POLITIK

Partai Gelora Gelar Pelantikan Pengurus DPP, DPW dan Pengucapan Janji Jabatan Anggota Legislatif Secara Serentak

Jakarta | FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia akan menggelar pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gelora Periode 2024-2029 secara serentak pada Sabtu (22/2/2025).  Pelantikan digelar usai Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta berhasil menuntaskan pembentukan susunan kepengurusan DPP Partai Gelora periode 2024-2029 dan seluruh kepengurusan di 38 DPW se-Indonesia. Diketahui, Anis Matta terpilih kembali secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia untuk periode kedua, masa bhakti periode 2024-2029 dalam Musyawarah Nasional (Munas) I di Jakarta pada Minggu (8/12/2024). Usai pelantikan, kepengurusan Partai Gelora periode 2024-2029 akan segera didaftarkan ke Kementerian Hukum (Kemenkum) RI dalam waktu dekat. Ketua Pelaksana Pelantikan TB Dedy Mi\'ing Gumelar mengatakan, seluruh pengurus DPP dan DPW Partai Gelora periode 2024-2025 yang dilantik diwajibkan melakukan pengucapan janji jabatan. \"Pengucapan janji jabatan ini, selain diikuti oleh seluruh pengurus DPP dan DPW, juga akan diikuti Anggota Legislatif Partai Gelora. Kita punya 75 Anggota DPRD di seluruh Indonesia,\" kata TB Dedy Mi\'ing Gumelar dalam keterangannya, Jumat (21/2/2025). Menurut Dedy, pelantikan akan digelar secara hybrid yang menggabungkan pertemuan offline dan pertemuan online. Pelantikan pengucapan janji sumpah jabatan akan dipimpin Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta. \"Sementara Sekretaris Jenderal (Partai Gelora) Mahfuz Sidik akan menyampaikan laporan penyusunan kepengurusan,\" imbuh Dedy. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Administrasi DPP Partai Gelora Saiful Bahri menyebutkan, jumlah kepengurusan DPP Periode 2024-2025 yang akan dilantik mencapai 313 orang, sedangkan pengurus di 38 DPW mencapai 189 orang, dan Anggota Legislatif berjumlah 75 orang. \"Dalam kepengurusan periode 2024-2029 ada 5 pimpinan sebagai Badan Pengurus Harian. Ketua Umum Pak Anis Matta, Wakil Ketua Umum Pak Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Pak Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Pak Achmad Rilyadi, serta Koordinartor Pelaksana Harian Ustad Rofi Munawar,\" ungkap Saiful Bahri. Dalam kepengurusan periode ini dibentuk beberapa bidang antara lain bidang organisasi, kaderisasi, pemenangan pemilu, komunikasi, pemenangan teritori, kebijkan publik, luar negeri, serta ekonomi dan bisnis. Lalu, bidang keumatan, penggalangan, kebudayaan dan kesenian, organisasi sayap, serta pejabat publik. Kemudian Mahkamah Partai, Majelis Pertimbangan Pusat, Pusat Kajian Strategis, Pusat Pengembangan Wawasan, dan Pusat Solidaritas Palestina. (*)

Megawati Versus Prabowo

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BERHARAP Megawati bersama Prabowo menghajar Jokowi nampaknya gagal. Di samping pertemuan Megawati dengan Prabowo tidak juga terlaksana, juga Prabowo semakin kesengsem Jokowi. HUT Partai Gerindra menjadi saksi betapa bertekuk lutut Prabowo pada Jokowi. Ndas Prabowo di bawah telapak kaki Jokowi yang sebenarnya sudah tidak punya ndas. Kosong karena copot sejak 20 Oktober 2024.  Megawati wajar ngambek, alih-alih jadi pertemuan, malah Sekjen PDIP Hasto ditahan oleh KPK. Dugaan kuat itu atas restu dan arahan guru politik Prabowo. Jokowi berseteru tajam hingga ke ubun ubun. Pimpinan KPK balad Jokowi. Program Prabowo mulai diganggu Megawati. Kepala Daerah PDIP dilarang ikut retreat, padahal itu program andalan Prabowo.  Retreat sendiri program pencitraan dan tidak berguna bagi rakyat, hanya hiburan pejabat dan pemborosan uang negara. Paradoks atas gembor-gembor pemangkasan, penghematan atau efisiensi. Prabowo sama saja sama dengan Jokowi. Omong gede tapi sulit realisasi. Melompat-lompat. Retreat Menteri saja kemarin tidak berdampak pada kontribusi 100 hari.  Retreat tentu dimaksudkan mengasingkan sementara untuk merenung atau membina diri akan tetapi makna harfiahnya adalah mundur. Secara idiomatik retreat itu mundur, menarik diri atau mengundurkan diri secara tergesa-gesa atau dengan aib. Bagus juga instruksi PDIP agar Kepala Daerah tidak ikut. Toh, Kepala Daerah itu bukan bawahan Presiden karena dipilih langsung oleh rakyat.  Hasto dipamerkan berjaket oranye dengan tangan di borgol untuk menistakan, teringat dahulu Habib Rizieq Shihab juga sama dengan tangan terborgol. Ada arogansi penegak hukum yang sedang menjadi kepanjangan tangan politik. Hasto bergestur melawan dan berpidato agar Jokowi dan keluarga diperiksa. Jokowi itu memang Presiden kotor alias banyak dosa. Penjahat, sebutannya. Bersamaan momentum dengan gerakan rakyat yang mendesak adili Jokowi, perlawanan Megawati pada Prabowo menambah kisruh perpolitikan di bawah rezim Prabowo. Pekik histeris \"hidup Jokowi\" seakan membodohi diri atau bunuh diri. Prabowo menurunkan kewibawaannya dengan seketika. 100 hari kemenangan diubah menjadi kematian mendadak \"sudden death\". Pasukan PDIP akan menjadi gumpalan baru memperkokoh kekuatan civil society melawan arogansi kekuasaan. Aktivis oposisi bergerak bersama dengan mahasiswa, emak-emak, purnawirawan, alim ulama, santri, jawara, dan lainnya melawan koalisi Jokowi, Gibran dan Prabowo. Oligarki sudah ditempatkan sebagai penjajah yang harus dilawan dengan pemberontakan.  Semua tentu untuk membela dan memurnikan ideologi dan konstitusi yang sudah diinjak-injak demi investasi dan kepentingan Jokowi dan kroni. Prabowo ikut-ikutan lagi. Masalah negara sudah luar biasa parah. Mahasiswa merasakan gelap, bahkan gelap gulita. Mungkin reformasi 1998 harus diulangi bahkan lebih tajam lagi. Revolusi masih menjadi opsi.  Aktual, Megawati sedang berhadapan dengan Prabowo akibat Jokowi. Jokowi memang trouble maker saat menjabat maupun setelah pensiun. Karenanya gerakan adili Jokowi akan terus menguat. Pilihan Prabowo untuk bersama Jokowi hanya causa perluasan gerakan menjadi adili Jokowi dan Prabowo. Bukan masalah baru 100 hari, justru 100 hari saja sudah menunjukkan ketidakbecusan. Lalu bersiap untuk Presiden 2029  ? Preet..! (*)

W0: Hidup Jokowi, WI: Mati Prabowo!

