Ibarat Menghadapi Orang Gila Yang Menghunus Golok
KEKUASAAN yang cenderung dilaksanakan secara otoriter dan serba “error” sekarang ini, membuat rakyat tercekam tapi tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada ruang untuk memprotes apalagi melawan. Apa saja yang dilakukan oleh para penguasa, terpaksa harus diterima.
Situasi yang berlangsung mirip dengan drama penyanderaan yang dilakukan gerombolan orang yang tak waras. Orang-orang gila. Seramnya, kepada gerombolan itu telah diserahkan semua senjata yang tadinya dipegang oleh rakyat yang kini menjadi sandera.
Mereka gila tapi memegang senjata lengkap dan siap digunakan. Salah bergerak, banyak korban nyawa. Berteriak sedikit, senapan mesin para penyandera akan memuntahkan ribuan peluru. Ada yang coba-coba melakukan manuver yang mencurigakan, bakal mati kena granat.
Tak ubah seperti orang gila yang memegang golok dan berada di tengah keramaian. Pastilah semua orang senyap. Tak berani memancing perhatian orang gila itu. Semua tiarap.
Begitulah sekarang rakyat Indonesia di bawah kekuasaan otoriter yang dikendalikan oleh orang-orang “error”. Bagaikan sedang berlayar di samudera, kapal NV Indonesia bisa hancur dan tenggelam kalau ada yang coba-coba melawan.
Pada mulanya rakyat merasa senang karena mereka menyerahkan kendali dan persenjataan kepada orang-orang waras yang kelihatan baik dan akan membela yang lemah. Ternyata, rakyat tertipu. Para penguasa adalah orang-orang yang pandai bersandiwara ketika ingin mendapatkan mandat dan senjata lengkap.
Malangnya nasib, para penguasa bukannya bertindak melindungi dan menyenangkan rakyat. Mereka sebaliknya menodongkan senjata kepada rakyat dan membebani rakyat dengan segala macam kecerobohan.
Para penguasa juga berlaku semena-mena. Sewenang-wenang. Untuk saat ini, rakyat tidak punya pilihan lain. Mereka harus sangat berhati-hati menghadapi para penguasa yang setiap waktu mengacungkan senjata. Salah langkah bisa berujung tragis atau mendekam di penjara.
Sejak awal, rakyat percaya orang-orang ini akan bertindak untuk melindungi dan menjaga keselamatan mereka dan hak milik mereka. Rakyat juga yakin orang-orang yang diberi sejata lengkap itu akan mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Semua itu tak terjadi. Janji menjaga rakyat berubah menjadi persekusi. Janji perlindungan jiwa dan hak milik, berubah menjadi pengejaran dan prosekusi. Para penyandera sibuk merampok dan menumpuk kekayaan di atas kapal NV Indonesia. Sebagian besar awak kapal mencari kesempatan dalam kesempitan. Sementara para penyandera sibuk berpesta pora dan menyantap yang enak-enak, para awak kapal yang jahat ikut hura-hura.
Kini, para penumpang kapal harus rela menjalani kesewenangan para penyandera. Mereka tetap memilih hidup meskipun di bawah todongan senjat. Para penyamun yang berasal dari rakyat kini semakin mengganas.
Rakyat hanya bisa menunggu para penyandera mabuk setelah pesta. Menunggu mereka lelah dan tertidur. Barangkali saja senjata dapat direbut kembali. Dan pada waktu itu nanti para penyandera bisa dilumpuhkan.
Namun, sejauh ini belum lagi terlihat tanda-tanda ke arah itu. Para penyandera masih sangat kuat. Mungkin karena dibantu oleh orang-orang yang sudah malang-melintang di dunia rampok-merampok.
Tidak ada pilihan lain. Rakyat harus terus bersabar. Bersabar sampai, barangkali, muncul seseorang yang sangat kuat dan memiliki kapasitas untuk menekuk gerombolan orang gila yang terlanjur menguasai senjata lengkap itu.