Prabowo. Sungguh memalukan bangsa yang selalu dipidatokan sebagai \"besar\", \"merdeka\", \"tidak didikte asing\" ternyata ditempatkan sebagai pengemis yang diberi makan gratis China. Prabowo yang berjanji, China yang menepati. Adakah \"bantuan\" ini barter dengan Nine Dash Line atau sekarang Ten Dash Line ? Praktek politik Prabowo setelah menjadi Presiden ternyata \"awut-awutan\" atau tidak ajeg bahkan mencemaskan. Baru beberapa hari berkuasa sudah melangkah semaunya. Tulisan dalam Paradoks Indonesia dan Kepemimpinan Militer ternyata hanya sebuah narasi dari omon-omon yang gemoy. Ada kekhawatiran atau kecemasan bahwa Prabowo memiliki karakter pemimpin yang berimajinasi menjadi orang besar atau pahlawan. Megalomania dengan jualan pidato..to..to. Jika Jokowi itu Presiden yang tidak mahir pidato dan tidak mampu kerja, akankah Prabowo menjadi Presiden yang jago pidato tapi tidak mampu bekerja meski mungkin sama-sama bermotto kerja, kerja, kerja ? Fakta ke depan akan menjawab. (*).
Sebar Berita Hoaks, Madas Nusantara Polisikan Poltracking
JAKARTA, FNN | Direktur Eksekutif Lembaga Survei Poltracking Indinesia, Hanta Yudha, akan dipolisikan Ormas Madas (Madura Cerdas) Nusantara karena dinilai menyebar berita hoax (bohong)/rekayasa hasil survei Pilkada DKI Jakarta. Hanta Yudha dianggap melanggar UU ITE Pasal 28 Ayat 3 dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp1 milyar. Kepada media di Jakarta, Ketua Umum Ormas Madas Nusantara, HM Jusuf Rizal menyebutkan secara kronologis upaya memproses hukum Hanta Yudha atas penyebaran berita bohong/rekayasa terkait Hasil survei Pilkada DKI Jakarta yang menimbulkan kontrversi.Hasil survei dua lembaga dengan rentang waktu yang tidak jauh berbeda, memiliki perbedaan 15,2 persen. Dikatakan Lembaga Survei Indonesia menerbitkan hasil survei elektabilitas Pasangan Ridwan Kamil-Suswono 37,4%, Dharma-Kun 6,6%, Pramono-Rano 41,6%. Belum menentukan pilihan 14,4 %. Selisih antara Ridwan Kamil-Suswono dengan Pramono-Rano hanya 4% Sementara Poltracking menerbitkan hasil survei untuk Ridwan Kamil-Suswono 51,6%, Dharma-Kun 3,9 %, Pramono-Rano 36,4% dan yang belum menentukan pilihan 8,1%. Selisih antara Ridwan Kamil-Suswono dengan Pramono-Rano sebesar 15,2% Hasil survei yang mencolok itu memperoleh perhatian dari Dewan Etik Perkumpulan Survei dan Opini Publik Indonsia (Persepi). Dalam pemeriksaannya kepada LSI dan Poltracking, Dewan Etik Persepi terdiri dari Prof. Asep Saefuddin, Ph.D (Ketua), Prof.Dr. Hamdi Muluk dan Prof. Saiful Mujani, PH.D (Anggota) menemukan adanya pelanggaran oleh Poltracking. Dalam keterangan tertulis Dewan Etik Persepi yang telah dirilis media, memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa lebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. “Jadi dalam kasus survei ini Ormas Madas Nusantara menilai sudah ada dua alat bukti adanya pelanggaran hukum yang dilakukan Hanta Yudha selaku Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, yaitu hasil survei dan sanksi dari Dewan Etik Persepi,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak penggiat anti korupsi itu. Bukankah menurut Hanta Yudha bahwa survei yang dilakukan Poltracking sudah sesuai standar operasional yang ada. Begitu pula hasil survei yang dipublikasikan juga telah melalui aturan dan proses yang benar, tanya media? Menurut, Jusuf Rizal, Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu, di Indonesia mana ada maling yang ngaku. Katanya, apapun bantahan Hanta Yudha harus dibuktikan dalam proses hukum. Apakah hasil surveinya benar atau rekayasa yang berpihak pada salah satu calon Gubernur DKI Jakarta, sehingga outputnya adalah penyebaran berita bohong (Hoaks) Hasil survei bayaran yang tidak benar merupakan kejahatan intelektual, menipu rakyat, menyesatkan, menimbulkan kegaduhan dan keributan serta kerugian bagi masyarakat. Keputusan Dewan Etik Persepi adalah produk hukum atas hasil survei yang tidak benar. “Rakyat selama ini banyak disuguhkan dengan hasil-hasil survei bayaran yang tidak independen. Baik di Pilpres maupun Pilkada. Rakyat sudah muak, karena itu cara-cara busuk itu harus dihentikan. Harus diproses hukum agar ada efek jera. Penjarakan penipuan dari survei,” tegas Jusuf Rizal, yang juga Ketum Indonesian Journalist Watch (IJW) itu. Disebutkan kasus ini menarik karena selama ini Lembaga Survei bayaran tidak pernah diproses hukum atas dasar penyebaran informasi/berita bohong. Hasil survei benar atau tidak, nanti bisa dilakukan pemeriksaan digital forensik maupun metode survei. Tim ahli juga dapat dimintai pendapat tentang adanya dugaan rekayasa hasil survei
Bertemu Menteri Hukum, Nugraha Lawyer Yayasan Trisakti, Yakin Beliau Bijak dan Taat Hukum
