EDITORIAL

Selamat Datang Pahlawan Kesiangan

PERLAHAN tapi pasti, perubahan itu akan terjadi. Tentu saja berubah ke arah yang lebih baik. Sebelumnya Jokowi telah menciptakan kelompok eksklusif  rezim yang solid, rapat, antikritik, dan ketika terdesak mereka menyanyikan lagu yang sama, \"tenggelamkan oposisi\". Mudah saja memusuhi dan mengubur kaum kritis, sematkan saja pada mereka anti-NKRI, rasialis, dan barisan sakit hati. Para loyalis pun bersorak sorai. Kebencian langsung memuncak hingga ubun ubun. Sumpah serapah digelontorkan ke kelompok oposisi  Sosok yang paling getol memusuhi rakyat adalah Luhut Binsar Panjaitan, mantan tentara yang dipercaya Jokowi menjadi loyalis buta tuli selama 10 tahun berturut turut. Setidaknya ada 57 jabatan strategis ada di pundak dan punggungnya. Ia hardik siapapun yang mengkritik Jokowi. Ia kumandangkan di depan umum, \"siapapun yang mengganggu pemerintah, akan dibuldoser\". Sebuah narasi yang mengandung permusuhan dan penghinaan. Jauh sebelum itu, saat awal-awal Jokowi merapat ke negeri komunis, saat publik mengingatkan agar tidak terlalu dekat dengan Cina, Luhut mengatakan \"Bisa apa kita di depan Cina,\". Inilah ungkapan rendah diri, inferior,  tak berdaya, dan bermental jongos. Luhut juga pernah mengusir orang-orang kritis dengan narasi, \"Yang tidak suka pemerintah silahkan pergi ke negara lain.\" Sebuah ungkapan yang arogan dan sok kuasa. Sudah terbiasa, Luhut kalau ngomong ceplas ceplos, lugas, dan tanpa basa basi. Sebagian orang ada yang menyukainya.  Akan tetapi sebagian besar yang lain mengaku muak. Apalagi ketika ucapan itu disampaikan tanpa adab yang baik, data dan fakta yang akurat, maka itu hanyalah nggedabrus, asal keras, asal berisik. Kini, sekuat kuat Jokowi, akhirnya tumbang juga. Meskipun terjungkalnya tidak seperti di Pakistan dan Korea Selatan.  Yang penting Jokowi sudah tamat.  Gerakan oposisi mulai mendapat tambahan energi. Makin banyak orang yang berani bersuara lantang tentang kejahatan Jokowi. Menggunungnya utang dan rekayasa hukum, adalah kelakuan Jokowi yang sulit dimaafkan. Meski Jokowi berusaha bangkit,  akan tetapi Luhut tampaknya jeli melihat nasib Jokowi yang sulit tertolong. Kemarahan rakyat semakin membara setelah membaca dan melihat apa yang dilakukan Jokowi selama menjadi presiden. Jokowi bergumul dengan oligarki, bermesraan dengan China untuk memuluskan kepentingan keluarga dan kroninya. Rakyat disogok dengan sembako dan uang tunai. Pandangan mata rakyat, disamarkan dengan penampilan sederhana, ndeso, dan innocent. Tapi, kebenaran tetap kebenaran, meskipun ditutup dengan kepalsuan. Pengadilan rakyat atas kelakuan Jokowi, hanya soal waktu saja. Kejahatannya sudah melampaui batas. Luhut sadar. Ia harus berbenah dan menyelamatkan diri agar tidak tergulung kemarahan rakyat. Ia mulai membersihkan diri dengan menulis di medsos menyalahkan kebijakan rezim yang lalu, di mana ia ada di dalamnya. Ia mau cuci tangan dengan seakan akan kritis dan peduli. Ia sampaikan bahwa dana bansos tak tepat sasaran. Jumlah yang seharusnya disalurkan Rp500 triliun, kata Luhut, ada Rp250 triliun yang menguap. Luhut yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, dalam unggahan akun Instagram pribadinya, mengatakan dari total bansos Rp 500 triliun yang dikucurkan dalam lima tahun terakhir, hanya separuh yang benar-benar sampai ke tangan yang berhak. Katanya banyak masyarakat yang tidak memenuhi syarat, justru yang mendapatkan bansos.  Demikian jalur evakuasi upaya penyelamatan diri Luhut. Ia tiba-tiba menjadi orang kritis, bijaksana, dan peduli pada penderitaan rakyat. Khotbah yang sungguh tak ada gunanya.  Lagumu seperti pahlawan kesiangan saja, wahai Luhut. Engkau lupa, rakyat memantau gerak gerikmu. (*)

