INTERNASIONAL
Kalkulasi Trump-Netanyahu, Israel-Hamas Makin Pragmatis
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior PRAGMATISME PM Israel dan Hamas makin membuncah. Begitu juga Presiden Trump, pasca bertemu Raja Abdullah. Tiba-tiba Hamas memodifikasi tawaran \"roadmap\" kesepakatan tahap dua. Dari membebaskan sisa 56 sandera bertahap, menjadi sekaligus. PM Benyamin Netanyahu, pun membalas perubahan Hamas. Duet Kepala intelejen Mossad (David Barnea), dan Shin Bet (Ronen Bar) yang reguler menjadi tim perunding Israel-Hamas. Kini tidak lagi. Diganti. Menunjuk mantan Dubes Israel di Washington (AS) Ron Dermer. Netanyahu sepertinya ingin \"menghapus\" semua \"barrier\" yang terafiliasi dengan kelompok \"Sayap Kanan\" (garis keras). \"Benang merah\"nya, Netanyahu yang didukung Trump. Ingin mengakhiri polemik 16 bulan yang \"mengiris\" perekonomian Israel di berbagai sektor. Kehancuran ekonomi, pariwisata, dan image genosida yang menempatkan Israel ke kasta \"paria\" HAM. Telah menyisihkan Israel ke luar dari pergaulan dunia. Baik oleh musuh, \"kawan\" seperti Spanyol, Norwegia, dan Irlandia ikut menjauh. Adalah pukulan telak terhadap dua pemimpin \"sayap kanan\": Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir, dengan penggantian David Barnea (Direktur Intelejen luar negeri)-Ronen Bar (Direktur Intelejen Dalam Negeri) kepada orang dekat Netanyahu, Ron Dermer. Barnea-Ronen Bar yang sering berselisih dengan Netanyahu, selama ini enggan melanjutkan proses gencatan senjata. Sepertinya, keduanya berada dalam genggaman Bezalel Smotrich-Ittamar Ben-Gvir. Sementara Netanyahu yang tersandera oleh kekuatan \"sayap kanan\" di koalisi pemerintahannya. Juga menghadapi \"pressure\" dari rakyat Israel, yang menginginkan seluruh sandera bisa cepat dibebaskan. Nampak, Netanyahu ingin membingkai ulang dan berhitung. Antara melanjutkan peperangan, yang \"in motion\" tidak mengantarkan pada pemberangusan Hamas. Atau mengikuti \"kurva\" 15 bulan ke belakang, tanpa kemenangan. Korbannya bukan substantif (Hamas). Langkah Raja Abdullah (Yordania), yang mengingatkan Presiden Donald Trump. Tentang \"bahaya laten\" memindahkan 2,2 juta rakyat Palestina. Sepertinya dipahami Trump. Ada tiga aspek yang akan mengubah peta geopolitik AS terhadap Timur Tengah. Bila itu \"dipaksa\" dilakukan Trump. Pertama. Perjanjian perdamaian Israel-Mesir (1978) dan Israel-Yordania (1994) tak akan mungkin bisa dipertahankan dengan \"pressure\" apa pun oleh AS. Bila Mesir tetap bertahan dengan kesepakatan yang ditandatangani pendahulu Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi (baca: Anwar Sadat). Sel-sel \"tidur\" fundamentalis Mesir akan bangkit dan menggerogoti stabilitas Mesir. Buah \"simalakama\", bagi AS-Israel. Bila Mesir menyudahi perjanjian perdamaian 1978, maka arus persenjataan dari perbatasan Gaza akan dengan mudah masuk ke dalam wilayah pendudukan Israel (Gaza & Tepi Barat). Satu hal yang lebih ditakuti AS-Israel, teman dekat AS-Israel di negara Teluk (Gulf) yang berbentuk kesultanan (UAE, Qatar, Bahrain, Oman, Kuwait). Akan mudah runtuh oleh kaum fundamentalis yang teruji. Pengusiran 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir-Yordania. Akan menjelmakan sebagian dari mereka sebagai fundamentalis (alami) yang inklusif. Menyebar ke seantero Timur Tengah, bahkan dunia. Mengganggu sahabat-sahabat AS. Sebagai pengamat, saya yakin. Presiden Donald Trump tak akan meneruskan ucapannya, menjadi realitas. Netanyahu pun juga berhitung, dan terlihat dengan mengganti Ketua Tim perundingnya. Penunjukkan Ron Dermer menggantikan David Barnea-Ronen Bar adalah isyarat. Netanyahu mulai menjaga jarak terhadap gagasan \"cabut gencatan senjata\", dan usir 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir dan Yordania. Ide \"gila\" yang diinginkan \"Sayap Kanan\" Israel ini, bahkan bisa mengubah geopolitik secara ekstreem. Kerugian AS akan lebih banyak. (*).
