PEMBEBASAN SANDERA, Jebakan Perdamaian 'ala' Israel

Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior 

    "BAHASA ancaman tidak memiliki nilai. Hanya memperumit masalah". (Pejabat Senior Hamas, Sami Abu Zuhri/"The Guardians").
       Beberapa hari setelah melontarkan "ancaman" kepada Hamas. Presiden AS Donald Trump memperbaharui 'komunike'nya.
    "Saya berbicara atas nama saya sendiri. Israel dapat mengesampingkannya. Hamas tahu apa yang saya maksud". Trump, sepertinya baru "ngeh", bahwa dia adalah Presiden sebuah negara demokrasi terbesar di dunia.
     Hamas nampak tak bisa digertak oleh siapa pun. Statemen organisasi perlawanan yang didirikan, karena faksi Al-Fatah (mewakili rakyat Palestina) terlalu moderat ini. Tidak menanggapi serius Donald Trump. Tidak ada ketakutan!
     Pembebasan seluruh  sandera di pekan ke-enam (besok), yang diminta Donald Trump. Mengacaukan tiga tahapan (fase) perdamaian mediator: Mesir-Qatar-AS yang telah ditandatangani sebelum 19 Pebruari lalu.
     Israel yang bimbang dengan dua "rally point" Trump: mengambilalih Gaza, membebaskan seluruh sandera Sabtu besok. Menerjemahkannya, dengan menahan truk-truk bantuan (makanan-tenda-alat berat-obat-menyerang sipil), yang telah termaktub dalam kesepakatan gencatan senjata Kairo.
      Kecerdikan Hamas, membuat Israel (terpaksa) mengesampingkan ("psywar") Donald Trump. Israel tak bisa mengelak, saat para mediator (Mesir dan Qatar) mengingatkannya, bahwa mereka telah menandatangani (terikat) kesepakatan.  Lengkap dengan "butir-butir"nya. Kesepakatan itu "suci"!
     Membaca orisinal "roadmap" dan pikiran Israel. Terutama kelompok sayap kanan yang menopang pemerintahan PM Benyamin Netanyahu. 
    Ada rasa kesal dan sesal,  gagal menaklukkan Hamas. Hamas yang "kecil", ternyata tak dapat dikalahkan. Semua menjadikan tokoh "ekstreem" Israel,  Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir tak bisa menerima "realitas".
     Terlebih ketika Hamas, terlihat "klimis", berpakaian seragam militer rapi, terawat. Laik-nya tidak sedang susah, itu ketika  pembebasan sandera: fase 1,2,3,4,5.
     Di sisi lain, "pressure" di dalam negeri Israel. Untuk menuntaskan pembebasan sandera, "berderu kencang". Tekanan dan kemarahan rakyat Israel, tak kalah berbahayanya , dengan konsolidasi Hamas selama tujuh minggu kesepakatan gencatan senjata "Tahap-1", yang akan berakhir pekan depan.
     Perilaku Amerika Serikat (AS) lewat Donald Trump. Telah mengubah paradigma Hamas dan negara-negara Arab, bahkan dunia. Bahwa AS tidak lagi berfungsi sebagai negosiator yang melerai. Namun telah menjadi "player" yang memperkusut keadaan.
      Tak urung Arab Saudi.  Lewat putra bungsu mantan Raja Faisal, Pangeran Turki bin Faisal al Saud mengecam keras apa yang dikatakan Donald Trump, dan PM Benyamin Netanyahu. Menyangkut pengusiran warga Palestina dari Gaza.
      Ambiguitas AS yang ingin memetik "laba" perdamaian Israel-Arab Saudi. Dengan mengesampingkan nasib rakyat Palestina, dikecam oleh mantan Kepala Intelejen Umum Arab Saudi (1979-2001) ini.
       Penderitaan rakyat Palestina tak akan pernah berakhir. Dengan, atau tanpa peristiwa serangan Hamas 7 Oktober 2023 (Banjir Al-Aqsa). Peta geopolitik, pun berubah drastis setelah peristiwa, di luar skenario Israel ini.
      Serangan itu telah menggagalkan upaya AS mengikat Arab Saudi, dan sekaligus mengunci Palestina. Untuk tidak merdeka selamanya. AS-Israel sangat menyesali "terlepasnya" Arab Saudi dari "perangkap perdamaian".
      Arab Saudi adalah kunci! Ya, kunci untuk "melupakan" kembalinya Israel ke perbatasan sebelum tahun 1967. 
      Lazimnya perdamaian Israel-Mesir (1978), "Abraham Peace" 2020 antara Israel dengan: Sudan, Maroko, dan UAE.  Telah "menjebak" mereka untuk tak boleh lagi membantu Palestina (militer dan logistik).
       "Abraham Peace",  menggembok negara-negara Arab. Mereka wajib ikut menjaga kepentingan pertahanan Israel dari serangan, termasuk serangan pejuang Hamas.  
     Seandainya, Arab Saudi-Israel jadi berdamai. Seandainya tak ada "Banjir Al-Aqsa", maka Palestina tak lagi memiliki 'patron' strategis di Timur Tengah (Arab Saudi). Yang mampu menjembati secara gradual, upaya memerdekakan Palestina.
      Dua hal yang memperlihatkan kecemasan akut (amat sangat) Israel terhadap eksistensi Hamas. Pertama, Israel berupaya menahan alat-alat (mesin) berat pembersih puing perang Gaza. Kedua, di luar konteks. Polisi Israel menahan pedagang buku di Tepi Barat.  
        Menahan pedagang buku, adalah sebentuk "radikalisasi" Pemerintahan Israel (Pemerintahan koalisi) terhadap rakyat sipil yang tak punya kepentingan perang. Ketakutan pemerintahan (sayap kanan Israel), telah menjadikan paranoid berlebihan, dan buku dianggap sebagai "ancaman". 
      Besok, Sabtu (15 Pebruari), dalam kesepakatan Israel-Hamas. Tiga sandera Israel akan dibebaskan oleh Hamas. Israel pun akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina. Akankah berjalan mulus, untuk mengeliminasi kembalinya perang Gaza?
     Trump merupakan 'investor' terbesar bagi berhentinya eskalasi perang Hamas-Israel. Trump tak boleh membuat Netanyahu ragu, dengan kesepakatan yang telah dijalankan sejak 19 Pebruari lalu. Hamas yang "lemah", pasti patuh.
       Trump, Netanyahu, juga Hamas. Harus menjamin, tak ada lagi fasis sekelas Benito Mussolini. Fasis   berbasis gerakan sayap kanan yang terpusat pada militeristik dan pemberangusan "hantam kromo".
      Teruskanlah perdamaian Israel-Hamas hingga tahap 'dua', dan 'tiga'. Besok kita saksikan pembebasan sandera. (***).

228

Related Post