Jakarta | FNN - Penasihat hukum Yayasan Trisakti Nugraha Bratakusumah melihat ada aura positif yang ia rasakan pasca bertemu Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas beberapa waktu lalu. Nugraha berharap, masalah Yayasan Trisakti segera tuntas karena tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Demikian disampaikan Nugraha Bratakusumah kepada wartawan di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024). “Sebetulnya kami sudah pernah diaudiensi bersama Menteri Hukum Bapak Supratman Andi Agtas. Beliau sangat responsif, bahkan beliau berjanji akan segera menindaklanjuti. Hanya saja waktu itu masih sibuk persiapan pelantikan menteri oleh Presiden Prabowo Subianto. Saya paham. Beliau merepons dan akan menindaklanjuti sesuai aturan hukum. Saya melihat beliau sangat serius dan saya sangat mengapresiasi, namun kami paham juga, beliau masih sibuk, apalagi sekarang ada perubahan nomenklatur,” tegasnya. Hanya saja lanjut Nugraha, untuk meringankan beban menteri seharusnya sebagai divisi yang menanganinya, Dirjen AHU segera menindaklanjutinya, karena kewewnangan ada pada Dirjen AHU. Sementara sejauh ini kata Nugraha dari Dirjen AHU sendiri tidak pernah ada respons apa-apa. “Saya yakin Pak Supratman akan menyelesaikan masalah ini segera. Saya sangat mengapresiasi sikap Pak Supratman. Cuma ya gimana, anak buahnya kurang pro-aktif, semoga mereka bisa cepat merespons keinginan menterinya,” kata Nugraha. Keyakinan Nugraha bahwa Menteri Hukum akan cepat menyelesaikan masalah Yayasan Trisakti lantaran tekad dan strategi Presiden Prabowo yang ingin menuntaskan seluruh persoalan bangsa tanpa kecuali, sebagaimana yang Presiden ucapkan dalam pidato perdananya. “Saya yakin Menteri Hukum akan mendukung penuh seluruh kebijakan presiden,” paparnya. Nugraha menegaskan, bahwa dalam 100 hari Kabinet Merah Putih, jika Menteri Hukum melakukan putusan MA dengan baik dan benar, maka akan berefek besar bagi masyarakat dan dunia pendidikan. “Kita tahu Universitas Trisakti adalah kampus besar dan merupakan kampus reformasi. Dari kampus inilah reformasi dimulai. Jika dalam 100 hari Pak Supratman bisa menyelesaikan ini, maka akan menjadi tonggak yang baik dan cantik bahwa Universitas Trisakti terhindar dari cara-cara hukum yang tidak patut. Saya yakin Pak Menteri Hukum mampu melakukan ini. Saya yakin Pak Menteri akan melaksanakn putusan pengadilan dengan baik, karena saya tahu Pak Supratman orang baik,” tegasnya. Yayasan Trisakti hanya tinggal selangkah lagi lepas dari sengketa setelah Mahkamah Agung memenangkan gugatannya. Persoalan yang masih mengganjal terjadi di Dirjen AHU Kementerian Hukum karena Dirjennya yakni Cahyo Rahadian Muzhar ada di dalam Akta Yayasan versi Kemendikbud. Nugraha meyakini tidak mungkin mereka tidak tahu putusan ini, sebab seluruh data ada di sana dan orangnya juga di sana. Oleh karena itu Nugraha berharap Dirjen AHU Kementerian Hukum segera mencabut Akta 03 tahun 2023 dan mengembalikan Akta 22 tahun 2005 yang mana memberikan akses kepada para Pembina dalam hal ini Prof Anak Agung untuk melakukan perubahan-perubahan pada Akta tersebut. Nugraha menegaskan seandainya mereka tidak mau melakukan putusan Mahkamah Agung, maka jelas ini merupakan pembangkangan terhadap putusan pengadilan. Kemelut di Yayasan Trisakti kata Nugraha, sesungguhnya sudah selesai sejak lama. Namun masyarakat banyak mengira kisruh Yayasan Trisakti belum selesai, padahal tidak. Memang dulu pernah bersengketa antara Yayasan Trisakti dengan Rektor Universias Trisakti, Thoby Mutis, tetapi sudah selesai, bahkan sejak saat itu Yayasan Trisakti melakukan aktivitas normal dengan baik dan lancar. Kekisruhan datang ketika tiba-tiba Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengeluarkan SK Menteri No. 330/P/2022 pada 24 Agustus 2022 yang intinya menggarong Yayasan Trisakti sudah berdiri sejak lama. Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti Anak Agung Gde Agung menuturkan bahwa seharusnya Kepmen tersebut tidak bisa dikeluarkan karena Yayasan Trisakti merupakan badan hukum perdata yang didirikan atas data pendirian sah sejak 1966. Kepmen tersebut dianggap melanggar Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Disebutkan perguruan tinggi swasta hanya bisa dikelola dan dibina oleh yayasan itu sendiri. \"Lagi-lagi melanggar Undang-Undang No.12 Tahun 2012 yang mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh campur aduk dalam permasalahan badan hukum swasta atau universitas swasta. Ini betul-betul merupakan suatu pelanggaran yang sangat radikal menurut saya,\" ujar Anak Agung Gde Agung. Untuk membuktikan kebenaran pendapat Anak Agung, pihaknya melakukan gugatan ke PTUN Jakarta. Dari tingkat PTUN, PT TUN, dan Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti menang. Putusannya sudah final dan inkracht, bahkan pemerintah tidak bisa melakukan Peninjauan Kembali sesuai judicial review Mahkamah Konstitusi. Pengadilan memerintahkan Menteri segera mencabut SK Mendikbudristek, memulihkan nama baik Prof Anak Agung Gde Agung, dan menyatakan SK Mendikbud No 330 tidak sah. “Jadi, kita tunggu gebrakan Menteri Hukum untuk menyelesaikan kasus Yayasan Triskasti dalam waktu 100 hari kerja kabinet,” pungkas Nugraha. (ess).
