POLITIK

Raja Jawa atau Raja Dedemit, Sih?

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MASIH terngiang pidato bahlul Bahlil di depan pimpinan dan kader Golkar soal Raja Jawa yang ngeri-ngeri sedap dan berbahaya. Bisa celaka jika main-main sama barang itu. Bahlil tidak membantah dugaan bahwa Raja Jawa itu adalah Jokowi. Jokowi sendiri \'cicing wae\' mungkin mesam mesem. Baru pidato perdana, Bahlil sudah bikin gara-gara. Terma Raja Jawa langsung meraja lela di jagad maya.  Raja Jawa atau Raja Dedemit, sih ? Ini pertanyaan tidak serius banget. Tapi lumayan bahan renungan saja. Sejak awal pelantikan periode kedua Jokowi bulan Oktober tahun 2019 atas kemenangan kontroversialnya, area pelantikan dipenuhi banyak dedemit. Menurut \'pakar\' dedemit Ki Sabdo hadir Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong dan dedemit lain termasuk Jin Kahyangan.  Menurut Mbah Yadi paranormal Pati, Jokowi itu ahli laku spiritual dan sosok gaib pelindungnya bukan asal-asalan. Ada penguasa laut Nyi Roro Kidul, Khadam Soekarno, demit burung Garuda hingga pasukan Prabu Siliwangi. Presiden ditemani tokoh-tokoh gaib dilihat dari sehari-harinya, ujarnya. Konon Jokowi suka semedi. Di IKN dulu di samping upacara kendi dan tanah, juga menyengaja bertenda. Dulu Raja Jawa Brawijaya dari Kerajaan Majapahit memiliki \'teman\' Sabdo Palon. Saat Brawijaya masuk Islam, ia mengajak Sabdo Palon masuk Islam tetapi ia menolak. \"Kulo mboten angrasuk agomo Islam\", katanya. Ia mengaku harus \"momong marang anak putu\" melindungi anak cucu. Dedemit Sabdo Palon mengakui kemenangan Islam, tapi ia berjanji nanti akan mengganti Islam dengan ajaran budi.  Sumpahnya \"Jangkep gangsal atus taun awit dinten puniko, kulo gentos ing agami, gami budi kulo sebar tanah Jawi\". Ia menyatakan lima ratus tahun sejak hari ini, ia akan ganti agama dengan agama budi. Entah yang Sabdo Palon ramalkan adalah sipritualitas atau pedukunan yang tersebar ? Faktanya meski beragama Islam banyak yang perilakunya tidak berbasis syari\'at. Kuat pengaruh mistik atau paranormalisme. Jokowi berlindung pada dedemit, para tokoh politik justru berlindung pada Jokowi. Partai politik berantakan di bawah kendali Presiden Jokowi. Hampir semua Ketum seperti berada di bawah ketiaknya. Bahlil dengan percaya diri mengancam pimpinan dan Kader Golkar atas \"kesaktian\" sang Raja. Mungkin Bahlil sudah pernah  diizinkan melihat Khadam Jokowi. Seorang beriman tidak boleh berlindung kepada Jin. Jin bawaannya menyesatkan. Berlindung kepada Allah adalah perlindungan  yang kokoh, sebaliknya berlindung kepada selain Allah itu perlindungan lemah bagai berlindung pada sarang laba-laba. Dari jauh terlihat laba-laba itu membuat jaringan yang hebat. Tetapi jika kita tahu, maka dengan sedikit sentuhan saja sudah putus.  Qur\'an mengingatkan hal itu dalam Surat Al Ankabuut (Laba-Laba) Ayat 41. Ketum partai yang berlindung kepada Jokowi seperti kuat demikian juga jika Jokowi berlindung pada dedemit, kelak akan terbukti bahwa semua itu adalah perlindungan yang lemah. Bahkan dari kaca mata iman, berlindung pada selain Allah dapat dikategorikan musyrik. Menurut syari\'at Islam percaya dan mengikuti jalan paranormal merupakan perilaku syirik. Jika ia tidak bertobat, maka dosanya tidak akan diampuni.  Indonesia sebagai negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa harus menjaga kebersihan beragama. Para pemimpin lazim memberi teladan. Jangan sampai muncul pertanyaan apakah Jokowi itu Raja Jawa atau Raja Dedemit ? Celaka bangsa ini jika pempimpinnya tidak rasional atau selalu mengikuti petunjuk Jin dan Jun. (*)

