OPINI
Nasionalisme Korup
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI MUNGKIN Bahlil Lahadalia dan Immanuel Ebenezer terlalu mabuk jabatan dan sering mengkonsumsi minuman dari kerasnya perjuangan hidup rakyat. Sehingga tidak bisa mengendalikan diri dan mengontrol ucapannya. Kedua pejabat kemeterian itu meragukan nasionalisme dan menyeru tidak usah balik lagi ke Indonesia bagi anak-anak muda yang bekerja di luar negeri. Memvonis miring generasi muda yang survival, mandiri dan tidak menjadi beban negara. Bahlil dan Noel lupa kalau mereka berdua larut dan terus menikmati sistem yang korup di negerinya sendiri.* Menteri ESDM Bahlil Lahaladia dan Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer adalah contoh manusia yang mengagungkan jabatan. Saking cintanya pada jabatannya, pikiran, ucapan dan tindakannya selalu merendahkan perbedaan pendapat dan pandangan kritis. Soal nasionalisme yang dilontarkan keduanya saat menanggapi hastag “kabur aja dulu” terkait anak muda yang bekerja di luar negeri, sungguh memalukan dan tak ubahnya seperti celotehan sampah. Bagaimana tidak?, ekspresi dan aspirasi anak muda yang bekerja di luar negeri diragukan nasionalismenya oleh Bahlil. Bahkan Si Noel (panggilan Immanuel Ebenezer) dengan ketus mengatakan anak muda yang bekerja di luar negeri kalau perlu jangan pulang lagi ke Indonesia. Sungguh miris, selevel menteri dan wakil menteri, harus mengosongkan otaknya, demi jabatan yang diemban. Betapa tidak punya simpati dan empati terhadap perjuangan putra-putri bangsa yang sedang berjibaku untuk mencari nafkah dan kemandirian hidupnya di negeri asing. Pejabat kementeriaan itu tak ada sedikitpun refleksi, evaluasi dan instropeksi dari dalam dunia ketenagakerjaan khususnya dan sistem ketatanegaraan pada umumnya di Indonesia. Anak-anak muda yang merantau bekerja di negara lain demi kehidupannya dan keluarganya yang lebih baik. Sesungguhnya lebih mulia lebih dari seorang Bahlil atau Noel sekalipun. Mereka bergelut dengan nasib melalui hasil jerih-payahnya sendiri, jauh dari keluarga, dan hidup dengan segala keterbatasan di negeri orang. Namun itu pilihan yang mereka anggap terbaik dan menjanjikan. Bahkan mereka merasa nyaman karena di negara asing pemerintahnya menghargai intelektual dan karya mereka. Profesionalisme dan jaminan hidup terpenuhi buat orang-orang yang memiliki bakat dan keahlian tanpa terkecuali seiring kompetensi yang dibutuhkan oleh negara lain. Sementara di negerinya sendiri, generasi muda tidak dihargai dan tidak dianggap sebagai aset berharga dan potensial menjadi pemimpin ke depan. Dengan menyediakan karpet merah penuh fasilitas bagi investasi dan tenaga kerja asing, Pemerintah bukan hanya sekedar mematikan lapangan kerja bagi rakyatnya, lebih dari itu perlahan telah menjual kekayaan alam dan kedaulatan negara. Bahlil dan Noel seperti kebanyakan pejabat lainnya menjadi irisan dari sistem pemerintahan yang karut-marut. Kemudian keduanya, memvonis nasionalisme anak-anak muda yang progresif dan survival itu. Padahal, faktanya lebih luas lagi dan itu menakjubkan, para tenaga kerja Indonesia (TKI) itu menjadi penghasil devisa nomor dua terbesar di Indonesia setelah migas. Mereka para TKI itu telah menjadi pahlawan devisa buat negara. Bandingkan dengan Bahlil dan Noel yang kinerjannya belum jelas dan minim kontribusi tapi tetap ikut menggerus keuangan negara. Kasihan Bahlil dan Noel, tanpa malu narasinya seperti menepuk air di dulang terpericik muka sendiri. Lag ipula, Bahlil dan Noel yang perlu dipertanyakan nasionalismenya. Sebagai pejabat publik, apakah mereka juga bersih diri dari kejahatan keuangan dan kemanusiaan yang lahir dari kerusakan struktural, sistematis dan masif di republik ini. Apakah menjadi “inner circle” dalam kekuasaan pemerintahan mereka tidak ikut maling dan merampok kekayaan alam dan keuangan negara. Jadi buat Bahlil dan Noel, sebaiknya kurangi bicara tak berguna dan banyak kerja nyata. Jangan komentar soal nasionalisme jika masih mau ikut menikmati kue-kue kekuasaan dari hasil distorsi dan destruksi penyelenggaraan negara. Bahlil dan Noel, sebaiknya mengisi otak yang sudah kosong dengan menunjukan kemapuan berpikir, karya nyata dan prestasi. Jangan terlalu bangga dan percaya diri dengan status politisi yang mendapat jatah jabatan hingga sampai terlibat dan terus larut menikmati nasionalisme korup. (*)
Megawati Versus Prabowo
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BERHARAP Megawati bersama Prabowo menghajar Jokowi nampaknya gagal. Di samping pertemuan Megawati dengan Prabowo tidak juga terlaksana, juga Prabowo semakin kesengsem Jokowi. HUT Partai Gerindra menjadi saksi betapa bertekuk lutut Prabowo pada Jokowi. Ndas Prabowo di bawah telapak kaki Jokowi yang sebenarnya sudah tidak punya ndas. Kosong karena copot sejak 20 Oktober 2024. Megawati wajar ngambek, alih-alih jadi pertemuan, malah Sekjen PDIP Hasto ditahan oleh KPK. Dugaan kuat itu atas restu dan arahan guru politik Prabowo. Jokowi berseteru tajam hingga ke ubun ubun. Pimpinan KPK balad Jokowi. Program Prabowo mulai diganggu Megawati. Kepala Daerah PDIP dilarang ikut retreat, padahal itu program andalan Prabowo. Retreat sendiri program pencitraan dan tidak berguna bagi rakyat, hanya hiburan pejabat dan pemborosan uang negara. Paradoks atas gembor-gembor pemangkasan, penghematan atau efisiensi. Prabowo sama saja sama dengan Jokowi. Omong gede tapi sulit realisasi. Melompat-lompat. Retreat Menteri saja kemarin tidak berdampak pada kontribusi 100 hari. Retreat tentu dimaksudkan mengasingkan sementara untuk merenung atau membina diri akan tetapi makna harfiahnya adalah mundur. Secara idiomatik retreat itu mundur, menarik diri atau mengundurkan diri secara tergesa-gesa atau dengan aib. Bagus juga instruksi PDIP agar Kepala Daerah tidak ikut. Toh, Kepala Daerah itu bukan bawahan Presiden karena dipilih langsung oleh rakyat. Hasto dipamerkan berjaket oranye dengan tangan di borgol untuk menistakan, teringat dahulu Habib Rizieq Shihab juga sama dengan tangan terborgol. Ada arogansi penegak hukum yang sedang menjadi kepanjangan tangan politik. Hasto bergestur melawan dan berpidato agar Jokowi dan keluarga diperiksa. Jokowi itu memang Presiden kotor alias banyak dosa. Penjahat, sebutannya. Bersamaan momentum dengan gerakan rakyat yang mendesak adili Jokowi, perlawanan Megawati pada Prabowo menambah kisruh perpolitikan di bawah rezim Prabowo. Pekik histeris \"hidup Jokowi\" seakan membodohi diri atau bunuh diri. Prabowo menurunkan kewibawaannya dengan seketika. 100 hari kemenangan diubah menjadi kematian mendadak \"sudden death\". Pasukan PDIP akan menjadi gumpalan baru memperkokoh kekuatan civil society melawan arogansi kekuasaan. Aktivis oposisi bergerak bersama dengan mahasiswa, emak-emak, purnawirawan, alim ulama, santri, jawara, dan lainnya melawan koalisi Jokowi, Gibran dan Prabowo. Oligarki sudah ditempatkan sebagai penjajah yang harus dilawan dengan pemberontakan. Semua tentu untuk membela dan memurnikan ideologi dan konstitusi yang sudah diinjak-injak demi investasi dan kepentingan Jokowi dan kroni. Prabowo ikut-ikutan lagi. Masalah negara sudah luar biasa parah. Mahasiswa merasakan gelap, bahkan gelap gulita. Mungkin reformasi 1998 harus diulangi bahkan lebih tajam lagi. Revolusi masih menjadi opsi. Aktual, Megawati sedang berhadapan dengan Prabowo akibat Jokowi. Jokowi memang trouble maker saat menjabat maupun setelah pensiun. Karenanya gerakan adili Jokowi akan terus menguat. Pilihan Prabowo untuk bersama Jokowi hanya causa perluasan gerakan menjadi adili Jokowi dan Prabowo. Bukan masalah baru 100 hari, justru 100 hari saja sudah menunjukkan ketidakbecusan. Lalu bersiap untuk Presiden 2029 ? Preet..! (*)