Kekerasan Verbal Disonansi Israel-Hamas
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior DISONANSI moral \'leader\' dan \"leadership\" perang Gaza, makin runtuh. Tak ada wibawa! Dunia harus bersiap menghadapi kekacauan moral dan kekacauan verbal! Karena rasa takut tak bisa diciptakan. Dengan ancaman dan intimidasi! Kekacauan kawasan Timteng, akan bermula dari Gaza. Kekerasan verbal, seperti: \"menjadikan Gaza sebagai neraka\" (Trump), telah melahirkan psikologi emosional bagi lawan yang diancam. Konsonansi, atau titik seimbang semestinya dihadirkan dari orang yang \"disegani\". Begitu juga resonansi sebagai asosiatif konsonansi, tak bisa diserahkan pada \"leadership\" yang tak punya tolok ukur (benchmarking). Pelajaran empirik. \"Guru kencing berdiri, murid kencing berlari\", telah menjadikan gencatan senjata Gaza, rapuh dan mudah runtuh. \"Membuat Gaza jadi neraka\", mendorong Donald Trump masuk \"terlalu jauh\" dalam arena. Hamas makin yakin, tak ada pilihan. Karena \"bola\" bukan ada di tangan mereka. Bukan pula di tangan Netanyahu. Tapi, ada di tangan Trump. Kepura-puraan untuk mendamaikan semasa Joe Biden. Telah berubah menjadi \"outspoken\", blak-blakan. Tak ada lagi resonansi (titik seimbang) untuk \"menghardik\" pihak-pihak yang bertikai. Agar berhenti berperang dan saling bunuh. Hamas yang tak sedikit pun takut terhadap Donald Trump, berbalik mengingatkan. Tak ada cara lain pembebasan sandera, kecuali melalui negosiasi. Semacam pesan, kekekerasan verbal, tidak laku bagi Hamas. Patuhi persyaratan perjanjian gencatan senjata. Itulah yang gerakan perlawanan Islam (Harakat sl-Muqawama al-Islamiyya/Hamas) ini \"takuti\", bukan Trump. Bukan pula Netanyahu. \"Kami katakan pada seluruh dunia. Tidak ada migrasi kecuali ke Yerusalem.\" Itulah respon berani Hamas terhadap kekerasan verbal Donald Trump. Menyangkut memukimkan rakyat Gaza ke Mesir, Yordania. Ancaman Trump, agar Hamas membebaskan seluruh 70-an sandera Israel. Tidak diperdulikan Hamas. Hamas hanya telah membebaskan tiga sandera (15/2): Sagui Dekel-Chen, Iair Horn, dan Sasha Troufanov. Kini sudah di tangan IDF. Terlalu \'hiperbolik\' untuk memgatakan Hamas telah memenangkan \"psywar\" terhadap Israel, juga Donald Trump. Namun ada yang menarik, pembebasan sandera Palestina oleh Israel kali ini. Israel meng-imitasi, meniru cara Hamas membebaskan rakyat Palestina. Kali ini, ratusan tahanan Palestina telah didandani rapi. Seolah Israel ingin mengatakan. \"Kami manusiawi\". Biasanya tirus, kurus, lusuh, tahanan Palestina dipakaikan kemeja bergambar \"Awal Zaman Daud\". Ber-\'banner\': \"Kami tidak akan melupakan, atau memaafkan\" . Dalam bahasa Arab, seolah Israel ingin mengatakan. \"Hamas kejam\". Kekerasan fisik dan mental, kurang tudur, kelaparan di penjara Israel. Dialami oleh para tahanan Palestina. Dilaporkan oleh Pusat Informasi Israel untuk HAM yang berjudul. \"Selamat datang di neraka\" (2024). Merilis 55 tahanan Palestina yang dibebaskan. Memperlihatkan \"gap\", antara perlakuan Israel dan Hamas terhadap tawanan. Fase ke-6, dari tujuh fase tahap ke-1, telah berjalan baik. Sabtu depan, sebelum memasuki perundingan Tahap ke-2, akan menuntaskan jumlah 33 sandera Israel yang dibebaskan. Bagaimana kelanjutannya. Masih teka-teki. Terlebih bila AS tidak berupaya mendinginkan keadaan. Minggu depan, masih teka-teki. (*)
PEMBEBASAN SANDERA, Jebakan Perdamaian 'ala' Israel
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"BAHASA ancaman tidak memiliki nilai. Hanya memperumit masalah\". (Pejabat Senior Hamas, Sami Abu Zuhri/\"The Guardians\"). Beberapa hari setelah melontarkan \"ancaman\" kepada Hamas. Presiden AS Donald Trump memperbaharui \'komunike\'nya. \"Saya berbicara atas nama saya sendiri. Israel dapat mengesampingkannya. Hamas tahu apa yang saya maksud\". Trump, sepertinya baru \"ngeh\", bahwa dia adalah Presiden sebuah negara demokrasi terbesar di dunia. Hamas nampak tak bisa digertak oleh siapa pun. Statemen organisasi perlawanan yang didirikan, karena faksi Al-Fatah (mewakili rakyat Palestina) terlalu moderat ini. Tidak menanggapi serius Donald Trump. Tidak ada ketakutan! Pembebasan seluruh sandera di pekan ke-enam (besok), yang diminta Donald Trump. Mengacaukan tiga tahapan (fase) perdamaian mediator: Mesir-Qatar-AS yang telah ditandatangani sebelum 19 Pebruari lalu. Israel yang bimbang dengan dua \"rally point\" Trump: mengambilalih Gaza, membebaskan seluruh sandera Sabtu besok. Menerjemahkannya, dengan menahan truk-truk bantuan (makanan-tenda-alat berat-obat-menyerang sipil), yang telah termaktub dalam kesepakatan gencatan senjata Kairo. Kecerdikan Hamas, membuat Israel (terpaksa) mengesampingkan (\"psywar\") Donald Trump. Israel tak bisa mengelak, saat para mediator (Mesir dan Qatar) mengingatkannya, bahwa mereka telah menandatangani (terikat) kesepakatan. Lengkap dengan \"butir-butir\"nya. Kesepakatan itu \"suci\"! Membaca orisinal \"roadmap\" dan pikiran Israel. Terutama kelompok sayap kanan yang menopang pemerintahan PM Benyamin Netanyahu. Ada rasa kesal dan sesal, gagal menaklukkan Hamas. Hamas yang \"kecil\", ternyata tak dapat dikalahkan. Semua menjadikan tokoh \"ekstreem\" Israel, Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir tak bisa menerima \"realitas\". Terlebih ketika Hamas, terlihat \"klimis\", berpakaian seragam militer rapi, terawat. Laik-nya tidak sedang susah, itu ketika pembebasan sandera: fase 1,2,3,4,5. Di sisi lain, \"pressure\" di dalam negeri Israel. Untuk menuntaskan pembebasan sandera, \"berderu kencang\". Tekanan dan kemarahan rakyat Israel, tak kalah berbahayanya , dengan konsolidasi Hamas selama tujuh minggu kesepakatan gencatan senjata \"Tahap-1\", yang akan berakhir pekan depan. Perilaku Amerika Serikat (AS) lewat Donald Trump. Telah mengubah paradigma Hamas dan negara-negara Arab, bahkan dunia. Bahwa AS tidak lagi berfungsi sebagai negosiator yang melerai. Namun telah menjadi \"player\" yang memperkusut keadaan. Tak urung Arab Saudi. Lewat putra bungsu mantan Raja Faisal, Pangeran Turki bin Faisal al Saud mengecam keras apa yang dikatakan Donald Trump, dan PM Benyamin Netanyahu. Menyangkut pengusiran warga Palestina dari Gaza. Ambiguitas AS yang ingin memetik \"laba\" perdamaian Israel-Arab Saudi. Dengan mengesampingkan nasib rakyat Palestina, dikecam oleh mantan Kepala Intelejen Umum Arab Saudi (1979-2001) ini. Penderitaan