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BANYAK oposan Jokowi mencoba merapat kepada Prabowo dengan alasan Prabowo akan dapat bersama-sama menuntaskan masalah Jokowi. Terhadap pihak yang kritis dan tetap waspada diingatkan untuk bersabar atas \"strategi\" Prabowo yang pasti jitu. Kelompok kritis diminta percaya, nanti saatnya Prabowo akan menampilkan pilihan sesuai jati dirinya.  Acara Muslimat NU di Surabaya dan HUT Partai Gerindra di Sentul menjadi jawaban bahwa menunggu \"strategi\" adalah sia-sia, Prabowo bukan sedang berstrategi tetapi telah menetapkan pilihan. Pilihan itu adalah \"Jokowi guru politik\", \"Hidup Jokowi\" dan \"Terimakasih Jokowi\". Sudahlah, para penunggu godot berhenti untuk menanti. Prabowo telah bersama Jokowi.  Adili Jokowi merupakan tuntutan pasca lengser. Tuntutan itu tidak mungkin terealisasi selama Prabowo masih menjadi Presiden. Prabowo bertekad melindungi Jokowi yang tidak boleh diganggu dan dikuyo-kuyo. Prabowo pasang badan artinya sudah tidak pakai strategi-strategian lagi. Ia masih menggandeng Jokowi untuk sukses Pilpres 2029. Jokowi dan Prabowo sama-sama gila kuasa.  Mahasiswa, ulama, ema-ema, dan para pejuang lainnya harus bersikap tegas. Prabowo bukan teman untuk bisa menghukum Jokowi. Ia menantang rakyat dengan upaya mencarikan posisi penting bagi Jokowi. Ketika rakyat ingin Jokowi bertanggungjawab atas kejahatannya, Prabowo justru memuliakan dan mencarikan jabatan tinggi untuknya.  Prabowo telah memilih dan siap berhadap hadapan dengan rakyat. Sesungguhnya itu pilihan aneh dan bodoh.  Prabowo menyempurnakan pengkhiatannya atas rakyat. Karakter yang sulit berubah. Mengkhianati keluarga Cendana yang telah membesarkan, berkhianat pada TNI hingga terkena sanksi, lari dari kepedulian umat yang tercedarai di KM 50, serta berkhianat dengan bernikmat-nikmat menjadi Menhan di tengah rakyat yang terengah-engah diinjak Jokowi.  Stop kepercayaan kepada Prabowo. Saatnya membenahi perjuangan sendiri tanpa harapan palsu akan posisi dan kebijakan Prabowo. Ia bukan pemimpin rakyat, ia adalah produk dari bantuan curang Jokowi yang diyakini berijazah palsu. Prabowo dijepit oleh jasa Guru dan ejekan Wapres putra sang Guru. Presiden yang  terjepit tidak mungkin merdeka atau mampu bertindak bebas.  Omong gede menjadi kamuflase dari ketertekanan. Nyinyir manifestasi dari kerendahan intelektualitas. Dan merasa besar adalah cermin dari jiwa yang kerdil. Prabowo bukan orang hebat meski ngomong meledak-ledak. Tampilan dan obsesi hero seperti Soekarno menjadi bahan tertawaan.  Seruan adili Jokowi tetap menggema bahkan semakin membesar dan merata. Rakyat tidak akan takut oleh unjuk pembelaan Prabowo. Rakyat akan terus mencari jalan agar Jokowi ditangkap dan diadili. Semakin Prabowo memproteksi, pasti semakin dicaci maki. Tidak mustahil ke depan muncul desakan agar Prabowo bersama Gibran dimakzulkan dan diadili. Keduanya adalah produk sesat dan jahat tangan Jokowi.  Prabowo telah memilih bersama Jokowi bukan bersama rakyat. Ini keputusan yang sudah sangat jelas. Jika Prabowo tidak bertaubat dan berubah, maka rakyat bisa menumbangkannya. Hasrat menjadi Presiden lagi untuk tahun 2029 akan pupus dengan sendirinya. Prabowo menjadi kisah dari pemimpin yang diterkam oleh bayang-bayangnya sendiri.  Hidup Jokowi, mati Prabowo.Masih ada kesempatan untuk berubah. Asal cepat.  \"It\'s now or never, tomorrow will be too late\". (*)