Situasi Sosial Berpotensi Ditunggangi Kepentingan Geopolitik
Oleh Haris Rusly Moti/Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta KEPENTINGAN geopolitik berpotensi mulai menunggangi situasi social. Tujuanya untuk menciptakan eskalasi politik. Sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang menjadi dasar dan arah Pemerintaahan Prabowo berpotensi mengundang masuknya tangan-tangan senyap menciptakan situasi ekskalatif. Kebijakan nasionalistik kerakyatan yang dibangun di atas dasar dan arah Pembukaan UUD 194. Misalnya, keputusan untuk bergabung menjadi anggota BRICS. Kebijakan untuk membentuk Danantara dan Bank Emas. Selain itu, kebijakan yang mewajibkan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di dalam negeri. Kebijakan Presiden Prabowo yang terbaru adalah efisiensi untuk mengendalikan hutang luar negeri dan mencegah kebocoran penggunaan anggaran. Pemerintah Prabowo juga mendorong program hilirisasi komoditi agar nilai tambah (value added) bisa dinikmati di dalam negeri. Selama ini nilai tambah ekonomi dari produk-produk komoditas Indonesia dinikmati oleh pembeli di luar negeri. Jika di masa lampau tangan-tangan geopolitik itu masuk secara terbuka melalui lembaga donor. Mereka membiayai kepada sejumlah organisasi konvensional seperti Lembagat Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) untuk mendikti arah kebijakan pemerintah. Sekarang peluang itu mendapatkan hambatan berarti dari Presiden Prabowo. Sekarang polanya berbeda. Tangan-tangan geopolitik dan lembaga donor melakukan rekayasa salah paham terhadap sejumlah kebijakan pemerintah. Mereka membenturkan masyarakat dan mengobarkan kemarahan publik melalui social media dan open source. Namun pola ini kemungkinan susah untuk berhasil, karena kesadaran nasional kuat dari kelas menengah masyarakat Indonesia. Jiwa patriotik Presiden Prabowo menjadi benteng yang kukuh menjaga persatuan bangsa. Presiden Prabowo tidak pernah dan tidak akan upaya asing untuk memecah belah bangsa Indonesia. Apalagi membenturkan masyarakat untuk urusan kekuasaan. Seperti yang pernah terjadi kemarin-kemarin. Masyarakat diaduk-aduk melalui influenser dan buzzer. Membenturkan kelompok si anu dengan kelompok si ono. Jika muncul protes dan kritik kepada pemerintah, maka itu karena salah paham saja. Kurang paham terhadap kebijakan strategis pemerintah. Padahal arah dan terobosan Presiden Prabowo sudah tepat dengan sejumlah kebijakan strategisnya. Namun masih membutuhkan pemahaman, penyesuaian dan penyempurnaan di tingkat implementasi. Jangankan mahasiswa dan masyarakat luas yang masih butuh waktu untuk memahami terobosan dan arah kebijakan Presiden Prabowo. Para pemangku kebijakan, baik yang di pusat hingga daerah saja masih membutuhkan pemahaman. Butuh penyesuaian dalam pelaksanaan terhadap program startegis tersebut. Untuk itu wajar saja jika terjadi anomali dan keanehan gerakan mahasiswa. Sebagai contoh, isu yang diangkat gerakan mahasiswa justru mempersoalkan soal efisiensi yang ditujukan untuk mencegah kebocoran dan mengendalikan hutang luar negeri yang sudah menggunung. Sampai akhir Desember 2024, utang pemerintah mencapai Rp 8.680 triliun (detik.com 15/12/2024). Menjadi anomali, karena persoalan hutang luar negeri, kebocoran anggaran dan korupsi adalah isu yang puluhan tahun justru diperjuangkan oleh gerakan sosial di Indonesia. Anomali seperti ini bisa saja terjadi karena salah paham. Bisa juga karena adanya rekayasa salah paham oleh kepentingan geopolitik. Bisa didalangi oleh kekuatan kapital dan raja kecil dalam negeri yang dirugikan oleh kebijakan Presiden Prabowo tersebut. Dipastikan Presiden Prabowo dan semua komponen bangsa sepakat dengan masukan dan kritik dari berbagai kalangan bahwa anggaran pendidikan termasuk anggaran riset dan kajian mestinya tidak menjadi objek efisiensi. Karean ruh atau nyawanya pendidikan tinggi itu ada pada riset, inovasi dan pengabdian. Alokasi anggaran pendidikan harus tetap sesuai dengan perintah UUD 1945. Jikapun ada efisiensi terhadap anggaran pendidikan, mesti dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai dampaknya mengurangi kualitas dunia pendidikan. Termasuk juga kesejahteraan dari para pendidik guru, dosen dan guru besar harus dipertimbangkan akibat berkurangnya biaya pendidikan. Rekonstruksi efisiensi anggaran yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR akan berpihak pada kemajuan pendidikan nasional. Bermanfaat untuk kemajuan riset dan inovasi yang dipimpin oleh kampus-kampus. Dampaknya bangsa kita dapat tampil menjadi bangsa inovator. Bukan bangsa yang hanya bisa pakai produk teknologi asing. Kritik dan masukan terkait efisiensi biaya pendidikan pasti mendapat perhatian Presiden Prabowo. Karena memang betul, yang dibangun adalah jiwa serta raganya para pelajar dan mahasiswa kita. Kewajiban memenuhi gizi pelajar sekaligus menjaga agar kualitas pendidikan dan fasilitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak dikurangi. Jangan sampai kita efisiensi anggaran dengan menghapus beasiswa untuk memberi makan gizi gratis kepada pelajar di sekolah-sekolah anak kelas menengah yang sudah kelebihan gizi. Kritik dan masukan seperti itu sudah dijawab oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad. Dipastikan tidak ada efisiensi yang mengurangi bea siswa dan kualitas pendidikan tinggi kita. Presiden Prabowo dipastikan konsisten melaksanakan efisiensi pada sektor sektor yang menerima anggaran realokasi dan refokusing hasil penghematan. Efisiensi akan dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis. Kiritik terkait tata kelola, akuntabilitas dan efisiensi pelaksanaan makan bergizi gratis dipastikan akan direspon secara baik oleh pemerintah.