Berharap Banyak dari Super Holding Danantara

KABAR itu datang dari Senayan. DPR RI dan pemerintah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang atau UU BUMN. Salah satu poinnya adalah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Sejatinya, UU baru ini merupakan hasil revisi ketiga dari UU BUMN. Melalui UU ini pemerintah akan mendirikan dua holding yaitu holding investasi dan holding operasional. Tugas holding investasi melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan aset BUMN. Sedangkan holding operasional mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lainnya. Kegiatan dua holding itu nantinya akan dilakukan oleh Danantara. Holding investasi berfungsi menjalankan mandat agar Danantara dapat berperan strategis dalam melakukan proses investasi. Keberadaan holding juga akan membantu pembangunan sektor strategis yang diprioritaskan pemerintah seperti ketahanan energi, ketahanan pangan, dan lainnya. Caranya, Danantara bisa mengundang global investor untuk bersama-sama ikut serta dalam projek yang diusulkan, misalnya pembangunan new refinery (pemurnian) untuk kilang minyak. Sudah barang tentu, investor global sudi bergabung jika mereka yakin investor lokal alias Danantara punya kredibilitas yang baik dari sisi aset dan otoritas. Bahkan investor asing tidak segan untuk hadir jika terdapat berbagi risiko di projek tersebut. Dengan model seperti ini maka diharapkan foreign direct investment (FDI) bisa mengalir kencang dan bisa membantu target pertumbuhan ekonomi pemerintah 7% sampai 8%. Banyak kalangan memuji hadirnya Danantara hasil gagasan Pemerintah Prabowo Subianto ini. Danantara dianggap merupakan langkah strategis yang sangat dibutuhkan Indonesia. Danantara juga disebut sebagai inovasi dalam pengelolaan aset negara yang tidak hanya akan memastikan aset ini lebih produktif, tetapi juga akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Dengan Danantara, kita bisa melihat investasi negara dikelola lebih strategis dan terukur. Jika kita cermati, model pengelolaan Danantara selaras dengan praktik terbaik global seperti Temasek di Singapura dan Khazanah di Malaysia. Dengan tata kelola yang kuat dan profesional, Danantara memiliki potensi besar untuk menarik lebih banyak investasi ke dalam negeri dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Lebih jauh lagi, lembaga ini akan mampu mengoptimalisasi potensi kebermanfaatan aset negara yang dihasilkan BUMN di tengah kebutuhan untuk mengakselerasi perekonomian negara dan menjadikan Indonesia kebanggaan di kancah global. Kini, Indonesia telah memiliki instrumen baru untuk mengelola aset negara secara lebih optimal. Kendati demikian, keberhasilannya akan sangat bergantung pada penerapan tata kelola yang baik, dan manajemen risiko yang kuat. Semua mata kini tertuju pada Danantara sebagai simbol kekuatan ekonomi baru Indonesia.

Gibranku Sayang, Gibranku Malang

Bojonggede Bogor baru saja heboh menjadi buah bibir setiap orang. Musababnya adalah viralnya sebuah video yang berisi jeritan anak balita yang meronta minta makan kepada ibunya. Anak itu bernama Gibran. Gibran yang ini, bukan Gibran anak presiden yang baru saja direkayasa, menjadi wapres. Gibran yang ini, bukan Gibran yang hidupnya penuh kasih sayang, juga penuh uang. Gibran yang ini bukan Gibran yang bisa melakukan apa saja. Ingin jadi bos martabak, jadilah. Ingin jadi walikota, jadilah. Ingin jadi Samsul, jadilah. Ingin jadi wapres, jadilah. Gibran  yang ini adalah Gibran yang belum beruntung. Tinggal di Bojong. Hidupnya penuh keterbatasan. Gibran Bojong jauh berbeda dengan Gibran Solo. Hanya untuk mengisi perut saja Gibran Bojong harus berjuang keras. Anak sekecil itu, harus berhadapan dengan judesnya sang mama. Ia harus menyiksa diri, guling guling di tanah, sambil terus berteriak meminta, memohon, dan meronta-ronta agar diberi makan. Namun sang ibu malah memarahinya bahkan menyiram air dengan botol bekas air mineral. Tampaknya Gibran mengalami kelaparan ekstrem. Maklum hari itu jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, saat makan siang sudah lewat. Perut pasti sudah kosong lama. Apalagi, jika mengacu pengakuan para tetangga, Gibran sering kelaparan dan sering pula dibantu tetangga kiri kanannya.    Ayah Gibran seorang tukang bangunan yang sedang bekerja di luar kota. Sebuah profesi yang tentu saja tak bisa diharapkan penghasilannya. Maka, jika tak ada kelembutan dan kasih sayang dari sikap sang ibu, bisa dimaklumi. Ia mudah marah dan emosi, manakala mendapat kesulitan. Kesulitan yang selalu berulang. Penghasilan suaminya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Peristiwa yang terjadi di Desa Rawapanjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor ini pertama kali diungkap oleh Ahmad Saugi melalui akun tiktoknya. Ia memang bukan wartawan. Ia seorang pegawai PLN, namun kepeduliannya melebihi wartawan. Keputusan memviralkan kejadian ini membuat mata dunia terbuka, bahwa di desa yang panen penghargaan sebagai Kampung Ramah Lingkungan itu, justru terjadi anomali. Di gang sempit desanya, ada anak kelaparan. Saugi kemudian membawa anak itu makan di restoran cepat saji. Borok yang diungkap Ahmad Saugi telah membuat murka aparat setempat. Kepala Desa Rawapanjang, Muhammad Agus mengancam akan melaporkan ke polisi tindakan Ahmad Saugi. Saugi diminta mencabut videonya dan meminta maaf di kecamatan Bojonggede. Beginilah jika mentalitas aparat kita antikritik. Mereka tidak rela diungkap kelemahannya, maunya hanya disanjung dan dipuja. Apakah sanjungan itu bisa membuat kenyang ribuan orang yang sedang kelaparan? (*)