rakyat Palestina tak akan pernah berakhir. Dengan, atau tanpa peristiwa serangan Hamas 7 Oktober 2023 (Banjir Al-Aqsa). Peta geopolitik, pun berubah drastis setelah peristiwa, di luar skenario Israel ini. Serangan itu telah menggagalkan upaya AS mengikat Arab Saudi, dan sekaligus mengunci Palestina. Untuk tidak merdeka selamanya. AS-Israel sangat menyesali \"terlepasnya\" Arab Saudi dari \"perangkap perdamaian\". Arab Saudi adalah kunci! Ya, kunci untuk \"melupakan\" kembalinya Israel ke perbatasan sebelum tahun 1967. Lazimnya perdamaian Israel-Mesir (1978), \"Abraham Peace\" 2020 antara Israel dengan: Sudan, Maroko, dan UAE. Telah \"menjebak\" mereka untuk tak boleh lagi membantu Palestina (militer dan logistik). \"Abraham Peace\", menggembok negara-negara Arab. Mereka wajib ikut menjaga kepentingan pertahanan Israel dari serangan, termasuk serangan pejuang Hamas. Seandainya, Arab Saudi-Israel jadi berdamai. Seandainya tak ada \"Banjir Al-Aqsa\", maka Palestina tak lagi memiliki \'patron\' strategis di Timur Tengah (Arab Saudi). Yang mampu menjembati secara gradual, upaya memerdekakan Palestina. Dua hal yang memperlihatkan kecemasan akut (amat sangat) Israel terhadap eksistensi Hamas. Pertama, Israel berupaya menahan alat-alat (mesin) berat pembersih puing perang Gaza. Kedua, di luar konteks. Polisi Israel menahan pedagang buku di Tepi Barat. Menahan pedagang buku, adalah sebentuk \"radikalisasi\" Pemerintahan Israel (Pemerintahan koalisi) terhadap rakyat sipil yang tak punya kepentingan perang. Ketakutan pemerintahan (sayap kanan Israel), telah menjadikan paranoid berlebihan, dan buku dianggap sebagai \"ancaman\". Besok, Sabtu (15 Pebruari), dalam kesepakatan Israel-Hamas. Tiga sandera Israel akan dibebaskan oleh Hamas. Israel pun akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina. Akankah berjalan mulus, untuk mengeliminasi kembalinya perang Gaza? Trump merupakan \'investor\' terbesar bagi berhentinya eskalasi perang Hamas-Israel. Trump tak boleh membuat Netanyahu ragu, dengan kesepakatan yang telah dijalankan sejak 19 Pebruari lalu. Hamas yang \"lemah\", pasti patuh. Trump, Netanyahu, juga Hamas. Harus menjamin, tak ada lagi fasis sekelas Benito Mussolini. Fasis berbasis gerakan sayap kanan yang terpusat pada militeristik dan pemberangusan \"hantam kromo\". Teruskanlah perdamaian Israel-Hamas hingga tahap \'dua\', dan \'tiga\'. Besok kita saksikan pembebasan sandera. (***).
RENCANA TRUMP: dari Beirut, Gaza, hingga Kabul
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior BENCANA Beirut (1983)! Juga \"kecongkakan invasi Irak (2003)! Adalah harga \'mahal\' yang pernah dibayar AS. Sebanyak 241 marinir AS yang dikirim Presiden Ronald Reagan ke Beirut (Lebanon). Tewas di bom pendukung setia pembebasan Palestina, Hezbollah dalam sekali pukul. Gaza akan menjadi Beirut dan Irak yang lebih buruk bagi AS. Bila pernyataan Presiden Donald Trump benar-benar di implementasikan, tanpa menghiraukan keberatan dunia. Statemen Donald Trump \"memiliki\' Gaza, akan menghilangkan rasa segan sekutunya di dunia Arab. Tutup mata, tutup telinga. Bangsa Palestina harus \"hengkang\", sesuai titah sang Presiden. Apa korelasinya? Mengapa harus presiden sebuah negara, dengan jarak 6000 mil dari Gaza, yang mesti bicara tentang kepemilikan Gaza? Dampak inklusif pernyataan ini, akan membuat \'adrenalin\' Hamas dan faksi Palestina lain, makin bersemangat dan punya tekad untuk bertempur. Pan-Arab yang sebagian telah terikat dengan AS, akan \"terang benderang\" memandang laten AS-Israel sebagai penindas akut. Kesepakatan Abraham bisa buyar? Hamas yang \"ditindas\" simultan oleh pola \"patron-client\" AS-Israel, akan memperoleh bantuan senjata. Bukan lagi secara \"hidden\", namun, bakal terang-terangan oleh Pan-Arab. \"Fantasi\" Presiden ke-45 dan 47 AS (Donald Trump), telah menimbulkan kecemasan bagi siapa pun secara inklusif. Keluarga sandera Israel, lalu negara Eropa seperti: Norwegia, Irlandia, dan Spanyol, memandang statemen ini tidak cocok untuk \"ruang dan waktu\". Donald Trump seperti mengalami \"mati rasa\" dan ringan bicara. Seolah-olah Mesir dan Yordania \"pasti\", dan \"harus\", menerima \"titipan\" Trump bagi jutaan rakyat Palestina. Terhadap bangsa Palestina di Gaza, Trump nampaknya terinspirasi oleh Presiden AS ke-7 dari Partai Demokrat, Andrew Jackson. Dua periode menjabat (1829-1837), Jackson menandatangani UU Pemindahan suku asli Amerika (Indian) tahun 1830. Merelokasi jutaan bangsa Palestina dengan paksa ke luar Gaza. Sama dengan pembersihan etnis. Puluhan ribu penduduk asli AS (Indian) semasa Jackson, pernah mengalami masa-masa pahit ini. Fantasi Donald Trump, dengan menduplikasi Andrew Jackson. Merupakan fantasi berbahaya, yang bisa menjadi \"benchmarking\", dari siapa saja yang kuat terhadap yang lemah. Hukum rimba ini bisa terulang di lain waktu, di tempat berbeda, terhadap bangsa berbeda. Sangat berbahaya! Terlebih, bila yang membuat perencanaan adalah seorang presiden dari negara besar. Pertikaian antara Israel-Palestina adalah peperangan paling tua yang pernah terjadi. Perang Vietnam telah usai, perang Pakistan-India telah selesai. Perang Israel-Palestina, mengapa berlarut-larut? Perang di antara keduanya tak akan pernah usai. Selagi, tak ada keinginan berbagi di sebidang tanah \"sempit\" yang sama. Selagi, tak ada keinginan melihat \"historis\", perang ini akan terjadi hingga kiamat. Mengapa? Perang adalah perjuangan umat manusia yang paling serius. Kekuatan yang lebih besar, tidak menjamin untuk meraih kemenangan. Bahkan, keinginan AS \"mengambil\" Gaza, bisa berbuah seperti Beirut dan Irak. Analogi lain, militer AS \"lari\" terburu-buru dari Kabul (Afghanistan) tahun 2021. Taliban hanya butuh waktu 10 hari, sejak merebut provinsi pertama hingga menduduki ibukota Kabul. Mempertahankan hak dan tanah milik, spiritnya berbeda dengan pendudukan. Hamas telah membuktikan 15 bulan digempur, tapi tidak terusir. Andaikan, pun rencana Trump terwujud \"mengambil\" Gaza. Tidak mudah bagi AS untuk tegak selamanya di sana. Hampir 56.000 tentara AS tewas, dan 2.000 lain hilang selama perang Vietnam yang berakhir 1974. Presiden AS Richard Nixon dan Gerald Ford, pernah merasakan pahitnya kekalahan. Hamas, sudah lama berhitung. Hamas \"menikmati\", indahnya mempertahankan haknya. Dunia tak akan pernah tenang, seandainya rencana Trump jadi terwujud. (***).