Indonesia Akan Pecah, Perang Saudara Akan Terjadi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Kajian Politik Merah Putih, pada Rabu malam, 19 February 2025, melakukan kajian intensif atas situasi perkembangan politik negara yang semakin mengkhawatirkan. Diawali dari kajian analisa Prabowo Subianto mengutip novel Ghost Fleet yang meramalkan Indonesia bakal bubar pada 2030. Presiden Megawati Sukarnoputri juga memperingatkan, bahwa Indonesia dapat menjadi apa yang disebutnya \"Balkan di Hemisfer Timur\" kalau rakyatnya tidak berusaha lebih keras untuk menjaga kesatuan negara, ( disampaikan pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2001). Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengungkapkan lima skenario masa depan Indonesia. Pertama, Indonesia diramalkan akan mengalami nasib terpecah seperti yang terjadi di kawasan Balkan. Menjadi banyak negara kecil-kecil, karena munculnya sentimen kedaerahan yang kuat di mana-mana. Kedua, Indonesia berubah menjadi negara Islam bergaris keras, karena munculnya sentimen keagamaan yang ingin meminggirkan ideologi Pancasila. Ketiga, Indonesia akan berubah menjadi negara semi otoritarian yang arahnya tak jelas. Keempat, Indonesia akan berjalan mundur alias kembali memperkuat negara otoritarian. Kelima, Indonesia diramalkan menjadi negara demokrasi, terutama negara demokrasi yang stabil dan terkonsolidasi. Hanya sedikit yang meramalkan bahwa Indonesia bisa menjalankan skenario kelima. (14 Agustus 2009, terekam di halaman 95 buku SBY Superhero karya Garin Nugroho). Era rezim Jokowi, sama sekali tidak peduli arah kebijakan dan penyelenggaraan negara, karena kemampuan dan kapasitas yang minim sebagai Presiden, kelola negara diserahkan kepada Oligarki (RRC), negara menjadi kacau balau saat diwariskan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam kondisi kacau rakyat berharap banyak Presiden Prabowo akan bisa mengatasi keadaan dengan cepat, menjauh dari Jokowi (sebagai pengkhianat negara) dan rakyat telah menyatakan baiat akan membersamai kebijakan tugasnya menyelamatkan Indonesia. Keadaan berubah dengan cepat seperti di sambar petir, ternyata Prabowo larut dengan kebijakan Jokowi ditandai dengan berbagai ucapan dan ungkapan yang tidak layak disampaikan seorang Presiden Keadaan tidak semakin membaik situasi semakin memburuk, sinyal perang antar etnis di indonesia terasa sulit dihindari karena kekacauan ekonomi dan politik di indonesia dari pergantian Pax Americana ke Pax China tidak akan terhindarkan. Presiden Prabowo mengabaikan aspirasi dan suara rakyat bahkan seperti mengecek dan menantang pada HUT Gerindra dengan sanjungan \"hidup Jokowi\" berulang-ulang, seperti lepas kontrol, hilang etika, adab dan kepatutan yang semestinya tidak boleh terjadi karena sangat menyakiti rakyatnya. Karena sebab kebijakan lainnya yang tidak pro rakyat, munculah demo mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia, di liput banyak negara. Di tengarai Jokowi tetap pada prinsipnya sesuai skenario awal yang di dukung oligarki (RRC) potensi menurunkan Prabowo dari jabatannya sebagai Presiden justru akan dipercepat, untuk segera digantikan oleh Wakil Presiden. Sekiranya ini terjadi lebih cepat, huru hara tidak bisa di hindari. Akan terjadi perang antar etnis bahkan perang saudara dan Indonesia pecah benar benar akan terjadi lebih cepat. Wallahu\'lam. (*)
Kalkulasi Trump-Netanyahu, Israel-Hamas Makin Pragmatis
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior PRAGMATISME PM Israel dan Hamas makin membuncah. Begitu juga Presiden Trump, pasca bertemu Raja Abdullah. Tiba-tiba Hamas memodifikasi tawaran \"roadmap\" kesepakatan tahap dua. Dari membebaskan sisa 56 sandera bertahap, menjadi sekaligus. PM Benyamin Netanyahu, pun membalas perubahan Hamas. Duet Kepala intelejen Mossad (David Barnea), dan Shin Bet (Ronen Bar) yang reguler menjadi tim perunding Israel-Hamas. Kini tidak lagi. Diganti. Menunjuk mantan Dubes Israel di Washington (AS) Ron Dermer. Netanyahu sepertinya ingin \"menghapus\" semua \"barrier\" yang terafiliasi dengan kelompok \"Sayap Kanan\" (garis keras). \"Benang merah\"nya, Netanyahu yang didukung Trump. Ingin mengakhiri polemik 16 bulan yang \"mengiris\" perekonomian Israel di berbagai sektor. Kehancuran ekonomi, pariwisata, dan image genosida yang menempatkan Israel ke kasta \"paria\" HAM. Telah menyisihkan Israel ke luar dari pergaulan dunia. Baik oleh musuh, \"kawan\" seperti Spanyol, Norwegia, dan Irlandia ikut menjauh. Adalah pukulan telak terhadap dua pemimpin \"sayap kanan\": Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir, dengan penggantian David Barnea (Direktur Intelejen luar negeri)-Ronen Bar (Direktur Intelejen Dalam Negeri) kepada orang dekat Netanyahu, Ron Dermer. Barnea-Ronen Bar yang sering berselisih dengan Netanyahu, selama ini enggan melanjutkan proses gencatan senjata. Sepertinya, keduanya berada dalam genggaman Bezalel Smotrich-Ittamar Ben-Gvir. Sementara Netanyahu yang tersandera oleh kekuatan \"sayap kanan\" di koalisi pemerintahannya. Juga menghadapi \"pressure\" dari rakyat Israel, yang menginginkan seluruh sandera bisa cepat dibebaskan. Nampak, Netanyahu ingin membingkai ulang dan berhitung. Antara melanjutkan peperangan, yang \"in motion\" tidak mengantarkan pada pemberangusan Hamas. Atau mengikuti \"kurva\" 15 bulan ke belakang, tanpa kemenangan. Korbannya bukan substantif (Hamas). Langkah Raja Abdullah (Yordania), yang mengingatkan Presiden Donald Trump. Tentang \"bahaya laten\" memindahkan 2,2 juta rakyat Palestina. Sepertinya dipahami Trump. Ada tiga aspek yang akan mengubah peta geopolitik AS terhadap Timur Tengah. Bila itu \"dipaksa\" dilakukan Trump. Pertama. Perjanjian perdamaian Israel-Mesir (1978) dan Israel-Yordania (1994) tak akan mungkin bisa dipertahankan dengan \"pressure\" apa pun oleh AS. Bila Mesir tetap bertahan dengan kesepakatan yang ditandatangani pendahulu Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi (baca: Anwar Sadat). Sel-sel \"tidur\" fundamentalis Mesir akan bangkit dan menggerogoti stabilitas Mesir. Buah \"simalakama\", bagi AS-Israel. Bila Mesir menyudahi perjanjian perdamaian 1978, maka arus persenjataan dari perbatasan Gaza akan dengan mudah masuk ke dalam wilayah pendudukan Israel (Gaza & Tepi Barat). Satu hal yang lebih ditakuti AS-Israel, teman dekat AS-Israel di negara Teluk (Gulf) yang berbentuk kesultanan (UAE, Qatar, Bahrain, Oman, Kuwait). Akan mudah runtuh oleh kaum fundamentalis yang teruji. Pengusiran 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir-Yordania. Akan menjelmakan sebagian dari mereka sebagai fundamentalis (alami) yang inklusif. Menyebar ke seantero Timur Tengah, bahkan dunia. Mengganggu sahabat-sahabat AS. Sebagai pengamat, saya yakin. Presiden Donald Trump tak akan meneruskan ucapannya, menjadi realitas. Netanyahu pun juga berhitung, dan terlihat dengan mengganti Ketua Tim perundingnya. Penunjukkan Ron Dermer menggantikan David Barnea-Ronen Bar adalah isyarat. Netanyahu mulai menjaga jarak terhadap gagasan \"cabut gencatan senjata\", dan usir 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir dan Yordania. Ide \"gila\" yang diinginkan \"Sayap Kanan\" Israel ini, bahkan bisa mengubah geopolitik secara ekstreem. Kerugian AS akan lebih banyak. (*).