Prabowo di Antara Pro-status Quo dan Pro-perubahan

Oleh DR. Anton Permana | Pengamat Geopolitik dan Pemerintahan SEMENJAK demo besar-besaran yang digelar kelompok mahasiswa pada tanggal 17 Februari 2025 dengan jargon “Indonesia Gelap”, publik cukup terhentak dan tersadar. Karena demo terjadi hanya sehari setelah rangkaian gegap gempita Rapimnas Partai Gerindra yang begitu megah dilaksanakan. Boleh dikatakan, yang hadir pada Rapimnas tersebut adalah keterwakilan penuh kekuatan dan simbol kekuasaan seorang Prabowo dari segi politik. Ribuan kader, kepala daerah, anggota dewan mulai dari pusat dan daerah, para ketua partai politik, hingga para mantan presiden, wakil presiden yang masih hidup (minus Megawati) semuanya hadir. Belum lagi kalau kita dengar dan ikuti semua rangkaian pidato serta statemen dari para tokoh sentral yang hadir seperti Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Bapak Jenderal TNI Purn. Prof. Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono, dan juga Presiden ke-7 Joko Widodo. Bagaimana komitmen dua figur mantan presiden ini untuk mendukung penuh Prabowo, bahkan hingga untuk kembali maju jadi calon presiden di tahun 2029 mendatang. Dua dimensi politik yang cukup menarik dianalisis, game politik apa yang sedang bermain dari dua dimensi gap politik ini. Itu belum kita berbicara tentang semakin pedas dan kerasnya kritikan dari para kelompok oposisi dan kelompok pro-perubahan kelompok civil society. Yang dulunya hanya berfokus pada isu “Adili Jokowi dan keluarganya”, sekarang mulai bergeser ikut menyerang Prabowo dengan bahasa “Jenderal omon-omon”, pasca pidato “hidup Jokowi” dan ditunjuknya Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Danantara yang akan mengelola aset negara 900 Milyar USD. Ironisnya Jokowi baru saja dinobatkan oleh salah satu lembaga anti korupsi dunia yang terkenal OOCRP sebagai pejabat terkorup nomor 2 di dunia setelah Bashar Al Ashad, ex-Presiden Suriah. Setidaknya kita tentu sudah memahami, bagaimana perjalanan hidup dengan lika-liku jatuh bangunnya seorang sosok bernama Prabowo, mulai dari terlahir dari keluarga konglomerat, keluarga pejabat berpengaruh di zamannya, lalu berpindah-pindah tinggal sekolah di berbagai negara, masuk dinas tentara, menikah dengan anak Presiden Soeharto yang juga berkuasa waktu itu, sampai tragedi reformasi 98 terjadi. Sempat hijrah keluar negeri setelah diberhentikan dengan hormat dari kedinasan tentara dengan pangkat terakhir Letnan Jendral. Meski pernah memimpin pasukan elit Kopassus yang paling disegani. Tidak hanya sampai di situ. Beliau juga diterpa issue pelanggaran HAM, lalu ikut konvensi partai Golkar namun kalah. Baru membuat partai politik bernama Gerindra. Maju di ajang Pilpres, baik jadi Cawapres bersama Megawati di tahun 2009, jadi Capres dua kali 2014 dan 2019 yang juga kalah oleh Joko Widodo. Baru kemudian pada tahun 2019 pasca kalah Pilpres, Prabowo kembali mengambil langkah politik yang membuat dunia pun kaget, bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi yang notabone adalah musuh bebuyutannya di Pilpres sebelumnya. Lima tahun menjadi tim Jokowi, kembali Prabowo membuat langkah politik yang menggemparkan dengan menjadikan Gibran anak Jokowi sebagai Cawapresnya meski dengan penuh  drama dan kontroversi di Mahkamah Konstitusi, namun langkah politik ini akhirnya membuahkan hasil. Yaitu, beliau berhasil dan menang Pilpres dan sekarang sudah menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8. Sejak 20 Oktober tahun 2024 yang lalu. Perlu ketenangan dan ketelitian mendalam untuk merenungi apa sebenarnya yang terjadi terhadap diri Prabowo saat ini. Tapi yang jelas, selain perjalanan hidupnya yang begitu dramatis mirip drama Korea hingga akhirnya menuju puncak kekuasaan ini, kita juga mesti sadar dan objektif. Setidaknya ada beberapa kepribadian dalam diri Prabowo yang tentu sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindaknya sekarang yaitu ; jiwa tentara, jiwa pebisnis, jiwa politisi, jiwa pejabat, dan jiwa penguasa atau juga bisa jiwa seorang negarawan. Ketika jiwa tentaranya muncul, maka lahirlah statemen dan kebijakan patriotisme nasionalisme seperti bagaimana negara ini kuat secara militer dan pertahanan, disegani dunia internasional. Hingga untuk permasalahan PIK-2 pun ketika jiwa tentaranya muncul atas nama kedaulatan  negara yang terganggu, beliau langsung mengerahkan TNI AL untuk membongkar pagar laut di pantai utara Banten-Jakarta. Ketika jiwa pebisnisnya muncul, maka lahirlah semangat kompromi dengan para pebisnis dan pengusaha (oligarkhi) bagaimana menghasilkan “cuan” dan win win solution untuk masing-masing pihak. Pajak PPN barang mewah naik 12 persen, namun upah buruh juga naik 6,5 persen pasca bertemu Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat di Istana Presiden. Ketika jiwa politisinya muncul, maka lahirlah kebijakan-kebijakan oportunis dan defensif dari dirinya, seperti menempatkan orang-orang kepercayaannya di beberapa jabatan strategis meski kadang tidak sesuai aturan hukum seperti posisi Mayor Teddy di Seskab dan lain sebagainya. Namun di satu sisi, sebagai politisi yang paham dengan “bargaining of political power”, untuk pengamanan kekuasannya, maka beliau juga mengakomodir lini kekuatan politik luar untuk menjabat meski juga kadang figur yang ditunjuk mempunyai rekam jejak kontroversial. Bahkan cenderung pro-status quo dan tidak sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga lebih menjadi kabinet balas budi alias “happy cabinet”. Nah baru sekarang, kembali muncul jiwa seorang pejabat, penguasa dan kenegarawannya, bagaimana kadang terlihat terlalu “naif” terhadap aturan-aturan dan kebijakan birokratif serta protokoler. Sehingga, mulai terjadi “gap komunikasi” dengan kelompok civil society. Semacam ada kekuatan labirin protokoler ala pejabat konservatif yang mengepung, memproteksi, semua saluran komunikasi terhadap dirinya dan dimensi di luar kekuasaan. Sehingga tak terasa, semakin hari membuat gap ini semakin dalam, tajam, dan menjauhkan Prabowo dari kelompok civil society yang seharusnya banyak berinteraksi dengan beliau agar tidak terjebak dalam cara berpikir kaca mata kuda dan juga sebagai perimbangan saluran informasi. Hal ini mulai terlihat, ketika terlontar kata-kata tak elok seperti “ndasmu” dan banyak lagi yang lain ketika dirinya mengomentari kritikan dari pihak luar kekuasaan. Padahal, seperti yang kita semua ketahui sebelumnya, hal seperti ini bukanlah sifat dan jati diri seorang Prabowo. Beliau terkadang memang terlihat tempramental namun beliau selalu  welcome terhadap semua kritik dan menyukai diskusi ilmiah dan intelek. Kesimpulannya dari kondisi ini, apakah Prabowo sekarang posisinya sudah larut dalam kelompok pro-status quo atau pro-perubahan, setidaknya kita bisa mengelompok kannya ke dalam tiga hal cluster analisis politiknya sebagai berikut: Pertama, bisa jadi Prabowo saat ini memang sudah larut dalam pusaran kekuasaan yang membutakan. Karena, kalau kita lihat inner cycle dan power yang mengitarinya saat ini memang dominan dan hampir full  dengan kekuatan lama / status quo. Sehingga segala informasi, komunikasi, tentu sudah terkooptasi sehingga mudah membentuk persepsi seorang Prabowo secara perlahan namun presisi. Karena secara teori dalam rumus komunikasi, persepsi terbentuk karena dominasi input informasi. Ibarat teko, kalau diisi kopi ya keluar kopi, kalau diisi teh ya keluar teh.  