Gejala Dini Otoritarianisme Rezim Prabowo
Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Trisakti Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka, sudah ditahan pula. Tapi ketika ditanya adanya aliran dana, jawaban Kejaksaan belum ada. Masih didalami. Bagaimana mungkin seseorang dijadikan tersangka korupsi tanpa ada bukti permulaan berupa indikasi aliran dana? Padahal jelas, pasal 1 angka 10 KUHP dan pasal 1 ayat 14 KUHP, penetapan tersangaka harus disertasi bukti permulaan yang cukup. Kejaksaan malah mencari pembenar di balik istilah \'mens rea\' dan \'mens actus\'. Bahwa niat dan wujud tindakan tersangka melakukan kejahatan, tidak hanya dapat dibuktikan lewat aliran dana ke rekening yang bersangkutan. Tetapi ke rekening lain untuk memperkaya pihak lain yang di dalamnya tersangka juga mendapatkan keuntungan. Pertanyaannya, apa ada indikasi aliran dana akibat kebijakan korup yang disangkakan kepada tersangka ke rekening pihak lain yang hendak diuntungkan? Jawabannya tidak ada. Lalu atas dasar bukti permulaan apa Tom Lembong dijadikan tersangka? Bukti permulaan tipikor berupa indikasi aliran dana mutlak harus ada untuk mendukung dugaan keterlibatan seseorang dalam suatu tindak pidana. Bukti permulaan penting untuk menjaga keadilan dan mencegah penangkapan sewenang-wenang atau menangkap sesuai pesanan. Kalau memang kejaksaan berani melanggar aturan hukum menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dan ditahan tanpa alat bukti permulaan, kenapa bekas menteri perdagangan lain tidak ditahan dan diperiksa dengan alasan yang sama? Setelah Tom Lembong ada 4 menteri lainnya. Semuanya pernah memutuskan kebijakan impor gula. Kalau dibandingkan, angka total impornya, tom lembong paling minimal, 5 juta ton. Paling banyak Justru Zulkifli Hasan 18 juta ton (2022-2024). Kenapa hanya Tom Lembong yang diperiksa, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sementara mantan menteri lainnya, termasuk Zulkifli Hasan, justru tidak diperiksa Kejaksaan? Selama hampir satu dekade, kebijakan impor gula selalu diwarnai kontroversi, baik dari sisi peningkatan ketergantungan impor maupun kritik terkait perlindungan industri gula lokal. Impor gula dipenuhi praktik korup, suap, pemburu rente, dikangkangi para cukong meraup keuntungan dengan cara merugikan masyarakat luas. Kita sepakat, siapapun yang terlibat korupsi impor gula, harus dihukum seberat-beratnya. Tapi dalam kaitan ini, hukum harus ditegakan secara profesional. Bukan dimanfaatkan sebagai alat politik untuk melenyapkan lawan politik. Wajar, kalau banyak kalangan menilai kasus Tom Lembong adalah wujud politisasi kekuasaan pukul musuh-musuh politiknya. Sebelumnya, Tom Lembong masuk tim nasional pemenang Anies. Baru di awal memulai kekuasan, rezim Prabowo udah nunjukin perilaku politik preman lenyapkan musuh-musuh politik. Perilaku yang biasanya dilakukan Jokowi Bantai lawan politiknya selama berkuasa. Prabowo tampaknya terpengaruh atau menjadikan Jokowi sebagai panutan lenyapkan oposisi dengan mengangkangi, memperalat lembaga dan kedaulatan hukum. \'Kirain\' presiden berbaju patriot ini berbeda. Nyatanya, sama saja dengan yang lalu. Doyan peralat, kangkangi lembaga hukum untuk suksesi kelangsungan kekuasaannya. Cerminan gejala dini penyakit otoritarianisme Prabowo. (*)
Dirjen AHU Seharusnya Tahu Diri, Cabut Akta 03 Yayasan Kemendikbud Lalu Berikan Akses untuk Yayasan Trisakti
Jakarta | FNN - Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Cahyo Rahadian Muzhar seharusnya tidak mempersulit Yayasan Trisakti pimpinan Prof Dr Anak Agung Gde Agung untuk melakukan pembaruan data yang ada dalam Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum Republik Indonesia. Tujuannya agar seluruh kegiatan di kampus Universitas Trisakti berjalan dengan baik sebagaimana sebelum terjadi perampokan Yayasan Trisakti oleh Kemendikbudristek. Apalagi saat ini Mahkamah Agung telah memutuskan secara inkracht bahwa Yayasan Trisaktilah yang berhak atas pengelolaan Universitas Trisakti. Demikian pernyataan Nugraha Bratakusumah, penasihat hukum pembina Yayasan Trisakti kepada wartawan di kantornya kawasan Melawai, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024). Nugraha menjelaskan bahwa sulitnya mengakses sistem administrasi badan hukum yang seharusnya bisa dilakukan oleh semua notaris - diduga ada unsur kesengajaan. Sebab ada notaris tertentu yang ternyata leluasa melakukan bongkar pasang data dalam sistem administrasi di Ditjen AHU Kementerian Hukum. \"Dalam