Jangan Takut pada Gibran, Sikat Saja!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BERKEMBANG opini atau pandangan seolah tak peduli bahwa Prabowo menyanjung dan membela Jokowi. Tidak perlu dikritisi karena jika nanti Prabowo goyah dan tumbang maka Gibran akan ambil alih. Relakah kita dipimpin oleh Presiden Gibran? Opini atau pandangan seperti ini seperti benar tetapi sesungguhnya kabur. Prabowo beruntung menjalankan pola \"playing victim\" agar semua kebijakan menjadi dimaklumi, bahkan, didukung. Gibran adalah Wapres \"jadi-jadian\" dalam arti jadinya dimasalahkan. Dimulai dari Putusan MK yang memperluas persyaratan, KPU yang menerima pendaftaran sebelum mengubah PKPU, skandal Fufufafa yang berkonten ujaran kebencian, pencemaran, penistaan agama, dan pornografi. Karakter kanak-kanak dan cuma kerja bagi-bagi buku atau susu. Kualitas Gibran dinilai payah. Dalam kompetisi wibawa atau kompetensi antara Prabowo dengan Gibran tentu sangat jauh. Tingkat keamanan jabatan Prabowo lebih terjaga, sebaliknya Gibran rawan. Ia hanya berlindung pada cawe-cawe ayahnya Jokowi. Rakyat tentu akan memihak Prabowo dalam hal singkir menyingkirkan ketimbang kepada Gibran yang dijuluki \"bocil\", \"samsul\" atau \"fufufafa\". Prabowo meminta agar Gibran menjadi pasangan Wapresnya dengan harapan Jokowi akan \"all out\" membantu memenangkan kompetisi. Nyatanya Jokowi melakukan apa saja untuk menyukseskan anaknya. Curang pun diangga lumrah. Kini setelah sukses, Prabowo terkesan memomong dan memberi mainan pada Wapresnya. Rambut gondrong juga ikut diurusnya. Ternyata isu berkembang atau mungkin dikembangkan bahwa Prabowo akan \"ditelikung\" di tengah jalan, dibuat berhalangan tetap dan digantikan Gibran. Ada juga isu berbasis perjanjian. Lalu publikpun dipaksa selalu curiga dan menduga-duga. Prabowo terancam, muncul manuver yang seperti membenarkan pola. Prabowo dideklarasikan sebagai Capres 2029. Dagelan politik mulai dimainkan. Rakyat \"dipaksa\" mendukung Prabowo dengan asumsi-asumsi. Daripada Gibran, katanya. Padahal Prabowo dan Gibran, bahkan Jokowi, adalah satu kesatuan. Satu kesatuan dari kecurangan dan penghalalan segala cara dalam politik. Ketika Gibran diserang dengan tudingan akun fufufafa, maka semua memproteksi. Prabowo diam saja atau berjoget hati? Penciptaan hantu ketakutan pada Gibran dan Jokowi menjadi pembenar untuk segala hal. Jika benar Gibran menakutkan sesungguhnya mudah saja untuk mengatasinya. Sikat dan ikuti ritme aspirasi rakyat yakni adili Jokowi dan makzulkan Gibran. Selesai. Tapi aneh Prabowo di samping bersukacita membiarkan Gibran, juga teriak hidup jokowi. Dipuja pujinya perusak negeri itu. Akal sehat politik harus melawan paradigma sesat tersebut. Kembalikan kedaulatan pada rakyat, rakyat yang jadi penentu bukan Presiden atau Wakil Presiden atau pula Presiden bekas. Bukan permainan Istana yang diikuti, tapi genderang perang rakyat. Istana harus tunduk kepada kemauan rakyat. Bila seenaknya berbuat, maka rakyat harus lebih keras berbuat. Dalam prrspektif pendek, jika benar Prabowo takut pada Gibran, ya sikat saja. Bukankah dalam tentara berlaku asas \"kill or to be killed\" sebagai kredo dalam pertempuran? Rakyat muak disuguhi tontonan drama politik murahan. Pelecehan kedaulatan rakyat dari rezim Jokowi yang dilanjutkan Prabowo. Indonesia memang gelap. Mahasiswa benar. (*)
Macan Asia Tenggelam di Laut Pantura Banten
Patriotisme Prabowo lebur tak tersisa bersama kasus pagar laut. Singa podium itu tak bernyali menghadapi Aguan. Oleh Ida N Kusdianti | Sekjen FTA PENETAPAN empat tersangka (Arsin, Kades Kohod dkk) terkait kasus pemagaran laut di Tangerang telah dipublikasikan oleh pihak kepolisian. Namun anehnya tidak dilanjutkan dengan penangkapan dan penahanan para tersangka, hanya sebatas pencekalan oleh pihak imigrasi. Perlakuan yang istimewa bagi tangan kanan Aguan, pemimpin tertinggi para pejabat pengkhianat di Republik tercinta ini. Wajar jika publik mulai curiga dengan pihak kepolisian yang berbelit belit dalam penanganan kasus tersebut. Nuansa tarik ulur dan kongkalingkong para herder Aguan dan oknum penegak hukum dicurigai karena sampai detik ini belum terjawab oleh penegak hukum, siapa yang memerintahkan pemagaran dan motif dari pemagaran tersebut. Mimpi besar Presiden Prabowo untuk menjadi tokoh Asia yang disegani dan diperhitungkan, terganjal oleh para pembantunya yang masih menghamba pada masa Jokowi. Maka jangan heran jika pidato Prabowo tidak linier dengan kebijakan yang dieksekusi oleh para menteri dan para penegak hukum baik KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian. Presiden Prabowo tidak menyadari bahwa Jokowi adalah makhluk yang paling licik di Republik ini. Jokowi mania terhadap kekuasaan dan sadis terhadap rakyat kecil lewat kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Beberapa di antaranya adalah menjadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai kedok untuk menggarong uang rakyat sebagaimana laporan PPATK bahwa dana PSN 36,68% menguap ke kantong kantong pribadi pejabat dan oligarki. Presiden Prabowo tidak sadar bahwa dengan mempertahankan kedekatannya dengan Jokowi akan menggiringnya ke tepi jurang untuk dikubur hidup hidup secara politik oleh kekuatan oligarki lewat tangga Jokowi. Di saat rakyat berteriak \"Adili Jokowi\", Prabowo malah memimpin yel yel dan teriakan di munaslub Gerindra dengan ucapan \"Hidup Jokowi\". Teaterikal ini menunjukkan seolah-olah Kabinet Merah Putih sedang menantang gelombang perlawanan terhadap tuntutan rakyat untuk \"Mengadili Jokowi\". Sebagian rakyat dan para tokoh memang masih menganggap bahwa ucapan- ucapan Prabowo terkait sanjungan pada Jokowi bagian dari taktik untuk meninggalkan Jokowi tanpa harus bergesekan, akan tetapi bagi publik itu langkah yang konyol mengingat Jokowi sudah terbukti menjadi satu satunya pemimpin yang ucapannya selalu bertolak belakang dengan perilakunya. Presiden Prabowo akan kehilangan momentum besar jika kasus pagar laut yang berdasarkan penelusuran disinyalir Aguan