Asumsi ini yang akhirnya membuat kelompok civil society yang awalnya hanya fokus pada isu “adili Jokowi” sekarang mulai “marah” dan menggeser moncong meriamnya kearah Prabowo. Karena menganggap Prabowo adalah “boneka” nya Jokowi dan oligarkhi.  Cuma yang harus jadi perhatian adalah apakah sudah semudah dan secepat itukah kita menjustifikasi sebuah kejadian dimana masa jabatan seorang Prabowo pun masih berjalan 100 hari? Ditambah lagi kalau dikaitkan dengan dinamika politik kekuasaan yang penuh dengan trik intrik jebakan serta cipta kondisi invisible hand. Kedua, bisa juga karena Prabowo basiknya adalah tentara, dan juga sekarang otomatis menjadi seorang negarawan. Ada keinginan baik beliau untuk rekonsiliasi semua lini kekuataan demi rasa persatuan dan kesatuan. Kedengarannya memang sedikit naif, namun potensi ini ada dalam jiwa seorang Prabowo. Bagaimana mentalitas dan spirit nasionalisme tentaranya ingin membangun rasa kebangsaan bersama, membangun bersama-sama dan menjauhi perpecahan. Apalagi Prabowo menyadari di dalam negara demokrasi itu sangat penting sebuah konsolidasi elitnya. Kalau elit politiknya kompak dan solid, maka pemerintahannya akan stabil. Untuk itulah, Prabowo mencoba merangkul semua cabang kekuasaan elit dan kelompok agar stabilitas pemerintahannya terjaga dan terkonsolidasi. Ketiga, sebagai seorang politisi, pembaca buku kelas dunia dan juga memiliki ilmu sandhi yuda. Prabowo tentu juga sudah memahami, serta mempunyai hitungan politik sendiri. Kalau dalam militer ada namanya rencana kalkulasi tempur relatif terhadap sebuah pertempuran. Bisa jadi ketika Prabowo mengatakan yel-yel “Hidup Jokowi” juga adalah berupa bentuk pesan Sandi Yudha, untuk menenangkan Jokowi yang mulai terjepit, tertekan fase isue PIK-2, pemangkasan anggaran IKN, pembatasan gerak Gibran, dan secara perlahan satu persatu mata rantai jaringan Jokowi di militer dan pemerintahan mulai dipreteli. Dan bisa juga, kenapa Jokowi yang ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas Danatara untuk menjegal secara halus Erick Tohir yang disinyalir akhir-akhir ini mulai melakukan banyak gerakan yang “aneh”. Toh tujuan Danantara didirikan juga salah satunya untuk memutus mata rantai dan kuasa BUMN yang terlalu full power dan rentan digunakan untuk kepentingan kelompok Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha). Yang perlu juga jadi catatan khusus bagi kita semua adalah Prabowo juga sudah pasti tahu bahwa tipikal seorang Jokowi yang berdarah dingin, “licik” ala politiknya di Solo, dan sampai saat ini bagaimanapun tentu masih punya dukungan kuat dari para oligarkhi yang happy di zamannya. Dan Prabowo pasti belum mau berbenturan langsung dengan Jokowi untuk saat ini. Tidak ingin Jokowi merasa terancam dan membuat serangan balik. Mudah bagi seorang Jokowi saat ini melakukannya. Dan itu resiko besar terhadap stabilitas kekuasaannya. Ditambah, Gibranlah otomatis yang akan mengambil kesempatan besar dari semua itu seandainya terjadi hal buruk yang membuat Prabowo lengser, sesuai pasal 8 UUD 1945. Artinya, Prabowo tentu juga sudah menghitung kalkulasi kekuatan politik, logistik, jaringan, dukungan, hingga juga kekuatan-kekuatan para musuh, kawan, lawan, maupun segala bentuk anasir kekuatan baik luar dan dalam negeri yang mengancam dirinya. Dan mesti disadari, tidak mudah untuk mengkonsolidasi itu semua. Belum lagi kalau berbicara mekanisme IFF (identification friend or foe) orang-orang di sekelilingnya. Setidaknya secara normatif, butuh waktu ideal 2-3 tahun untuk seorang Presiden mengkonsolidasi kekuatan dan kekuasaan politik berada penuh dalam kendalinya. Jadi tidak semudah yang dibayangkan, baru jadi Presiden lalu bisa berbuat apa saja dan seenaknya. Apalagi kalau kita berbicara tentang Indonesia yang kerusakannya sudah terjadi di semua lini. Sendi-sendi vital negara kita saat ini, masih dibawah kontrol kekuasaan kelompok oligarkhi. Mulai dari energi, telekomunikasi, impor pangan, impor BBM, listrik, tambang, pelabuhan, transportasi, yang apabila semua disabotase serentak bisa melumpuhkan negara ini. Sedangkan pemerintah masih terlilit permasalahan hutang, dan secara SDM pejabat dan birokratnya pun juga secara loyalitas tentu masih terkooptasi kekuatan lama status quo. Belum lagi, kalau kita berbicara infrastuktur alat negara seperti TNI/Polri, BIN, Kejagung, KPK, MK, MA, yang boleh dikatakan 80 persen masih dijabat personal kekuatan lama status quo era Jokowi. Padahal, institusi ini adalah jantung dan tangan kakinya seorang Presiden. Artinya, seorang Prabowo pasti sudah menghitung ini semua. Dan pengalamannya pun sudah mengajarkan, “Jangan pernah bertempur, sebelum pertempuran itu secara kalkulasi pertempuran relatif akan kita menangkan”. Maksudnya adalah : Ada kemungkinan, Prabowo saat ini belum bisa berbuat banyak mengimplelentasikan semua strategi kebijakan dan programnya. Karena kekuasaan penuh belum berada di tangannya. Sebagai tentara yang tentu paham operasi Sandi Yuda, tentu Prabowo sudah menyiapkan langkah-langkah taktis dan strategis untuk ini. Jadi kemungkinan, Prabowo untuk sementara waktu “ikut arus” dulu juga masih bisa relevan mengingat masa jabatannyapun baru 100 hari. Masih banyak kemungkinan besar bisa terjadi di kemudian dalam politik. Ketiga cluster analisis di atas, semua punya potensi dan dasar argumentasi yang seimbang. Namun yang perlu kita pahamkan bersama adalah, tolong bedakan antara ; Kebijakan dan program apa yang dilakukan Prabowo yang salah dan menyakiti hati rakyat  dengan kebijakan dan program apa yang “belum atau seharusnya” dilakukan Prabowo sesuai harapan (hope) kita. Ini harus dibedakan agar tidak kehilangan objektifitas. Kalau ada kebijakan dan program Prabowo yang menyakiti hati rakyat, maka  wajar rakyat akan  marah dan mengkritisinya. Namun, kalau harapan kita Prabowo begini, begitu, seharusnya begini begitu namun bekum terwujud, maka  hal itu lain soal. Kita tidak bisa menjustifikasi orang lain salah kalau tidak sesuai dengan kehendak dan harapan kita? Apalagi berbicara tentang kebijakan Presiden yang sudah pasti ada SOP dan mekanismenya serta skala prioritasnya. Masih panjang waktu bagi seorang Prabowo untuk mewujudkan segala cita cita dan niat baiknya yang selalu berapi-api disampaikan kepada publik. Kita tinggal menunggu dan mengamati. Apakah, Prabowo akan tetap larut bersama kelompok pro status quo atau itu semua hanya bahagian strategi sampai kekuasaan full penuh di tangannya baru perlahan melakukan perubahan/l-perubahan terbaik untuk bangsa dan negara kita. Insya Allah. (*)

