EDITORIAL

Dicari Youtubers Indonesia yang Peduli Masa Depan Bangsa

KANAL youtube memiliki daya pikat, pengaruh, dan “sihir” yang efektif untuk memengaruhi pikiran anak muda. Ini terjadi di seluruh dunia, termasuk di Korea Selatan dan Indonesia. Sama seperti di Indonesia, youtuber-youtuber top di Korsel adalah mereka yang mengunggah konten mukbang (menyiarkan acara makan atau kuliner dan memberikan testimoni). Tontonan lainnya di Youtube yang juga digandrungi adalah reality show para artis atau boys band atau opa-opa. Jumlah penonton dan subscribers-nya bisa mencapai jutaan. Pola yang sama juga terjadi di Indonesia. Youtuber top yang bukan artis adalah pelaku mukbang. Magdalena dan Nex Carlos memiliki subscribers hampur 4 juta, sedangkan Tanboy Kun mencapai 12 juta lebih subscribers. Di luar mereka adalah pengunggah konten prank macam Atta Halilintar bersaudara yang menjadi pioneer youtuber, dan para artis seperti Raffi Ahmad dan Baim Wong. Sayang sekali jika di Indonesia tidak muncul anak muda dari generasi Z maupun generasi Millenials yang menjadi influencer kuat untuk menguak masa depan suram negeri mereka sendiri. Jika ada influencer muda yang berani bersuara dengan data-data kuat, menohok, tak terbantahkan, dan narasi elegan, tentu akan didengar oleh sesama anak muda lainnya. Anak-anak muda lainnya akan menyimak dan kemudian mengikutinya. Anak muda Indonesia tidak memiliki panutan dari generasinya sendiri. Mereka mengalami hampa tokoh dan nihil contoh yang menurut mereka layak untuk didengar. Tokoh yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam Hero di dunia digital. Yang berani menyuarakan kebenaran dan perlawanan dengan semangat kebebasan berpikir dan berkata-kata. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Variety Magazine (2014), enam dari sepuluh remaja dengan usia 13-18 tahun terpengaruh dengan menonton video di youtube. Para remaja cenderung lebih mudah terpengaruh oleh apa yang dilakukan Youtubers ketimbang apa yang dilakukan oleh selebritis. Menurut hasil survey, Youtubers dianggap memiliki korelasi yang tinggi dalam hal mempengaruhi pembelian di kalangan remaja. Orang mengidentifikasi dan mengadopsi perilaku mereka sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang mereka yakini (Bandura, 1986). Pengaruh sosial seperti Youtube digunakan untuk menyebarkan pesan secara cepat dalam skala besar kepada penggemar setia mereka dengan biaya yang relatif rendah. Dikutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah Generasi Z di Indonesia saat ini mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Usia ini mendominasi kategori penduduk. Sebagian di antara mereka akan menjadi pemilih pemula pada Pilpres tahun 2024. Sementara jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari Generasi Millenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Penyebutan Generasi Z merujuk kepada penduduk yang lahir di kurun waktu tahun 1997-2012 atau berusia antara 8 sampai 23 tahun. Sementara Generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada periode tahun 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun. Di Korea Selatan, anak muda yang berbicara politik masih jarang. Tapi Kaheva dkk sadar bahwa memengaruhi pola pikir anak muda harus dilakukan oleh anak muda pula. Harus oleh influencer atau sosok panutan seusia mereka pula. Karena sudah menjadi jamak bahwa anak muda tidak punya waktu untuk menyimak apa kata orang tua, kecuali orang tua itu sama masa bodohnya dan sama liberalnya dengan mereka. Kaheva adalah youtuber yang menjadi influencer kuat di Korea Selatan. Dia menganalisa berbagai isu, dan narasinya menyadarkan banyak kaum muda Korsel tentang ancaman yang mereka hadapi saat ini. Millenials Korsel yang terkenal hedon, apatis, dan cuek terhadap kondisi politik, kini bangkit lewat narasi penuh data yang dikemas menarik oleh Kaheva dan para anak muda lainnya yang peduli terhadap masa depan Korea Selatan. Terlebih posisi Korsel adalah hampir sama seperti Taiwan. Mereka harus selalu waspada kepada ancaman invasi yang dilancarkan oleh China daratan. Apa yang dikatakan oleh Kaheva ini sangat benar. Inilah yang terjadi saat ini. Kebangkitan Overseas Chinese yang menguasai seluruh dunia adalah hal tak terhindarkan. Pemerintahan Mainland China bagaikan memiliki pasukan tidur di semua negara. Keberadaan mereka senyap tapi kuat. Mereka menguasai ekonomi dan politik lewat boneka-boneka yang ditanam di pemerintahan. Kebangkitan mereka hanya tinggal menunggu komando dari China daratan. Sebagian negara sudah ditaklukkan China, menyusul negara-negara lainnya dengan modus menginvasi lebih dulu ekonomi mereka lewat jebakan utang. Dengan bantuan para Overseas Chinese yang loyal kepada China daratan, Pemerintah China yakin target mereka untuk menguasai dunia pasti akan tercapai. Kapan youtubers Indonesia punya sikap seperti Kaheva?