Ingin Bubarkan DPR? Ya Revolusi

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KEKECEWAAN atas peran partai politik yang tidak menjadi alat perjuangan rakyat berimbas pada fungsi DPR yang mandul, seremonial dan banyak gaya ketimbang kerja. Gaya hidup hedonis di tengah rakyat yang semakin sulit untuk hidup. Harga melambung, pajak mendera dan phk meningkat. Segala penyelesaian harus pakai uang.  DPR tidak mampu menjadi pengawas efektif bagi pemerintah, budgeting berbau komisi bahkan korupsi, fungsi legislasi membaguskan narasi tapi buruk aspirasi. Mengabdi pada kepentingan pragmatis. Rakyat tidak merasakan sentuhan kerja nyata DPR. Pelesetan bagi DPR adalah Dewan Perwakilan Rezim bahkan Dewan Penindas Rakyat.  Untuk menjadi anggota DPR harus berbiaya tinggi. Miskin tak mungkin. Akibatnya muncul spirit bagaimana mengembalikan \"political cost\" yang tinggi tersebut. Jadilah DPR sebagai institusi kerja, dagang atau usaha. Diisi oleh mereka yang kaya, pengusaha atau anak-anak pejabat negara. Istri juga ada. Wajar jika kesehariannya tidak berada pada ruang masyarakat bawah.  Kekecewaan rakyat menimbulkan pengkritisan pada keburukan sistem pemilu, budaya otorirarian partai politik, cuanisme, maupun oligarki. Muncul celetukan sudah bubarkan saja DPR toh negara tidak akan bubar tanpa DPR, ada pula pernyataan perlunya berpolitik tanpa partai politik, ataupula ganti DPR dengan syuro. Mulai muncul berbagai fikiran nakal yang membuli kesakralan DPR. Semestinya pengambil kebijakan sadar akan kekecewaan tersebut lalu melakukan upaya perbaikan. Akan tetapi hal itu tidak mudah bahkan cenderung normatif. Prakteknya justru menganggap saatnya untukmenikmati \"hasil berjuang\" selama ini. DPR menjadi tempat yang nikmat untuk bersenang-senang dan masuk dalam komunitas borjuasi. Secara hukum membubarkan DPR seperti juga membangun negara tanpa partai tentu tidak bisa. Hukum tatanegara mengakui eksistensi \"lembaga demokrasi\" ini. Jadi, jika rakyat ingin  membubarkan jalan satu-satunya adalah revolusi. Revolusi akan mampu membongkar akar formalisme dan dogmatisme hukum. Kekuasaan otoriter yang memperalat DPR dan partai politik biasanya diruntuhkan dengan jalan politik Revolusi.  Revolusi Amerika, revolusi Perancis, revolusi Rusia, revolusi Iran, revolusi Indonesia dan revolusi-revolusi lain di dunia selalu menggusur totalitarian dan membuat fondasi kenegaraan yang memperbaharui kebusukan sistem dan praktek kenegaraan yang telah jauh  disimpangkan.  Jadi bagi yang sedang berdiskursus tetang pembubaran DPR atau partai politik maka ia harus memulai dengan diskursus Revolusi atau pemberontakan Rakyat Semesta. Agar semua tidak hanya berkhayal atau berada dalam ruang romantisme tentang idealitas.  (*)

Mulyono Tukang Main Kayu

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan MULYONO adalah pengganjal Anies Baswedan menurut Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ono Surono saat mengajukan Anies-Ono untuk Pilgub Jabar. Sebelumnya Anies Baswedan digagalkan maju untuk DKJ atas operasi besar dan terang-terangan pengganjalan. Mulyono alias Joko Widodo alias Jokowi adalah \"trouble maker\" dari penggagalan Anies Baswedan. Jokowi memang penjahat besar, Joko Widodo pendusta sedangkan Mulyono itu tukang main kayu. Beberapa bulan menjelang akhir jabatan Jokowi mundur ke awal kehidupan dengan nama Mulyono. Mahfud MD keceplosan menyebut Jokowi sebagai Mulyono. Begitu juga Masinton Pasaribu yang menyatakan turunkan Raja Mulyono sebelum 20 Oktober. Dhimam Abror mengucapkan \"Selamat ulang tahun Presiden Mulyono\". Kompas.com menjelaskan asal usul Jokowi yang berasal dari Mulyono. Mulyono memang menjadi trending topik di twitter atau x. Mulyono yang kuliah di Fakultas Kehutanan UGM konon Prodi Teknologi Kayu kemudian lulus dengan ijazah yang diragukan atau dimasalahkan sampai ke Pengadilan. Hingga kini ijazah itu masih sembunyi belum jelas juga. Foto ijazah Jokowi diragukan dihubungkan dengan adik ipar Jokowi bernama Hari Mulyono yang meninggal tahun 2018. Beredar di media Kutipan Akta Kelahiran Jokowi bahwa pada tanggal 21 Juni 1961 telah lahir anak bernama \"Joko Widodo\" yang tentu menjadi gambaran simpang siur dengan asal lahir bernama \"Mulyono\". Lagi pula dikaitkan dengan ejaan lama yang seharusnya \"Djoko Widodo\".   Mulyono menjadi tukang kayu yang dapat dimaknai pandai main kayu. Menurut KBBI main kayu itu artinya berbuat curang, berbuat yang keji-keji, berbuat mesum, main keras yang menjurus menyakiti lawan, dan main kasar. Jadi main kayu (play dirty) berkonotasi negatif. Mulyono yang bertransformasi menjadi Jokowi sudah ditakdirkan menjadi pemain kayu dari wujud meubeul hingga politik curang atau keji.  Mutakhir main kayu Mulyono adalah mencurangi, main kasar dan menyakiti lawan politik Anies Baswedan. Kasar sekali bermain untuk mengganjal agar Anies agar tidak dapat mencalonkan di Jakarta dan Jawa Barat. Sungguh hanya iblis yang mampu dan tega melakukan kecurangan seperti ini. Mulyono memang Dajjal.  Tapi rakyat dipastikan berpihak pada korban kekejian dan akan melawan aktor utama di balik fenomena tidak bermoral ini. Mulyono alias Joko Widodo alias Jokowi adalah sang penjahat itu. Ia harus tumbang dan diadili baik sebelum 20 Oktober atau setelahnya. Proses peradilan itu absolut baginya.  Jokowi memang tukang makan korban. Judul skripsinya pola konsumsi kayu lapis. Aneh skripsi tanggal 14 Nopember 1985 tapi ijazahnya tanggal 5 Nopember 1985. Rakyat Indonesia bisa-bisa  jadi korban penipuannya. Kayu lapis saja dikonsumsi apalagi rakyat.  Mungkin nanti ada mahasiswa ilmu politik membuat skripsi \"pola main kayu Mulyono mengkonsumsi rakyat Indonesia\". Pertanyaan yang perlu diklarifikasi ialah apakah Mulyono itu \'deception\' dari Joko Widodo sehingga rakyat terkecoh ? Apa hubungan dengan Hari Mulyono ? Mengapa Mulyono muncul akhir-akhir ini yang diakui sebagai nama kecil \"sakit-sakitan\" Jokowi ? Adakah munculnya Mulyono menandakan Jokowi sekarang sedang sakit-sakitan ? Mengapa tidak ada Mulyono pada Akta Kelahiran Joko Widodo? Mulyono memang tukang main kayu. Curang, culas, keji, jahat dan sebutan buruk lain bagi penjahat yang pantas didakwa dengan dakwaan berlapis dan dikonsumsi atau dijerat tali gantung pada tiang kayu. (*)