GEOPOLITIK TIMTENG, Hiperbolis Trump, Picu Konflik
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior SIFAT permanen manusia adalah \"Serigala\". Homo Homini Lupus, kata filsuf Thomas Hobbes. Seperti apa membacanya? Dua momentum, untuk menyimak \"kocok ulang\" geopolitik Timur Tengah: kunjungan pemimpin baru Suriah Ahmed Al-Sharaa kepada Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi (Mohammed bin Salman), dan pernyataan Presiden AS Donald Trump, saat menerima PM Israel Benyamin Netanyahu. Tak main-main, pemimpin pertama yang diterima Donald Trump (setelah dilantik) adalah Netanyahu. Ini merupakan simbolik, sebagai bentuk dukungan 100 persen. \"Israel adalah AS\", dan \"AS adalah Israel\". Sebuah hiperbol dan dramatis, ketika dalam sesi tanya jawab (Trump dan Netanyahu) dengan Pers di Gedung Putih. \"Saya tidak berpikir orang-orang (Palestina-red) harus kembali ke Gaza. Mereka tak punya pilihan,\"kata Presiden Donald Trump (The Guardian, 2/2). Pernyataan Trump untuk merelokasi hampir dua juta penduduk Gaza ke: Mesir, Yordania, dan negara jazirah Arab lainnya. Menciptakan imajinasi, dan \"politically correct\" yang merendahkan sebuah bangsa pemilik tanah Gaza (sebelum 1967). Daya tahan penduduk Gaza selama 15 bulan, dalam gempuran brutal mesin canggih Israel. Menjadikan statemen Presiden Trump sebagai imajinasi dan hiperbolik. Lebih mudah disebut sebagai sebuah \"grafis linear\" yang sejalan dengan kepentingan Israel. Seandainya penduduk Gaza mau, mengikuti pola \"lateral\" yang dikatakan Trump, itu tidak sekarang. Mungkin sejak setahun, atau 13 bulan lalu. Kini Sudah terlambat! Korban rakyat Palestina tidak akan mencapai 47.000 lebih, hilang tertimbun runtuhan 12.000-an, dan luka-luka 100.000 lebih. Bila pola pikir lateral (bukan konvensional) yang diusulkan Trump, memang dianggap tepat oleh penduduk Gaza. Substansi penyelesaian Gaza, dan Palestina, terletak pada solusi dua negara. Pemerintahan Presiden Joe Biden (sebelum Trump) acap menyebut, solusi dua negara. Kembali ke perbatasan sebelum perang 1967. Di mana, Jalur Gaza (Gaza Straits) dan Tepi Barat (West Bank), merupakan wilayah Palestina. Dengan Yerusalem Timur (Masjid Al Aqsa) sebagai ibukota Palestina. Dua grafik linear, Gaza dan Tepi Barat inilah yang tidak pernah disentuh oleh para \"jawara\" dunia, terutama AS. Sehingga, pemindahan warga Gaza ke luar Gaza dengan dalih apa pun. Sama saja ingin memantik kembali \"bara api\" fundamental, dengan apa yang disebut Barat dalam label \"teroris\". Apakah bangsa yang menuntut kemerdekaan dan meminta kembali haknya bisa disebut \"teroris\"? \"Road map\" Timur Tengah (Timteng), dengan statemen Presiden AS Donald Trump. Bisa memetamorfosis geopolitik kawasan. Kunjungan Pemimpin Suriah Ahmed Al-Sharaa ke Arab Saudi. Akan menjadi jembatan kokoh, kembalinya negara-negara fundamental ke dalam garis persatuan Arab (Pan Arab). Arab Saudi beberapa waktu lalu, atas prakarsa China, telah berbaikan dengan Iran. Sekarang, Suriah yang juga \"setali tiga uang\" dengan Iran merapat ke Arab Saudi. Yang terbaca dari ini semua. Garis politik Donald Trump, sangat mengkhawatirkan dan berbahaya bagi Liga Arab. Bisa saja, pola \"lateral\" Donald Trump, nantinya menyasar pada negara-negara Arab lain, demi kepentingan Israel. Meminta Yordania dan Mesir untuk menerima jutaan rakyat Gaza. Sama dengan \"pressure\" yang bersipat \'pre-eliminary\', sebelum \"pressure\" yang lebih keras terjadi. Hiperbolis seperti ini menjadikan dua kerucut (Liga Arab) dan AS (baca: Israel) akan saling berhadapan di kemudian hari. Empiris Perang Arab-Israel (1948,1967,dan 1973) merupakan pelajaran berharga. Pressure yang hiperbolik, akan memicu konflik kawasan yang lebih bedar. (***).