temuan saya, notaris Andi Sona Ramadhini telah melakukan perubahan data, yakni Akta 22 tahun 2005 diganti dengan Akta 03 tahun 2023,\" paparnya. Sementara ketika dirinya ingin login dan melakukan perubahan data, ternyata diblokir. Artinya notaris ini memiliki kekebalan hukum. Pemblokiran SABH (sistem administrasi badan hukum) tersebut praktis melumpuhkan operasional yayasan, karena tanpa SABH, yayasan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan hukum seperti mengangkat pejabat perguruan tinggi, membuat kurikulum baru, bahkan membuka rekening bank. Nugraha menyarankan kepada siapapun untuk melakukan checking data di AHU Kementerian Hukum, untuk memastikan bahwa ternyata akses ditutup oleh mereka. “Bahkan notaris pun tidak bisa mengaksesnya. Seharusnya setiap notaris bisa ngecek lewat online, tetapi ternyata tidak bisa dicek. Untungnya waktu itu, saya tiap hari melakukan pengecekan. Akhirnya dalam satu wakti saya berhasil masuk. Entah kenapa, mungkin mereka sedang melakukan kegiatan tertentu, terbuka dan saya berhasil mendownload, namanya Profil Yayasan. Tertulis resmi dari Dirjen AHU, terlihat di situ bahwa Akta 2005 milik kami tiba-tiba diubah menjadi Akta 2023, di mana nama Anak Agung, Hary Tjan Silalahi dan lainnya sudah diganti oleh pejabat negara. Maka, ketika dalam berperkara saya mendapatkan bukti bahwa dalam Akta tersebut didasarkan atas Kepmen 330,” paparnya. Yang menjadi masalah sekarang lanjut Nugraha, bahwa berdasarkan putusan pengadilan tingkat 1,2 dan 3, Kepmen 330 tersebut sudah batal. “Itu artinya Akta tersebut tidak sah. Dirjen AHU seharusnya mencabut Akta ini karena dibuat berdasarkan Kepmen yang sudah dibatalkan MA,” tegasnya. Kenapa Dirjen AHU tidak mencabut? Padahal Nugraha sudah berkali-kali mengirim surat, akan tapi tidak pernah direspons. Ternyata dari hasil investigasi Nugraha, dilihat dari Kepmen 330, ada yang namanya Cahyo Rahadian Muzhar. “Cahyo ini diangkat oleh Nadiem Makarim menjadi Pembina Yayasan, lalu dalam Akta 2023 juga ada namanya Cahyo, lalu dalam profil yayasan juga ada namanya Cahyo. Pertanyaannya siapa Cahyo ini? Cahyo ini ternyata menjabat sebagai Dirjen AHU. Jadi dia itu mengangkat dirinya lalu mengajuan kepada dirinya pula. Dia menjadi Pembina lalu mencacatkan dirinya di AHU yang Dirjennya adalah dirinya. Dia yang mengajukan permohonan, dia pula yang menerima permohonan itu,” sungguh mengherankan. Nugraha tentu heran melihat cara kerja Dirjen AHU, sebab cara-cara yang dipertontonkan jauh dari kebenaran dan keadilan. “Saya tidak perlu menyatakan bahwa Cahyo memanipulasi hukum, sebab warga negara kita sudah pintar. Yang jelas, tidak ada aturan undang-undang yang menyatakan Pembina Yayasan bisa diangkat oleh Surat Keputusan Menteri. Artinya mereka bikin aturan sendiri, semau-maunya. Padahal secara struktur Undang-undang berada di atas SK Menteri. Setelah Kepmen dijadikan landasan, padahal posisinya di bawah UU, lalu dibatalkan juga oleh Mahkamah Agung, seharusnya Akta itu otomatis dicabut. Tetapi Cahyo masih bertengger di sana. Dan Cahyo sebagai penjaga gawang di AHU untuk mengecek dan melakukan verifikasi apakah ini benar atau salah, apakah melanggar UU atau tidak, tetapi dia tidak melakukan tugas dengan benar. Bahkan ketika sudah ada putusan pengadilan pun, dia tidak melakukan perubahan,” katanya geram. Nugraha masih bisa memaklumi sikap Dirjen AHU ketika belum ada putusan pengadilan, karena SK Menteri itu yang dijadikan landasan. Namun sekarang fakta dan sudah berubah, bahwa landasan yang dipakai mereka ternyata melanggar hukum dan harus dicabut. “Oke dulu waktu belum ada putusan pengadilan, Cahyo bisa berlindung pada Kepmen 330, tetapi sekarang Kepmen tersebut sudah batal demi hukum, kok tidak melakukan kewajiban sebagai mana tugasnya.Cahyo seharusnya mengembalikan Akta 2005. Ini sudah jelas UU dilanggar, Kepmen batal, tetepi Akta masih tercatat, lalu dasarnya apa? Ini jelas ada pertentangan hukum,” katanya penuh keheranan. Nugraha menjelaskan SABH itu sebuah sistem yang bisa dibuka oleh notaris yang bisa mengubah Akta Perusahaan atau Yayasan. Notaris bisa mengubah dalam SABH. Ketika SABH digembok, notaris mana pun tidak bisa melakukan perubahan. Yang punya wewenang untuk membuka atau menutup gembok adalah Dirjen AHU. Maka dia bisa mengubah Akta mereka sementara Akta Yayasan Trisakti tidak pernah bisa dibuka. Mereka kata Nugraha memakai jasa notaris Andi Sonia Ramadhini. “Sakti sekali notaris ini. Dia bisa membuka SABH yang sedang diblokir lalu mengubah