Hilangnya Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dan Kisah 4 Presiden

Oleh Denny JA | Konsultan Politik  DALAM aneka survei di Pilkada DKI 2024, elektabilitas Anies Baswedan paling tinggi. Survei LSI Denny JA bulan Agustus 2024 menunjukkan itu. Juga survei lembaga lainnya. Jika saja Anies Baswedan mendapatkan tiket pencalonan, sulit dibendung, besar kemungkinan Anies tak hanya kembali menjadi gubernur Jakarta berikutnya. Anies pun akan menjadi Calon Presiden 2029 yang sangat kuat. Mungkin lebih kuat dibandingkan elektabilitasnya di capres 2024 tempo lalu. Pertanyaannya, mengapa tak ada satu pun partai yang punya syarat mencalonkannya, tapi memilih tidak mencalonkannya. Bahkan tiga partai yang dulu mengelu-elukannya dalam pilpres 2024: Nasdem, PKS, PKB, malah berpaling? Di Pilkada DKI 2024, Anies Baswedan dikalahkan justru sebelum kampanye dimulai. Banyak analisa yang bisa dibuat. Salah satunya adalah kisah empat presiden. Mungkin bukan presidennya, tapi lingkarannya yang mengembangkan strategi “Politik Asal Jangan Anies.” Presiden pertama, presiden terpilih Prabowo berkali-kali mengutip itu. Betapa kinerjanya sebagai Menhan dinilai 11 persen oleh Anies dalam kampanye presiden tempo hari. Lingkaran Prabowo tahu persis betapa Anies menjadi Gubernur DKI periode sebelumnya karena bantuan Prabowo. Jika Anies menjadi gubernur DKI, 2024-2029, ia akan menjadi penantang sangat kuat bagi pencalonan kembali Prabowo di Pilpres 2029. Presiden kedua, presiden Jokowi sangat militan ingin memindahkan ibukota ke IKN. Semua tahu persis, proses perubahan ibu kota agar sukses memerlukan konsolidasi mungkin 20 tahun. Program IKN perlu didukung oleh presiden Indonesia selanjutnya hingga 20 tahun mendatang, ketika ibukota baru terkonsolidasi. Sementara Anies ketika menjadi capres 2024, menjadikan IKN bukanlah program yang akan didukungnya. Itu yang tempo hari menjadi pembeda Anies dengan Prabowo yang akan melanjutkan IKN. Tentu bagi Jokowi dan pendukungnya, sikap politik Anies Baswedan atas IKN menjadi catatan penting. Presiden ketiga, mantan presiden SBY juga memiliki kisah sendiri. Saat itu, SBY sangat bersemangat. Betapa tidak, ia merasa sudah ada komitmen Anies akan berpasangan dengan AHY sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024. Tapi Anies malah berjodoh dengan Muhaimin Iskandar sebagai Capres dan Cawapres. Kita sebagai orang luar tak tahu persis apa yang terjadi. Tapi kita tahu komentar kemarahan SBY saat itu. Judul salah satu berita misalnya: “SBY Marah dan Kecewa ke Anies: Sekarang Saja Tak Jujur.” (1) Presiden keempat,  mantan presiden lain, Megawati, memiliki memori dengan Anies dalam Pilkada DKI 2017-2022. Saat itu Anies mengalahkan calon PDIP: Ahok. Bukan kalah menang itu benar yang menjadi masalah. PDIP diketahui partai yang sangat mementingkan nilai nasionalisme. Sementara dalam Pilkada DKI, Anies didukung oleh FPI dengan prinsip NKRI Bersyariat. Anies sendiri sejauh yang saya kenal seorang tokoh Islam moderat, yang modern, pro-demokrasi. Tapi kedekatannya dengan kubu NKRI Bersyariat, walaupun misalnya hanya masalah taktik politik, meninggalkan memori yang membentuk citra politik agama dari Anies. Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat presiden jumlahnya, yang memiliki kisah “ngeri-ngeri sedap” dalam perjalanan politik Anies Baswedan. Mungkin bukan presidennya, tapi lingkaran dekatnya, yang membuat ancang-ancang membuat gerakan “Politik Asal Bukan Anies.”  Padahal,  partai pendukungnya di pilpres 2024 bisa menang mudah jika mengusung Anies sebagai cagub DKI 2024: Nasdem, PKS, PKB.  Ketiga partai ini malah koor bersama meninggalkan Anies. Ini aneh tapi nyata dalam dunia politik. Habiskah karir Anies Baswedan di dunia politik? Haruskah Anies mencari profesi lain sebagai akademisi, tokoh ormas, dan lain sebagainya? Politik tak pernah berhenti memberi kejutan. Anies Baswedan memiliki modal politik yang sudah besar: dikenal publik di atas 90 persen. Disukai publik di atas 70 persen. Anies tak mati di dunia politik sejauh ia berhasil menciptakan panggung baru. Misalnya ia memiliki organ dan isu yang membuatnya terus muncul hingga Pilpres 2029 kelak. Siapa yang sesungguhnya akan hilang atau malah lebih berkibar kembali dalam politik praktis kadang tergantung momen. Dan momen itu acapkali datang dengan cara yang tak terduga.***

Surya Paloh Panglima Besar Petualang Politik di Partai Nasdem (Bag-1)