PROSPEK GAZA: Kernyit Dahi, dan Kukuhnya Hamas
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"KEBOHONGAN tidak akan masuk akal. Kecuali kebenarannya dirasa membahayakan\" (Alfred Adler). Harian \"The Guardian\" (Inggris), lebih berimbang dalam melaporkan gencatan senjata, kondisi Gaza, dan kepulangan ribuan pengungsi Palestina. Dari Selatan ke Gaza Utara. Kita menyebut \"cover both side\". Harian Jerusalem Post (Israel)? Ketika menyebut kata Hamas, maka di kata awal sering diikuti dengan \"phrasa\" teroris. \"Forum Keluarga Sandera merilis pernyataan keluarga Arbel Yehoud (sandera) yang saat ini ditawan oleh \'teroris\' Hamas. Menjalani hari-hari menegangkan (Jerusalem Post/27 January. Pandangan masyakat Israel terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina, sangat dipengaruhi oleh publik opini tersebut. Citra buruk ini terbentuk sangat kuat, tanpa melihat pada \"causa-prima\", atau faktor sebab-akibat. Identik dengan sebuah akuarium yang kotor dan airnya perlu diganti. Apa yang dilakukan Hamas dalam sandi \"Banjir Al Aqsa\" (7 Oktober 2023), adalah sebentuk \"protes\" agar air di dalam akuarium tadi diganti. Tidak ada jalan, semua pintu buntu, sejak perdamaian Palestina-Israel dimulai 1993 (Oslo/Norwegia). Pandangan, Hamas sebagai \"teroris\", seperti pandangan yang dibentuk oleh media Israel. Tak menemui \"titik pijak\". Ketika prajurit Israel: Liri Albag, Naama Levy, Karina Ariev, dan Daniella Gilboa, berpakaian bersih, wajah klimis bersih-ceria, langkah gagah, senyum manis, diantar pejuang Hamas untuk bebas. Maka, kata teroris itu menjadi \"hambar\". Dunia menyaksikan lewat layar kaca. Begitukah cara teroris memperlakukan sanderanya? Membayangkan (kalau boleh bicara), para sandera mungkin terharu berpisah dengan penyanderanya. \"Innocent face\" para sandera terlihat jelas. Tak ada mimik marah, atau benci. Penipuan paling produktif terhadap hak-hak bangsa Palestina adalah. Dengan me-label \"phrasa\" \"teroris\" pada aksi pembebasan Tepi Barat (West Bank) dan Jalur Gaza. Untuk kembali ke garis perbatasan, seperti sebelum Perang 1967 (boder line). Pembebasan sandera IDF, tidak mencerminkan idiom \"teroris\" kepada Hamas (baca:Palestina). Pengakuan para sandera, bahwa mereka diperlakukan baik selama dalam tawanan (makanan, pakaian, dan kesehatan). Itulah mimik yang sama, dengan kesan saat pembebasan sandera Israel (November 2023) lalu. Para sandera wanita, melambaikan tangan tanda perpisahan dengan para pejuang Hamas. Kurun 15 bulan dalam tawanan, sandera seharusnya berwajah lusuh kurang makanan (malnutrisi). Faktanya, kulit mereka masih bening, bersih, dan baik. Kebohongan-kebohongan yang tercipta, sangat tidak masuk akal. Dalam 15 bulan gempuran dan penghancuran Gaza. Beribu-ribu ton bom dijatuhkan oleh Israel Air Force (IAF). Mereka yang dibebaskan tersirat justru merasa terlindungi dari kematian oleh bom-bom negaranya sendiri. Aldert Vrij (2008), dalam \"What Psychological Science Tell Us About Lying and How You Can Avoid Being Duped\" (Psikologi Kebohongan) mengatakan. Motivasi berbohong terbagi dalam tiga dimensi: orang yang mendapat manfaat dari kebohongan, kebohongan untuk menghindari kerugian, dan kebohongan untuk alasan materialistis. Dalam hal pembebasan Arbel Yehoud, Israel menuduh Hamas telah ingkar (berbohong). Israel menyebut Yehoud adalah sandera sipil yang harus dibebaskan terlebih dahulu (sesuai kesepakatan). Sebelum sandera militer, seperti : Liri Albaag, Naama Levy, Karina Ariev, Daniella Gilboa dibebaskan. Namun Hamas meng-klaim, Arbel Yehoud adalah sandera militer. Pakar, dan menguasai ilmu astronomi yang memang dibutuhkan dalam kegiatan militer. Siapa yang berbohong? Israel, atau Hamas? Apa motif dan kekukuhan Hamas untuk tetap taat pada skejul pembebasan Arbel Yehud di hari Sabtu ke-3 (gelombang ketiga) dari kesepakatan gencatan senjata? Apakah karena ada tekanan dari tokoh sayap kanan Israel: Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir (garis keras). Bahwa, kembalinya pengungsi Palestina ke rumah mereka di Gaza Utara, sebagai bentuk kekalahan dan menyerahnya Israel? Sempat menahan pengungsi untuk tidak ke Gaza Utara, sebelum Arbel Yehud dibebaskan. PM Benyamin Netanyahu, akhirnya membolehkan, setelah Hamas menjamin Arbel akan dimajukan pembebasannya di Kamis (lusa). Maju dua hari dari skejul (Sabtu). \'Linear\' dengan Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir, Presiden AS Donald Trump meminta Mesir dan Yordania menampung jutaan rakyat Gaza. Pergi dari Gaza! Itu sejalan pula dengan permintaan militer Israel (di awal perang), agar penduduk Gaza yang ingin selamat dari gempuran Israel. Untuk keluar Gaza, dan mengungsi ke Sinai. (Mesir). Jumlah 47.000 penduduk Gaza yang tewas, adalah bentuk pertahanan yang memunculkan kebingungan Israel. Israel putus asa melihat motivasi bangsa Palestina untuk merdeka, seperti tak tertahankan. Kehancuran Gaza tak menghalangi mereka pulang ke rumah. Peristiwa 1948 (Nakhba), ketika ratusan ribu warga Palestina \"dirayu\" untuk pergi, dan boleh kembali nanti. Keluar sementara dari desa-desa mereka, dengan tetap memegang kunci rumah. Adalah pengelabuan. Inilah aspek \"penipuan\" dalam bentuk yang berbeda. Bangsa Palestina yang pergi, kemudian tak lagi bisa kembali ke rumahnya. Persis seperti yang dikatakan Aldert Vrij, di mana Israel mendapat manfaat dari hal ini. Berita lain yang bisa ditarik \"benang merah\"nya adalah, Presiden Donald Trump telah memerintahkan. Dimulainya pengiriman beberapa bom terbesar (seberat 2000 pon/907 kg) untuk Israel. \"Mereka membelinya,\"kata Trump (The Guardian). Membayangkan perdamaian Hamas-Israel! Membayangkan kemerdekaan Palestina! Membayangkan masa depan perdamaian Timur Tengah. Rasanya, kita akan mengernyitkan dahi! (***).