menjadi Akta 03 dan sekarang ada perubahan lagi dalam Akta tersebut. Dirjen Dikti dijadikan Ketua Pembina lalu mantan Dirjen Dikti masuk menjadi anggota Pembina. Jadi ini bisa dibilang permufakatan antara notaris, Dirjen AHU dengan para Pembina yang telah batal oleh MA. Mereka bermufakat untuk mengubah-ubah Akta. Ini jelas bertentangan dengan peraturan,” paparnya. Kemelut di Yayasan Trisakti kata Nugraha, sesungguhnya sudah selesai sejak lama. Namun masyarakat banyak mengira kisruh Yayasan Trisakti belum selesai, padahal tidak. Memang dulu pernah bersengketa antara Yayasan Trisakti dengan Rektor Universias Trisakti, Thoby Mutis, tetapi sudah selesai, bahkan sejak saat itu Yayasan Trisakti melakukan aktivitas normal dengan baik dan lancar. “Kiamat buatan” datang ketika tiba-tiba Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengeluarkan SK Menteri No. 330/P/2022 pada 24 Agustus 2022 yang intinya menggarong Yayasan Trisakti sudah berdiri sejak lama. Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti Anak Agung Gde Agung menuturkan bahwa seharusnya Kepmen tersebut tidak bisa dikeluarkan karena Yayasan Trisakti merupakan badan hukum perdata yang didirikan atas data pendirian sah sejak 1966. Kepmen tersebut dianggap melanggar Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Disebutkan perguruan tinggi swasta hanya bisa dikelola dan dibina oleh yayasan itu sendiri. \"Lagi-lagi melanggar Undang-Undang No.12 Tahun 2012 yang mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh campur aduk dalam permasalahan badan hukum swasta atau universitas swasta. Ini betul-betul merupakan suatu pelanggaran yang sangat radikal menurut saya,\" ujar Anak Agung Gde Agung. Untuk membuktikan kebenaran pendapat Anak Agung, pihaknya melakukan gugatan ke PTUN Jakarta. Dari tingkat PTUN, PT TUN, dan Mahkamah Konstitusi, Yayasan Trisakti menang. Putusannya sudah final dan inkracht, bahkan pemerintah tidak bisa melakukan Peninjauan Kembali sesuai judicial review Mahkamah Konstitusi. Pengadilan memerintahkan Menteri segera mencabut SK Mendikburristek, memulihkan nama baik Prof Anak Agung Gde Agung, dan menyatakan SK Mendikbud No 330 tidak sah. “Jadi, alasan apa lagi Cahyo Rahadian Muzhar memblokir Akta Yayasan Trisakti?” pungkas Nugraha. (sws)
Jokowi Tahu Kebijakan Impor Gula Tom Lembong
JOKOWI TAHU Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KEJUTAN hukum pertama di era Prabowo adalah co captain Anies \"musuh\" Prabowo ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kejaksaan Agung dengan tuduhan bahwa akibat kebijakan impor gula maka negara dirugikan 400 milyar. Publik menilai bahwa pada rezim Prabowo ini ternyata hukum masih dijadikan alat untuk kepentingan politik. Peristiwanya saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016. Kecuali Gobel yang digantikan Tom, maka semua Mendag mengambil kebijakan impor gula bahkan dengan tonase yang jauh lebih besar. Thomas Trikasih Lembong ditahan bersama Charles Sitorus Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Adakah penetapan status tersangka Tom Lembong murni hukum atau politis, itu akan bisa kita baca edisi lanjutan dari kerja Kejagung. Tidak terpaku pada bantahan Kejagung. Jika penetapan status tersangka dan penahanan Tom Lembong adalah dalam upaya menjegal Anies untuk maju dalam Pilpres 2029, maka aspek politisnya sangat kuat. Hal ini mengingat peran Lembong yang besar untuk menyukseskan Anies. Apalagi rumor untuk menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden terus bergulir. Anies bakal menjadi lawan berat yang sulit dikalahkan, apalagi oleh bocil sekelas Gibran. Penetapan tersangka Tom Lembong sangat bernilai politis jika kelanjutannya Anies atau orang dekatnya yang dijadikan target pemeriksaan atau pesakitan. Jokowi masih menampilkan diri sebagai pengendali rezim Prabowo. Sang jagoan hanya tampil hebat di omon-omon saja, prakteknya ternyata ia adalah bawahan Jokowi. Jika penetapan dan penahanan Tom Lembong itu memang murni hukum, maka semua menteri baik Agus, Enggar, Lutfi maupun Zulhas harus diperiksa dan ditetapkan status yang sama karena seluruhnya mengambil kebijakan yang serupa soal impor gula. Lalu, dan ini terpenting, adakah Jokowi tidak mengetahui \"ulah\" menteri-menterinya tersebut ? Jika 5 (lima) Menteri Perdagangan melakukan hal yang sama soal impor gula, maka wajar dan sudah menjadi konsekuensi hukum bahwa Presiden juga harus diperiksa. Jokowi tidak bisa dikesampingkan. Pasal 421 KUHP Jo Pasal 3 