Oleh Kisman Latumakulita/Pendiri Partai Nasdem “Sial benar Partai Nasdem ini. Alangkah tidak beruntungnya Partai Nasdem ketika yang berkumpul di partai ini sesungguhnya hanya para petualang politik yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk kepentingan dirinya, “ujar Surya Paloh Selasa 27 Agustus 2024 di Jakarta Covention Center.  LUAR biasa sambutan Bang Surya Paloh ketika berpidato saat terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem. Retorika yang dipakai Bang Surya itu hebat dan berkelas. Pilihan diksinya sangat memukau. Intonasi Bang Surya juga dapat menghipnotis siapa saja yang mendengar pidato huebat ini. Beta perlu meluangkan waktu untuk mendengar berulang-ulang pidato Bang Suya Paloh yang huebat dan berkelas ini. Sejak hari Selalu lalu sampai dengan tulisan ini dibuat, beta sudah lima kali menonton pidato bang Surya yang top makotop ini. Perasaan berbaur dan berkecamuk antara percaya, terpaksa percaya dan tidak percaya begitu kental serta dominan. Begitu juga dengan perasaan kagum dan keget yang maha tinggi. Luar biasa dahsyat Bang Surya Paloh ini. Akhirnya berbagai pertanyaan nakal dan kagum muncul secara bersamaan di benak yang tidak berujung. Apakah Bang Surya tidak sedang menghina Gerakan Restorasi? Bang Surya tidak sedang melepehkan manipesto Ormas Nasdem dan Partai Nasdem? Apakah ini sebagai isyarat atau tanda kalau Bang Surya Paloh ini sudah sadar dan pulih yang sesungguhnya? Benahkah Bang Surya dulu dikenal sangat kokoh melawan setiap kezaliman dan kesewenang-wenangan itu sudah kembali ke jalan yang benar? Jalan yang mungkin sudah ditinggalkan bertahun-tahun setelah berada dalam kekuasaan Mungkinkah Bang Surya yang huebat dan membanggakan dulu itu sekarang sudah sampai ke tahapan taubatan nasuha? Taubat yang benar-benarnya? Mungkin juga benar Bang Surya sudah taubatan nasuha karena umur yang sudah 73 tahun sekarang ini. Bang Surya kembali dirinya yang asli.   Materi pidato Bang Surya hari Selasa lalu itu padat, lengkap, paripurna dan sangat mengagumkan. Nilai-nilai agamnya begitu kental. Mungkin karena Bang Surya berasal daerah Serambi Mekah, sebutan masayarat Indonesia untuk Provinsi Aceh. Mengakui kekurangan dirinya sebagai manusia yang tidak luput dari salah hilaf. Pada bagian ini Bang Surya seperti ustadz atau penceramah yang hebat dan top maktop. Salah dan hilaf itu sifat dasar dan kelemahan setiap manusia. Untuk itu Bang Surya mangajak semua kader Partai Nasdem tidak mengutamakan kepentingan dirinya dan kelompok. Sebaliknya, berjuang untuk membela kepentingan Nasdem, kepentingan rakyat dan cita-cita para pendiri bangsa. Huebat dan bekelas benar Bang Surya ini. Sangat mulia dan bermatabat Bang Suya Paloh kalau berpidato. Bobot pidato Bang Surya terkadang mirip-mirip tipis dengan pidato Bung Karno kalau di era kekinian. Beda-beda tipis saja kalau ada perebadaan dengan Bung Karno. Beda besarnya adalah Bung Karno terlahir untuk mepertaruhkan semua kehidupan demi kemajuan bangsanya. Bang Surya mungkin yang sebaliknya. Mengutamakan kepentingan pribadi semata. Bang Surya terlahir mungkin untuk menikmati jerih-payah perjuangan Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya. Bahkan mungkin juga merusak hasil perjuangan dan cita-cita pendiri bangsa. Fakta itu bisa dilihat dengan kasat mata dalam sepuluh tahun terakhir ini. Bang Surya bersama-sama dengan Presiden Mulyono merusak hampir semua pondasi kehidupan berbangsa dan bernega. Sistem hukum kita rusak, bahkan berantakan. Intitusi-intitusi penegak hukum kini diduga menjadi aktor politik utama di negeri ini. Akibatnya demokrasi kita berantakan. Indeks Demokrasi jatuh ke titik nadir. Cita-cita reformasi dibuang ke tumpukan sampah. Bahkan dijeburkan ke jurang yang dalam. Hilang dari pandangan mata. Dinasti politik yang menjadi musuh terbesar reformasi ’98 tumbuh subur seperti jamur yang mekar di musim hujan. Anak dan mantu Presiden Moelyono menjadi penguasa dan pejabat politik. Bang Surya terkesan seperti membenarkan KKN keluarga Presiden Moelyono. Paling kurang ikut mengaminkan sutuasi ini. Kohesi sosial sesama anak bangsa patah. Paling kurang retak. Dirusak oleh Presiden Moelyono. Suasana kekerabatan dan kebersaman sesama anak bangsa yang dihasilkan Presiden-presiden sebelumnya Pak Harto, Hak Habibie, Pak Abdurahman Wahid, Ibu Megawati, dan Pak Soesilo Bambang Yudhoyono kini hancur dan berantakan. Saling curiga sesama anak bangsa tumbuh dan berkembang subur. Merata di hampir semua lapisan masyarakat. Bang Surya ada dan punya andil besar memproduksi kondisi ini bersama-sama dengan Presiden Moelyono. Berkali-kali Presiden Moelyono bilang, salah seorang yang paling dikagumi dan dibanggakan adalah Bang Surya Paloh. Mencari petualang politik di Partai Nasdem itu gampang. Mereka yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk kepentingan pribadi juga sangat mudah ditemukan. Toh, yang menjadi Panglima Besar petualang politik di Partai Nasdem itu diduga Ketua Umum sendiri. Pimpinan petuang politik yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk syahwat pribadi bukan kader Partai Nasdem biasa, tetapi Ketua Umum. Walaupuan yang diamksud dengan pimpinan petualang politik di Partai Nasdem adalah Ketua Umum. Namun jika melalui pidato huebat dan berkelas hari Selasa 27 Agustus 2024 lalu itu Bang Surya Paloh sudah sadar dan taubatan nasuha, maka itu sangat bagus, hebat, berkelas, top makotop dan mengagumkan. Tidak ada kata terlambat untuk mengakuai dan memperbaiki setiap kesalahan Bang Surya. Masih lebih baik terlambat bertobat daripada tidak sama sekali. Apalagi usia Bang Surya yang sudah 73 tahun. Beta jadi bangga lagi karena Ketua Umum Partai Nassem sudah kembali ke jalan lurus dan benar. (bersambung).    