berada di balik semua pelanggan PSN PIK 2 ini tidak diselesaikan secara tuntas. Negara akan semakin tidak berdaya di hadapan oligarki jika gembong kejahatan penguasaan laut dan pantai tidak tangkap dan dihukum seberat-beratnya. Tindakan Aguan dkk tersebut sudah melampaui batas kewajaran sebagai warga negara yang seharusnya tunduk terhadap hukum, bukan menjadikan penegak hukum dan aparat sebagai alat untuk merampok negara. Pemagaran laut proses hukumnya tidak jelas, tidak berlanjut, dan terkesan mengambang. Bahkan sangat mungkin akan dihentikan menunggu rakyat lupa dan pecah konsentrasi. Kita tahu bahwa masalah utama dari inti kesewenangan ini adalah di daratan. Liciknya pemerintah hanya memberikan angin segar, memberikan permen pada rakyat yang sedang berteriak keras. Pemerintah hanya memproses sedikit dari PSN, yaitu sebatas pemagaran laut lalu rakyar eforia seolah masalah sudah selesai dan penguasa berpihak.pada rakyat. Padahal di balik itu semua PSN PIK 2 yang berupa daratan masih terus berlanjut dan terus dikembangkan. Inilah psikologis rakyat Indonesia yang mudah dikelabuhi, mudah dialihkan, mudah dipecah konsentrasinya. Selanjutnya masyarakat melupakannya dan tidak fokus pada masalah yang sebenarnya. Hal ini sudah terbaca oleh musuh kita, hingga mereka berpikir, biarkan saja, nanti juga berhenti sendiri, lupa dan perbanyak pengalihan isu. Presiden Prabowo sedang bermain, menari di atas generang yang ditabuh Jokowi sang psikopat yang menjadi sumber dari segala sumber masalah di negeri ini. The last one, tunjukkan taring macanmu Jenderal, jangan jadikan dirimu kucing.Rakyat sedang menunggu gebrakan dan manuver hebat. Kami tunggu di satu semester Kabinet Merah Putih. Bersuara, berjuang, bergerak bersama, semangat untuk Indonesia berdaulat. (*)
W0: Hidup Jokowi, WI: Mati Prabowo!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BANYAK oposan Jokowi mencoba merapat kepada Prabowo dengan alasan Prabowo akan dapat bersama-sama menuntaskan masalah Jokowi. Terhadap pihak yang kritis dan tetap waspada diingatkan untuk bersabar atas \"strategi\" Prabowo yang pasti jitu. Kelompok kritis diminta percaya, nanti saatnya Prabowo akan menampilkan pilihan sesuai jati dirinya. Acara Muslimat NU di Surabaya dan HUT Partai Gerindra di Sentul menjadi jawaban bahwa menunggu \"strategi\" adalah sia-sia, Prabowo bukan sedang berstrategi tetapi telah menetapkan pilihan. Pilihan itu adalah \"Jokowi guru politik\", \"Hidup Jokowi\" dan \"Terimakasih Jokowi\". Sudahlah, para penunggu godot berhenti untuk menanti. Prabowo telah bersama Jokowi. Adili Jokowi merupakan tuntutan pasca lengser. Tuntutan itu tidak mungkin terealisasi selama Prabowo masih menjadi Presiden. Prabowo bertekad melindungi Jokowi yang tidak boleh diganggu dan dikuyo-kuyo. Prabowo pasang badan artinya sudah tidak pakai strategi-strategian lagi. Ia masih menggandeng Jokowi untuk sukses Pilpres 2029. Jokowi dan Prabowo sama-sama gila kuasa. Mahasiswa, ulama, ema-ema, dan para pejuang lainnya harus bersikap tegas. Prabowo bukan teman untuk bisa menghukum Jokowi. Ia menantang rakyat dengan upaya mencarikan posisi penting bagi Jokowi. Ketika rakyat ingin Jokowi bertanggungjawab atas kejahatannya, Prabowo justru memuliakan dan mencarikan jabatan tinggi untuknya. Prabowo telah memilih dan siap berhadap hadapan dengan rakyat. Sesungguhnya itu pilihan aneh dan bodoh. Prabowo menyempurnakan pengkhiatannya atas rakyat. Karakter yang sulit berubah. Mengkhianati keluarga Cendana yang telah membesarkan, berkhianat pada TNI hingga terkena sanksi, lari dari kepedulian umat yang tercedarai di KM 50, serta berkhianat dengan bernikmat-nikmat menjadi Menhan di tengah rakyat yang terengah-engah diinjak Jokowi. Stop kepercayaan kepada Prabowo. Saatnya membenahi perjuangan sendiri tanpa harapan palsu akan posisi dan kebijakan Prabowo. Ia bukan pemimpin rakyat, ia adalah produk dari bantuan curang Jokowi yang diyakini berijazah palsu. Prabowo dijepit oleh jasa Guru dan ejekan Wapres putra sang Guru. Presiden yang terjepit tidak mungkin merdeka atau mampu bertindak bebas. Omong gede menjadi kamuflase dari ketertekanan. Nyinyir manifestasi dari kerendahan intelektualitas. Dan merasa besar adalah cermin dari jiwa yang kerdil. Prabowo bukan orang hebat meski ngomong meledak-ledak. Tampilan dan obsesi hero seperti Soekarno menjadi bahan tertawaan. Seruan adili Jokowi tetap menggema bahkan semakin membesar dan merata. Rakyat tidak akan takut oleh unjuk pembelaan Prabowo. Rakyat akan terus mencari jalan agar Jokowi ditangkap dan diadili. Semakin Prabowo memproteksi, pasti semakin dicaci maki. Tidak mustahil ke depan muncul desakan agar Prabowo bersama Gibran dimakzulkan dan diadili. Keduanya adalah produk sesat dan jahat tangan Jokowi. Prabowo telah memilih bersama Jokowi bukan bersama rakyat. Ini keputusan yang sudah sangat jelas. Jika Prabowo tidak bertaubat dan berubah, maka rakyat bisa menumbangkannya. Hasrat menjadi Presiden lagi untuk tahun 2029 akan pupus dengan sendirinya. Prabowo menjadi kisah dari pemimpin yang diterkam oleh bayang-bayangnya sendiri. Hidup Jokowi, mati Prabowo.Masih ada kesempatan untuk berubah. Asal cepat. \"It\'s now or never, tomorrow will be too late\". (*)
Prabowo di Antara Pro-status Quo dan Pro-perubahan