Jo Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor menyatakan bahwa atasan yang membiarkan terjadinya korupsi dapat dipidana : \"Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan\" Dalam aturan UU Tipikor ancaman pidana penjara diubah menjadi minimal 1(satu) tahun dan maksimal 6 (enam) tahun. Ternyata banyak menteri Jokowi yang melakukan korupsi, oleh karena itu Jokowi patut untuk diperiksa dan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan pidananya. Jika tidak, maka pembiaran adalah bagian dari jebakan atau politik sandera yang menjadi warna dari pemerintahan buruknya. Dalam kasus yang \"belum terbukti\" aliran dana ke kantong Tom Lembong, artinya baru pada aspek kebijakan saja, maka lebih terbuka untuk mengusut atau memeriksa seluruh Menteri Perdagangan yang menjalankan program impor gula, terlebih-lebih memeriksa Jokowi yang menjadi atasan dari para menteri tersebut. Bagi Tom Lembong yang kini ditahan dan dijadikan tersangka tinggal bilang saja bahwa kebijakan impor gula yang diambilnya itu diketahui bahkan disetujui oleh Jokowi. Jokowi telah melakukan pembiaran. Bisa ditangkap, ditahan, diadili dan mendapat sanksi pidana maksimal penjara 6 (enam) tahun. Bahkan Lembaga Kajian untuk Advokasi dan Independensi Peradilan berpendapat untuk atasan yang mengetahui dan membiarkan korupsi terjadi tidak melaporkan, maka dapat dikenakan Pasal 56 KUHP tentang pembantuan atau medeplichtige. Artinya, sanksi sedikit lebih ringan daripada pelaku korupsi, yang terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 (dua puluh) tahun. Jika politis Tom Lembong harus dibebaskan tetapi jika murni hukum, maka Jokowi harus ikut diperiksa dan dihukum. (*)
Penetapan Tom Lembong Sebagai Tersangka Impor Gula, Sarat Kepentingan Politik
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Pada 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong, menteri perdagangan 2015-2016, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang impor gula 2015. Penetapan tersangka kepada Tom Lembong mengundang tanda tanya besar terhadap sistem peradilan di negeri ini. Karena penetapan tersangka ini diduga kuat bermotif politik, bukan untuk penegakan hukum yang berkeadilan. Hal ini juga mengancam penegakan demokrasi, membasmi oposisi. Kejanggalan atas penetapan status tersangka kepada Tom Lembong dapat dijelaskan sebagai berikut. Tom Lembong dituduh menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin impor gula kristal mentah (raw sugar) sebanyak 105.000 ribu ton kepada perusahaan swasta, PT AP, untuk diolah menjadi gula kristal putih (gula konsumsi), pada tahun 2015. Menurut Kejagung pemberian izin impor gula kristal mentah tersebut melanggar aturan tentang ketentuan impor gula. Pertama, Menurut Kejagung, Tom Lembong memberi izin impor gula ketika Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga, seharusnya, tidak perlu impor. Hal ini disampaikan Direktur Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, seperti dikutip dari media: _\"Berdasarkan rapat kordinasi antar kementerian pada Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula,\" kata Qohar dalam konferensi pers, Selasa, (29/10/2024)._ Sebagai catatan, Tom Lembong belum menjabat Menteri Perdagangan pada Mei 2015. Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan dari 12 Agustus 2015 sampai 27 Juli 2016. https://www.cnbcindonesia.com/news/20241030034338-4-584043/izin-impor-gula-kristal-mentah-bikin-tom-lembong-masuk-penjara/amp Alasan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sangat mengada-ada. Karena Indonesia sejak lama merupakan negara net-importir gula. Jadi, bagaimana mungkin bisa mengalami surplus gula pada 2015? Data Badan Pusat Statistik menunjukkan volume impor gula naik terus, dari 1.119.790 ton pada 2004 menjadi 2.933.823 ton pada 2014 dan 3.369.941 ton pada 2015, kemudian naik lagi mencapai 5,5 juta ton pada 2020 dan 6 juta ton pada 2022. Maka itu, sekali lagi, bagaimana mungkin Indonesia mengalami surplus gula pada 2015? Apalagi pemberian izin impor gula kristal mentah tersebut hanya 105.000 ton saja, untuk keperluan industri, hanya sekitar 3,1 persen dari total impor gula tahun 2015. Jumlah tersebut sangat kecil dan tidak signifikan dibandingkan total impor gula tahun 2015, sehingga otomatis bertentangan dengan tuduhan “menyalahgunakan wewenang”. Kedua, Kejagung berpendapat, izin impor gula kristal putih hanya dapat diberikan kepada BUMN. Oleh karena itu, menurut Kejagung, Tom Lembong melanggar peraturan ini, dengan menyalahgunakan wewenang, karena