Partai Loyalis Pak Harto “Parsindo” Ajak Anies Gabung Menuju 2029

Jakarta, FNN — Partai Parsindo (Partai Swara Rakyat Indonesia) akan mengajak mantan Gubernur DKI Jakarta, periode 2017-2022, Anies Baswedan, bergabung sebagai kendaraan politik 2029. Partai Loyalis Soeharto tersebut mengaku memiliki visi yang sama dengan Anies sebagai oartai anti-korupsi. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Parsindo, HM. Jusuf Rizal, SH menjawab pertanyaan media di Jakarta terkait sosok Anies Baswedan yang diganjal dalam kontestasi politik. Menurut Jusuf Rizal, Anies Harus memiliki partai politik sendiri sehingga bisa kuat. “Jika Anies Baswedan berkenan, Partai Parsindo akan memberikan peluang agar beliau memiliki partai politik. Kebetulan Partai Parsindo memiliki visi yang sama yaitu partai anti korupsi,” tegas Jusuf Rizal, yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu. Menurut Ketum Ormas Madas Nusantara (Organisasi Kemaduraan) ini sosok Anies Baswedan bukan asing bagi Partai Parsindo. Saat Pilgub tahun 2017, Partai Parsindo ikut menyumbang suara sedikitnya 300-500 ribu suara dari kelompok buruh, dll. Mengingat bangsa ini memang membutuhkan pemimpin yang berpikir revolusioner dan visioner, Partai Parsindo menilai Anies Baswedan merupakan pemimpin masa depan bagi bangsa Indonesia. Anies menurut Partai Parsindo telah memiliki kematangan paripurna. Sebagaimana diketahui Partai Parsindo merupakan besutan Jusuf Rizal. Partai Parsindo berbasis Loyalis Bapak HM.Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. Jusuf Rizal juga menjadi Ketua Paguyuban Loyalis Bapak HM. Soeharto. Partai Parsindo telah memiliki struktur jaringan di berbagai propinsi, maupun Kabupaten Kota hingga tingkat desa. Pada Pemilu 2019, Partai Parsindo merasa dikerjain oleh KPU Pusat. Kemudian memggungat ke Bawaslu. Namun saat melakukan gugatan berikutnya ditolak, hingga menggugat ke PTUN.  Partai Parsindo merasa dirugikan oleh KPU, karena adanya Abuse Of Power. Ini terbukti dengan kasus Hasnaini, Perempuan Emas. Semestinya banyak partai datanya yang tidak lebih baik dari Partai Parsindo, tapi diloloskan, tegas Jusuf Rizal.  Karena itu Partai Parsindo akan mempersiapkan diri melakukan berbagai konsolidasi menuju Pemilu 2029. Partai Parsindo yakin akan dapat menjadi partai alternatif bagi rakyat di tengah banyaknya partai yang pragmatis. Partai Parsindo, Kerakyatan, Nasionalis dan Religius.

KPK Laporkan Bambang Soesatyo ke Mahkamah Kehormatan Dewan

 Jakarta--FNN: Koalisi Penegak Konstitusi (KPK) melaporkan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Laporan itu dilayangkan lantaran pernyataan Ketua MPR di media yang masih akan mempertanyakan apakah hasil putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat eksekutorial. Seperti diketahui, putusan kasasi MA membatalkan putusan PTTUN Jakarta dan PTUN Jakarta mengenai gugatan Fadel Muhammad terkait penggantian pimpinan MPR dari unsur DPD. “Langkah Ketua MPR mempertanyakan putusan kasasi MA mencederai marwah dan kehormatan dewan. Kami mengadukan Bambang Soesatyo karena telah diduga melanggar peraturan DPR RI nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR pasal 20 ayat 3 huruf a, ayat 4 huruf b dan e”, ujar  Presidium Koalisi Penegak Konstitusi Afandi Ismail di Kompleks Parlemen, Senayan (29/8). Afandi memaparkan, pencopotan Fadel Muhammad telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) menyusul putusan kasasi MA. Ia menilai, penundaan dan upaya mengulur-ulur waktu pelantikan tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang yang mengabaikan putusan kasasi MA.  “Jika saudara Ketua MPR tidak melaksanakan putusan MA tersebut hingga akhir periode masa jabatan MPR yang akan selesai satu bulan ke depan, maka Ketua MPR terang benderang melakukan pembangkangan hukum. Ini preseden buruk. Mencoreng wajah lembaga tinggi negara. Pejabat negara seharusnya memberikan keteladanan, jangan memancing apriori rakyat”, imbuh mantan Ketua Umum PB HMI ini. Publik sudah cukup marah dengan berbagai dinamika yang mencederai konstitusi akhir-akhir ini. Ulah Ketua MPR tersebut, papar Afandi, akan memperparah kemarahan rakyat karena menambah daftar pejabat yang menjadi aktor dalam ketidakpatuhan pada lembaga hukum. Presidium KPK ini mendesak MKD untuk segera memanggil dan memerikasa Bambang Soesatyo atas indikasi pelanggaran yang dilakukan. “Tadi laporan sudah kita masukkan beserta bukti-bukti pendukungnya. Diterima oleh MKD,” tambahnya. Pakar hukum tata negara, Refly Harun menerangkan bahwa kasasi adalah upaya hukum tertinggi yang dilakukan untuk menguji penerapan hukum pada tingkat pengadilan di bawahnya. “Putusan kasasi MA harus langsung dilaksanakan dan tidak perlu menunggu pengajuan atau hasil Peninjauan Kembali. Setelah putusan kasasi dikeluarkan dan inkracht, putusan tersebut final dan mengikat, sehingga pelaksanaan putusan tersebut wajib dilakukan,” tandas Refly (dj).