Apakah Mereka Masih Memikirkan Pancasila

TINDAKAN Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus Pancasila dari kurikulum pendidikan menengah dan tinggi, memunculkan kembali pertanyaan apakah Pancasila itu tidak sekadar basa-basi saja. Masih adakah pejabat tinggi negara yang sungguh-sungguh memikirkan nilai-nilai Pancasila? Apakah para elite kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif) memiliki kepedulian pada Pancasila? Apakah mereka itu hidup dengan landasan Pancasila? Apakah Presiden Jokowi bisa disebut seorang pancasilais? Apakah Megawati Soekarnoputri bisa dikatakan penegak nilai-nilai Pancasila? Apakah elit politik lainnya yang selama ini mengaku berpancasila bisa dipercaya? Apakah elit bisnis, khususnya para taipan, memahami Pancasila dan menerapkannya? Banyak sekali pertanyaan tentang Pancasila itu. Semua indikator empiris menunjuk ke jawaban negatif untuk semua pertanyaan di atas. Tidak, tidak, tidak! Kalau Jokowi menjalankan kekuasaan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, pastilah dengan cepat dia memerintahkan penyelesaian yang adil dan transparan kasus pembunuhan sadis KM-50. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Semua yang terlibat pembunuhan itu harus dihukum dengan asas keadilan. Itulah pancasilais. Adil itu perintah Tuhan. Pancasila itu intinya Ketuhanan. Nah, dalam hal KM-50, apakah Jokowi menegakkan keadilan yang dituntut oleh Pancasila? Seterusnya, kalaulah Jokowi itu menegakkan Pancasila tentu dia akan melawan kekuatan para taipan yang hanya memikirkan penumpukan kekayaan pribadi dengan segala cara. Yang terjadi, jangankan melawan kekuatan oligarkhi taipan, Presiden Jokowi malah memberikan keleluasaan kepada mereka untuk menguras Indonesia. Kekayaan negara ini mereka tumpuk di luar negeri. Jokowi pasti tahu itu. Dia punya mata dan telinga yang banyak untuk mengetahui kelakuan para taipan. Tetapi, Jokowi tidak melakukan apa-apa. Apakah ini bisa disebut pancasilais? Kalau Jokowi berpegang pada Pancasila, maka dia akan menghentikan semua kebijakan pemerintah yang menyusahkan rakyat kecil. Yang menyusahkan petani, nelayan, pedagang asongan. Tapi, Jokowi menjalankan kebijakan yang mematikan petani melalui impor beras dan produk pertanian lainnya. Lantas, bagaimana dengan Megawati? Pancasilaiskah dia? Malah lebih parah. Mega dan PDIP mengagendakan penghapusan Pancasila menjadi satu sila: yaitu gotong royong. Dia tidak suka konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Megawati juga bukan orang yang suka bermusyawarah kecuali untuk tujuan kamuflase. Dia menjalankan kekuasaan otoriter di tubuh PDIP. Kemudian, dari segi harta kekayaan, Mega pun tak cocok disebut hidup pancasilais. Definisinya? Memang tidak ada. Namun, lebih kurang hidup pancasilais selalu berkonotasi sederhana dan tidak menumpuk harta. Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Megawati ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada 12 Sepember 2019, kekayaan (termasuk aset) Ketum PDIP itu tercatat sebesar Rp 213 miliar. Ada 29 bidang tanah dan bangunan milik Megawati. Nilai totalnya Rp 201 miliar. Nah, bagaimana cara mencocokkan pemilikan 29 properti dengan nilai-nilai Pancasila? Kita teruskan dengan Puan Maharani (Ketua DPR RI). Berdasarkan LHKPN 2018, Puan memiliki total kekayaan Rp 363 miliar. Ini termasuk 74 bidang tanah dan bangunan. Banyak sekali. Pada 2014, LHKPN Puan hanya Rp 162 miliar. Jadi, ada penambahan Rp 201 miliar dalam 5 tahun. Bertambah Rp 40 miliar per tahun. Pantaskah disebut pancasilais? Anda nilai sendiri saja. Memang kekayaan yang besar belum tentu tidak pancasilais. Tapi, lagi-lagi, repot untuk mencocokkan pemilikan 74 bidang tanah dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang antara lain mengajarkan kesederhanaan, keadilan, dan kepedulian. Pada 2018, Ketua MPR Bambang Soesatyo melaporakn harta sebesar Rp 98 miliar. Dalam bentuk tanah dan bangunan bernilai Rp 71 miliar. Bamsoet punya hobi mengoleksi mobil mahal. Pancasilais? Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto punya total kekayaan sebesar Rp 542 miliar. Ini menurut LHKPN 2018, ketika dia dilantik menjadi Ketua Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden). Ada 56 aset tanah-bangunan senilai Rp 276 miliar di Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Gorontalo. Uang tunai Wiranto ada Rp 114 miliar sesuai laporan. Pertambahan kekayaan Wiranto sangat fantastik. Pada 2004, ketika ikut Pilpres, mantan panglima ABRI ini melaporkan kekayaan hanya Rp 46 miliar. Jadi, dalam 15 tahun, Wiranto menambah kekayaan hampir Rp 500 miliar. Pancasilais? Mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) melaporkan kekayaan sebesar Rp 900 miliar pada 2019. Beliau adalah seorang pengusaha sebelum menjadi petinggi pemerintahan. Mungking tidak terlalu mengherankan dia kaya. Sepanjang semua itu diperoleh dengan cara yang bersih. Tapi, banyak orang percaya JK belakangan ini menambah kekayaan berkat posisi sebagai Wapres dua periode. Pejabat yang tak kalah kaya raya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Dalam LHKPN per 13 Mei 2018, kekayaan Luhut mencapai Rp 665 miliar. Ada banyak properti dan bentuk lainnya. Uang tunai saja dilaporkan sebesar Rp 151 miliar. Kekayaan LBP juga tidak mengherankan. Dia adalah penguasa dan pengusaha tambang batubara. Selanjutnya, kita lihat kekayaan para taipan. Majalah Forbes, media yang khusus mengamati kekayaan para taipan, belum lama ini menebitkan klasemen orang terkaya di dunia. Ada 15 taipan Indonesia yang memiliki total kekayaan hampir US$ 72 miliar atau setara Rp 1,041 (seribu empat puluh satu) triliun. Abang-beradik Budi Hartono dan Michael Hartono (Group Djarum) punya kombinasi kekayaan sebesar US$ 40 miliar atau setara dengan Rp 580 triliun. Mereka ini terkaya nomor 1 dan nomor 2 di Indonesia. Prajogo Pangestu orang terkaya nomor 3 dengan nilai US$6.5 miliar (Rp 94 triliun). Kemudian ada Chairul Tanjung di nomor 5 dengan kekayaan US$ 4.8 miliar (Rp 70 triliun). Mengapa angka-angka ini harus dituliskan di sini? Tidak lain karena jumlah kekayaan adalah cara yang paling mudah untuk mengukur kepancasilaan seseorang. Misalnya, dari sini kita bisa bertanya apakah orang-orang yang superkaya itu sempat memikirkan nilai-nilai luhur Pancasila? Apakah ketika mereka membicarakan efisiensi usaha, peningkatan laba, cara memperkecil pajak, cara merebut lahan rakyat, cara mendapatkan konsesi tambang, akan teringat pada nilai-nilai Pancasila? Apakah nilai-nilai Pancasila akan menghalangi ketamakan, kerakusan, dan kesewenangan mereka? Hampir pasti omong kosong. Ini yang pertama. Yang kedua, dengan menyebutkan jumlah kekayaan para elit kekuasaan dan para taipan tersebut, kita menjadi semakin mengerti tentang jurang kaya-miskin. Kita bisa paham bahwa distribusi kekayaan masih sangat jauh dari garis keadilan. Kita pun menjadi tahu bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat” (sila ke-5) hanyalah untuk “make-up” pidato para penguasa. Sebagai basa-basi ketika moncong mereka menyampakan kata sambutan. Yang ketiga, angka-angka fantastis kekayaan para elit kekuasaan dan para taipan itu menunjukkan bahwa yang sesungguhnya yang berpancasila adalah rakyat di tingkat grass-root (akar rumput). Tidak diragukan lagi. Bukan mereka, para penguasa dan taipan yang menumpuk harta kekayaan. Yang keempat, angka-angka edan itu memberikan isyarat kepada Anda --rakyat pemilik negara ini-- bahwa kerakusan elit kekuasaan dan elit bisnis tidak akan pernah berubah. Rakyatlah yang harus mengubah itu. Rakyatlah yang harus bangkit mengoreksi kesewenangan dan ketidakadilan itu. Tinggal Anda pilih bagaimana cara mengoreksi. Ada cara pelan, ada cara cepat. Sepotong-sepotong atau komprehensif. Jangan harapkan mereka akan berlaku adil sesuai amanat Pancasila. **

Vaksin Nusantara, TNI Itu Bernafas Saja Mikirin Rakyat (Bagian-2)