Keris Kyai Garuda Yaksa Prabowo ke Jokowi dan Sejarah Keris Ken Arok

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes | Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen  Dalam Puncak Acara Peringatan Ulang Tahun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ke-17 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (15/02/25) pagi, ada momentum menarik, bukan saja soal kehadiran \"Dinasti Jokowi\" yang cukup lengkap (Bapak-Anak-Menantu) di acara tersebut saja, namun saat Prabowo Subianto memberikan Sebilah Keris Emas kepada pendahulunya di pemerintahan tersebut. Banyak yang mulai menerka-nerka, apa sebenarnya makna di balik pemberian senjata khas tradisional Jawa tersebut, sebagaimana informasi khusus yang diterima, dimana spesifikasi ini masih jarang ditulis oleh media. Keris emas yang diberikan Prabowo ke Jokowi tersebut dinamakan \"Kyai Garuda Yaksa\" - mirip dengan nama Padepokannya di Hambalang- yang memiliki luk/lekukan yang dihitung dari Gagang keris ke atas berjumlah 13 (tiga belas). Dipilihnya Kyai Garuda Yaksa Luk-13 ini tentu sudah merupakan pertimbangan tersendiri, karena memiliki makna simbolis yang kuat dalam budaya dan perpolitikan Indonesia. Meski angka 13 sering disebut-sebut sebagai \"angka sial\", sampai-sampai ada sebutan \"celaka tiga belas\", \"Friday the third teen\" hingga beberapa hotel menghilangkan lantai 13 dan menggantinya dengan \"12A\", tetapi ternyata angka 13 ini yang dipilih Prabowo untuk jumlah luk keris yang diberikan ke Jokowi. Jadi apakah untuk buang sial? Boleh saja jika ada orang yang memaknai di atas, karena bagaimanapun juga Prabowo harus menerima \"warisan buruk\" dari rezim Jokowi selama 10 tahun sebelumnya (2014-2024) yang sampai-sampai mendapatkan \"penghargaan International\" berupa Finalis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang secara de facto -dan de jure- merupakan bukti pandangan dunia terhadap Indonesia tersebut. Oleh karenanya tidak heran sampai-sampai Prabowo harus melakukan efisiensi di berbagai bidang yang disampaikannya di forum internasional sebagai \"jawaban\" atas prestasi buruk Jokowi sebelumnya. Namun kalau kita mau melihat secara filosofi positif, keris dengan luk (lekukan) 13 sering dikaitkan dengan kepemimpinan, kewibawaan, dan perlindungan. Dalam tradisi Jawa, keris bukan sekadar senjata, tetapi juga lambang kekuatan spiritual dan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya. Apalagi nama \"Garuda Yaksa\" yang encerminkan jiwa patriotik: Garuda melambangkan lambang negara Indonesia, yang merepresentasikan kekuatan, keberanian, dan perlindungan terhadap rakyat dan Yaksa berarti raksasa atau penjaga, yang melambangkan tanggung jawab besar dalam menjaga bangsa dan negara. Pemberian keris ini bisa juga dianggap sebagai simbol persatuan dan legitimasi kepemimpinan dimana Prabowo dan Jokowi pernah menjadi rival politik dalam beberapa Pilpres sebelumnya, tetapi sejak 2019, Prabowo mau bergabung dalam pemerintahan Jokowi sebagai Menteri Pertahanan. Dalam budaya Jawa, pemberian keris adalah bentuk penghormatan. Keris dianggap memiliki tuah dan energi spiritual yang diberikan kepada orang yang dianggap layak menerimanya, dalam hal ini Jokowi yang dianggap Prabowo sebagai \"guru\"-nya. Jadi Penyerahan Keris Kyai Garuda Yaksa Luk-13 bukan sekadar seremoni, tetapi memiliki makna mendalam untuk menunjukkan penghormatan dari \"murid\" kepada \"guru\"-nya. Keris memang memiliki sejarah panjang di Indonesia, salah satunya yang legendaris adalah Keris Ken Arok, Kisah ini tercatat dalam Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kerisnya dibuat oleh Empu Gandring, seorang pandai besi terkenal pada masa Kerajaan Tumapel (cikal bakal Kerajaan Singasari) pada abad ke-13. Dimana saat itu Ken Arok, seorang bangsawan ambisius, memesan keris sakti kepada Empu Gandring. Namun, sebelum keris selesai sepenuhnya, Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris tersebut. Saat sekarat, Empu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan membawa malapetaka bagi pemiliknya dan 7 (tujuh) keturunannya. Kutukan ini terbukti ketika Keris tersebut digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, sehingga Ken Arok bisa mengambil alih kekuasaan dan menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Arok sendiri terbunuh oleh keris itu oleh Anusapati, anak tirinya. Anusapati dibunuh Tohjaya (putra Ken Arok dari Ken Dedes), Tohjaya kemudian terbunuh dengan keris yang sama dan kutukan terus berlanjut dalam konflik dinasti Singasari. Keris Empu Gandring menjadi simbol keserakahan, pengkhianatan, dan nasib tragis akibat perebutan kekuasaan. Selain Keris Ken Arok, sebenarnya ada lagi Keris yang tidak kalah legend-nya dan sempat kabarnya sempat membuat hubungan Jokowi dengan mas Anies Baswedan bersitegang, yakni Keris Pangeran Diponegoro bernama \"Kyai Naga Siluman\". Keris ini dianggap sakral dan memiliki nilai historis tinggi karena merupakan salah satu senjata utama Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830). Keris ini sempat disimpan di Belanda sebagai barang rampasan perang, menjadi koleksi museum dan pada 10/03/20, Belanda mengembalikan beberapa benda bersejarah milik Pangeran Diponegoro, termasuk keris tersebut. Namun karena saat pengembaliannya Jokowi berhalangan, maka diterima oleh Anies Baswedan. Karena kisah ini juga sangat menarik, maka akan saya tuliskan dalam kesempatan berikutnya mendatang. Kesimpulannya, pemberian Keris Emas  \"Kyai Garuda Yaksa\" Luk-13 dari Prabowo ke Jokowi kemarin sangat banyak maknanya, bisa berarti positif sebagai simbol persatuan dan legitimasi kepemimpinan dari \"murid\" ke \"guru\"-nya, sebagaimana juga diakui dalam narasi pidatonya sebelumnya, Namun tidak salah kalau ada juga yang mengartikan sebagai \"buang sial\" dengan pemilihan jumlah lekukan/luk 13 (tiga belas) di bilah kerisnya. Semoga saja kisah Keris Ken Arok yang sempat terjadi pada abad (angka yang sama) ke-13 di atas tidak terjadi lagi di Indonesia, karena \"pembunuhan\" juga tidak mesti leterlijk diartikan secara harfiah tetapi bisa juga secara sosial, ekonomi dan politik. Oleh sebab itu Waspadalah, waspadalah ... (*)