Prabowo, Donald Trump dan Masa Depan Dunia
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan/Sabang Merauke Circle MENJELANG jam 12 malam kemarin istriku minta teleponan kami berhenti. Penyebab karena bapaknya 84 tahun minta istri dan anak-anak aku menemani dia nonton TV pidato Donald Trump, Presiden Amerika ke 55 (dan 45). Mertua dan anak-cucunya ada di rumahnya di pinggiran pantai Noord Zee Belanda. Aku tidak sempat menonton pidato Trump live, karena sudah ngantuk. Kebetulan jam malam tidur di Indonesia. Kelihatannya di berbagai belahan barat dunia Pidato Trump ditunggu semua manusia. Pastinya Trump akan membawa perubahan besar di dunia ke depan. Bahkan, dalam pidatonya Trump mengatakan akan sangat cepat perubahan itu terjadi. Pagi tadi saya berkesempatan menonton pidato Trump dan membaca draft pidatonya. Pidato ini sangat penting untuk dikaji pemimpin Indonesia agar kebangkitan Indonesia ditangan presiden Prabowo Subianto berjalan dalam arah yang terhormat. Searah dan sebisanya tidak benturan dengan kebijakan Trump. Ada delapan hal penting yang perlu kita cermati dari Trump, yang mungkin searah dengan Prabowo dalam garis kepemimpinan mereka. Ada yang perlu kita cermati dalam dataran global. Pertama, Inward-looking oriented. Trump menegaskan di alenia pertama pidatonya \"I will, very simply, put America first\". Pernyataan ini mengandung konsekuensi fokus Trump adalah kesuksesan negaranya sendiri. Meskipun Trump berpikir pada perdamaian dunia, seperti diucapkan dalam bagian pidato lainnya, mayoritas pidatonya tentang kehebatan Amerika. Tentang pentingnya orang Amerika dan bangsa Amerika. Ada hal baik dari satu sisi pidato Trump. Akan terjadi deglobalisasi dan multilaterisme poros dunia. Poros yang membuat Indonesia punya ruang yang cukup mengurus dirinya sendiri. Tanpa adanya benturan negatif dengan negara lainnya, khususnya negara-negara maju. Bisa saling menguntungkan. Sisi negatifnya adalah ketika kekuatan uang dan teknologi tidak dibagikan kepada negara-negara berkembang. Akibatnya industrialisasi dan pembangunan di Indonesia menjadi terhambat. Sisi ini yang perlu diantisipasi oleh Presiden Prabowo dan seluruh anggota kabinet Merah-Putih. Kedua, dalam pidatonya, Trump menegaskan Tuhan tidak dilupakan. Dia mengenang perjuangan Martin Luther King. Lalu Bangsa Amerika di bawah Tuhan. Pernyataan ini mengandung makna adanya acuan peradaban pada paradigma berketuhanan. Masyarakat barat selama ini kurang percaya kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka. Indonesia sebagai negara bertuhan, mempunyai kesempatan untuk melakukan dialog peradaban berbasis ketuhanan. Bukan Atropocena, dengan dunia barat. Trump sendiri mengatakan dalam pidatonya menghormati perbedaan rasial dan agama. Ketiga, tentang revolution of common sense. Dalam pidatonya Trump menyinggung revolusi common sense. Maksudnya memang terarah pada kepentingan bangsanya. Namun, istilah common sense menunjukkan akal manusia penting dalam kemajuan. Indonesia mempunyai pemimpin yang saat ini percaya pada sains dan teknologi. Hal itu dipertegas presiden pada kesempatan pidato di Kadin seminggu lalu. Keempat, Trump akan \"sending troops to southern border\" dan mencap gengster krimal sebagai teroris. Bagian ini menegaskan \"White Supremacy\". Sejak lama Trump menginginkan Bangsa Amerika memiliki Amerika. Pikiran seperti ini juga ada pada presiden Prabowo. Prabowo ingin kaum pribumi kita menguasai tanah-tanah, laut dan pantai. Serta membagi keadilan secara merata. Trump dan Prabowo sepertinya rasis. Tapi, jika kita percaya bahwa ada fase tertentu bahwa definisi pemihakan atau \"afirmative policy\" merupakan jalan keluar dari krisis kebangsaan. Untuk itu\"afirmative policy\" harus dianggap sebagai kekecualian yang diperlukan. Diperlukan untuk menyelamatkan dan mengangkat rakyat kecil. Penggunaan tentara juga merupakan salah satu cara Prabowo Subianto memastikan dia dituruti. Prabowo menurunkan tentara untuk mengatur aset yang dicuri, seperti di laut utara Tangerang. Begitu juga nantinya dengan di perkebunan kepala sawit. Sikap Presiden Prabowo yang seperti ini menunjukkan mereka percaya bahwa penegakan kedaulatan sudah bersifat \"perang\". Prabowo juga menunjukkan negara harus dikelola orang-orang pintar. Sikap itu dia tunjukkan dalam pidatonya di Golkar, ketika menyinggung sekolah Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang merupakan suatu kekecualian. Dengan keinginan pada orang-orang pintar, berarti Prabowo tidak ingin gengster kriminal berkuasa. Fenomena Sambo, Teddy Minahasa dan sejenisnya yang merupakan jaringan kejahatan berkuasa melalui alat negara terjadi di era Jokowi. Mungkin di era ini akan tersingkir. Kelima, mengalahkan inflasi dan biaya hidup tinggi. Trump berjanji segera menaikkan kesejahteraan rakyatnya. Inflasi ditekan, dan biaya hidup dimurahkan. Orientasi kesejahteraan rakyat ini juga dilakukan Prabowo dengan sungguh-sungguh. Kenaikan upah buruh, penganuliran PPN 12%, penghapusan judi online, peningkatan kesejahteraan guru, mafia pupuk dilakukan Prabowo. Dulu di Indonesia yang kaya terus menikmati keuntungan. Keenam, merebut Panama Canal dari kekuasaan Cina. Trump akan mengambil Panama Canal (Terusan Panama) dari \"kekuasaan\" Cina. Dengan alasan historis dimana pembiayaan projek itu oleh Amerika, Trump tidak setuju negara Panama menyerahkan Kanal itu ke China. Trump akan mencaploknya. Trump sendiri di luar pidatonya sudah mengatakan akan mengambil alih Green Land dari Denmark. Prabowo mendefinisikan kedaulatan Indonesia di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) dalam pendekatan realisme politik. Wilayah yang terdampak pengakuan China dimiliki bangsa kita. Prabowo percaya diri mengatur kerjasama dengan RRC di daerah LCS tersebut. Trump dan Prabowo sama sama menghitung ulang wilayah kekuasaan mereka ketika mulai berkuasa. Tentu saja pilihan ini merupakan konsekuensi deglobalisasi tadi. Keujuh, mau menguasai planet mars dan lainnya. Trump ingin mempercepat invasi manusia ke Mars dan bintang-bintang lainnya. Langkah ini memang besar peluangnya ketika Elon Musk masuk dalam kabinetnya. Langkah ini memang Indonesia belum bisa meniru. Hanya, Prabowo memastikan industrialisasi akan dipacu kedepan sebagai sarat kemajuan bangsa. Sekali lagi dia percaya sains dan teknologi untuk kemajuan. Kedelapan, stop war, spirit of unity. Dalam akhir pidatonya Trump menekankan kekuatan Amerika akan menghentikan semua perang di dunia. Membangun dunia yang bersatu. Kebijakan ini menunjukkan ambisi Trump setelah negara dan bangsanya kembali nomer satu terbaik dan terhebat di dunia, dia akan menjaga dunia. Sebuah catatan moral untuk kebaikan. Tentu saja Prabowo dalam skala tertentu berusaha memainkan peran perdamaian dunia. Terutama keinginan Prabowo menggalang perdamaian di Timur Tengah. Prabowo memulai langkah itu dengan perang Palestine dan Israel. Catatan Akhir Keinginan Trump Make America Great Again dan keinginan Prabowo membangun Indonesia Raya yang jaya kembali merupakan agenda besar dunia. Agenda yang sedang terjadi saat ini. Prabowo sudah bertelpon beberapa waktu lalu dengan Trump untuk berjumpa dan berdiskusi. Semua segera terealisasi. Tentu saja Prabowo mempunyai peluang masuk dalam daftar pemimpin dunia yang bakal ikut mengatur tatanan dunia baru. Prabowo bersama Trump, Putin, Xi Jinping, Erdogan, dan lainnya. Setidaknya, di Asia Timur, dengan kekuatan dagang sebesar $ 3 triliun dollar lebih, di mana seluruh dunia ingin terlibat, Prabowo Subianto akan menjadi faktor penting dan utama. Prabowo juga dapat menjadi jembatan Brics dan G20. Presiden Prabowo bisa melihat Trump dan Xi Jinping serta pemimpin dunia lainnya dalam sebuah peluang cooperation. Tentu saja bukan competition. Langkah itu bisa dilakukan setelah masing-masing menyelesaikan urusan dalam negerinya. Untuk itu, mari kita sambut kehadiran Trump di dunia politik global. Semoga kerjasama Trump dan Prabowo nantinya tetap baik dan berguna bagi dunia dan kejayaan Indonesia.