Oleh DR. Anton Permana | Pengamat Geopolitik dan Pemerintahan SEMENJAK demo besar-besaran yang digelar kelompok mahasiswa pada tanggal 17 Februari 2025 dengan jargon “Indonesia Gelap”, publik cukup terhentak dan tersadar. Karena demo terjadi hanya sehari setelah rangkaian gegap gempita Rapimnas Partai Gerindra yang begitu megah dilaksanakan. Boleh dikatakan, yang hadir pada Rapimnas tersebut adalah keterwakilan penuh kekuatan dan simbol kekuasaan seorang Prabowo dari segi politik. Ribuan kader, kepala daerah, anggota dewan mulai dari pusat dan daerah, para ketua partai politik, hingga para mantan presiden, wakil presiden yang masih hidup (minus Megawati) semuanya hadir. Belum lagi kalau kita dengar dan ikuti semua rangkaian pidato serta statemen dari para tokoh sentral yang hadir seperti Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Bapak Jenderal TNI Purn. Prof. Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono, dan juga Presiden ke-7 Joko Widodo. Bagaimana komitmen dua figur mantan presiden ini untuk mendukung penuh Prabowo, bahkan hingga untuk kembali maju jadi calon presiden di tahun 2029 mendatang. Dua dimensi politik yang cukup menarik dianalisis, game politik apa yang sedang bermain dari dua dimensi gap politik ini. Itu belum kita berbicara tentang semakin pedas dan kerasnya kritikan dari para kelompok oposisi dan kelompok pro-perubahan kelompok civil society. Yang dulunya hanya berfokus pada isu “Adili Jokowi dan keluarganya”, sekarang mulai bergeser ikut menyerang Prabowo dengan bahasa “Jenderal omon-omon”, pasca pidato “hidup Jokowi” dan ditunjuknya Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Danantara yang akan mengelola aset negara 900 Milyar USD. Ironisnya Jokowi baru saja dinobatkan oleh salah satu lembaga anti korupsi dunia yang terkenal OOCRP sebagai pejabat terkorup nomor 2 di dunia setelah Bashar Al Ashad, ex-Presiden Suriah. Setidaknya kita tentu sudah memahami, bagaimana perjalanan hidup dengan lika-liku jatuh bangunnya seorang sosok bernama Prabowo, mulai dari terlahir dari keluarga konglomerat, keluarga pejabat berpengaruh di zamannya, lalu berpindah-pindah tinggal sekolah di berbagai negara, masuk dinas tentara, menikah dengan anak Presiden Soeharto yang juga berkuasa waktu itu, sampai tragedi reformasi 98 terjadi. Sempat hijrah keluar negeri setelah diberhentikan dengan hormat dari kedinasan tentara dengan pangkat terakhir Letnan Jendral. Meski pernah memimpin pasukan elit Kopassus yang paling disegani. Tidak hanya sampai di situ. Beliau juga diterpa issue pelanggaran HAM, lalu ikut konvensi partai Golkar namun kalah. Baru membuat partai politik bernama Gerindra. Maju di ajang Pilpres, baik jadi Cawapres bersama Megawati di tahun 2009, jadi Capres dua kali 2014 dan 2019 yang juga kalah oleh Joko Widodo. Baru kemudian pada tahun 2019 pasca kalah Pilpres, Prabowo kembali mengambil langkah politik yang membuat dunia pun kaget, bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi yang notabone adalah musuh bebuyutannya di Pilpres sebelumnya. Lima tahun menjadi tim Jokowi, kembali Prabowo membuat langkah politik yang menggemparkan dengan menjadikan Gibran anak Jokowi sebagai Cawapresnya meski dengan penuh drama dan kontroversi di Mahkamah Konstitusi, namun langkah politik ini akhirnya membuahkan hasil. Yaitu, beliau berhasil dan menang Pilpres dan sekarang sudah menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8. Sejak 20 Oktober tahun 2024 yang lalu. Perlu ketenangan dan ketelitian mendalam untuk merenungi apa sebenarnya yang terjadi terhadap diri Prabowo saat ini. Tapi yang jelas, selain perjalanan hidupnya yang begitu dramatis mirip drama Korea hingga akhirnya menuju puncak kekuasaan ini, kita juga mesti sadar dan objektif. Setidaknya ada beberapa kepribadian dalam diri Prabowo yang tentu sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindaknya sekarang yaitu ; jiwa tentara, jiwa pebisnis, jiwa politisi, jiwa pejabat, dan jiwa penguasa atau juga bisa jiwa seorang negarawan. Ketika jiwa tentaranya muncul, maka lahirlah statemen dan kebijakan patriotisme nasionalisme seperti bagaimana negara ini kuat secara militer dan pertahanan, disegani dunia internasional. Hingga untuk permasalahan PIK-2 pun ketika jiwa tentaranya muncul atas nama kedaulatan negara yang terganggu, beliau langsung mengerahkan TNI AL untuk membongkar pagar laut di pantai utara Banten-Jakarta. Ketika jiwa pebisnisnya muncul, maka lahirlah semangat kompromi dengan para pebisnis dan pengusaha (oligarkhi) bagaimana menghasilkan “cuan” dan win win solution untuk masing-masing pihak. Pajak PPN barang mewah naik 12 persen, namun upah buruh juga naik 6,5 persen pasca bertemu Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat di Istana Presiden. Ketika jiwa politisinya muncul, maka lahirlah kebijakan-kebijakan oportunis dan defensif dari dirinya, seperti menempatkan orang-orang kepercayaannya di beberapa jabatan strategis meski kadang tidak sesuai aturan hukum seperti posisi Mayor Teddy di Seskab dan lain sebagainya. Namun di satu sisi, sebagai politisi yang paham dengan “bargaining of political power”, untuk pengamanan kekuasannya, maka beliau juga mengakomodir lini kekuatan politik luar untuk menjabat meski juga kadang figur yang ditunjuk mempunyai rekam jejak kontroversial. Bahkan cenderung pro-status quo dan tidak sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga lebih menjadi kabinet balas budi alias “happy cabinet”. Nah baru sekarang, kembali muncul jiwa seorang pejabat, penguasa dan kenegarawannya, bagaimana kadang terlihat terlalu “naif” terhadap aturan-aturan dan kebijakan birokratif serta protokoler. Sehingga, mulai terjadi “gap komunikasi” dengan kelompok civil society. Semacam ada kekuatan labirin protokoler ala pejabat konservatif yang mengepung, memproteksi, semua saluran komunikasi terhadap dirinya dan dimensi di luar kekuasaan. Sehingga tak terasa, semakin hari membuat gap ini semakin dalam, tajam, dan menjauhkan Prabowo dari kelompok civil society yang seharusnya banyak berinteraksi dengan beliau agar tidak terjebak dalam cara berpikir kaca mata kuda dan juga sebagai perimbangan saluran informasi. Hal ini mulai terlihat, ketika terlontar kata-kata tak elok seperti “ndasmu” dan banyak lagi yang lain ketika dirinya mengomentari kritikan dari pihak luar kekuasaan. Padahal, seperti yang kita semua ketahui sebelumnya, hal seperti ini bukanlah sifat dan jati diri seorang Prabowo. Beliau terkadang memang terlihat tempramental namun beliau selalu welcome terhadap semua kritik dan menyukai diskusi ilmiah dan intelek. Kesimpulannya dari kondisi ini, apakah Prabowo sekarang posisinya sudah larut dalam kelompok pro-status quo atau pro-perubahan, setidaknya kita bisa mengelompok kannya ke dalam