Darah Biru Jokowi

KEPITING, lobster, laba-laba, dan gurita semuanya memiliki darah biru. Tapi bukan itu yang hendak diperjuangkan Presiden Joko Widodo saat ini. Wong Solo ini ingin mengubah trah dirinya dari rakyat jelata menjadi bangsawan. Caranya, mewariskan jabatannya sebagai presiden kepada anaknya: Gibran Rakabuming Raka. Lantaran negeri ini bukan sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja, maka ditempuhlah cara-cara konstitusional yang terkadang minus etika.  Ada puluhan indikasi yang mengarah ke sana. Sebut saja, bagaimana putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, tiba-tiba secara instan menduduki kursi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI. Banyak orang curiga, Jokowi telah menyiapkan PSI sebagai kapal pengangkut aspirasi keluarga besar dirinya nanti, setelah ia hengkang dari kandang banteng. Jokowi sudah bosan disebut sebagai petugas partai. Gibran yang masih belia dan tengah menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Solo tiba-tiba ditarik untuk duduk di RI-2, dengan cara-cara yang tidak beretika. Sang Paman yang duduk di MK melakukan pelanggaran etika saat menganulir pasal tentang usia calon wakil presiden. Jokowi juga menarik koleganya dari Solo ke pusat kekuasaan. Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI, dengan cara instan juga. Hal ini dilakukan setelah sebelumnya Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo dijadikan Kapolri. Ada kesan, mereka berdua dan tentu saja dengan yang lain, disisiapkan untuk melindungi keluarga Jokowi dari musuh-musuh politiknya menjelang pemilu 2024. Jokowi dengan cerdik menggunakan infrastruktur negara sebagai mesin politik keluarganya. Jabatan tinggi ia bagi-bagi untuk menciptakan menteri-menteri yang loyal kepada dirinya. Dunia usaha ia rangkul dengan, antara lain, mancabut 3700 peraturan daerah, dengan dalih memperlancar investasi. Tak sedikit pula proyek-proyek daerah yang diresentralisasi. Kini, Jokowi telah menjadi imam bagi koalisi para trah paling bergengsi di negeri ini, macam Trah Soeharto, SBY, dan Soemitro Djojohadikoesoemo. Mereka adalah tokoh-tokoh berdarah biru. Pada tahab ini, Jokowi sukses merangkul lawan-lawan politiknya itu. Bisa jadi, setelah itu Jokowi akan benar-benar mengubah darahnya menjadi darah biru. Ini adalah istilah yang telah digunakan sejak tahun 1811 untuk menggambarkan keluarga kerajaan dan kaum bangsawan. Tentu saja maksudnya bukan darah biru orang yang terkena penyakit Methaemoglobinaemia macam keluarga Fugate atau “orang biru di Kentucky” AS. Bukan pula darah biru kepiting, lobster, laba-laba, dan gurita. Dia adalah darah biru keturunan Presiden Republik Indonesia. @  

Dinasti Politik Mengancam Demokrasi

DINASTI politik dan politik dinasti adalah dua hal yang berbeda. Dinasti politik adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang. Politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu (contohnya keluarga elite) yang bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.  Dinasti politik merupakan musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyatlah yang memilih para pemimpinnya. Marcus Mietzner dalam paper yang berjudul Indonesia’s 2009 Elections: Populisme, Dynasties and the Consolidation of the Party System, menilai bahwa kecenderungan politik dinasti cukup menguat dalam politik kontemporer Indonesia.  Praktik politik dinasti menurutnya tidak sehat bagi demokrasi, antara lain karena kontrol terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi, misalnya checks and balances, menjadi lemah.  Dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarkhi politik.  Dalam konteks Indonesia, kelompok elit adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka relatif mudah menjangkau kekuasaan atau bertarung memperebutkan kekuasaan. Menguatnya jaringan politik yang dibangun oleh dinasti politik berdasarkan kedekatan politik keluarga menyebabkan tertutupnya rekrutmen politik bagi orang-orang di luar dinasti. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Turner bahwa suatu jaringan mempunyai pengaruh penting terhadap dinamika transisi kekuasaan politik yang bisa berdampak terhadap tertutupnya rekrutmen politik. Politik oligarki harus dihindari, karena bisa mengancam demokrasi Indonesia. Partai yang seharusnya mampu mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada akhirnya hanya digunakan oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu. ©