memberi izin impor gula kepada perusahaan swasta, PT AP. Alasan Kejagung terkesan mengaburkan permasalahan sebenarnya, serta memutarbalikkan fakta. Memang benar yang boleh impor *gula kristal putih* adalah perusahaan BUMN. Tetapi tidak relevan untuk kasus Tom Lembong. Karena izin impor yang diberikan Tom Lembong kepada perusahaan swasta yang sudah mempunyai izin impor gula (IP Gula atau API-P) adalah gula kristal mentah, yaitu bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal Putih. Hal ini sah menurut peraturan ketentuan impor gula yang berlaku ketika itu. Artinya, Tom Lembong tidak melanggar aturan. Kemudian, Tom Lembong dituduh atas kasus pemberian izin impor gula yang terjadi tahun 2015. Kasus ini sebetulnya sangat sederhana, dan mudah dibuktikan. Karena semua dokumen pemberian izin impor tersimpan di kementerian perdagangan. Hanya dengan melakukan audit internal saja, semuanya akan terbuka. Anehnya, Kejagung memerlukan waktu hampir 10 tahun untuk bisa menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka. Kenapa begitu lama untuk kasus yang sangat sederhana ini? Alasan penetapan tersangka kepada Tom Lembong juga terkesan mengada-ada dan tidak masuk akal. Sejauh ini Kejagung tidak menemukan aliran dana fee kepada Tom Lembong. Masih dicari terus. Yang penting menetapkan tersangka dulu. Bukti belakangan? https://nasional.kompas.com/read/2024/10/30/17044941/kejagung-belum-bisa-pastikan-ada-fee-mengalir-ke-tom-lembong-dalam-kasus Tanpa (dua alat) bukti yang sah, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Tom Lembong tidak sah secara hukum. Oleh karena itu, atas nama keadilan dan hukum, Tom Lembong harus segera dibebaskan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa penetapan status tersangka kepada Tom Lembong didominasi intrik politik, bukan untuk keadilan. Yang lebih hebat lagi, ada mobilisasi publikasi secara sistematis untuk menghakimi Tom Lembong seakan-akan sudah bersalah, mengabaikan azas praduga tidak bersalah. Nampaknya ada kesengajaan grand design pembunuhan karakter kepada Tom Lembong? (*)
Keterlibatan Suswono dan Presiden PKS dalam Korupsi Impor Daging Sapi
Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa Hukum Trisakti Suswono, cawagub Jakarta pendamping Ridwan Kamil yg mencontohkan Rasulullah sebagai pemuda pengangguran, memiliki rekam jejak keterlibatan dalam kasus korupsi impor daging sapi pada 2012 lalu. Saat kasus itu terungkap, Suswono sedang menjabat sebagai menteri Pertanian. Politisi PKS ini, dua kali diperiksa KPK berkaitan proses suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian yang dipimpinnya. Keterlibatan Suswono terungkap saat KPK menangkap Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien 29 Januari 2013. KPK juga menangkap dua Direktur PT Indoguna Utama, yakni Juard Effendy dan Arya Abdi Effendi. Kedua petinggi Indoguna itu, belakangan diketahui memberi suap Rp 1 miliar kepada mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq melalui Ahmad Fathanah. KPK pun menetapkan keempatnya sebagai tersangka Hasil pemeriksaan KPK, Suswono diketahui melakukan pertemuan dengan Luthfi Hasan di Medan pada 10-11 Januari 2013. Pertemuan juga dihadiri Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, dan Komisaris PT Radina Niaga, Elda Devianne Adiningrat. Pertemuan membicarakan soal pemberian kuota impor daging sapi dari kementrian pertanian ke PT Indoguna dan PT Radina. Kewenangan atas pemberian kuota impor berada di tangan Suswono sebagai menteri pertanian. Elizabeth yang merupakan direktur PT. Indoguna Utama merupakan ibu dari Arya Abdi Effendy alias Dio dan kerabat dekat Juard Effendi, keduanya merupakan tersangka dalam kasus suap terhadap Luthfi Hasan. Suswino dan Lutfi Hasan sama-sama politusi PKS. Hanya saja posisi Lutfi Hasan sebagai ketua Partai PKS. Suswono dan Lutfi Hasan diketahui beetemu Elizabeth melalui perantara Juard Effendi dan Abdi Effendi. Ketiganya membicarakan kuota impor daging sapi. Setelah pertemuan itu, terbitlah rencana pemberian uang suap kepada Luthfi terkait perizinan impor itu. Rekaman video pertemuan Elizabeth dan Suswono di Hotel Madani berhasil dikantongi KPK. Kala itu, para pemain impor daging mesti menghadap Luthfi atau Ahmad Fathanah untuk memperoleh jatah impor dari Suswono selaku menteri pertanian. Selanjutnya, Luthfi berkomunikasi dengan Suswono terkait siapa saja yang berhak mendapatkan jatah impor. Setelah itu, Suswono akan menginstruksikan bawahannya untuk meloloskan importir yang datang