Apakah tim dokter Kepresidenan akan membunuh saya? Saya yakin tim dokter Kepresidenan tidak akan membunuh saya. Selain karena etika kedoteran, juga nasionalisme dokter Indonesia saya yakini sangat tinngi. Kalau begitu, apapun hasilnya, silahkan tim dokter Indonesia saja yang merawat saya di dalam negeri. Kalau saya sebagai Presiden tak percaya dengan kehebatan dokter Indonesia, lalu siapa yang diharapkan percaya dengan kemampuan dan kehebatan dokter kita? (Presiden Soehato menjawab tim dokter Kepresidenan yang menyarankan agar berobat ke luar negeri). Berpikir dan bertindak itu berbeda. Itu juga yang ditujukan oleh Chuina. Ben Chu dalam bukunya “Chines Whispers”. Buku yang bercerita tentang “Membongkar Mitos Tentang China” yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, tahun 2013. Buku ini menyajikan isu-isu kunci dalam kisah sukses China mutakhir. Chu menulis ruang pesta Dorchester yang dipenuhi oleh para eksekutif bisnis, bankir dan politikus, tulis Ben Chu, editor ekonomi harian independen. Ben Chu melanjutkan, Duta besar China untuk Court of St. James (di Inngris) Liu Xiaoming hadir. Begitu dengan rekan Amerikanya, Louise Susman. Acara tersebut adalah makan malam resmi di tempat ternama Park Lane Hotel untuk merayakan tahun imlek tahun 2011. Tuan rumahnya adalah 48 Group, sebuabn organisasi yang membantu perkembangan perdaganan China. Stephen Perry, pemimpin dari Group 48 naik ke podium. Perry memuji kemajuan perekonomian China setinggi langit. Itu memang benar adanya. Perry juga menyampaikan kalau para pemimpin China adalah pengatur ekonomi paling bijaksana. Masyarakat China adalah werga paling giat di planet ini. Sekarang, ucapnya, kita memasuki era China sebagai pemimpin. Lebih jauh Ben Chu menulis seraya mengutip penilaian para bankir. Kata Chu menurut Stephen Roach, mantan pemimpin raksasa perbankan Wall Street, Morgan Stanley untuk wilayah Asia, China bisa berhasil karena membuat kebijakan memperhitungkan efek jangka panjang. China, katanya, menempuh jalur berbeda dari perekonomian Barat yang sudah maju. Dani Rodrich dari Universitas Harvard disisi lain mengatakan China makmur karena para pemimpinnya memiliki “kepercayaan diri untuk tidak ikut-ikutan cetak biru negara lain. Tidak mengekor dengan cara kerja negara lain. Tampil percaya diri dengan kemampuan sendiri. Bangga dengan produk-produk yang dihasilkan sendiri. Sedangkan Kishore Mahbubani, dekan dan professor dalam Practice of Public Policy dari Lee Kuan Yew School of Public Policy di National University of Singapore, yang juga mantan duta Besar Singapura untuk PBB, dalam bukunya Asia Hemisfer Baru Dunia diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas tahun 2011, berbicara tentang para pembaru China mutahkhir, dan sikap pemerintah terhadap mereka. Edwar Tiam, tulis Kishore, merupakan salah satu contoh terbaik pengaruh peran eksekutif China didikan Amerika. Setelah meraih gelar PhD di bidang ekologi di Texas University, Edwar Tiam mulai mencari pengalaman di perusahaan berteknologi tinggi di Texas. Tiam sukses belajar teknologi di Texas. Keberhasilan Tiam diketahui oleh pemerintah Cina. Pemerintah China mulai merekrut Tiam untuk menjadi CEO dari China Netcom. Perusahaan kecil telekomunikasi yang baru mulai, dan berbasis di Beijing. Pada tahun 2002, China Netcom merger dengan perusahaaan besar China Telcom, sebuah perusahaan milik negara, untuk kemudian menjadi perusahaan berskala raksasa. Tiam dipercaya sebagai Presiden Direkturnya. Tiam lalu mengonstruksi tulang belakang jaringan maya China modern. Baik itu untuk perushaan-perusahaan tingkat nasional, maupun pemerintah-pemerintah provinsi. Tiam dan timnya berhasil membangun lebih dari 1.000 jaringan. Tiam kemudian diakui sebagai enterpreneur berkelas dunia di acara World Economic Forum. Masih terdapat begitu banyak kisah sukses yang dihadirkan oleh Kishor. Semuanya menggambarkan kesuksesan itu digerakan oleh orang-orang yang memiliki cara pandang berbeda. Memiliki keberanian mengambil langkah lain yang tidak biasa. Bukan mengekor bebek kepada produk negara lain. Mereka inilah yang menarik China berjaya di percaturan Internasional hari ini. Sayangnya semua itu tidak dapat disajikan secara detail pada ruang terbatas ini. Kita hanya dapat berkata secara sederhana tentang semua itu, bahwa kemajuan itu pekerjaan asli orang berotak cerdas. Memiliki keberanian melihat dunia secara berbeda. Mengambil langkah berani, yang orang-orang bodoh dan tolol menganggap konyol”. Persis seperti hari-hari ini, sebagian dari kita menganggap remeh kehebatan dokter-dokter di RSPAD Gatot Subroto. Perwira-perwira TNI yang hebat, top markotop berani memprakarsai Vaksin Nusantara. Mereka yang sama seperti TNI yang lain, selalu resah, karena setiap denyut nafasnya itu mikirin rakyat. Namun dianggap skeptis oleh sebagian anak bangsa. Ini benar-benar aneh, konyol, tolol dan bodoh. Di atas itu yang paling patut untuk disalahkan adalah Yang Mulia Presiden Joko Widodo. Mengapa anda diam saja tuan Presiden soal Vaksin Nusantara ini? Tidakkah anda tuan Presiden telah begitu sering merangsang rakyat mencintai produk Indonesia? Bukankah anda tuan Presiden juga yang mendorong rakyat untuk membenci produk luar negeri? Sekali lagi, mengapa anda diam saja dalam kasus ini? Apakah anda tuan Presiden tidak tahu kalau bangsa-bangsa di dunia berlomba menguasai dunia dengan temuan-temuan baru? Lupakah kalau tuan Presiden yang menyarankan anak bangsa ini untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan tekonogi for foint jero? Tuan Presiden Jokowi, mohon maaf, anda payah, dan kelas rendahan dalam soal ini. Apa anda tuan Presiden tidak tahu Vaksin Nusantara itu dikembangkan oleh dokter-dokter di RSPAD Gatot Subroto? Mengapa anda tidak bersuara? Apakah mereka dokter-dokter itu salah? Apakah anda tidak mampu untuk menyalahkan mereka? Atau sebaliknya mendukung mereka? Mengapa anda tuan Presiden membiarkan mereka sendiri untuk berjibaku menghadapi sanggahan sebagian masyarakat? Apakah anda tuan Presiden tidak tahu bahwa kebersilan dan kesucian jiwa mereka justru ikut mengangkat derajat bangsa yang anda pimpin ini? Ada alasan yang cukup untuk mengatakan Vaksin Nusantara, yang prakarsanya datang dari dokter-dokter TNI itu, mendapat otorisasi oleh atasan mereka.. Apa anda tuan Presiden sengaja membiarkan atau memojokan TNI atas masalah ini? Kalau begitu sikap anda, mengapa anda Tuan Presiden tidak memerintahkan Kapolri Sigit, yang pernah jadi ajudan anda itu memeriksa para dokter itu? Anda tuan Presiden dapat menggunakan alasan bahwa dokter-dokter itu mengembangkan obat illegal? Sehingga ada cukup alasan Polisi, melalui Bareskrim Polri meminta tanggung jawab pidana kepada mereka? Kalau tidak memiliki keberanian itu, sebaiknya anda segera mengeluarkan pernyataan jelas dan tegas bahwa anda sepenuhnya berada dibelakang dokter-dokter TNI itu. Jangan biarkan mereka dokter-dokter TNI sendirian saat bernafar saja memikirkan nasib rakyat yang menjadi ibu kandungnya. Bergandengan tangan dengan mereka. Berjalanlah bersama-sama dengan dokter-dokter TNI itu melanjutkan Vaksin Nusantara. Insya Allaah bisa memghemat devisa negara U$ 3,5 milir dollar hanya untuk mengekspor Vaksin Sinovac Cina senilai Rp. 50 trilun dari APBN. Caranya sederhana saja tuan Presiden. Datangi itu RSPAD Gatot Subroto, dan minta agar dokter-dokter TNI itu mengambil sampel darah anda untuk kelanjutan proses penuntasan vakasin ini. Anda tidak boleh plin-plan dalam soal ini. Itu saja yang harus anda lakukan bila anda benar-benar jujur soal mencintai produk-produk Indonesia dan kemajuan bangsa Indonesia. (selesai).