Ketika Orang Terkuat Merasa Terzolimi

Khutbah panjang Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2023 di gedung DPR tak memberikan gambaran dan harapan yang adil bagi rakyat Indonesia. Di awal khutbahnya ia lebih senang mengeksploitasi penderitaan dirinya ketimbang merasa bersalah terhadap keputusan, peraturan, dan kebijakan yang diambil seorang Presiden. Tampaknya ia tak suka dianalogikan sebagai lurah. Ia orang hebat, tak sekelas lurah. Sebagaimana tahun lalu ia mengundang seorang anak ke istana untuk menyanyikan lagu \"Ojo Dibanding-bandingke\". Ini menyiratkan bahwa seorang presiden di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan siapa pun, termasuk dengan pemimpin sebelumnya, apalagi dengan seorang lurah. Ingat kan, \"Tak ada visi menteri, yang ada visi presiden\". Produk hebat ini jangan dilombakan, sebab sudah pasti menang. Ia juga ingin mengingatkan bahwa semua pekerjaan adalah hasil pemikiran dan keputusannya, maka tak elok kalau ia disalahkan, digoblog-goblogkan, ditolol-tololkan, serta difiraunkan. Sungguh tak punya adab jika ada orang yang menghina dan mencaci presidennya. Presiden merasa sedih bahwa budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia. Tampaknya presiden lupa, siapa yang memelihara buzzer yang setiap hari menggonggong dan menyalak terhadap yang berbeda. Lolongan buzzernya jauh dari pekerti yang baik. Setelah mengeluh, presiden lalu membacakan pidatonya. Ritual tahunan itu lebih banyak memaparkan hasil pekerjaan selama setahun terakhir yang semu. Capaian-capaian yang diklaim, semuanya kontradiksi dengan yang ada di lapangan. Busung lapar masih tinggi, pengangguran merajalela,  kriminalitas meningkat, korupsi meroket, dan banjir tenaga kerja asing Cina masih mewabah.  Presiden seharusnya menjelaskan soal IKN yang kontroversial. Ini menyangkut masalah kedaulatan dan masa depan anak bangsa. Presiden seharusnya menjelaskan soal Kereta Cepat Bandung dan proyek raksasa lainnya. Ini menyangkut soal kelangsungan bisnis dan masa depan ekonomi Indonesia.  Presiden seharusnya menjelaskan soal karpet merah tenaga kerja asing Cina di Indonesia agar buruh Indonesia tidak merasa dibuang. Ini menyangkut pembelaan dan perlindungan terhadap anak bangsa sendiri.  Presiden dengan kekuasaannya yang absolut seharusnya bisa menghentikan buzzer buzzer kebal hukum dan tak beradab, tak beretika, dan tak punya budi pekerti yang baik. Inilah bibit perang saudara yang terus tumbuh bersemi. Presiden seharusnya minta maaf telah membiarkan tuduhan radikal, intoleran, dan antiNKRI tetap berlangsung pada umat Islam. Apakah Saudara Presiden -  pemegang kekuasaan tertinggi dan terkuat -  tidak melihat ini? Semua tak berkutik di depan presiden, kecuali oposisi. Para ketua partai hanya bisa tunduk dan patuh. Airlangga Hartarto yang berbadan besar dan punya partai besar kalah terhadap presiden yang berbadan kecil dan tak punya partai. Prabowo yang \"Macan Asia\"  harus bertekuk lutut pada \"Kucing Boyolali\",  Habib Rizieq yang pekik takbirnya menggelegar, kini suaranya pelan menghilang. Kurang kuat apalagi wahai presiden. Akhirnya kita harus mengakui sebagaimana dikatakan Gus Mus bahwa tipikal bangsa ini hanya ada dua: majikan dan jongos. Selama 350 tahun bangsa ini telah diperjongos oleh majikan. Setelah majikan berhasil kita usir, maka jongos yang berubah menjadi majikan, kejahatannya melebihi majikan yang terdahulu.  Pemimpin seharusnya memberikan motivasi dan optimisme, bukan mengeluhkan sesuatu yang tak semestinya,  apalagi tentang pribadi. Itu playing victim namanya. (*)