Pemerintah Indonesia Minta Dunia Internasional Tidak Lupakan Kekejaman Israel Selama Perang Gaza
Jakarta | FNN - Hamas, Palestina dan Israel secara resmi sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza, Palestina yang akan diberlakukan mulai Minggu (19/1/2025). Kesepakatan tersebut, diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, Kamis (16/1/2025). Pemerintah Republik Indonesia menyambut baik gencatan senjata antara Palestina dan Israel yang baru saja disepakati itu. Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta dalam pernyataannya, menyebutkan bahwa gencatan senjata ini bukan hanya kemenangan bagi Palestina, tetapi juga kemenangan bagi kemanusiaan secara keseluruhan. \"Gencatan senjata ini merupakan kemenangan Palestina, dan yang paling utama adalah kemenangan kemanusiaan,\" kata Anis Matta dalam keterangannya, Kamis (16/1/2025). Menurut dia, bangsa Palestina telah memberikan pengorbanan luar biasa selama 15 bulan perang dan mengubah sejarah perlawanan mereka menjadi perang kemerdekaan. \"Gencatan senjata ini bukanlah akhir, melainkan babak baru perjuangan bangsa Palestina menuju kemerdekaan,\" ujarnya. Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini menegaskan, bahwa bangsa Indonesia yang selama ini mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina, bersama seluruh warga dunia yang memiliki semangat yang sama, harus mensyukuri momentum ini sebagai momentum kemenangan keadilan dan kemanusiaan. \"Saya menghimbau umat Muslim di Indonesia untuk melakukan sujud syukur,\" kata Wamenlu Anis Matta. Ia berharap gencatan senjata ini dilaksanakan secara konsisten dan komprehensif sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. \"Kita juga mendorong masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional ikut berkontribusi untuk membangun kembali Palestina yang telah luluh-lantak karena perang, baik melalui bantuan kemanusiaan, maupun bantuan di bidang infrastruktur, ekonomi, dan sumber daya manusia,\" ajaknya Anis Matta meminta dunia internasional tidak boleh melupakan kekejaman Israel selama Perang Gaza dan mendukung Majelis Pidana Internasional (ICC) memperjuangkan keadilan bagi korban. \"Israel harus bertanggung jawab atas genosida yang telah mereka lakukan terhadap bangsa Palestina,\" tegas Anis Matta. Dukungan pemerintah Indonesia ini, menurut Anis Matta, merupakan perwujudkan amanat konstitusi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. (ida).
Pelantikan Presiden AS: Demi "Legacy", Biden 'Tekan' Israel
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior BERPACU dengan waktu! Tanpa \"legacy\", atau dengan \"legacy\"? Presiden Amerika Serikat (AS)Joe Biden risau! masa jabatan tinggal lima hari. \"Legacy\"nya? Membiarkan Israel sebebas-bebasnya. Semau-maunya, sekehendak hatinya. Padahal, siapa yang berani menolak \"hardikan\", siapa yang berani melawan \"political will\" AS? Perasaan \"tidak enak\" pada dunia. Meninggalkan \"White House\" 20 Januari, dengan Gaza seperti \"neraka\". Meninggalkan Gedung Putih dalam paradigma AS tidak berani menekan Israel. Sejatinya adalah \"legacy berdarah\" (bloody legacy). Tiba-tiba kita dikejutkan, hal yang bukan Israel \'an sich\'. Kesepakatan damai Israel-Hamas, hampir rampung! Apa yang terjadi? Sebegitu cepatkah pembicaraan yang titik temunya sangat rumit? Diperkenalkan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant dalam konsep filsafat \"Ding an sich\", yang artinya \"pada dirinya sendiri\". Merefleksikan sebuah dominasi dan kegagahan satu pihak, terhadap pihak yang lain. Israel telah menjadi \"hukum positif\" yang tidak akan pernah keliru. Dibenarkan, dengan banyak varian asumsi. Apa pun yang dilakukan, harus dibenarkan. Protes di mana-mana, demo di seantero. Tak ada arti! Tak ada yang bisa menghentikan, kecuali \"political will\" AS. Memblokade makanan, menghancurkan RS, memberangus jurnalis, bisa dibenarkan. Itulah \"Israel an sich\". Joe Biden, kini berpacu dengan waktu! Tak ada \'remah\' kebaikan yang akan dikenang dunia, dan khususnya oleh rakyat Palestina. Kecuali darah, dan darah. Sejumlah 46.000 lebih korban, entah itu kombatan (Hamas). Entah itu anak-anak, perempuan, orangtua. Israel tetap merasa tak bersalah. Israel merasa membela diri. Dunia, pun menonton dan meng-iyakan! Kita dikejutkan! Secepat itukah kesepakatan untuk berdamai? Secepat itukah Israel setuju dengan klausul Palestina. Padahal, hampir setahun ini, misi bolak-balik perunding AS-Mesir-Qatar, buntu! Mentok! Israel butuh pembebasan 90-an sandera yang masih hidup! Palestina butuh pembebasan pemimpin kharismatik Palestina Marwan Barghouti (faksi bersenjata Fatah). Dan, satu tokoh lagi Ahmad Saadat (faksi PFLP). Di samping, tentu delapan tokoh utama lain. Tahukah? Marwan Barghouti bukanlah Hamas. Tokoh 65 tahun ini, berasal dari faksi berseberangan dengan Hamas (baca: Fatah). Dia adalah tokoh yang sangat dihormati bangsa Palestina secara inklusif. Tanpa sekat, oleh Hamas sekalipun. Hamas mensyaratkan pembebasan Barghouti untuk dipertukarkan dengan sandera. Saya memprediksi, andaikan Palestina merdeka. Barghouti bisa diterima oleh semua faksi untuk menjadi Presiden dan pemimpin bangsa Palestina. Dalam wilayah sebelum Perang 1967 (Tepi Barat dan Jalur Gaza). Marwan Barghouti merupakan harapan bangsa Palestina. Di tangannya, akan terjadi Persatuan Palestina ketimbang Mahmoud Abbas yang dinilai terlalu lembek, kompromistis, dan fragmatis. Atau Muhammad Dahlan, sosok yang disukai AS-Mesir-Israel. Ditahan tahun 2002, tokoh Intifada Palestina ini, dihukum seumur hidup oleh