Larangan Mudik dan Logika yang Jungkir Balik

LARANGAN umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman sudah final. Umat Islam dilarang pulang kampung pada periode 6-17 Mei 2021. Ini pelarangan kedua kalinya menimpa umat Islam setelah tahun lalu terjadi hal yang sama. Impian menyambut Hari Kemenangan bersama keluarga tercinta harus sirna. Mudik, sebuah budaya silaturahmi tahunan yang dilakukan secara massal. Ritual ini begitu menyenangkan bagi umat Islam khususnya para perantau yang puluhan tahun merindukan kampung halaman. Momen pertemuan keluarga yang lama tak bersua, terjadi sangat mengharukan, tak bisa ditukar dengan apa pun. Oleh karena itu, besarnya biaya, lamanya perjalanan dan betapa sulitnya aktivitas mudik, tetap mereka tempuh dengan sabar. Bagi sebagian muslim, mudik bahkan merupakan keharusan karena mereka tidak bisa pulang kampung setiap saat sebagaimana orang lain. Sungguh tega, jika mudik pun dilarang. Pelarangan ini juga menunjukkan ketidakadilan pemerintah bagi pemeluk Islam. Libur panjang Hari Raya Paskah bulan lalu nyatanya tidak ada larangan, demikin juga mudik untuk Hari Raya Galungam dan Kuningan, semua berjalan lancar tanpa larangan. Apa sesungguhnya yang ditakuti pemerinitah dari aktivitas mudik? Lihatlah pemudik lokal yang terjadi setiap hari di KRL Jabodetabek. Mereka berdesak-desakan setiap hari. Toh tidak ada kluster corona di KRL. Jika dibandingkan dengan aktivitas keseharian, jumlah pemudik Lebaran lebih sedikit ketimbang lalu lalang KRL setiap hari. Data PT KAI Commuter mencatat jumlah penumpang KRL Jabodetabek mencapai 1 juta penumpang setiap hari. Sejak musim pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ketat di Jakarta, turun menjadi 400 ribu orang per hari. Sementara pergerakan aktivitas mudik hanya berkisar 2 jutaan. Pada masa liburan lebaran 15 hari, nanti bakal ada 7 juta pergerakan manusia melalui KRL. Belum lagi yang lewat motor, mobil, dan angkutan umum lainnya. Pemerintah membolehkan mudik sebelum tanggal 6 Mei dan setelah tanggal 17 Mei 2021. Tetapi apa bedanya mudik sebelum tanggal 6 Mei 2021 dengan mudik pada kurun 6-17 Mei 2021. Apakah pemerintah bisa mendeteksi virus akan bergerak pada kurun itu? Bukankah orang mudik, mereka menyebar ke kampung halaman masing-masing hingga ke pelosok desa yang minim kerumunan? Menjadi pertanyaan, apakah yang dilarang itu kerumunan di jalan raya atau kerumunan di desa-desa, di masjid dan surau? Bukankah pada Hari Raya Idul Fitri, baik yang mudik sebelum atau sesudah tanggal 6 Mei 2021 akan berkumpul di waktu yang sama, yakni 13 Mei 2021 saat Idul Fitri? Umat Islam sungguh terteror dengan kebijakam pemerintah yang tidak adil dan tidak logis ini. Maka tak heran jika KH. Múh. Najih Maimoen dari Rembang dan Habib Abu Bakar Assegaf dari Pasuruan mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi agar mencabut larangan mudik dan menegur Menteri Agama yang pernyataannya selalu konbtroversial. Pengusaha transportasi juga menjerit atas kebijakan larangan mudik. Pengusaha bus antarkota antarprovinsi (AKAP) meminta agar kebijakan tersebut bisa dicabut. Larangan mudik hanya bagian kecil dari sikap tak adil pemerintah terhadap Islam. Tiga rentetan kejadian di Kemendikbud dalam satu bulan ini, patut diduga direncanakan dengan matang. Penghapusan agama dari peta jalan pendidikan nasional, penghapusan Pancasila dan Bahasa Indonesia di kurikulum perguruan tinggi dan hilangnya nama KH Hasyim Asy’ar dalam Kamus Sejarah Indonesia menunjukkan upaya penenggelaman Islam dari NKRI makin massif dan radikal. Pemerintah melindungi penghina Islam tetapi malah memenjarakan pembela Islam. Terlalu banyak contoh untuk diungkapkan. Tetapi yang paling anyar adalah penghinaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh pemuda Cina bernama Jozeph Paul Zhang. Paul mengaku nabi ke-26 dan dengan arogan menantang siapa pun untuk menangkapnya. Videonya telah viral di semua platform media sosial. Di saat yang sama, ikon pembela Islam, Habib Rizieq Shihab masih dikurung di penjara untuk kasus yang tak ada hubungan dengan perjuangan Islam, yang kelak bisa ditebak akan disangkutpautkan dengan perjuangan Islam. Urusan pasal sangkaan urusan mudah. Kurung dulu, cari pasal kemudian. Sebagai pemegang saham mayoritas berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tak selayaknya Islam diperlakukan demikian jahat. Hanya sedikit umat Islam yang daya sadar dan nalarnya berfungsi dengan baik. Mayoritas umat Islam, tidak tahu, apatis, atau cari selamat. Para pembenci Islam semakin berani dan terang-terangan melecehkan Islam seiring dengan sikap pemerintah yang terkesan lemah menghadapi minoritas radikal itu. Terbaca dengan jelas bagaimana pemerintah menampakkan keberpihakannya pada kelompok yang ingin mengobok-obok Islam. Dimulai dari bebasnya buzzer melecehkan Islam, upaya penghapusan pelajaran agama di sekolah, upaya mengganti Ketuhanan Yang Mahaesa dengan Ketuhanan Yang Bekebudayaan, upaya mengganti Assamualaikum dengan Salam Pancasila, memilah-milah penganut Islam di BUMN dan ASN, serta selalu mengaitkan terorisme dengan Islam. Di kalangan anak muda sekarang banyak yang suka berteori bahwa Islam tidak perlu dibela. Doktrin ini menunjukkan suksesnya kaum pembenci Islam menjauhkan anak muda dari agamanya. Ini bukti pendangkalan akidah telah suskes menyerang generasi penerus bangsa. Pemerintah yang seharusnya bertanggungjawab dan ikut menjaga akhlak generasi muda, terkesan abai dan melakukan pembiaran. Pemerintah membiarkan Menteri Agama berakrobat menyentil isu isu sensitif Islam. Menteri Agama bukan berada di pihak yang netral dalam menjalankan tugas, tetapi justru menjadi pembela utama minoritas. Demikian juga dengan Mendikbud Nadiem Makarim yang sejak awal ditunjuknya telah menimbulkan polemik, terus saja melakukan uji coba untuk menjauhkan Islam dari pendidikan nasional. Dalam waktu yang hampir bersamaan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyebut PKB mempunyai kesamaan dengan Partai Komunis China. Hal ini Cak Imin sampaikan saat menerima kunjungan Dubes Cina untuk Indonesia Xiao Qian di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat Senin (19/04/2021). Umat Islam diserang dan digencet dari segala arah. Dari medsos, dari internal pemerintah, dari partai politik, dan dari buzzer. Serangan mereka lakukan dengan pola yang hampir sama, terstruktur, masif dan radikal. Di luar mereka, hanya sedikit yang berani melawan, sebab yang berani protes langsung dicap anti-NKRI, kadrun dan pejuang khilafah. Akhirnya yang tersisa manusia-manusia munafik, apatis, dan cari selamat di dunia. Situasi ini dimanfaatkan komunis untuk menguasainya.

Vaksin Nusantara, TNI Itu Bernafas Saja Mikirin Rakyat (Bagian-1)