Politik Patung Sukarno Ridwan Kamil

Oleh Dimas Huda, Wartawan Senior FNN PATUNG Sukarno ada di mana-mana. Di Kantor Kemenhan ada patung Sukarno. Patung Sukarno juga ada di Lemhannas, di Akademi Militer Magelang, di Stadion Gelora Bung Karno, di Semarang, di Blitar, di Solo, di Gerbang Bandara Soekarno-Hatta, di Palu, di Bandung, Polder Tawang, di Bandar Lampung dan banyak lagi. Begitu Joko Wododo berkuasa, Megawati menggeber pembangunan patung Sukarno. Ketua Umum PDI Perjuangan ini bertekad membangun patung di semua daerah.  Sudah ada 33 patung Sukarno sejak tahun 1980. Peresmian patung saban tahun terjadi.  Pada tahun 2021 ada 7 patung. Pada saat itu, sepanjang 2017-2021, pembangunan patung Sukarno naik 120%. Kini, lebih banyak lagi. Patung-patung itu dibangun dengan duit negara.  Mega bilang Sukarno adalah proklamator, bapak bangsa, dan pahlawan nasional yang bisa ditiru oleh generasi muda. “Bikinlah di setiap daerah patung beliau,” titah Mega.  Kala itu, tanggal  28 Oktober 2021, Mega bicara dalam acara virtual Peresmian dan Penandatanganan Prasasti Taman UMKM Bung Karno. Ucapan Mega idu geni, sakti. Maklum Presiden Joko Wododo adalah petugas partai, PDIP. Dan seluruh kepala daerah di negeri ini adalah anak buah presiden.  Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mempersembahkan keinginan Mega tersebut dalam momentum yang terukur. Emil merencakan pembangunan patung Sukarno setinggi 22,3 meter. Ini bakal menjadi patung Sukarno paling menjulang di Indonesia. Biayanya sekitar Rp15 miliar. Jangan tanya duit dari mana. Jelas duit negara. Groundbreaking patung itu sudah dilakukan saat sebagian umat Islam merayakan Iduladha, 28 Juni lalu. Emil hadir bersama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Langkah gesit Emil patut diduga sebagai langkah politik mendekati pemilihan umum (2024). Ini kesempatan. Mumpung para bakal capres belum memiliki pasangan. Bisa diduga Emil bernafsu ingin berpasangan dengan Capres PDIP Ganjar Pranowo.  Jika bukan itu, tentu publik bisa membaca Emil sedang main zig-zag. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih cocok dekat dengan PDIP. Ketimbang, misalnya, Partai Nasdem. Harap diingat Partai Nasdem adalah partai pertama pengusung Emil, sebelum 3 partai lain, untuk duduk di kursi empuk Jabar-1.   Membangun patung dan tugu peringatan seharusnya memang bukan hal yang perlu dipersoalkan. Kita menyadari patung sebagai monumen adalah penghargaan kolektif untuk mengenang individu, peristiwa, dan aktivitas unik. Dan, untuk tujuan ini, patung dan tugu peringatan berdampak besar pada masyarakat dan budaya.  Sukarno pantas diabadikan dengan cara itu. Patung politisi dan monumen politik juga merupakan bagian penting dari sejarah dan budaya suatu negara.  Hanya saja, hal yang mengkhawatirkan adalah ketika tugu peringatan semakin banyak dibangun dengan tujuan semata-mata untuk ekspansi politik. Lebih mengkhawatirkan lagi, pembuat kebijakan terus menikmati monopoli virtual dalam membangun monumen dan mendirikan patung di ruang publik. Jika ini terjadi, sudah sepantasnya kita belajar peristiwa di negara lain. Tengok saja peristiwa ketika patung Thomas Edison, memegang bola lampu pijar, menggantikan patung William Allen, seorang Demokrat Ohio yang menjabat dua periode di Senat AS dan terpilih sebagai gubernur. Bukan hanya Ohio di mana patung seorang politisi telah digantikan oleh seorang non-politisi; itu terjadi di negara bagian lain seperti Alabama, Iowa, dan Carolina Utara. Sudah saatnya negeri ini punya aturan dalam masalah pembangunan tugu peringatan/patung, penggantian nama gedung, dan penggantian nama jalan, dll sehingga tidak diboncengi kepentingan politik, seperti kasus Ridwan Kamil.  Patung Sukarno sudah ada di Bandung dan tidak perlu diternak terus menerus. Emil tentu juga sudah tahu bahwa sang proklamator adalah Sukarno-Hatta. Bukan Sukarno seorang. Lebih jauh lagi, Sukarno adalah tokoh dan pendiri PNI yang partainya kurang diminati di Jawa Barat. Orang Jawa Barat lebih memilih Masyumi. Jadilah Jawa Barat dengan benar.     Toh, Emil boleh jadi lebih memperhatikan kata-kata Jean Sibelius: “Jangan perhatikan apa yang dikatakan para kritikus. Sebuah patung tidak pernah didirikan untuk menghormati seorang kritikus.”®