ke Luthfi. Seorang sumber di KPK memastikan suap Rp 1 miliar dari Indoguna kepada Luthfi Hasan adalah uang muka untuk mendapatkan kuota impor daging sapi dari kementrian pertanian. Total uang suap yang akan diberikan adalah Rp 40 miliar. Untuk kasus ini, hanya Luthfi, Ahmad Fathona, Elizabeth, Abdi Effendi dan Juard Effendi yg dijebloskan ke penjara. Mantan presiden PKS Luthfi diganjar hukuman 18 tahun penjara dan dicabut hak politiknya. Sementara Suswono, politisi PKS, selaku menteri pertanian yg seharusnya paling bertanggung jawab, malah bebas dari jerat hukum. Suswono seharusnya menjadi pihak yg paling utama dijebloskan ke penjara karena kuasa pemberian kuota impor ada di tangannya sebagai mentan. Setelah \"main licin\" dan lolos dari jerat hukum, Suswono terus melakukan kontroversi dengan kuasa jabatannya sebagai menteri pertanian. Kala itu Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian menginstruksikan Indoguna tak boleh lagi mengimpor daging. Namun menteri Suswono malah mengambil tindakan sebaliknya. Indoguna tetap diizinkan beroperasi dengan perjanjian perusahan itu tidak akan melakukan pelanggaran lagi. Rekam jejak Suswono dalam kasus impor Sapi, berbanding lurus dengan peningkatan kekayaannya selama menjabat sebagai menteri pertanian. Di awal menjabat pada 2009, hartanya Rp 1,9 miliar dan US$ 1.700. Meningkat jadi Rp 2,3 miliar dan US$ 32.000 di 2011. Di akhir periode kepemimpinannya pada 30 Oktober 2014, hartanya meningkat kadi Rp 3,7 miliar. (*)
Suswono Melecehkan Islam Bisa Dijerat dengan lTE
Jakarta | FNN - Pernyataan kontroversial dari Suswono, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, paslon no. 1, pada Sabtu, 26 Oktober 2024 di Jakarta, mengundang keprihatinan banyak pihak termasuk praktisi hukum Juju Purwantoro. Anggota Petisi 100 tersebut menganggap bahwa calon yang diusung Partai Keadilan Sosial (PKS) iti melakukan pelanggaran serius. Ungkapan Suswono kata Juju jelas melecehkan dan mengandung unsur penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW dan merendahkan agama Islam. Juju menegaskan bahwa pada kesempatan tersebut, di hadapan publik, Suswono mengatakan dan mengumpamakannya Nabi Muhammad sebagai pemuda pengangguran yang harus dinikahi oleh Siti Khadijah, seorang janda kaya. Pernyataan tersebut lanjut Juju dilakukan secara sadar dan terang benderang, telah menciderai agama dan perasaan umat Islam. Ungkapan Suswono tersebut telah diketahui, menyebar, dan menimbulkan keresahan di segenap lapisan masyarakat, karena dilakukan secara langsung (offline) juga secara daring (online) melalui media sosial dan berbagai platform digital. Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, apa yang diucapkan (diutarakan) Suswono telah melanggar ketentuan pidana antara lain Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama, yang menyatakan bahwa \"Barang siapa di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dapat dipidana penjara maksimal lima tahun\". Sehubungan telah menyebarnya ujaran tersebut juga melalui mass media, maka dapat di-junctokan Pasal 28 ayat (2) UU No.1 tahun 2024 tentang ITE, yang melarang penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA (Suku Ras Agama Antargolongan) Juju menyatakan sesungguhnya sangat tidak pantas dan tidak patut, ujaran yang mengandung pelecehan dan penghinaan agama islam itu dilakukan secara sadar oleh seorang petinggi parpol islam terbesar di Indonesia ini. Penyelesaian perkara pidana ringan yang dikenal dengan istilah konsep (rechterlijk pardon atau judicial pardon), dibolehkan perdamaian dengan permohonan maaf. Ungkapan Suswono tersebut, bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana khusus (pelecehan agama). Penyidik harus menindaklanjuti kasus tersebut, karena tidak memerlukan laporan dan bukan merupakan delik aduan (klacht delict). Walaupun permohonan maaf Suswono telah disampaikannya di hadapan publik, tetapi hal tersebut tidaklah menghapus unsur pidananya. Guna menghindari dampak negatif dari masyarakat (pemeluk islam), pihak aparat penegak hukum harus serius menangani kasus tersebut. Oleh karenanya apa yang diucapkan oleh Suswono tersebut, patut dilanjutkan melalui proses hukum (due process of law). Hal itu guna menimbulkan efek jera, terutama kepada tokoh masyarakat dan para petinggi (pejabat) publik. \"Penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan tanpa pandang bulu dan (tebang pilih) kepada siapapun,\" pungkas Presidium Forum AKSI (Alumni Kampus Seluruh Indonesia) itu. (*)