Semua lembaga negara boleh saja lumpuh dan tidak berfungsi karena sutau sebab yang tidak diduga. Mungkin Presiden Lumpuh. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan daerah (DPD) juga lumpuh. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) lumpuh. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polisi mungkin ikut-ikutan lumpuh. Namun kita masih bisa tetap berdiri sebagai bangsa dan negara bila mempunyai TNI yang kuat sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara pembanguan. Karena semua fungsi-fungsi negara tersebut bisa dikerjakan oleh TNI. PRESIDEN boleh saja berganti setiap saat. Bisa karena berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden. Namun bisa juga karena satu dan lain hal diberhentikan dari Presiden atas perintah konstitusi. Namun tugas peran TNI dalam mengawal tujuan bernegara tidak pernah berakhir. Sebagai anak kandung rakyat, TNI akan selalu bersama-sama dengan rakyat dalam keadaan dan siatusi apapun. Baik diminta maupun tidak. Sebagai tentara pejuang dan tentara pembangunan, TNI tidak akan rela membiarkan rakyat berlama-lama dalam penderitaan dan kesengsaraan yang tak berkesudahan. Semangat dan spririt mencintau rakyat itulah yang mendorong para dokter dari perwira menengah TNI, terutama TNI Angkatan Darat menemukan Vaksin Nusantara. Tujuannya hanya satu, “untuk meringkan beban negara dan mengakhiri penderitaan rakyat mengahadapi pandemi Civid-19. Tidak lain selain itu. Vaksin Nusantara, yang proses penemuan dan penggunaannya datang dari dokter-diokter kalangan TNI, terutama Angkatan Darat, kini ramai diperbincangkan orang. Sebagian kalangan tanpa reserve mendukung kelanjutan proses penyelesaian dan penggunaan vaksin ini. Kalangan ini datang dari prajurit-prajurit TNI, yang telah purna tugas. Mereka cukup rasional dalam soal ini. Rasional, karena untuk alasan apapun, penemuan vaksin ini, mewakili satu aspek fundamental bangsa ini. Apa aspek itu? Aspek itu ialah bangsa ini memiliki orang-orang berotak dan kreatif. Temuan ini juga menandai bangsa ini tidak ingin terus-terusan menjadi bangsa “pembebek” dalam urusan “membebek” pada semua temuan, yang datang dari asing, terutama Cina. Sejarah mencatat kemajuan bangsa-bangsa di dunia, khusus Eropa jelas dalam soal ini. Semua aspek bangsa mereka tunjukan dengan sangat jelas. Kemajuan itu milik atau kerjanya orang-orang berotak. Mereka dengan otaknya memiliki keberanian mengambil tindakan berbeda, disaat banyak orang yang membebek pada status quo atau tradisi konyol dan konyol. Orang-orang berotak ini, dengan otak dan keberaniannya seolah menegaskan kalau kemajuan hanya datang menyapa sebuah bangsa, bila ada orang yang berpikir diluar pakem konyol. Secara terbuka menantang pakem konyol itu. Kamajuan bukan milik mereka yang jago membebek dengan segala argumentasi tradisional dan konyolnya itu. Sama sekali bukan. Tinggalkan mental “kuli” itulah kalimat lain yang seolah keluar dari mulut mereka yang memiliki otak. Sebab dengan otaknya dan keberaniannya menemukan peluang mendatangkan kemajuan. Mereka tahu mental kuli adalah mental orang-orang rendah diri, yang terlalu jago memuja teradisi-tradisi konyol. Mental mengejar keuntungan sesaat dari rente impor Vanksin Sinovac Rp 50 triliun dari Anggapan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Itu sebabnya, tidak ada alasan sekecil apapun untuk menghambat pengembangan Vaksin Nusantara ini. Apalagi sampai menghentikan kelanjutan proses penyelesaian dan penggunaannya. Ini bukan perkara yang berkaitan dengan idiologis. Perkaranya jauh lebih besar dari itu. Perkaranya adalah bangsa ini bukan bangsa “pembebek”. Kita bukan juga bangsa yang hanya jago untuk menggunakan vaksin karya orang dan negara lain. Vanksin Sinovac buatan orang-orang Cina misalnya, sampai sekarang tidak diakui dan direkomendasi oleh organisasi kesehatan dunia, World Health Orgasation (WHO) untuk digunanakan oleh rakyat Indonesia. Itu penting lebih dari apapun dalam percaturan global. Anehnya sumua protokol kesehatan yang diterapkan di Indonesia hari ini menggunakan standar dari WHO. Isolasi mandiri maupun non mandiri selama 14 hari berdasarkan stadar WHO. Mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak, atas anjuran WHO. Cara dan penanganan terhadap yang meninggal dunia karena positif Covid-19 juga menggunakan stadar dari WHO. Pertanyaannya, mengapa Indonesia dalam penggunakan vaksinnya bukan bedasarkan otorisasi WHO? Ini kan benar-benar bin ajaib. Kalau tidak menggunakan stadar dari WHO, mengapa bukan Vaksin Nusantara yang perlu untuk dikembangkan atau digunakan di Indonesia? Toh, sama-sama belum dapat rekomendasi dari WHO ini. Yang sudah pasti, akibat sikap WHO yang tidak memberikan otorirasi kepada Vaksin Sinavac buatan orang-orang dari negara Cina itu, umat Islam Indonesia menjadi korbannya. Terkena dampak sistemiknya Vaksin Sinovac. Jamaah umroh dari Indonesia ditolak masuk ke kota suci Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah oleh pemerintah Saudi Arabai. Besar kemungkinan jemaah haji Indonesia tahun 2021 akan mengalami nasib yang sama. Bekaitan dengan pengembangan Vaksin Nusantara itu, kita harus memberi apresiasi. Berdiri bersama-sama, bahu-membahu secara politik dengan para dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto atas kreasi megagumkan ini. Kita senang, karena orang-orang waras sekelas Pak Gatot Nurmantyo, Aburizal Bakri, Siti Fadilah Sufari, Ahmad Sufmi Dasco, Melki Lakalena, Adian Napitupulu dan lainnya secara terbuka memberi dukungan atas sukesnya Vaksin Nusantara ini. Menariknya disaat yang sama sejumlah kalangan justru terlihat skeptik terhadap Vaksin Nusantara ini. Mereka adalah Mustofa Bisri, Abdillah Toha, Ade Armando, Ainun Najib, Ahmad Syafi'i Maarif, Akmal Taher, Anita Wahid, mantan Wapres RI Boediono, Butet Kertaradjasa, Djoko Susilo, Erry Riana Hadjapamekas, Saparinah Sadli, Natalia Subagyo, Kuntoro Mangkusubroto, Ismid Hadad, Marsilam Simanjuntak, Jajang C. Noer, dan lainnya, terlihat skeptik. Dalam pernyataan terbuka yang tersebar beberapa hari lalu, mereka menyatakan bahwa setiap penelitian vaksin perlu diputuskan oleh lembaga yang memiliki otoritas. Penelitian perlu diputuskan oleh lembaga negara yang memiliki otoritas, yakni Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Bagaimana kita merespon sikap kalangan skeptis ini? Kita harus bersikap sejelas mungkin terhadap masalah ini. Itu karena orang bodoh, dungu dan tolol juga tahu, kalau tidak ada obat bisa beredar di Indonesia tanpa otorisasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Kalau toh ada yang beredar tanpa otorisasi BPOM, itu disebut illegal. Jelas itu. Seharusnya sikap yang dipublikasikan Erik Riana Hardja Pamekas dan kawan-kawan adalah mendesak BPOM untuk terjun ke RSPAD. kut bersama-sama, berdiri bersama-sama, bekerja bersama-sama dengan dokter-dokter TNI Angkatan Darat yang mengambil prakarsa penelitian dan pengembangan Vaksin Nusantara itu. Bukan sikap sebaliknya yang telah diperlihatkan itu. Kampungan dan picik bangat sih. Apakah BPOM, Eri Riana Hardja Pamekas dan kawan-kawan tahu bagaimana proses penelitian dan pengembangan Vaksin Sinovak buatan orang-orang Cina itu? Apa Eri Riana Hardja Pamekas, Syafi Ma’rif dan kawan-kawan tahu bahan apa saja yang dipakai, dan bagaimana proses Vaksin Sinovak itu sampai bisa diekspor ke Indonesia? (bersambung).