Negara Korup Bernama Indonesia

Oleh Dimas Huda, Wartawan Senior FNN KIAN mengapungnya kasus-kasus korupsi belakangan ini sungguh menjijikkan. Kasus korupsi Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate yang merugikan negara Rp8 triliun, hanyalah satu contoh saja, betapa bobroknya negeri ini.  Kini, korupsi seakan bukan hal yang memalukan. Seorang koruptor, begitu keluar dari penjara disambut bak pahlawan. Ada lagi bekas narapida korupsi yang kembali aktif berpolitik dan ber-cas-cis-cus tak tahu malu, dengan menunjukkan wajah tak berdosa.  Sungguh sangat berbahaya ketika korupsi berubah menjadi praktik yang diterima secara budaya. Berurusan dengan korupsi membutuhkan institusi yang efektif dan, yang terpenting, pemimpin yang kredibel.  Sementara, kesimpulan dari semua itu adalah kegagalan Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Padahal korupsi merupakan salah satu hambatan paling serius untuk memperdalam demokrasi dan pembangunan ekonomi. Transparency International Indonesia (TII) menyodorkan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 yang anjlok empat poin yaitu dari 38 menjadi 34. Tak cukup itu, peringkat Indonesia pun terjun bebas, dari 96 menjadi 110. Merujuk pada temuan TII, tak salah jika kemudian disimpulkan bahwa Indonesia layak dan pantas dikategorikan sebagai negara korup. Salah satu di antara sekian banyak variabel yang disorot oleh TII dalam paparan IPK adalah maraknya korupsi politik di Indonesia. Analisa tersebut tentu benar jika dikaitkan dengan realita saat ini.  Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sejak 2004 sampai 2022, pelaku yang berasal dari lingkup politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah, menempati posisi puncak dengan total 521 orang. Ini menandakan, program pencegahan maupun penindakan yang diusung pemangku kepentingan gagal total. Pada awalnya, kita berharap Jokowi yang tampak bersahaja itu akan berada di depan dalam pemberantasan korupsi. Nyatanya, tidak demikian. Profesor Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, menyebut Presiden Jokowi justru patut diduga melakukan tindak pidana korupsi.  Laporan Ubaedillah Badrun, 10 Januari 2022, kepada KPK memberi sinyal hal itu. Dalam laporan itu dijelaskan ada penyuntikan modal dari satu perusahaan Ventura di luar negeri ke perusahaan anak-anak presiden. Menurutnya, ini adalah upaya suap kepada Presiden melalui anak-anaknya. Konsepnya adalah trading influence, memperdagangkan pengaruh.  Di dalam United Nations Against Convention, Konvensi PBB antikorupsi, perdagangan pengaruh ini sudah dinyatakan secara tegas dan jelas. Anak-anak Jokowi tidaklah mungkin mendapatkan suntikan modal hingga ratusan miliar, jika mereka bukan anak presiden. Selain itu Presiden Jokowi justru melakukan pelanggaran pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi berupa obstruction of justice, menghalang-halangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Denny menyebut ada elit yang seharusnya diproses, tapi tidak, karena ada dalam barisan-barisan koalisi.  Presiden Jokowi mestinya berkaca pada teladan Ellen Johnson Sirleaf, Presiden Liberia dan kepala negara wanita pertama di Afrika. Bisa juga meniru Atifete Jahjaga, Presiden Kosovo dan kepala negara wanita pertama di Balkan.  Komitmen Presiden Sirleaf untuk memberantas korupsi bahkan sampai menskors putranya sendiri, bersama dengan 46 pejabat senior pemerintah lainnya, karena gagal mengungkapkan asetnya kepada pejabat antikorupsi Liberia.  Manuver politik ini menjadi cara yang sangat efektif untuk menunjukkan kepada warga dan pebisnis Liberia yang bekerja keras bahwa dia dan pemerintahannya menganggap serius pemberantasan korupsi. Sedangkan Presiden Jahjaga setelah beberapa bulan sebagai Presiden, pidato pertamanya di parlemen menunjukkan bahwa dia menyadari masalah ini dan berencana untuk menanganinya secara langsung. Dengan suara percaya diri, dia mengumumkan pembentukan dewan antikorupsi presiden. Dewan akan mengoordinasikan pekerjaan dan kegiatan para pemangku kepentingan utama yang memerangi korupsi. Orang yang skeptis cenderung percaya inisiatif semacam itu akan gagal sejak awal. Atau, lebih buruk lagi, institusi semacam itu akan dituduh melegitimasi pejabat korup dengan mempercayakan inisiatif korupsi yang dirancang untuk menyelidiki mereka. Akan tetapi, praktik negara menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan pembentukan mekanisme pertukaran informasi yang efektif antara lembaga penegak hukum dan aktor lain yang terlibat. Bagi Presiden Jahjaga, membentuk Dewan yang digerakkan oleh hasil hanyalah permulaan. Dia dengan jelas mengakui bahwa korupsi juga merupakan masalah internasional dan pemberantasannya membutuhkan solusi bersama.  Dalam mengorganisir KTT perempuan internasional di Kosovo, yang menangani masalah korupsi publik secara dekat, Kosovo diubah dari pusat korupsi menjadi pusat internasional untuk mencari solusi melawan korupsi. Sementara di Indonesia, hal yang awalnya sudah dirintis pemerintah sebelumnya tak berlanjut. KPK yang selama ini gencar memberantas korupsi politik justru dilemahkan oleh Presiden Joko Widodo melalui perubahan Undang-Undang (UU) KPK. Tidak cukup itu, Presiden juga membiarkan figur-figur bermasalah memimpin lembaga antirasuah.  Kita juga tentu saja menyadari bahwa membangun institusi yang memerangi korupsi memang penting, tetapi tidak cukup. Memerangi korupsi publik membutuhkan kemauan politik, tanggung jawab bersama, dan kerja keras di antara para pemimpin partai politik dan terpilih secara demokratis, oposisi politik, masyarakat sipil, dan warga negara. Singkatnya, prakarsa antikorupsi lebih mungkin berhasil jika melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.®