tiga hal cluster analisis politiknya sebagai berikut: Pertama, bisa jadi Prabowo saat ini memang sudah larut dalam pusaran kekuasaan yang membutakan. Karena, kalau kita lihat inner cycle dan power yang mengitarinya saat ini memang dominan dan hampir full dengan kekuatan lama / status quo. Sehingga segala informasi, komunikasi, tentu sudah terkooptasi sehingga mudah membentuk persepsi seorang Prabowo secara perlahan namun presisi. Karena secara teori dalam rumus komunikasi, persepsi terbentuk karena dominasi input informasi. Ibarat teko, kalau diisi kopi ya keluar kopi, kalau diisi teh ya keluar teh. Asumsi ini yang akhirnya membuat kelompok civil society yang awalnya hanya fokus pada isu “adili Jokowi” sekarang mulai “marah” dan menggeser moncong meriamnya kearah Prabowo. Karena menganggap Prabowo adalah “boneka” nya Jokowi dan oligarkhi. Cuma yang harus jadi perhatian adalah apakah sudah semudah dan secepat itukah kita menjustifikasi sebuah kejadian dimana masa jabatan seorang Prabowo pun masih berjalan 100 hari? Ditambah lagi kalau dikaitkan dengan dinamika politik kekuasaan yang penuh dengan trik intrik jebakan serta cipta kondisi invisible hand. Kedua, bisa juga karena Prabowo basiknya adalah tentara, dan juga sekarang otomatis menjadi seorang negarawan. Ada keinginan baik beliau untuk rekonsiliasi semua lini kekuataan demi rasa persatuan dan kesatuan. Kedengarannya memang sedikit naif, namun potensi ini ada dalam jiwa seorang Prabowo. Bagaimana mentalitas dan spirit nasionalisme tentaranya ingin membangun rasa kebangsaan bersama, membangun bersama-sama dan menjauhi perpecahan. Apalagi Prabowo menyadari di dalam negara demokrasi itu sangat penting sebuah konsolidasi elitnya. Kalau elit politiknya kompak dan solid, maka pemerintahannya akan stabil. Untuk itulah, Prabowo mencoba merangkul semua cabang kekuasaan elit dan kelompok agar stabilitas pemerintahannya terjaga dan terkonsolidasi. Ketiga, sebagai seorang politisi, pembaca buku kelas dunia dan juga memiliki ilmu sandhi yuda. Prabowo tentu juga sudah memahami, serta mempunyai hitungan politik sendiri. Kalau dalam militer ada namanya rencana kalkulasi tempur relatif terhadap sebuah pertempuran. Bisa jadi ketika Prabowo mengatakan yel-yel “Hidup Jokowi” juga adalah berupa bentuk pesan Sandi Yudha, untuk menenangkan Jokowi yang mulai terjepit, tertekan fase isue PIK-2, pemangkasan anggaran IKN, pembatasan gerak Gibran, dan secara perlahan satu persatu mata rantai jaringan Jokowi di militer dan pemerintahan mulai dipreteli. Dan bisa juga, kenapa Jokowi yang ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas Danatara untuk menjegal secara halus Erick Tohir yang disinyalir akhir-akhir ini mulai melakukan banyak gerakan yang “aneh”. Toh tujuan Danantara didirikan juga salah satunya untuk memutus mata rantai dan kuasa BUMN yang terlalu full power dan rentan digunakan untuk kepentingan kelompok Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha). Yang perlu juga jadi catatan khusus bagi kita semua adalah Prabowo juga sudah pasti tahu bahwa tipikal seorang Jokowi yang berdarah dingin, “licik” ala politiknya di Solo, dan sampai saat ini bagaimanapun tentu masih punya dukungan kuat dari para oligarkhi yang happy di zamannya. Dan Prabowo pasti belum mau berbenturan langsung dengan Jokowi untuk saat ini. Tidak ingin Jokowi merasa terancam dan membuat serangan balik. Mudah bagi seorang Jokowi saat ini melakukannya. Dan itu resiko besar terhadap stabilitas kekuasaannya. Ditambah, Gibranlah otomatis yang akan mengambil kesempatan besar dari semua itu seandainya terjadi hal buruk yang membuat Prabowo lengser, sesuai pasal 8 UUD 1945. Artinya, Prabowo tentu juga sudah menghitung kalkulasi kekuatan politik, logistik, jaringan, dukungan, hingga juga kekuatan-kekuatan para musuh, kawan, lawan, maupun segala bentuk anasir kekuatan baik luar dan dalam negeri yang mengancam dirinya. Dan mesti disadari, tidak mudah untuk mengkonsolidasi itu semua. Belum lagi kalau berbicara mekanisme IFF (identification friend or foe) orang-orang di sekelilingnya. Setidaknya secara normatif, butuh waktu ideal 2-3 tahun untuk seorang Presiden mengkonsolidasi kekuatan dan kekuasaan politik berada penuh dalam kendalinya. Jadi tidak semudah yang dibayangkan, baru jadi Presiden lalu bisa berbuat apa saja dan seenaknya. Apalagi kalau kita berbicara tentang Indonesia yang kerusakannya sudah terjadi di semua lini. Sendi-sendi vital negara kita saat ini, masih dibawah kontrol kekuasaan kelompok oligarkhi. Mulai dari energi, telekomunikasi, impor pangan, impor BBM, listrik, tambang, pelabuhan, transportasi, yang apabila semua disabotase serentak bisa melumpuhkan negara ini. Sedangkan pemerintah masih terlilit permasalahan hutang, dan secara SDM pejabat dan birokratnya pun juga secara loyalitas tentu masih terkooptasi kekuatan lama status quo. Belum lagi, kalau kita berbicara infrastuktur alat negara seperti TNI/Polri, BIN, Kejagung, KPK, MK, MA, yang boleh dikatakan 80 persen masih dijabat personal kekuatan lama status quo era Jokowi. Padahal, institusi ini adalah jantung dan tangan kakinya seorang Presiden. Artinya, seorang Prabowo pasti sudah menghitung ini semua. Dan pengalamannya pun sudah mengajarkan, “Jangan pernah bertempur, sebelum pertempuran itu secara kalkulasi pertempuran relatif akan kita menangkan”. Maksudnya adalah : Ada kemungkinan, Prabowo saat ini belum bisa berbuat banyak mengimplelentasikan semua strategi kebijakan dan programnya. Karena kekuasaan penuh belum berada di tangannya. Sebagai tentara yang tentu paham operasi Sandi Yuda, tentu Prabowo sudah menyiapkan langkah-langkah taktis dan strategis untuk ini. Jadi kemungkinan, Prabowo untuk sementara waktu “ikut arus” dulu juga masih bisa relevan mengingat masa jabatannyapun baru 100 hari. Masih banyak kemungkinan besar bisa terjadi di kemudian dalam politik. Ketiga cluster analisis di atas, semua punya potensi dan dasar argumentasi yang seimbang. Namun yang perlu kita pahamkan bersama adalah, tolong bedakan