Mewaspadai Penarikan Modal Asing

PEKAN lalu, dalam periode 12 sampai 15 April, tercatat aliran modal asing keluar dari Indonesia tercatat Rp 710 miliar. Dengan angka itu, total aliran modal asing yang minggat dari pasar keuangan Indonesia semakin besar. Sebab, angka sebelumnya sudah mencapai Rp 5,89 triliun (angka Januari sampai awal Maret). Angka ini tidak mengkhawatirkan jika aliran modal masuk juga terus meningkat. Angka aliran modal asing yang hengkang dari pasar uang Indonesia itu cukup banyak, di tengah gonjang-ganjing pergantian sejumlah menteri pada Kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. "Nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp 0,71 triliun," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 16 April 2021. Kita tidak tahu persis kenapa terjadi alira modal asing keluar dari Indonesia. Apakah itu semata-mata nonresiden, atau karena faktor lain, yaitu ketidakpastian ekonomi, kegaduhan kabinet, kegaduhan politik atau bahkan faktor keamanan dalam negeri. Angka Rp 710 miliar bukan kecil dalam kondisi sekarang. Jika dipukul rata selama 4 hari (12 sampai 15 April 2021) Rp 177,5 miliar. Jika penuh lima hari kerja (Senin 12 sampai Jum'at 16 April) berarti rata-rata Rp 142 miliar per hari. Pertanyaannya, apakah aliran modal asing berkaitan dengan isu pergantian (reshuffle) kabinet? Apakah kepercayaan terhadap pasar turun karena kondisi perekonomian yang.masih penuh ketidakpastian. Membaca prilaku pelaku pasar sulit dilakukan. Tidak ada ukuran yang pasti, kapan investor jor-joran masuk, dan kapan ramai-ramai keluar. Kita juga tidak tahu, apakah aliran modal asing keluar dari Indonesia itu juga diikuti pelarian modal dalam negeri yang biasanya dilakukan pengusaha 'hitam.' Sebab, hampir dipastikan banyak pengusaha dalam negeri yang ingin aman, dananya.tidak.diutak-atik. Sebab, jika ditarik dan dimainkan dalam.bentuk dolar.AS.atau bentuk lainnya tentu lebih menguntungkan. Pasar uang dan pasar modal adalah mirip-mirip permainan judi. Spekulasi lebih besar dibandingkan kalkulasi. Para pemainnya mengharapkan keuntungan yang melimpah dalam seketika. Bahkan, para pemain di pasar uang utamanya, lebih cenderung seperti mafia yang harus mengandalkan spekulasi pasar. Pelaku pasar uang dan padar modal adalah para pemilik dana yang setiap waktu bisa ditarik dan dipindahkan sesuka mereka. Pemerintah diharapkan mewaspadai penarikan modal.asing, baik di pasar uang maupun pasar modal. Sebab, jika tiba-tiba mereka menarik modal dan uangnya dalam jumlah besar sehari, hal itu bisa mengguncang perekonomian. Ibrat nasabah bank tiba-tiba menarik dana tabungannya di bank, tentu sangat berbahaya. Rush pada sebuah bank misalnya, bisa membuat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan turun. Kembali ke penarikan modal asing yang keluar dari Indonesia, walau baru Rp 710 miliar tetap harus diwaspadai. Jika hal itu terus naik, bisa membuat stabilitas rupiah yang pekan lalu terpuruk, akan turun lagi. Keterpurukan nilai rupiah terhadap dolar AS bisa menguntungkan komoditas ekspor, karena harganya naik. Akan tetapi, di sisi lain akan memberatkan importir. Yang tidak kalah berat lagi adalah semakin memberatkan terhadap utang/pinjaman luar negeri, terutama yang jatuh tempo tahun ini.**

Saat Utang Luar Negeri Sudah Over Borrowing

POSISI utang luar negeri (ULN) Indonesia dinilai telah mengalami over borrowing, kelebihan pasok dibandingkan kemampuan bayar. Itu sebabnya perlu manajemen utang yang lebih hati-hati dan terstruktur. Hal itu paling tidak dengan ancang-ancang Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang akan meminta konsultasi ke Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund--IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Hal senada dikemukakan anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menanggapi rilis Bank Indonesia (BI) tentang posisi utang luar negeri per akhir Februari 2021. BI menyebut, utang luar negeri pada akhir Februari 2021 telah mencapai US$422,6 miliar atau tumbuh 4,0% (yoy). Lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 2,7% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ULN tersebut didorong oleh ULN Pemerintah dan ULN swasta. Meski meningkat, BI masih menilai posisi ULN relatif aman dan terkendali karena sebagian besar didominasi utang berjangka panjang. Benarkah ULN kita masih aman? Paking tidak ada tiga instrumen untuk mengukur utang suatu negara masuk kategori over borrowing atau lower borrowing. Yaitu, pertama, DSR (Debt Service Ratio), rasio pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap penerimaan ekspor dengan batas aman sebesar 20%. Kedua, DER (Debt Export Ratio), rasio total ULN dengan penerimaan ekspor dengan batas aman sebesar 200%. Ketiga, DGDP (Debt to GDP Ratio), rasio antara total ULN terhadap PDB dengan batas aman 40%. Jika mengacu pada data ULN Februari 2021, nilai DGDP ratio Indonesia sebesar 39,7%, sedangkan data mengenai DSR dan DER masing-masing sebesar 27,86% dan 215.4% pada IV-2020. Itu menunjukkan bahwa Indonesia mengalami over borrowing dilihat dari indikator DSR dan DER. Sedangkan dengan indikator DGDP, nilainya hampir melampaui batas aman sehingga diperlukan manajemen utang dengan hati-hati dan terstruktur. Itu yang menjadi alasan mengapa pemerintah melakukan manajemen utan seperti mencari sumber pendanaan yang berbiaya murah, meminimalkan risiko terkait portofolio utang dan mendukung pengembangan pasar. “Kurangi pinjaman valas secara gradual dan terencana, fokus pada pinjaman domestik dengan jatuh tempo jangka menengah dan panjang, dan fokus pada suku bunga tetap untuk pinjaman baru,” saran Kamarussamad. Kamrussamad menyarankan, penerbitan SPN (Treasury bills dengan jatuh tempo 12 bulan) hanya untuk manajemen kas dan tidak untuk menutup defisit atau refinancing utang yang masih ada. “Obligasi internasional hanya diterbitkan untuk membiayai kewajiban dalam valas, memperkuat cadangan devisa, dan menghindari crowding out pasar obligasi domestik,” tambah dia. Anggota DPR itu memahami utang merupakan konsekuensi belanja negara yang ekspansif. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 dimana pemerintah terpaksa harus pengeluaran untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Ia enggan terlibat adu argumen terkait perbandingan besaran utang negara. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana strategi efektif agar ekonomi dapat lekas pulih kembali, bukan malah perang argumentasi yang dapat memicu hambatnya pemulihan ekonomi. Dan yang penting bagaimana kita sebagai negara yang bebas aktif dalam pergaulan internasional, tapi mandiri secara ekonomi dan berkarakted dalam budaya. Sudah saatnya mengembalikan kewibawaan NKRI lewat pengelolaan utang yang bertanggung jawab. Tabik!