Mimpi "Politik" SBY Jelas Menakutkan

Oleh: Dimas Huda, Wartawan Senior FNN PRESIDEN RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, mendadak mengumbar mimpinya. Mimpi SBY ditafsirkan banyak orang sebagai mimpi bernuansa politis.  SBY mengaku bermimpi naik kereta bersama Presiden Jokowi dan Megawati. Dalam mimpi itu ia dijemput oleh Jokowi di kediamannya di Cikeas lalu mereka menjemput Megawati di kediamannya, Kebagusan, Jakarta Selatan.  Mereka bertiga lalu naik kereta dari Stasiun Gambir menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur yang tiketnya disiapkan oleh Presiden RI ke-8 atau Presiden terpilih di Pemilu 2024. Mimpi itu diungkap SBY beberapa saat setelah pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.  Kisah mimpi SBY ini bisa saja hanya mengada-ada, bisa juga beneran. Jika itu mengada-ada tentu bertujuan politis. Publik belum lupa bahwa hubungan SBY dan Megawati amatlah buruk. SBY berupaya rujuk, tapi terus saja direspons merajuk oleh Mega. Hal itu sudah terjadi sejak 2004. Ibaratnya, cinta mereka berdua betepuk sebelah tangan.  Mendadak pihak Mega, diwakili putrinya, Puan Maharani, kencan dengan putra SBY, AHY. Publik juga menerjemahkan kencan ini adalah kencan politik.  Konon ini semua adalah kisah bersambung tentang merebut Partai Demokrat dari Cikeas. Gagal dengan cara kasar, maka cara halus ditempuh. Tujuannya, menarik PD dari koalisi yang mencalonkan Anies Rasyid Baswedan sebagai presiden.  Jika gerakan ini sukses, maka sulit bagi Anies untuk melanjutkan langkahnya. Suara Partai Nasdem dan PKS tidaklah cukup untuk mengusung calon presiden. Jika mimpi SBY jadi kenyataan jelas menakutkan dan akan sangat memengaruhi masa depan negeri ini.  Tak usahlah kita menghubungkan ini dengan mimpi Firaun yang berbuah dibunuhnya banyak bayi laki-laki yang lahir di era kelahiran Nabi Musa. Juga bukan seperti mimpi Raja Namrud yang melihat bintang terbit dari barat, mengabarkan akan lahirnya Nabi Ibrahim. Hasilnya, lagi-lagi bayi yang lahir pun dibunuh.  Persoalan mimpi memang bukan barang sepele. Selama berabad-abad orang merenungkan arti mimpi. Peradaban awal menganggap mimpi sebagai perantara antara dunia kita dan dunia para dewa.  Sander van der Linden, peneliti dalam psikologi eksperimental sosial di London School of Economics and Political Science, menyebut orang Yunani dan Romawi yakin bahwa mimpi memiliki kekuatan kenabian tertentu.  Pada akhir abad ke-19, Sigmund Freud dan Carl Jung mengajukan beberapa teori mimpi modern yang paling dikenal luas.  Teori Freud berpusat pada gagasan tentang kerinduan yang ditekan - gagasan bahwa bermimpi memungkinkan kita memilah-milah keinginan yang tidak terselesaikan dan tertekan.  Carl Jung --yang belajar di bawah Freud-- juga percaya bahwa mimpi memiliki kepentingan psikologis, tetapi mengusulkan teori yang berbeda tentang maknanya. Sejak itu, kemajuan teknologi telah memungkinkan pengembangan teori-teori lain. Salah satu teori neurobiologis terkemuka tentang mimpi adalah \"hipotesis aktivasi-sintesis\". Teori ini menyatakan bahwa mimpi sebenarnya tidak berarti apa-apa: mimpi hanyalah impuls listrik otak yang menarik pikiran dan citra acak dari ingatan kita.  Menurut teori, manusia membangun cerita mimpi setelah mereka bangun, dalam upaya alami untuk memahami semuanya. Namun, mengingat banyaknya dokumentasi aspek realistis mimpi manusia serta bukti eksperimental tidak langsung bahwa mamalia lain seperti kucing juga bermimpi.  Psikolog evolusi berteori bahwa mimpi benar-benar memiliki tujuan.  Secara khusus, \"teori simulasi ancaman\" menunjukkan bahwa mimpi harus dilihat sebagai mekanisme pertahanan biologis kuno yang memberikan keuntungan evolusioner karena kapasitasnya untuk berulang kali mensimulasikan potensi peristiwa yang mengancam - meningkatkan mekanisme neuro-kognitif yang diperlukan untuk persepsi dan penghindaran ancaman yang efisien. Hubungan antara mimpi dan emosi kita disorot dalam penelitian yang diterbitkan oleh Matthew Walker dan rekannya di Sleep and Neuroimaging Lab di UC Berkeley, yang menemukan bahwa pengurangan tidur REM (atau kurang \"bermimpi\") memengaruhi kemampuan kita untuk memahami emosi yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari – fitur penting dari fungsi sosial manusia.  Sander van der Linden mengatakan mimpi membantu kita memproses emosi dengan menyandikan dan membangun ingatan tentangnya. Apa yang kita lihat dan alami dalam mimpi kita belum tentu nyata, tetapi emosi yang melekat pada pengalaman ini pasti nyata.  Kisah-kisah mimpi kita pada dasarnya mencoba menghilangkan emosi dari pengalaman tertentu dengan menciptakan ingatan tentangnya. Dengan cara ini, emosi itu sendiri tidak lagi aktif.  Mekanisme ini memainkan peran penting karena ketika kita tidak memproses emosi kita, terutama yang negatif, ini meningkatkan kekhawatiran dan kecemasan pribadi.  Singkatnya, mimpi membantu mengatur lalu lintas di jembatan rapuh yang menghubungkan pengalaman kita dengan emosi dan ingatan kita. Begitu juga dengan mimpi SBY.