Prabowo Diharapkan Dapat Segera Memerdekakan Palestina dan Tolak Tekanan AS

Jakarta | FNN - Ketua Pusat Study Amerika Universitas Indonesia (UI) ) Prof Suzie Sudarman mengatakan, sikap politik luar negeri Indonesia selama ini dalam isu Palestina, tidak merujuk pada keilmuan. Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin mengusir atau merelokasi warga Gaza dari tanah air mereka harusnya disikapi serius. \"Sikap Trump harus disikapi secara serius, karena Trump ini serius, sementara kita kurang serius. Ini akibat domestik kita tidak tertata, sehingga kita tidak punya karakter, \" kata Suzie Sudarman dalam Gelora Talks bertajuk \'Bom Waktu! Trump Ingin Relokasi Warga Gaza-Palestina, Apa Konsekuensinya?\', Rabu (12/2/2025) sore. Menurut dia, hal ini terjadi akibat rakyatnya dinilai masih tertindas dan mendapatkan perlakuan semena-mena. Akibat ada problematik di dalam negeri itu, maka kebijakan politik luar negeri Indonesia menjadi kacau balau hingga sekarang. \"Terlalu ribet, kalau Kemenlu sekarang yang dituntut harus ikut perkembangan zaman, sementara di dalam negerinya masih ada masalah problematik,\" katanya. Kendati begitu Suzie berharap ada peningkatan publik diplomasi dan diplomasi luar negeri, sehingga Indonesia bisa diperhitungkan sebagai bangsa di kancah internasional. \"Kalau sekarang diplomasi kita tidak efektif dan tidak ditakuti negara lain, karena kita dianggap sebagai bangsa suka chaos. Tidak seperti Korea punya K-pop, lalu Amerika yang ada film. Sehingga kita betah berjam-jam di Starbuck, padahal Amerika itu, bengis. Itu akibat diplomasi mereka berhasil,\" ujarnya. Ketua Pusat Study Amerika UI ini menilai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Bogor bisa menjadi momentum untuk meningkatkan diplomasi Indonesia. \"Kalau dulu Bung Karno bisa menyatukan negara-negara di dunia, karena semua negara belum merdeka. Kalau sekarang lebih sulit. Tapi pertemuan Prabowo-Erdogan ini bisa meningkatkan diplomasi Indonesia lebih kenceng lagi,\" tegasnya. Sedangkan Ketua Pusat Solidaritas Palestina DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Tengku Zulkifli Usman menegaskan, bahwa posisi Indonesia dalam mendukung perjuangan dan kemerdekaan Palestina tidak berubah dari era Soekarno hingga Presiden Prabowo Subianto.  Karena itu, isu Palestina adalah masalah strategis yang perlu diperjuangkan oleh semua partai politik (parpol) yang ada, terutama parpol yang memiliki kursi di DPR.  \"Tapi kita masih prihatin di Indonesia ini banyak kekuatan politik yang masih enggan berbicara isu Palestina. Padahal pondasi konstitusi kita memerintahkan dan mendorong kita untuk memerdekakan Palestina,\" ujar  Tengku Zulkifli Usman. Saat ini, menurutnya, di Palestina terjadi kejahatan luar biasa, dimana tidak hanya pembunuhan terhadap warga Gaza yang terjadi setiap hari, tetapi juga ancaman pengusiran paksa dan pembersihan etnis Palestina. \"Narasi politik luar negeri ini yang perlu disampaikan ke masyarakat internasional, bahwa selama Palestina masih dijajah Israel, maka Indonesia akan terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina,\" katanya. Zulikifli menyayangkan sikap kekuatan politik di Indonesia, baik parpol maupun lembaga swadaya masyarakat (NGO) yang masih berkutat pada \'nasi\' atau donasi. \"Ini yang kita sayangkan, padahal Indonesia punya kekuatan untuk menolak tekanan Amerika Serikat di saat Dunia Arab melemah. Sampaikan sikap tegas kita, bukan hanya soal \'nasi\' yang kita sebut sebagai donasi. Tetapi harus juga ada narasi agar didengar dunia internasional\" ujarnya. Ketua Pusat Solidaritas Palestina DPP Partai Gelora ini menilai upaya pengusiran paksa atau relokasi warga Gaza, sebenarnya bukan hal baru.  Sebab, sejak awal Israel memang tidak ingin hidup berdampingan dengan Palestina, karena tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi. Sehingga solusi dua negara ditolak israel. \"Israel sekarang berkolaborasi dengan Donald Trump untuk melawan hukum internasional agar warga Gaza bisa diusir paksa dengan cara relokasi, meskipun PBB jelas-jelas mengatakan, tanah Palestina milik Palestina,\" tegasnya. Pergeseran Kebijakan AS Sementara itu, Duta  Besar RI untuk untuk Yordania merangkap Palestina Ade Padmo Sarwono mengingatkan, bahwa perubahan sikap Amerika Serikat yang tidak lagi mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Perubahan sikap AS tersebut, bisa berdampak serius pada upaya penyelesaian damai konflik di kawasan Timur Tengah (Timteng). \"Ada yang menarik dari pernyataan Presiden Trump soal penyelesaian masalah Palestina-Israel, dimana tidak ada lagi solusi dua negara seperti yang diharapkan Indonesia dan masyarakat internasional,\" kata Ade Padmo. Menurut dia, sejak AS dipimpin kembali Presiden Donald Trump untuk periode kedua, terjadi pergeseran kebijakan dan perubahan sikap yang ekstrem yang perlu mendapatkan perhatian serius masyarakat internasional. \"Trump menegaskan kembali proposalnya untuk merelokasi warga Gaza ke luar,  terutama ke Yordania dan Mesir. Gaza akan dibangun proyek real estate atau properti untuk warga Timur Tengah, bukan untuk Palestina,\" katanya. Hal ini tentu saja akan mengulangi kembali terjadinya peristiwa Nakba tahun 1948, yakni pengusiran paksa dan pembersihan etnis Palestina, serta perampasan tanah air mereka. \"Pengusiran ini akan menjadi peristiwa Nakba kedua, karena itu proposal Trump ini sangat ditentang Dunia Arab dan Internasional, termasuk Yordania,\" katanya. Yordania sendiri hingga kini telah menampung pengungsi Palestina sekitar  2,5 juta dari peristiwa 1948, 1967 dan 1973. Sedangkan Lebanon menampung 500 pengungsi dan Suriah 900 pengungsi palestina. \"Meski dianggap double standard, Yordania sekarang sangat keras mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak relokasi warga Gaza,\" ujarnya. Ade Padmo menilai Raja Yordania Abdullah II menyadari konsekuensi atas sikapnya tersebut, yakni berakibat pada dihentikannya bantuan keuangan dari AS, selain Mesir dan Israel.  Hal ini sudah disampaikan Raja Abdullah II saat bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (11/2/2025). Dan, Trump mengancam menghentikan bantuan AS ke Yordania, apabila tidak mau menerima warga Gaza. \"Kita tidak tahu apakah yang disampaikan Trump ini sekedar _bluffing_ atau benar?  Susah kita menganalisa atau menilai Trump, sekarang bilang begini, tapi tiba-tiba bisa berubah,\" tegasnya. Sedangkan Director Asia Middle East Center For Research and Dialogue Muslim Imran mengatakan, bahwa perang di Gaza sebenarnya adalah perang AS, bukan Israel. \"Jadi proposal Trump ini bukan hal baru, yang ingin menjadikan Gaza sebagai real estate, pariwisata dan lain-lain. Proposal bermula dari Israel ditindaklanjuti Trump, dan rakyat Palestina menolak proposal ini,\" kata Muslim Imran. Dia berharap Indonesia bisa untuk dapat menolak proposal Trump untuk merelokasi warga Gaza ke luar Palestina, dan mencegah terjadinya perang berkelanjutan. \"Sebab, Trump ini orang Crazy, orang gila. Rakyat Palestina menolak proposal ini, rakyat Palestina mau kekal di Palestina,\" ujarnya. Indonesia dinilainya berbeda dengan lebih independen dibanding negara-negara Arab terhadap isu Palestina. Negara-negara Arab sebagian besar dibawah pengaruh AS, sehingga tidak independen. \"Indonesia dibawa Presiden Prabowo Subianto, kita berharap bisa membawa kemerdekaan Palestina dan menolak tekanan Amerika Serikat,\" pungkasnya. (*)

Kembalilah DPR dan DPD pada Pangkuan Rakyat,  Demokrasi Pancasila bukan Korporasi

Oleh Ida N Kusdianti | Sekjen FTA  SEGALA regulasi sudah banyak yang keluar dari rel yang seharusnya. Hegemoni ketua partai sudah melampaui batas. DPR yang seharusnya loyal pada rakyat, kini telah berubah kiblat pada ketua partai sehingga demokrasi Pancasila yang dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah kehilangan ruh. Ini terjadi karena ketika anggota DPR tidak sejalan dengan keputusan ketua partai, maka akan menjadi masalah di kemudian hari. Kembali saya koreksi tentang Undang- undang MD3 yang mengubah warna demokrasi menjadi kekuatan Ketua Partai yang berujung pada kekebalan hukum anggota DPR. Mereka sulit untuk disentuh secara hukum karena mekanisme yang berbelit-belit. Undang-undang MD3 memang memiliki beberapa kontroversi yang membuat demokrasi di Indonesia terasa seperti demokrasi korporasi. Salah satu alasan utamanya adalah dominasi hegemoni ketua partai dalam proses legislasi. Dalam UU MD3, terdapat beberapa pasal yang dianggap bermasalah, seperti pasal tentang kriminalisasi terhadap orang yang dianggap merendahkan citra DPR, serta pasal tentang izin pemeriksaan terhadap anggota DPR yang melibatkan MKD. Hal ini membuat banyak pihak khawatir bahwa UU MD3 akan membuat DPR menjadi semakin sulit diproses secara hukum. Selain itu, proses pembahasan UU MD3 juga dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat secara cukup. Hal ini membuat banyak pihak merasa bahwa UU MD3 tidak merepresentasikan kepentingan rakyat, melainkan hanya kepentingan elit politiik. Perlu diingat bahwa UU MD3 juga memiliki beberapa tujuan yang positif, seperti meningkatkan kualitas legislasi dan memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi yang lebih mendalam dan transparan untuk mengetahui apakah UU MD3 benar-benar membuat demokrasi di Indonesia menjadi demokrasi korporasi? Pada 10 Februari 2025,  FTA (Forum Tanah Air) diundang oleh tim ahli Komisi 2 DPR RI. Kami berdiskusi tentang permohonan untuk DPR RI bisa medengarkan suara rakyat secara langsung mengenai isu besar menyangkut kedaualatan rakyat dan kedaulatan bangsa, yaitu PSN PIK 2. Saat ini segala cara sedang kita upayakan, memperjuangkan hak rakyat, kedaulatan rakyat dan bangsa yang  sudah dalam genggaman penjajah yang dimuluskan oleh para pengkhianat. Hak rakyat untuk bicara langsung, dan kami memaksa untuk DPR RI menerima kami di RDPU yang akan datang. Ini bukan tentang satu atau dua daerah, tapi tentang seluruh daerah, sepanjang pesisir Indonesia yang sudah diplot oleh penjahat bangsa. Rakyat butuh bicara langsung di DPR RI, karena suara rakyat adalah suara murni hidup dan penghidupan mereka saat ini, sebab DPRlah sejatinya menjadi tempat rakyat mengadu. Ini riil bagaimana rakyat memperjuangkan hak dan kedaulatannya. Rakyat bicara anda mendengar dan tindaklanjuti sebelum kemarahan kami luapkan di Parlemen Jalanan dengan jumlah yang tidak terduga. Dengarkan suara rakyat langsung tentang PSN PIK 2, bagaimana mereka diintimidasi, diteror, diancam..dan ini bukan HOAX. Jadi tidak ada KATANYA...biarkan rakyat  SPEAK UP langsung..di dalam Gedung Rakyat. Kita akan lihat bagaimana kelanjutan langkah wakil rakyat, mau menjadi corong rakyat atau hanya jadi corong pengkhianat...jika ya..maka HAK RECALL harus ada. Berjuang tanpa lelah, sejengkal tanah sangat berarti demi sebuah harga diri bangsa.  #Tangkap Jokowi#Tangkap Aguan#BatalkanPSNPIK2#BantenBergerak#ForumTanahAir#FTAFightingForBrighterIndonesia#KembaliKeUUD1945Asli (*)