Ibarat Menghadapi Orang Gila Yang Menghunus Golok

KEKUASAAN yang cenderung dilaksanakan secara otoriter dan serba “error” sekarang ini, membuat rakyat tercekam tapi tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada ruang untuk memprotes apalagi melawan. Apa saja yang dilakukan oleh para penguasa, terpaksa harus diterima. Situasi yang berlangsung mirip dengan drama penyanderaan yang dilakukan gerombolan orang yang tak waras. Orang-orang gila. Seramnya, kepada gerombolan itu telah diserahkan semua senjata yang tadinya dipegang oleh rakyat yang kini menjadi sandera. Mereka gila tapi memegang senjata lengkap dan siap digunakan. Salah bergerak, banyak korban nyawa. Berteriak sedikit, senapan mesin para penyandera akan memuntahkan ribuan peluru. Ada yang coba-coba melakukan manuver yang mencurigakan, bakal mati kena granat. Tak ubah seperti orang gila yang memegang golok dan berada di tengah keramaian. Pastilah semua orang senyap. Tak berani memancing perhatian orang gila itu. Semua tiarap. Begitulah sekarang rakyat Indonesia di bawah kekuasaan otoriter yang dikendalikan oleh orang-orang “error”. Bagaikan sedang berlayar di samudera, kapal NV Indonesia bisa hancur dan tenggelam kalau ada yang coba-coba melawan. Pada mulanya rakyat merasa senang karena mereka menyerahkan kendali dan persenjataan kepada orang-orang waras yang kelihatan baik dan akan membela yang lemah. Ternyata, rakyat tertipu. Para penguasa adalah orang-orang yang pandai bersandiwara ketika ingin mendapatkan mandat dan senjata lengkap. Malangnya nasib, para penguasa bukannya bertindak melindungi dan menyenangkan rakyat. Mereka sebaliknya menodongkan senjata kepada rakyat dan membebani rakyat dengan segala macam kecerobohan. Para penguasa juga berlaku semena-mena. Sewenang-wenang. Untuk saat ini, rakyat tidak punya pilihan lain. Mereka harus sangat berhati-hati menghadapi para penguasa yang setiap waktu mengacungkan senjata. Salah langkah bisa berujung tragis atau mendekam di penjara. Sejak awal, rakyat percaya orang-orang ini akan bertindak untuk melindungi dan menjaga keselamatan mereka dan hak milik mereka. Rakyat juga yakin orang-orang yang diberi sejata lengkap itu akan mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan. Semua itu tak terjadi. Janji menjaga rakyat berubah menjadi persekusi. Janji perlindungan jiwa dan hak milik, berubah menjadi pengejaran dan prosekusi. Para penyandera sibuk merampok dan menumpuk kekayaan di atas kapal NV Indonesia. Sebagian besar awak kapal mencari kesempatan dalam kesempitan. Sementara para penyandera sibuk berpesta pora dan menyantap yang enak-enak, para awak kapal yang jahat ikut hura-hura. Kini, para penumpang kapal harus rela menjalani kesewenangan para penyandera. Mereka tetap memilih hidup meskipun di bawah todongan senjat. Para penyamun yang berasal dari rakyat kini semakin mengganas. Rakyat hanya bisa menunggu para penyandera mabuk setelah pesta. Menunggu mereka lelah dan tertidur. Barangkali saja senjata dapat direbut kembali. Dan pada waktu itu nanti para penyandera bisa dilumpuhkan. Namun, sejauh ini belum lagi terlihat tanda-tanda ke arah itu. Para penyandera masih sangat kuat. Mungkin karena dibantu oleh orang-orang yang sudah malang-melintang di dunia rampok-merampok. Tidak ada pilihan lain. Rakyat harus terus bersabar. Bersabar sampai, barangkali, muncul seseorang yang sangat kuat dan memiliki kapasitas untuk menekuk gerombolan orang gila yang terlanjur menguasai senjata lengkap itu.

Industri Otomotif Bangkit. Mimpi Siang Bolong Presiden Jokowi

PRESIDEN Jokowi menyampaikan kabar mengejutkan. Industri otomotif Indonesia sudah bangkit kembali. “Saya dapat laporan dari Menteri Perindustrian, ada kenaikan untuk purchase order-nya 190 persen. Artinya harus inden. Artinya yang memproduksi ini kewalahan, artinya lagi, industri otomotif sudah bangkit kembali,” kata Jokowi, dalam pembukaan Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis 15 April 2021. Bagi yang belum kenal, dan hafal dengan retorika Presiden Jokowi, apa yang disampaikan merupakan kabar yang sangat baik dan menggembirakan. Namun meminjam olok-olok yang sering digunakan oleh netizen, “sayangnya kabar baik itu yang menyampaikan Jokowi.” Begitulah public distrust yang sudah sangat meluas di kalangan masyarakat. Apapun yang disampaikan oleh pemerintah, khususnya Presiden, publik telanjur apriori. Tidak mempercayainya. Agar tak terjebak dalam sikap apriori. Sikap buruk sangka terhadap Jokowi, mari kita cek datanya. Benarkah dengan kenaikan pemesanan naik 190 persen, berarti industri otomotif sudah bangkit kembali? Berdasarkan data yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) penjualan mobil tahun 2020 merosot sangat tajam. Pada 2020, total volume wholesales anjlok 48,3 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan ritel minus 44,5 persen. Distribusi mobil baru dari pabrik ke diler (wholesales) selama periode tersebut hanya mencapai 532.027 unit. Sementara dari sisi ritel, capaiannya terhenti di angka 578.327 unit. Titik terendah pada kuartal II/2020 atau April-Juni. Saat itu, pasar otomotif nasional hanya tersisa sekitar 10 persen dari keadaan normal Trend penurunan itu terus berlanjut pada awal tahun 2021. Gaikindo mencatat penjualan wholesales Januari 2021 berjumlah 52.910 unit. Angka itu turun 8,7 persen dibanding Desember 2020. Sementara dibandingkan Januari 2020 penurunan mencapai 52 persen. Untuk penjualan retail, penurunan lebih dalam. Penjualan Januari 2021 turun 28 persen dibanding Desember 2020. Sementara dibanding angka Januari 2020, penurunan retail mencapai 50,1 persen. Pada bulan Februari 2020 angkanya kembali turun, 15 persen dari penjualan bulan Januari. Angka penjualan mana yang digunakan oleh Jokowi sebagai pembanding. Tahun 2020, atau 2021? Kalau menggunakan angka tahun 2020, ada penurunan hampir 50 persen dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum Covid. Sementara angka penjualan pada bulan Januari dan Februari turun di atas 50 persen dibandingkan tahun 2020. Atau angka penjualan bulan April-Juni 2020? Saat angka penjualan tinggal 10 persen? Pak Jokowi barangkali lupa. Atau jangan-jangan tidak tahu menahu, mulai bulan Maret 2021 pemerintah secara mengejutkan memberikan stimulus gila-gilaan untuk industri otomotif. Untuk pembelian mobil baru di bawah 1.500 CC diberi insentif PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) sampai 100 persen. Pembebasan pajak sampai 100 persen berlaku selama tiga bulan. Kemudian secara bertahap turun 50 dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya. Insentif pajak itu diajukan oleh Menteri Perindustrian. Namun pada bulan Oktober 2020 ditolak Menkeu Sri Mulyani. Alasannya akan memberatkan ekonomi, karena berdampak terhadap penurunan pendapatan negara. Sri Mulyani kala itu lebih memilih memberi stimulus fiskal yang bisa dinikmati oleh semua golongan. Bukan hanya industri otomotif. Namun tiba-tiba pada bulan Februari 2021 pemerintah memutuskan memberi insentif pajak untuk industri otomotif. Tidak hanya berhenti sampai disitu. Pada bulan Maret pemerintah memperluas insentif PPnBM. Jika semula hanya berlaku untuk kendaraan di bawah 1.500 cc 4X2, termasuk sedan dengan kandungan lokal 70 persen. Sekarang diperluas dengan kendaraan di bawah 2.500 cc 4X4 dengan kandungan lokal 60 persen. Dengan fakta ini sudah bisa diduga penjualan mobil baru pasti sangat menggiurkan. Pembeli bela-belain membobol tabungan, mumpung ada obral pajak besar-besaran. Apakah eforia pembelian mobil itu akan terus berlanjut ketika insentif dicabut? Tidak usah menunggu sampai habis masa pemberian insentif. Setelah insentif turun menjadi 50, apalagi 25 persen, dipastikan penjualan akan anjlok kembali. Tidak perlu kaget bila kebijakan pemerintah akan kembali berubah. Insentif PPnBM 100 persen diberikan sepanjang tahun. Demi mendongkrak penjualan otomotif. Jadi sesungguhnya klaim Jokowi bahwa industri otomotif telah bangkit kembali, bisa dipastikan adalah MIMPI DI SIANG BOLONG. Yang terjadi justu pendapatan negara kian tergerus, karena membeli stimulus industri otomotif. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,99 triliun untuk penghapusan PPnBM mobil baru. Kebijakan insentif PPnBM mobil baru ini sekali lagi menunjukkan, betapa pemerintah sangat berpihak pada korporasi, termasuk korporasi multinasional. Dengan membeli mobil baru, maka sebenarnya dana tabungan masyarakat tersedot dan terbang ke pabrikan mobil asing. Sementara rakyat kembali coba dininabobokkan bahwa industri otomotif nasional sudah kembali bangkit. Mohon maaf Pak Jokowi. Kami sudah hafal dengan retorika semu semacam itu. Kami tak akan terlena. End