Sim Salabim Abracadabra Waskita Karya

Oleh: Djony Edward -- Wartawan Senior FNN  LAGI-lagi PT Waskita Karya Tbk membuat ulah. Kali ini tidak sendiri, bersama PT Wijaya Karya Tbk—keduanya merupakan BUMN karya—telah membuat berang Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo lantaran merasa dikadali atas laporan keuangan yang sim salabim. Sebelumnya Tiko, demikian ia biasa disapa, sempat berang lantaran Dirut PT Waskita Karya Tbk Destiawan Soewardjono ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek fiktif sebesar Rp2,5 triliun oleh Kajaksaan Agung (Kejagung). Tiko juga berang lantaran diketahui Waskita tak mampu melunasi utang obligasi korporasi yang diterbitkannya. Sehingga lewat Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) disepakati ada penjadwalan ulang. Kali ini, keberangan Tiko tak hanya pada manajemen Waskita, tapi juga kepada manajemen Wika dengan sebab yang sama. Yaitu kedua BUMN publik ini menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi riilnya. Yang paling mencolok, baik WSKT maupun Wika mengaku selalu untung setiap tahun, padahal keuangan kedua BUMN karya itu sejatinya bobrok.  “Sebenarnya ini apakah memang pelaporan keuangan selama ini riil atau jangan-jangan perlu restatement karena selama ini laporan keuangannya tidak riil. Ini kami akan ada restatement,” ujar Tiko dalam rapat kerja Komisi VI DPR bersama Kementerian BUMN, Senin (5/6). Saat ini Kementerian BUMN tengah melakukan investigasi bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait manipulasi laporan keuangan tersebut. Apabila dugaannya benar, Tiko berjanji akan mengejar manajemen yang membuat laporan keuangan palsu itu.  “Apabila memang ada fraud dari sisi pelaporan keuangan kami bisa lakukan tindakan tegas dengan kerangka governance yang ada,” ucapnya. Seperti diketahui laporan keuangan 2022, WSKT membukukan pendapatan Rp15,30 triliun, atau tumbuh 25,20% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp12,22 triliun. Peningkatan pendapatan WSKT terutama berasal dari pendapatan jasa konstruksi. Segmen bisnis ini lompat 33,46% menjadi Rp13,56 triliun. Peningkatan pendapatan yang mencapai double digit ini diiringi oleh kenaikan beban pokok pendapatan yang lebih besar hingga 34,20%, menjadi Rp13,85 triliun. Alhasil, laba kotor WSKT turun 23,68%, menjadi Rp1,45 triliun. Di sisi lain, WSKT mencatat bagian laba bersih entitas asosiasi dan ventura bersama, mencapai Rp1,08 triliun. Berkebalikan dengan 2021, WSKT mencatat rugi bersih entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar Rp321,62 miliar. Sedangkan laporan keuangan WIKA, mencatat kenaikan atas kerugian dalam laporan keuangan 2022. Angkanya mencapai Rp59,6 miliar. Berkebalikan dengan 2021 yang masih untung Rp117,67 miliar. Pada 2022, pendapatan WIKA melesat 20,61%, menjadi Rp21,48 triliun dibandingkan tahun sebelumnya, pendapatannya hanya Rp17,81 triliun. Margin laba usaha WIKA pun naik menjadi 7,96%, dibandingkan 2021 sebesar 6,29%. Tiko mengatakan ternyata dari laporan keuangan yang disajikan kedua BUMN karya tersebut ada potensi pemaparan yang tidak sesuai dengan kondisi riil. Oleh karenanya direksi dan komisaris kedua BUMN tersebut bisa saja dikenakan delik pidana.  “Apabila ada unsur pidana dalam laporan keuangan, fraud, kita bisa melakukan penuntutan kepada manajemen lama yang waktu itu melaporkan laporan keuangan. Saya sudah lapor dengan Ketua BPKP, jika memang ada fraud dari sisi pelaporan keuangan kita bisa lakukan tindakan tegas,” tegas Tiko. Tiko mengakui, keuangan kedua perusahaan pelat merah itu, sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). Selain margin laba yang tipis, beberapa proyek disebut rugi seperti pekerjaan terintegrasi (Engineering, Procurement and Construction--EPC). Kondisi ini salah satunya disebabkan persaingan yang makin ketat di pasar. BUMN karya memang benar-benar sedang dalam periode yang buruk akibat cawe-cawe direksi dan komisarisnya. Terutama Wakita dan Wika yang mendapat proyek penugasan paling besar dari Pemerintah, sehingga harus banting tulang, bahkan sulap-sulapan laporan keuangan, asal Bapak senang. Ternyata bukan Bapak senang yang didapat, justru Bapak berang. Sudah jatuh tertimpa tangga pulak, sedihnya BUMN karya di era jahiliyah GCG seperti sekarang ini.