Mahfuz Sidik Tidak Menduga Gugatan Partai Gelora soal UU Pilkada Bakal Timbulkan Turbulensi Politik yang Dashyat

JAKARTA | FNN - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, Partai Gelora tidak menduga jika gugatan yang ke Mahkamah Konstitusi (MK) bersama Partai Buruh soal ambang batas pencalonan kepala daerah menimbulkan turbulensi politik yang dashyat, mengubah peta Pilkada 2024. \"Ibarat orang naik pesawat lagi tenang-tenangnya mau disajikan makanan, tiba-tiba turbulensi. Pesawat turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 4.000 kaki. Anjloknya luar biasa, semua orang dan makanannya terhempas. Kami di Partai Gelora tidak memprediksi ini terjadi,\" kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam diskusi Gelora Talks, Rabu (28/8/2024) sore. Dalam diskusi dengan tema \"Pilkada 2024 Pasca Putusan MK: Kemana Kehendak Rakyat?\" itu, Mahfuz mengungkapkan awal mula muncul ide untuk menggugat ambang batas pencalonan kepala daerah , usai Partai Gelora dinyatakan tidak lolos ke Senayan karena tidak memenuhi threshold parliamentary (PT) 4 persen. \"Usai Pileg dan Pilpres, Partai Gelora  waktu itu sudah diputuskan oleh KPU tidak lolos 4%. Lalu, kita mikir apalagi yang harus kita kerjain agar segera beralih ke agenda Pilkada. Kita temukan ada klausul dalam pasal 40 ayat 3 UU Pilkada, bahwa yang berhak mencalonkan kepala daerah yang punya kursi. Itu yang kita gugat,\" ujarnya. Kemudian pada bulan April, Partai Gelora mengajak diskusi partai poltik  yang tidak memenuhi ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 % kursi dan 25 % suara untuk mengajukan gugatan, karena mereka juga memiliki kursi di DPRD I dan DPRD II. \"Awalnya ada 4 partai yang mau ajukan judicial rewiew, tapi kemudian tinggal Partai Gelora dan Partai Buruh yang mengajukan. Tanggal 21 Mei kemudian kita ajukan gugatannya ke Mahhamah Konstitusi,\" jelasnya. Mahfuz tidak yakin dan pesimis gugatannya bakal dikabulkan, karena hingga bulan Juli, MK terus meminta perbaikan gugatan, sementara masa pendaftaran Pilkada pada bulan Agustus. \"Kita agak ragu-ragu berkaca dari hasil gugatan kita soal Pilpres, tapi kemudian kita diundang tanggal 20 Agustus untuk mendengar putusan. Ternyata,  putusan yang kita dapatkan, melampaui apa yang kita minta. Kita mintanya, satu dikasih 10 oleh MK,\" katanya. Partai Gelora, Mahfuz, bersyukur sekaligus bingung terhadap putusan MK tersebut. Bersyukur bisa mencalonkan kepala daerah meski tidak punya kursi, sementara bingung karena MK membuat aturan baru di dalam UU Pilkada yang menjadi haknya DPR selaku pembuat Undang-undang (UU). \"Sehingga terjadilah turbulensi. Efek dari turbulensi ini, terjadinya perubahan peta pilkada, dan perubahan itu . itu masih terasa sampai sekarang. Ada orang yang pindah tempat duduk, dari di depan ke belakang atau sebaliknya, bahkan ada yang terhempas,\" ungkapnya. Akibat Putusan MK ini, menurut Mahfuz, membuat peta pencalonan kepala daerah menjadi sangat dinamis. Partai Gelora yang pada awalnya hanya mengeluarkan surat rekomendasi B1KWK, SK pencalonan kepala daerah dari 55 rekomendasi menjadi lebih dari 300-an rekomendasi. Mahfuz berharap pasca putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah ini, perlu dilakukan harmonisasi paket Undang-undang Politik dan mengevaluasi sistem ketatanegaraan sekarang. \"Sebab MK telah mengambil wilayah DPR selaku pembuat undang-undang, belum lagi soal sengketa Pilkada dan Pilpres sampai mengurusi hal teknis. Bahkan MK juga tidak konsisten dengan putusannya soal ambang batas pencalonan, di Pilpres kita ditolak dikatakan legal policy-nya DPR, tapi di Pilkada justru diterima dan membuat norma baru yang menjadi haknya DPR,\" katanya. Sekjen Partai Gelora ini menilai, MK justru semakin menciptakan demokrasi menjadi lebih substatif dan prosedural, membuat prilaku pemilih menjadi pragmatis dan permisif, biaya politik makin tinggi dan menyuburkan praktik korupsi. Sehingga bisa merusak, budaya politik dan demokrasi itu sendiri. \"Kita harus evaluasi perjalanan selama 25 tahun ini. Kita harus dudukan lembaga yang ada pada tupoksinya, tidak seperti sekarang carut-marut sampai ada lembaga membajak kewenangan lembaga lain. Semua regulasi harus kita harmonisasi dan konsolidasi,\" tegasnya. *Keberadaan MK Bakal Dievaluasi* Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, DPR akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang, karena terlalu banyak urusan yang dikerjakan, padahal bukan menjadi urusan MK. \"Jadi nanti kita evaluasi posisi MK-nya, karena memang sudah seharusnya kita mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketetanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK,\" kata Doli. Contohnya misalkan soal sengketa pemilu, terutama pilkada yang juga ditangani MK. Padahal judul lembaganya adalah Mahkamah Konstitusi, tugasnya adalah merewiew UU yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi juga masuk pada hal-hal teknis. \"Disamping itu banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya pemerintah dan DPR, tapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ke-3. Meminjam istilahnya Pak Mahfuz, MK ini melampaui batas kewenangannya,\" ujarnya. DPR, lanjut politisi Partai Golkar ini, juga akan melakukan perubahan hirarki tata urutan peraturan perundang-udangan, karena keputusan MK ini suka atau suka bersifat final dan mengikat.  \"Akibatnya putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis seperti halnya dengan putusan kemarin. Tetapi ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan. Karena itu, kita perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagan dan katetanagaraan\" katanya. Sedangkan pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan, panasnya hubungan antara MK dan DPR hingga menyebabkan turbulensi politik, bukan hanya sekedar menerima atau menolak putusan MK soal ambang batas pencalonan di Pilkada. \"Tetapi DPR sudah jauh-jauh hari sudah banyak menolak putusan MK, karena MK itu yudikatif, tapi kerjanya legislatif. Ini berbahaya, bisa menimbulkan situasi anarkis. Karena memang konstitusi kita menyebutkan pembuat undang-undang itu pemerintah dan DPR, bukan MK,\" kata Qodari. Jika MK masih seperti ini, Qodari mengusulkan agar keberadaan Mahkamah Konstitusi dibubarkan, atau di dalam konstitusi ditulis, bahwa pembuat undang-undang itu MK, bukan DPR atau pemerintah. \"Putusan MK jadinya kayak TAP MPR, padahal MK bukan lembaga tertinggi negara, dan juga lembaga tinggi yang dipilih rakyat. Karena itu, ini menjadi gawat menimbukan turbulensi seperti sekarang,\" katanya. Direktur Eksekutif IndoBarometer ini menambahkan, turbulensi politik semakin-makin menjadi-jadi karena pelaksanaan Pilkada digelar menjelang penyusunan kabinet pada Oktober mendatang. \"Kalau Pilkadanya sebelum penyusunan kabinet atau jauh-jauh hari, tidak akan ada gejolak atau turbulensi, . mana ada di pilkada sebelumnya. Ini akibat efek dari pelaksanaan Pemilu seretak, dimana Pileg dan Pilpres dilakukan bersamaan dan berdekatan dengan Pilkada,\" tandasnya. Sementara itu, Ketua KPU RI Periode 2021-2022 Ilham Saputra mengatakan, putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah ini sebagai keputusan di luar batas, meskipun putusan tersebut, mendapatkan dukungan dari masyarakat. \"Saya ingin menggaris bawahi pernyataan Bang Doli, sebenarnya evaluasi penyelenggaraan Pilkada ini sudah jauh-jauh hari sudah dilakukan pemerintah dan DPR. Sistem Pemilu, termasuk Pilkada memang harus dievalusi,\" kata Ilham. Evalusi tersebut, lanjutnya, perlu segera dilakukan jika melihat kondisi penyelenggaraan pemilu dan kondisi di masyarakat sekarang. Namun, evaluasi pemilu tidak harus dengan mengganti undang-undang setiap selesai pemilu. \"Evalusi itu tidak harus bongkar pasang ganti undang-undang setiap selesai pemilu. Pemilu itu pemikirannya harus demokratis, bersih, penyelenggaranya profesional mandiri, sesuai konstitusi dan lain-lain. Kalau sekarang tidak jelas, sehingga banyak menimbulkan komplain di masyarakat,\" pungkasnya. (Ida)