Ada “Malin Kundang” di Tlatah Pakuan

TIDAK ada satu manusia di belahan dunia mana pun yang diperlakukan sekasar Habib Rizieq Shihab (HRS). Ia terus dikuntit rezim untuk menyerah dan mengalah atas pelanggaran ringan protokol kesehatan Covid-19. Siapa pun yang menyimak persidangan HRS dalam kasus tes swab di RS Ummi Bogor, membuat dada tiba-tiba tersesak. Sidang pelanggaran prokes yang auranya mirip dengan sidang kasus terorisme itu menghadirkan saksi Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Sidang yang cukup melelahkan itu mendalami keterangan saksi yang berubah-ubah. Saksi yang awalnya mau mencabut laporan kepolisian tiba-tiba batal, lantaran, kata Bima ada perintah dari Kapolda Jawa Barat untuk tetap memproses kasus ecek-ecek tersebut. Oleh karena itu, HRS menyebut Bima Arya pembohong. HRS tentu saja kecewa terhadap sikap Bima Arya yang tidak konsisten, apalagi sebelumnya hubungan Bima-HRS cukup harmonis. Di persidangan ini terbongkar sisi lain Bima Arya. Alih-alih mau menjadi saksi memberatkan bagi HRS, yang terjadi justru masa lalu Bima saat mencalonkan diri menjadi wali kota juga terbongkar. Tahun 2013 Bima Arya bukan siapa-siapa. Ia hanya pengamat politik dari lembaga riset Charta Politika. Atas desakan teman-teman dekatnya ia didapuk untuk coba-coba ikut Pilkada Kota Bogor. Ketika itu tingkat popularitas Bima cuma 8 persen, jauh di bawah angka petahana. Maka strategi disusun, pencitraan dikemas, dan pasukan buzzer dikerahkan. Tema pun dikumandangkan, BIMA (Bageur, Pinter, Idaman, Sadaya). Atas saran teman-teman Bima yang memang ahli komunikasi, calon wali kota yang tampak polos itu patuh dan mengikuti kemauan konsultan politiknya. Bima disetting seperti Jokowi saat mau jadi presiden. Pada kumpulan ibu-ibu majelis taklim ia memerankan orang yang hormat dan takzim kepada perempuan. Di kalangan pedagang kaki lima ia tampil sebagai rakyat bawah dengan makan bubur ayam di emper toko. Di kalangan seniman ia juga dipaksa lincah ngibing ala Sunda. Memakai sandal jepit adalah salah satu ritual yang Bima tunaikan. Upaya merebut hati masyarakat Kota Bogor mulai menampakkan hasil. Dua bulan kampanye, survei menunjukkan popularitas dia semakin naik menjadi 15 persen. Akan tetapi, kenaikan ini belum mampu mengalahkan rivalnya yang cukup kuat. Bima kemudian diarahkan untuk mendekati ulama. Maka adegan berikutnya pun ia lakukan dengan penuh semangat dan total. Ia berkunjung ke ulama- ulama sepuh di Kota Bogor. Tak lupa pakai kopiah hitam dan adegan cium tangan pun diviralkan. Belakangan diketahui ulama-ulama yang diminta Bima Arya untuk mendukungnya adalah guru Habib Rizieq Shihab. Ini terungkap saat Bima menjadi saki bagi HRS di PN Jakarta Timur, Rabu (14/04/2021). Habib menyinggung soal restunya kepada Bima Arya saat ingin menjadi Wali Kota Bogor, pada awal 2014. Habib Rizieq mempertegas peran dirinya dalam mendukung Bima Arya menjadi Wali Kota Bogor. Habib Rizieq tahu bahwa Habib Mahdi Assegaf sangat dekat dengan Bima bahkan menjadi pendukung utama Bima. Ketika itu Habib Rizieq sebagai guru, merestuinya. Selain Habib Mahdi Assegaf, Habib Rizieq juga menyinggung bahwa Bima dekat dengan ulama Muhammad Husni Thamrin. "Itu juga pendukung Anda luar biasa. Habib Tham itu orang tua saya. Kalau Anda dekati Habib Tham, (kemudian) Habib Tham suruh saya temui Anda, jangankan saya lagi sehat, lagi sakit pun saya akan datang ke kantor Anda," kata Habib Rizieq. Singkatnya, atas dukungan ulama dan habiblah, Bima Arya Sugiarto akhirnya menjadi Wali Kota Bogor pada 2014. Namun, ibarat cerita Malin Kundang di Sumatera Barat, ada anak durhaka kepada orang tuanya yang kemudian dikutuk menjadi batu. Ini terjadi Bumi Pakuan, tepatnya di Kota Bogor. Orang yang telah berjasa mendukung menjadi wali kota, malah dijebloskan ke penjara. Dimasukkannya HRS ke penjara salah satunya karena ada laporan kepolisian yang dibuat oleh sang wali kota dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan covid-19 di wilayah Bogor. Habib mempertanyakan mengapa Bima tak menggunakan cara-cara kekeluargaan ketika menyelesaikan persoalan tes swab di RS Ummi Kota Bogor. Ia menyayangkan Bima yang langsung melaporkan polemik tersebut ke pihak berwajib. Padahal, hubungan HRS – Bima selama ini begitu baik. Bima tak hanya menyakiti Habib Rizieq Shihab. Teman-teman dekatnya yang dulu all out mendukungnya pun banyak yang kecewa. Belum genap satu tahun memimpin Bogor, ia terlibat korupsi lahan di Pasar Jambu Dua. Empat orang sudah dipenjara, tetapi dia selamat, padahal namanya sudah disebut dalam dakwaan jaksa sebagai orang yang melakukan (pleger). Kasus lain adalah soal pembangunan Hotel Ammarrossa yang menyalahi tata ruang. Di bawah kepemimpinannya, kemiskinan meningkat, dan kemacetan yang tak pernah terurai. Kota Bogor hanya terkesan indah di seputar Istana Kepresiden dan Kebun Raya. Bima dianggap kacang lupa kulitnya. Bima memang pernah menyesal atas dijebloskannya HRS dan menantunya, Habib Hanif ke penjara. “Saya sesalkan kenapa bisa menyeret nama Habib Rizieq Shihab dan Habib Hanif. Padahal, yang dilaporkan adalah RS UMMI Bogor,” ujar Bima Arya seperti yang disampaikan oleh Penasihat Hukum HRS, Aziz Yanuar. Tapi, apakah penyesalan itu ada manfaatnya? HRS hanya minta Bima menggunakan hati nuraninya dalam memimpin kota Bogor. Tes Swab di RS Ummi Bogor adalah kasus hukum dagelan karena ada ribuan orang di belahan republik ini yang tak melakukan tes swab. HRS juga menyesalkan sikap Bima yang tak berdaya mencabut laporan polisi, padahal diperbolehkan secara hukum. Ini membuat HRS sangat terpukul. Yang lebih menyebalkan lagi, tidak ada jejak penularan Corona pasca HRS dirawat di rumah sakit tersebut. Jadi, kalau dikatakan Bima berkewajiban memutus mata rantai Covid-19, rantai mana yang akan diputus? Pengadilan ini adalah contoh nyata ketidakadilan. Para penegak hukum seyogyanya menggunakan hati nurani dan moralitas dalam mengadili HRS. Keadilan macam apa yang bakal diraih. Penegakan hukum macam apa yang bakal diperjuangkan. Penghentian penularan Covid-19 macam apa yang hendak disetop. Ingat, apa yang dituduhkan kepada HRS sesungguhnya dilakukan pula oleh orang lain. Bahkan presiden dan para pejabat tinggi lainnya melakukan hal yang sama. Di mana letak equality before the law? Lebih menohok lagi ada biduan muda yang sengaja mengadakan acara pernikahan mewah malah dihadiri tiga pejabat negara yakni presiden, menhan dan Ketua MPR. Toh tidak dipenjara. Oleh karena itu, penegak hukum siuman dan sadarlah. Apakah proses persidangan HRS ini semata-mata untuk menegakkan hukum dan mencari keadilan atau memenuhi target mengurung HRS hingga tahun 2026 sebagaimana Twitter yang diduga milik Diaz Hendropriyono?