Indonesia dan Malaysia Perlu Bersinergi Mengaborsi Syahwat Keadikuasaan Donald Trump Asingkan Rakyat Palestina dari Negerinya

Kuala Lumpur | FNN - Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara Dr. Rahman Sabon Nama melabeli kehendak Presiden AS Donald Trump untuk mengambilalih jalur Gaza serta mengasingkan dua juta rakyat Palestina ke negara lain sebagai sikap superiority dan arogansi kekuasaan. Kehendak Presiden Trump itu dinyatakannya usai dia bersama PM Israel Benjamin Netanyahu melakukan jumpa pers  di Gedung Putih- Washington DC, Selasa 4 Februari 2025. Kamis kemarin (6/2/2025),  Trump kembali menegaskan di Truth Social bahwa Israel telah menyerahkan urusan jalur Gaza kepada AS setelah pertempuran berakhir, pasca gencatan senjata Israel-Hamas. “Rangkaian pernyataan Presiden Trump itu mempertontonkan kepada masyarakat dunia adanya sikap superiority AS di bawah moralitas arogansi seorang Donald Trump,” kata Rahman di Kuala Lumpur, Jumat (7/2/2025).  Rahman yang juga adalah CEO Tamasco (S) Pte.Ltd. menyampaikan kritik pedas itu usai mengadakan pertemuan dengan CEO Maharani Energy Gateway Sdn. Bhd Datuk M Rajif, kerabat Raja Malaysia Duli Yang Dipertuan Agung Sultan Ibrahim beserta Senior VP Petronas Malaysia Datuk Ir. Bachok Pilong di Kuala Lumpur. Ihwal usulan Trump agar dua juta rakyat Palestina diungsikan ke negara Timur Tengah, Mesir dan Yordania, juga ke Indonesia, Rahman menyebutnya sebagai usulan yang tidak memiliki added value . “Termasuk sikap untuk bisa melakukan apa saja dalam mengambil alih jalur Gaza, yang, tendensius tak punya added value,” kata Rahman. Wareng V Adipati Kapitan Lingga Ratuloly dari Kerajaan Sunda Kecil Adonara NTT mengatakan, Indonesia dan Malaysia perlu menggalang dukungan internasional untuk menolak kehendak Presiden AS ke-45 dan 47 itu untuk perdamaian dunia. “Sebuah kehendak superiority keadikuasaan yang harus diaborsi sebelum teraktualisasi,” tandasnya. Alumni Lemhanas RI ini meminta agar Presiden Indonesia,  Prabowo  Subianto, dapat segera  melakukan diplomasi dunia atas rancangan Presiden Trump di Gaza yang menurutnya  dapat menyulut kemarahan Iran, Rusia dan China sehingga menyulut perang dunia. “Agar Presiden Prabowo berduet dengan PM Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai pimpinan negara ASEAN yang baru  2025  untuk menggalang kekuatan dunia menekan arogansi AS yang menyalahi  Konvensi PBB atas Undang Undang antarbangsa terkait gencatan senjata di Gaza Palestina,” usul Rahman. Lebih jauh dia mengatakan bahwa pernyataan Presiden Trump, juga mendapat kecaman keras dari guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia Prof. Dr. Salawati Mat Basir yang merupakan pakar undang undang antarbangsa perguruan tinggi itu.  Prof. Salawati, kata Rahman,  mengutuk keras  pernyataan Trump dan meminta umat Islam dari negara Islam di dunia  bergerak untuk memboikot produk-produk AS. Dia  (Salawati) pun tidak yakin Trump berhasil mengusir rakyat Gaza keluar dari Palestina, karena akan mendapat perlawanan dari dunia Internasional.  “Palestina adalah negara berdaulat. Presiden Trump tidak tahu mendalam tentang iman dan semangat orang Palestina begitu kuat untuk mempertahankan kedaulatan negaranya,” kata Rahman melansir pernyataan Prof. Salawati Mat Basir. Guru besar dari UKM itu justru meminta agar PBB segera mengeksekusi Keputusan Mahkamah antarbangsa ICC (International Kriminal Court) yang  minta agar Netanyahu segera ditangkap. Rahman pun mencurigai sikap dan kebijakan luar negeri Trump, bakal menjadikan Gaza sebagai lapak menjual senjata, karena Amerika adalah pemasok senjata terbesar ke Israel.  “Amerika selalu mengambil keuntungan dengan menciptakan setiap ketegangan dan konflik di kawasan Timur Tengah untuk mendapat keuntungan ekonomi,” pungkas pria asal Adonara NTT itu. (sws)