Ideologi Belum Mati: Kebangsaan Bukan Hanya Milik PDIP

Oleh: Joko Sumpeno ---Pemerhati masalah sejarah dan politik MENCERMATI pikiran, ucapan dan langkah politik Megawati  menunjukkan bahwa ideologi dalam kadar tertentu masih hidup dengan ditunjukkan langkah PDIP menghadapi Pemilukada serentak ini, khususnya bagi DKJ. Ini menunjukkan PDIP memang bertumpu pada ideologi kebangsaan yang dianutnya, tanpa mengabaikan bahwa kebangsaan itu bukan semata milik PDIP.  Penegasan ideologis ini, akan menghadapi partai-partai Islam khususnya PKS yang serentak juga akan menghimpun kekuatan ideologis yang sedikit banyak jauh - bahkan berbau kebencian - terhadap Islam politik yang direpresentasikan oleh PKS. Dengan demikian, pembahasan historis perpolitikan di Indonesia yang penuh konflik namun juga sekaligus sering bertemu kembali dalam konsensus ke Indonesian antara kekuatan Kebangsaan Abangan ( + kristiani ) dan Kebangsaan Islami, masih menemukan relevansinya. Sejarah selalu tumbuh dan berkembang dengan dialektinya, begitupun garis historis relasi kekuatan Kebangsaan dan Keislaman. Perjalanan politik negeri ini sejak pra kemerdekaan, melewati proklamasi kemerdekaan dengan Revolusinya 1945-1950 kemudian kelahiran NKRI pada 17Agustus 1950 melewati penggalan era parlementer diikuti naiknya kekuatan komunis yang digandeng Soekarno, melukiskan betapa silih bergantinya hubungan kekuatan politik Islam dan Nasionalisme pasang naik dan surut, silih berganti memegang kendali negara dan pemerintahan. Satu hal yang pernah tak bisa dikompromikan adalah bila Nasionalisme yang dipimpin oleh PNI masih membuka pintu bagi PKI maka Masyumi -baik ketika NU masih bergabung maupun sejak 1952 NU sebagai politik Islam tersendiri (dan PSII, PERTI ) tak sejengkalpun bersedia bekerjasama dengan PKI dalam Kabinet  Memang realitasnya, PKI tak pernah ikut berkuasa....dan hanya menjadi Menteri  tanpa Kementerian ( Aidit Mengko, Nyoto  menteri negara , sejak 1964-1966). Perbincangan yang hanya mendudukkan pragmatisme politik sebatas transaksional, nampaknya menghadapi ketegasan PDIP sebagai inkarnasi PNI dan Soekarnoisme. Tentu kekuatan politik kebangsaan yang dijiwai  Islam tak akan tinggal diam. Hari-hari kedepan politik Indonesia, agaknya masih dipayungi warna-warni ideologis. Ideologi belum mati, saudaraku ! Jsp, akhir Agustus 2024