antara ; Kebijakan dan program apa yang dilakukan Prabowo yang salah dan menyakiti hati rakyat dengan kebijakan dan program apa yang “belum atau seharusnya” dilakukan Prabowo sesuai harapan (hope) kita. Ini harus dibedakan agar tidak kehilangan objektifitas. Kalau ada kebijakan dan program Prabowo yang menyakiti hati rakyat, maka wajar rakyat akan marah dan mengkritisinya. Namun, kalau harapan kita Prabowo begini, begitu, seharusnya begini begitu namun bekum terwujud, maka hal itu lain soal. Kita tidak bisa menjustifikasi orang lain salah kalau tidak sesuai dengan kehendak dan harapan kita? Apalagi berbicara tentang kebijakan Presiden yang sudah pasti ada SOP dan mekanismenya serta skala prioritasnya. Masih panjang waktu bagi seorang Prabowo untuk mewujudkan segala cita cita dan niat baiknya yang selalu berapi-api disampaikan kepada publik. Kita tinggal menunggu dan mengamati. Apakah, Prabowo akan tetap larut bersama kelompok pro status quo atau itu semua hanya bahagian strategi sampai kekuasaan full penuh di tangannya baru perlahan melakukan perubahan/l-perubahan terbaik untuk bangsa dan negara kita. Insya Allah. (*)
Konfigurasi Arab, Abdullah, El-Sisi, dan
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior RAJA ABDULLAH (Yordania), \'khusyuk\' memperhatikan Presiden AS Donald Trump bicara. Gesture \'sang raja? Penuh hormat, rasa segan, berikut tangan tersilang di atas paha. Mimik Raja Abdullah, seperti bimbang! Gambar adalah \"sejuta\" makna. Sementara Trump dalam kunjungan Abdullah ke AS (11 Pebruari), duduk menghadap ke depan, lepas, tanpa beban. Soal Gaza? Ya masa depan Gaza menjadi pembicaraan keduanya. Termasuk relokasi yang diinginkan Trump terhadap dua juta rakyat Palestina ke Yordania dan Mesir. \"Perangkap\" perdamaian: Israel-Mesir 1978 di Camp David, Israel-Yordania 1994, Israel (Maroko, UEA-Sudan) di \"Abaraham Peace\" 2020, dan nyaris Israel-Arab Saudi (2023). Membuat negara-negara Arab menghadapi pilihan mustahil terhadap \"Trump Plan\" menyangkut Gaza. Posisi rentan di antara (Mesir, Yordania, Arab Saudi), Raja Abdulah-lah yang paling \'tertekan\'. Kunjungan \'tergesa\' Abdullah kepada Trump disinyalir, adalah sebentuk \"pressure\" \'chapter\' Gaza. Sementara, Presiden Abdel Fattah El-Sisi (Mesir) sejauh ini telah menolak mengunjungi Washington (AS). Selagi Donald Trump tetap pada rencana \"Trump Plan\" menyangkut relokasi warga Gaza. Meski sempat terlontar ungkapan PM Israel Benyamin Netanyahu. \"Tanah Arab Saudi\" masih luas. Di mana penduduk Gaza (Palestina) bisa membuat negara di sana. Disinyalir, cetusan ini, sejatinya telah dibicarakan oleh Netanyahu-Trump. Wallahuallam. Suksesor Raja Hussein (baca: Raja Abdullah) ini, dalam posisi sulit. Antara menerima permintaan Donald Trump, dan menolaknya. Perjanjian \"Wadi Araba\" yang ditandatangani Raja Hussein (1994) dengan Israel. Yordania mendapat bantuan milyaran dolar dari AS, sebagai kompensasi perdamaian. \"Rayuan\" lain yang memikat, dari bantuan itu, Yordania mendapatkan keringanan utang. Posisi Arab Saudi, jauh lebih ringan dibanding Mesir dan Yordania di mata AS (Trump). Meskipun, sebelum 7 Oktober 2023 (Serangan Hamas ke Israel), Arab Saudi-Israel tengah \"dalam perjalanan\" normalisasi hubungan. Trump tidak akan \"semena-mena\" menekan Arab Saudi untuk menyetujui \"Trump Plan\", menyangkut masa depan Gaza. Pelajaran 1973 (embargo minyak) Arab Saudi terhadap AS dan sekutunya, membuat Trump akan lebih \"hati-hati\" terhadap Arab Saudi Arab Saudi adalah \'remote\' dan \"finishing touch\" menyangkut isu Palestina. Mesir yang merupakan sekutu kental AS di Timur Tengah juga tidak mudah bagi Trump untuk mendapat stempel \"yes\" menyangkut Gaza. Sekalipun telah memperoleh lebih dari 87 milyar dolar bantuan AS. Sejak kesepakatan Camp David (AS) ditandatangani Presiden Anwar Sadat dan PM Israel Manachem Begin. Posisi tawar Mesir jauh lebih baik, ketimbang Yordania terhadap AS. \"Simbiosa mutualisme\", Mesir-AS menyangkut keamanan Israel adalah perbatasan Rafah. AS sulit menekan Abdel Fattah El-Sisi (Presiden Mesir), karena kekuatan Ikhwanul Muslimun di negara Sphinx ini sangat dominan. AS bergantung pada El-Sisi untuk menjamin keamanan Israel. AS-Israel sempat cemas ketika Pemilu demokratis Mesir 2012 memenangkan tokoh Ikhwanul Muslimun, Muhammad Mursi (Presiden ke-5). Setahun setelah dia menjabat (2013). Tokoh militer Abdel Fattah El-Sisi menggulingkannya dalam sebuah kudeta militer. Muhammad Mursi yang memenangkan 51,7 persen suara dalam Pemilu paling demokratis di Mesir. Akan membuat relasi, mempermudah dan \"buncah\" aliran senjata pintu Rafah ke Hamas (Palestina). Tak salah, bila Abdel Fattah El-Sisi berkeras tidak akan mengunjungi Donald Trump di Washington. Bila \"Trump Plan\", tetap diterapkan dan dijalankan oleh AS. El-Sisi, pun juga akan terancam oleh gerakan fundamental (kuat) di Mesir yang mendukung Palestina. Gerakan Ikhwanul Muslimun dan gerakan garis keras lainnya, akan membahayakan kedudukan El-Sisi. Konfigurasi kepemimpinan Mesir diyakini, kembali akan berubah. Bila bukan El-Sisi yang memegang tampuk Presiden. KTT Arab 27 Pebruari mendatang di Kairo (Mesir), akan menjadi tolok ukur. Akan menjadi daya nalar, sejauh mana sikap setiap anggota Liga Arab terhadap \"Trump Plan\" saat ini. Sejauh mana AS-Israel mampu memecah belah Arab, lewat \'pikatan\' bantuan ekonomi, bila mau berdamai dengan Israel dan \"lupakan\" negara Palestina. Selaku pengamat, saya memprediksi. Pengusiran warga Gaza ke negara lain, bukanlah akhir dari segalanya. Ini justru akan menjadi awal dari \"kengerian\" ekstreem. Bangsa Palestina (Hamas, Fatah, PIJ), mungkin akan memaklumi Trump (pihak luar) atas tindakan ini. Namun, bangsa Palestina tak akan pernah memaafkan Mesir, Yordania, dan seluruh negara Liga Arab yang membiarkan mereka \"pergi\" dari tanah yang dipijaknya. Raja Abdullah tahu, betapa berbahayanya meng-iyakan \"Trump Plan\" bagi kedudukannya sebagai Raja. Mengingat 35 persen rakyat Yordania adalah keturunan Palestina. (*).