Indonesia Negara Kambing

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  TEMUAN Ocemoglu dan Sanderson pemegang Hadiah Nobel Bidang Ekonomi tahun 2023 dalam bukunya Why Nations Fail, membuktikan Indonesia adalah salah satu negara yang kaya sumber daya alam, tetapi gagal memajukan dan mensejahterakan bangsanya. Indonesia negara gagal karena tidak terapkan human made institusions yang benar dan konstitusi yang digunakan. Kalau Indonesia sudah tidak memiliki human made institusions yang benar, karena Pancasila dan UUD 45 sudah di bantai dan habisi. Layak negara ini sudah seperti karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini), negara sudah di huni   manusia serigalanya, (manusia yang akan  menikam dan  memangsa sesama manusia lainnya). Pantas Cliffort Geertz adalah ahli antropologi asal Amerika (AS), mengatakan bahwa Indonesia negara panggung  *alias theater state*. Negara simbolisme, persepsi, narasi dan drama lebih penting ketimbang realitas. Lebih keras etnolog  Belanda Profesor Veth jelas lebih paham menyatakan \"Negeri ini seperti rakyat kambing yang semangat harimaunya sudah dijinakkan sampai ke kutu-kutunya, karena bekerjanya obat tidur penjajahan\". Ilmuwan di atas jelas analisis pikiran berdasarkan realitas yang terbaca bahwa Indonesia memang layak sebagai negara jajahan negara lain. Ketika kita memahami bahwa Indonesia negara yang mayoritas Umat Islam layak kita dekatkan dengan ajaran sufi tentang  \"Kasyf al-Mahjub,\"  Karya Abul Hasan Ali al-Hujwiri,  abad ke-11 di Persia (sekarang Iran). Terlalu banyak rahasia langit luput dari perhatiannya, ketika pikiran dan hatinya sudah jumud, hanya bisa memahami yang tampak, larut di alam hedonis. Maklumat Yogyakarta sudah berkali kali mengingatkan bahwa karya para sufi ( pendiri bangsa ) bahwa \"Nilai-nilai sakral Pancasila dan UUD 45 telah dilibas dengan bersemangat individualistik, kapitalistik dan transaksional yang anti keadilan di semua instansi pemerintah, bisnis dan lembaga sosial\". Reaksi jihad melawan kedzaliman melemah bahkan sebagian ikut larut  di alam kapitalisme, melupakan bahwa negara ini pada alinea ketiga berbunyi, \"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Saat ini kembali ke alam penjajahan, gema Takbir hakikat dari kekuatan dahsyat Kasyf al-Mahjub, yang terus-menerus menggema dan dikumandangkan para pejuang kemerdekaan. Di alam hedonis terasa hanya dimaknai lahiriah  Ketika dikejutkan dengan terjadinya pergeseran madzhab kapitalisme dari USA ke RRC yang melahirkan paradigma baru State Corporate Crime (SCC ) di Indonesia  telah menjelma menjadi kekuatan yang akan membentuk negara didalam negara. Rakyat (sebagian besar umat Islam) digusur, dipaksa, diintimidasi oleh kekuatan Iblis Naga Kuning, terdengar tangis pilu di mana mana, hanya menyisakan pemimpin negara seperti manusia kambing mengembik tidak memiliki daya selain menyerah bahkan tampak alat keamanan ikut komprador oligarki, ketika negara sudah di tepi jurang kehancurannya. Kekuatan jahat kapitalisme baru berlenggang kangkung lebih berkuasa dari para penguasa negara. Indonesia memang sudah terjebak dalam drainase kapitalis. Agak sulit menebak siapa pemenang pertempuran. Tapi yang kalah sudah pasti rakyat Indonesia. (***)  

Maklumat Jogjakarta, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD '45?

Oleh Sutoyo Abadi dan Setyo Sularso | Peneliti Kajian Politik Merah Putih  KITA bangsa yang belum pernah selesai mengatasi persoalan kebangsaan.  Undang-undang Dasar menjadi obyek konflik sesama anak bangsa yang  tanpa disadari sudah mengalami 4 periodisasi.  Pertama UUD \'45 sejak 18 Agustus \' 45 sampai dengan 27 Desember \' 49,  berganti ke UUD RIS sampai dengan 18 Agustus tahun 50. Setelah itu berganti lagi ke UUDS sampai 18 Agustus  \'50 dan kembali ke UUD \' 45 melalui Dekrit Presiden 5 Juli \'59. Sangat disayangkan, kemudian diobrak- abrik  4 kali amandemen  dengan kendali asing  ( AS )  sejak tahun 1999 sampai tahun 2002.  Mereka orang yg tidak pernah mengangkat Bambu Runcing, sok ngerti ngurus negara dengan segala akibatnya ? Tengoklah apa yg terjadi disekitar kita hari ini.  Yang menonjol dan mudah diingat adalah UUD 45 Pasal 6 ayat 1, semula berbunyi *Presiden adalah orang Indonesia asli* dirubah menjadi : Calon presiden dan calon wakil presiden adalah WNI dan seterusnya.. Pagar yang diwariskan generasi pejuang  telah roboh dan dihancurkan, generasi kita sendiri yang buta. Sejak itu Barongsai berlompatan menari dengan aduhai, merayakan kemenangan yang  terhalang oleh *kekuatan integritas Kertanegara pada abad ke-13* .  Hari ini kita menemui diri kita di abad benturan peradaban,  Reog melawan Barongsai , Naga melilit Garuda. Akan ada yang tersungkur?. Kita generasi yang tidak merasakan susahnya mendirikan Republik, tapi gagal mengemban amanah yg diwarisan Generasi Pejuang Bambu Runcing.  Ketika pendiri Bangsa Indonesia menyusun Pancasila dan UUD\'45, bambu runcing masih  tersandar di sisinya, bau mesiu masih  lengket di hidungnya dan tangannyapun masih merasakannya getaran ketika mengangkat teman seperjuangan yang berlumuran darah dibantai penjajah. Maka para pendiri bangsa dengan bijak, arief bagaimana menulis ijab qobul dengan rakyat Indonesia, sekaligus sebagai warisan untuk generasi berikutnya yaitu yg menjadi ideologi Pancasila dan UUD 45 untuk menjaga jamrud Khatulistiwa.  Lagi lagi sayang lahir generasi yang  merasa lebih pintar dari para pendiri bangsa yang sudah terbujur di banyak Taman Makam Pribumi dari Sabang sampai Merauke.  Pancasila dan UUD\' 45 adalah saripati Republik yang beliau wariskan agar hasil perjuanganya berumur panjang.  Kita sendiri yang mendegradasi dan melupakan prinsip Trilogi Pribumisme tentang berdirinya sebuah negara.  Pribumi pendiri negara, Pribumi penguasa negara,  Pribumi pemilik negara.  Yang terjadi saat ini, mereka dipinggirkan, dilibas dan tidak mustahil akan di musnahkan.  Pejabat negara metamorfosa menjadi  Pejabat Barongsai,  jumpalitan menggunakan jubah kebesaran kekuasaannya menjadi budak dan jongos oligarki, mentalnya  langsung nyungsep ketika disuapi angpao, setelah itu digiring untuk cap jempol.    Lahir 9 (sembilan) naga, PIK 1, PIK 2 dan PIK lainnya dibalut PSN dan Giant Seaworld palsu dengan wujud pagar bambu di hamparan pantai tempat di mana nelayan pribumi mencari nafkah.  Mudah dipahami, itu cara mereka membuat simbul etnisitas sekaligus sebagai  pancangan pantai, entah untuk apa...(ada saatnya kita pura pura tidak tahu) yang sangat murah. Kalau cari tanah daratan harganya bisa 100 x lipat,.. Muncul kekuatan yang dengan kejam dan sadis dengan jumawa merampas tanah rakyat dengan kekerasan untuk hunian etnis Cina. Mereka menciptakan kaum pribumi berantem sendiri, mengenaskan. Kita hari ini berada di alam reformasi dan sudah berada di genggaman untuk dijadikan alat menterjemahkan tujuan pembangunan nasional. Apa yang tertulis di pembukaan UUD\' 45, seperti semakin menjauh.  Ketika reformasi melenceng harus diluruskan, jangan sampai menjadi kegagalan besar dalam sejarah kita bernegara. Gejala itu sudah nampak, harus ada upaya untuk menghentikan. Perlu duduk satu meja, dengan hati yang jernih mencari kesepakan untuk kepentingan bersama. Semua kekuatan bangsa yang tetap setia dengan Pancasila dan UUD 45 harus menyelamatkan anak cucu dari kibasan ekor naga. Kita harus bisa mewariskan kepada anak cucu kebaikan kebaikan seperti yang kita terima dari generasi pejuang.   Hanya ada satu alat dan satu jawaban yang bisa mewujudkan itu, yakni kembali ke UUD \'45 (*).