Jalan Perubahan Anies Versus Politik Norak PDIP

Tapi perlakuan PDIP terhadap Anies lewat pertunjukan norak dan menghina, itu laku politik tak beradab. Meski demikian tak lantas mampu jatuhkan nilai Anies di mata rakyat. Justru Anies akan bernilai sebaliknya. Oleh: Ady Amar | Kolumnis Seharian kemarin, Senin (26 Agustus), semua mata seolah mengarah ke kantor DPP PDIP. Jadwal diumumkannya calon kepala daerah di mana Anies Baswedan akan diusung resmi PDIP. Semua media pemberitaan memberitakan live hingga berjam-jam. Di mana pun berada sorot mata terus melototi televisi atau media sosial yang menyiarkan acara itu secara langsung, menanti nama Anies Baswedan diucapkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bergeming meski sumpek dengan suguhan nggeremeng Megawati yang bicara ngalor ngidul tak menentu. Menyambar ke sana kemari. Menyambar siapa saja yang dikehendaki, dan bahkan apa saja yang ada di pikirannya dimuntahkan hingga tak tersisa. Anehnya semua mata terpaku setia melototi media apa saja. Sedang bagi mereka yang karena sesuatu hal tak bisa melihat siaran langsung, terus saja menanyakan di grup pertemanan, Apa nama Anies sudah disebut Megawati. Berharap akan kabar baik nama Anies disebut. Sampai Megawati lunglai kecapaian nggeremeng, seperti tanpa durasi waktu, tak ada nama Anies disebut-sebutnya.  Beberapa nama pasangan calon kepala daerah disebutnya. Airin Rachmi Diany yang kader Golkar disebut namanya sebagai cagub Banten. Airin pula saat itu yang jadi \"mainan\" Megawati disemprot tak menentu dengan telunjuk diarahkan padanya. Saat nama-nama itu disebut, konon Anies Baswedan ada di satu ruangan tersendiri di kantor DPP PDIP. Memang pagi menjelang siang Senin itu, Anies berpamitan pada ibundanya untuk menghadiri undangan PDIP. Rencana ia akan mendapat mandat diusung PDIP sebagai calon kepala daerah Jakarta.  Siang itu beredar foto Anies duduk berdampingan dengan Rano Karno yang akan menjadi wakilnya. Keduanya mengumbar senyum ceria. Foto itu seakan menyuratkan Anies dan Rano Karno resmi akan menerima mandat PDIP. Di tengah geremengan Megawati yang tak kunjung selesai, beredar pula pernyataan dari elit PDIP Olly Dondokambey, bahwa dipastikan Anies tak akan diusung PDIP. Sebutnya, PDIP akan mencalonkan kadernya sendiri, Pramono Anung dan Rano Karno. Bisa jadi saat itu Anies masih berada di kantor PDIP. Sulit menggambarkan dinamika yang terjadi di internal PDIP saat itu.  Kesimpulan pun diambil, faksi yang menghendaki Anies diusung PDIP sepertinya kalah telak dengan faksi yang tak menghendakinya. Anies dicalonkan faksi PDIP, itu semata jika ingin memenangi Pilkada Jakarta.   Itu yang disampaikan pada Megawati. Sedang yang tak menginginkan PDIP mengusung Anies, itu terlihat lebih pada sikap subyektif-emosional. Seolah itu yang lalu jadi pilihan Megawati. Semua itu, baik yang menginginkan atau  menolak Anies diusung PDIP lebih menggambarkan dinamika panggung depan yang mudah dianalisa. Itu yang lalu jadi suguhan tidak mengenakkan. Seolah hanya itu masalahnya, satu faksi mengalahkan faksi lainnya. Dibuat sempit seolah masalah internal yang lalu mampu menyepak-menendang Anies. Padahal kisah panggung belakang yang tak disuguhkan pada publik, itu justru bisa jadi peristiwa yang sebenarnya yang mampu menekan PDIP untuk tak berani-beraninya mengusung Anies. Panggung belakang yang memunculkan tekanan pada PDIP itu bisa dipastikan tekanan dahsyat, dan itu mengancam sampai memunculkan pilihan tak mau ambil risiko mencalonkan Anies. Analisa itu yang setidaknya boleh disebut. Tapi ada tafsir lain yang terjadi di panggung belakang, dan itu tawaran \"gula-gula\" yang didapat PDIP agar tak mengusung Anies. Sepertinya itu tawaran dari rezim baru yang akan menghuni istana. Tentu nilai fantastis yang didapat. Anies memberi jalan transaksi itu berlangsung.  Maka timpahkan saja kesalahan itu pada Anies, yang memilih jalannya sendiri di tengah ketidaksiapan partai politik mengusungnya dengan berbagai alasannya. Kumpulan partai yang tersandera dosa politik, atau yang memilih jalan pragmatisme. Jalan yang memudahkan kartel kekuasaan menguasainya. Anies berada dalam kepungan partai-partai demikian. Untuk melihat itu semua setidaknya bacaan isyarat yang disampaikan Ketua Umum NasDem Surya Paloh pada satu kesempatan, itu bisa melihat begitu keras penjegalan pada Anies dilakukan. Tentu dengan segala cara. Katanya, \"... Saya beritahu Anies, ini bukan momen anda untuk maju Pilkada Jakarta.\" Tapi perlakuan PDIP terhadap Anies lewat pertunjukan norak dan menghina, itu laku politik tak beradab. Meski demikian tak lantas mampu jatuhkan nilai Anies di mata rakyat. Justru Anies akan bernilai sebaliknya. Dilema Anies saat ini bisa disebut risiko perjuangan memilih jalan tak biasa. Jalan yang diyakininya benar. Jalan bersama rakyat kebanyakan: jalan perubahan.**