pengadilan Israel. Hingga kini, Barghouti telah mendekam sekitar 23 tahun di penjara Israel. Alotnya perundingan Israel-Hamas, karena Israel tetap ingin berperang. Setelah sandera dibebaskan. PM Israel Benyamin Netanyahu implisit, mau kesepakatan yang dibuat tersegmentasi. Tidak inklusif! Israel memaksakan. Hak prerogatif pembebasan tahanan Palestina (di penjara Israel), berada di pihaknya. Hamas tidak diperkenankan meminta pembebasan dan pertukaran dengan menyebut nama. Negeri zionis ini akan memilih siapa yang bisa dibebaskan, siapa yang tidak. Satu hal yang juga berbahaya, hak prerogatif menyebut Israel boleh memulai lagi pertempuran (permusuhan), setelah tenggat kesepakatan berakhir. Gaza, sungguh sudah sangat menderita. Hamas menginginkan perdamaian, dengan membebaskan seluruh sandera Israel. Imbalannya: pengakhiran peperangan, penarikan Pasukan Israel dari Gaza, dan pembebasan Marwan Barghouti. Syarat Hamas ini tak pernah disetujui Israel. Sejak perundingan Agustus 2024 lalu. Lantas, tiba-tiba setelah ada Utusan Presiden terpilih AS Donald Trump, Steve Witkoff dan Utusan Presiden Joe Biden (Bret McGurk), ter-\'declared\' kesepakatan. Perdamaian sudah hampir terlaksana (rampung). Saya menganalisis, \"pressure\" AS mulai serius terhadap Israel. Masa jabatan Joe Biden sudah \"injury time\". Sementara, mentahnya normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi, opini publik yang memperburuk citra AS sebagai negara demokrasi terbesar. Membuat AS tak punya pilihan. Waktunya sudah habis. Sebelum ini, AS berasumsi. Hamas akan menyerah pasca habisnya para pimpinan teras: Saleh Al-Aroury, Mohammad Deif, Marwan Issa, Ismail Haniyeh, dan Yahya Sinwar. Ternyata tidak! \"Deadline\" hingga jelang 20 Januari (pelantikan Presiden AS), ternyata Hamas masih berdiri kokoh. Tak ada pilihan, demi \"legacy\" baik, dan \"happy ending\"nya Joe Biden saat lengser. Kali ini Israel harus menuruti apa kata AS! Penuhi prasyarat Hamas, sekalipun berisiko jatuhnya PM Benyamin Netanyahu. Dengan begitu. Potensi ditinggalkan Menteri Keuangan Bazalel Smotrich (partai Jewish Home) dan Menteri Keamanan Dalam Negeri Ittamar Ben-Gvir (partai Otzma Yehudit), terbuka lebar. Keduanya tokoh garis keras Israel. Itu artinya, koalisi Pemerintahan akan bubar, dan Benyamin Netanyahu harus mundur. Pilihan sulit, namun Joe Biden juga tak ingin meninggalkan \"jejak berdarah\", ! (*).
Ketua Umum PDKN: Gabung BRICS, Presiden Prabowo Tak Mustahil Galang Kesepakatan Dunia Melakukan Reformasi Hak Veto di PBB
Jakarta | FNN - Ketua Umum PDKN Dr. Rahman Sabon Nama menyambut gembira atas langkah politik luar negeri Indonesia resmi menjadi anggota BRICS. Pengumuman itu disampaikan oleh pemerintah Brasil sebagai Ketua BRICS pada Senin 6 Januari 2024. Kepiawaian dan kelincahan Presiden Prabowo dalam diplomasi internasional, kata Rahman di Jakarta, Rabu (8/1/2024), dapat memosisikan Indonesia dalam peran strategis keanggotaan BRICS. BRICS didirikan pada 16 Juni 2009 merupakan akronim dari Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa. Kelima negara tersebut memiliki visi dan misi yang sama, sehingga membentuk kelompok negara. Dalam posisi itu dia mengatakan, Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) mendorong pemerintahan Prabowo untuk melakukan dipolamasi luar negeri, menuntut kesepakatan dunia untuk melakukan Reformasi Hak Veto di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Hak veto adalah mekanisme yang ditentukan oleh PBB pasca Perang Dunia II (1939-1945) untuk memastikan keamanan global dengan memberikan hak istimewa kepada 5 negara yaitu Amerika, Rusia, China, Perancis dan Inggeris. Rahman mengatakan bahwa hak veto ini patut dipertanyakan karena menjadi alat politik Amerika dan sekutunya dalam struktur PBB, serta menjadi penghalang utama menegakkan keadilan dan keamanan dunia. Walaupun sejatinya, menurut Rahman, hak veto itu diberikan dengan tujuan menciptakan keseimbangan keamanan dalam kekuatan negara-negara besar. “Dalam catatan saya”, kata alumnus Lemhanas RI ini, “lewat sebulan yang lalu, Amerika menggunakan hak vetonya dalam mencegah Resolusi PBB yang meminta gencatan senjata segera diberlakukan tanpa syarat di Semenanjung Gaza Palestina untuk mengakiri serangan Israel di wilayah itu.” “Ketidak-adilan hak veto seringkali digunakan Amerika dalam menghadapi konflik di Palestina untuk melindungi Israel dan pemimpinnya,” tandas Rahman sembari melabelinya sebagai kepincangan akan nilai-nilai berkeadilan. Itu sebabnya dia mengatakan bahwa dirinya serta para raja-sultan yang tergabung dalam PDKN mendorong pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah insiatif untuk keadilan, ketertiban dan keamanan global. “Langkah itu dapat ditempuh dengan melakukan diplomasi menggalang dukungan anggota BRICS, agar hak veto PBB dikaji ulang dengan memasukan Indonesia untuk memiliki hak veto atau meniadakan sama sekali hak veto,” kata Rahman. Indonesia, menurutnya, dapat menggalang dukungan itu dengan negara-negara Islam OKI, Liga Arab, negara teluk dan negara-negara anggota BRICS. Ihwal kenapa Indonesia punya posisi substantif untuk memiliki hak veto, Rahman mengatakan, “dukungan-dukungan financial yang kuat dari aset collateral Kerajaan Nusantara sebagai garantor yang selama ini digunakan dunia untuk pencetakan matauang dunia.” “Collateral Dinasti Kerajaan Nusantara dapat digunakan sebagai garantor untuk pencetakan matauang BRICS dengan menerapkan sistem kuantum keuangan global, dan menjadikan mata uang BRICS sebagai mata uang dunia,” pungkas Rahman Sabon Nama. [abd]