Maluku Butuh Sekda Sebagai Koordinator Penggerak Ekonomi

foto : tribunmaluku.com

by Kisman Latumakulita/Pemerhati Pembangunan Maluku

SELAMA 51 tahun beberapa bulan Provinsi Maluku dipimin oleh Gubernur yang berlatar belakang aparatur pemerintah. Baik itu yang berasal dari TNI dan Polri maupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Dimulai sejak Pak Gubernur Pak Semeru tahun di 1973, sampai dengan Pak Murad Ismail yang berakhir di bulan April 2024. Selama kurun waktu 51 tahun itu pula ASN Provinsi Maluku dibentuk dalam karakter berpikir dan bertindak dan bekerja sebagai aparat dan birakrat tulen. 

Kerjanya bikin perencanaan pembangunan itu dan ini yang menyerap anggaran. Lalu kerjakan proyek dengan baik. Hasilnya dilaporkan kepada tingkatan birokrat yang lebih tinggi secara berjenjang, bahwa pekerjaan bagus bagus dan bagus. Setelah masa untuk pensiun tiba, berakhirlah penugasan dan Dharma Bhakti kepada tanah air, nusa, bangsa dan negara. Menikmati hari tua dengan cucu-cucu sambil meningkatkan ibadah kepada Allaah Subhaanahu Wata’ala Tuhan Yang Maha Esa.

Kondisi ini juga terjadi pada sebagian besar aparat pemerintahan di provins-provinsi lain di tanah air. Kecuali provinsi Bali, Yogyakarta dan Sumatera Barat. Aparat di ketiga provinsi ini dibentuk dengan karakter intrepreneurship. Para pejabatnya dituntut untuk membuat kebijakan yang mampu mendatangkan value ekonomi untuk masyarakat. Dampaknya pertumbuhan ekonomi di tiga daerah ini tertingi di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu naik tiap tahun. 

Belakangan, dalam sepuluh tahun terakhir, provinsi Sulawesi Selatan saat dipimpin oleh Gubernur Pak Syahrul Yasin Limpo juga meinguti Bali, Yogyakarta dan Sumatera Barat. Pejabat dan ASN Sulawesi Selatan diwajibkan untuk berpikir dan berprilaku sebagai intrepreneurship. Bersamaan waktunya, setiap tahun lebih dari 100 anak-anak pintar di daerah ini dibiyai Pemerintah Daerah (Pemda) untuk kuliah S2 dan S3 di luar negeri. Pak Syahrul Yasin Limpo pernah berkelakar “kalau mau beli orang pintar dan doktor, maka belilah dari Sulawesi Selatan. Stoknya sangat banyak”.        

Alahmdulillah Provinsi Maluku hari ini ditakdirkan Allaah Subhaanahu Wata’ala dipimpin oleh Gubernur dan Wakil Gubenur yang berlatar belakang pengusaha. Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath ini sebagai dwi tinggal pimpinan Maluku yang punya jiwa intrepreneurship. Pada umumnya para intrepreneurship punyak sikap dan kepercayaan yang tinggi terhadap kegiatan kewirausahaan. Setiap spending harus berdampak secara ekonomi langsung kepada masyarakat.

Pak Presiden Prabowo Subianto di awal pemerintahan berkali-kali mengingatkan aparat birokrat bahwa semua yang dipakai, dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah milik rakyat. Dibeli dengan uang dari pajak rakyat. Harus dipakai untuk melayani rakyat. Dipakai untuk memajukan rakyat. Dimanfaatkan untuk melepaskan rakyat dari keterbelakangan dan kemiskinan. 

Pak Prabowo rupanya sangat mengerti akan prilaku aparat birokrat ini. Faktanya masih banyak yang gagal paham soal ini. Dikiranya jabatan di pemerintahan itu milik pribadi dan keluraganya. Kadang-kadang dipakai memarah-marahii rakyat, dan membentak-bentak rakyat. Bahkan terkadang kebablasan sampai memaki-maki rakyat. 

Maluku di bawah Pak Hendrik dan Abdullah Vanath harus membuat lompatan dalam penggunaan setiap rupiah keuangan daerah. Tidak bisa lagi seperti kebiasaan yang sudah-sudah. Pakai  atau belanjakan uang sampai habis di akhir tahun. Setelah itu bikin perencanaan baru yang mirip-mirip. Lalu minta anggaran lagi untuk dihasibiskan tahun depan. Meskipun anggaran daerah itu tidak memiliki dampak langsung terhadap aktivitas dan peningkatan ekonomi masyarakat. 

Kebiasaan ini sebaiknya dirubah di eranya Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath. Setiap satu rupiah spending di luar gaji yang menjadi haknya ASN haruslah berbasis value ekonomi langsung kepada masyarakat. Minimal berdampak langsung kepada masyarakat di sekitar proyek itu apa? Aparat bukan hanya bikin laporan tentang perkembangan dan kemajuan proyek bla bla bla selesai. Dilanjutkan pemeriksaan dari pengawas juga selesai. Lalu bendahara caikan atau bayar. 

Untuk itu ke depan, semua Kepala Dinas atau Organisasi Perangkat daerah (OPD) di Provinsi Maluku agar tidak lagi berpikir dan bekerja yang biasa-biasa saja. Harus berani membuat lompatan pada setiap pengambilan keputusan sebagai pembantu Gubernur yang dipercaya menjadi Kepala Dinas atau OPD. Paksa diri untuk berfikir manfaat value ekonomi apa yang didapat masyarakat dari kebijakan atau proyek yang dibuat? 

Kepala Dinas dan OPD tidak perlu malu-malu belajar, bertanya dan berdiskusi dengan mereka yang paham dan punya kelebihan. Kebetulan guru besarnya sudah tersedia setiap saat di dalam kantor Gubenur Maluku. Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath adalah guru besar yang paling pas. Bapak berdua punya latar belakang, ilmu dan pengalaman sebagai intrepreneurship. Pasti dengan senang hati besedia untuk mengajari anak buahnya setiap saat. 

Jangan takut untuk bertanya hanya khawatir nanti dibilang tidak paham dan tidak mengerti. Tidak paham dan tidak mengerti lebih baik kalau ditempatkan sebagai awal dari keberhasilan yang hendak digapai. Pesan orang tua-tua di kampong “ kalau rajin bertanya nanti ose pandai. Sedangkan kalau malu bertanya sesat di jalan”. 

Dengan demikian, kalau setiap hari masuk kantor, tidak hanya berkutat dengan soal-soal rutinitas keadmitrasian semata. Harus melangkah ke depan untuk membaca, belajar dan bertanya tentang dampak anggaran proyek yang berkiatan loss and benafi  kepada masyarakat itu apa dan bagaimana? Paling kurang apa benafit yang bakal di dapat masyarakat nanti? 

Dampaknya itu uang rakyat harus dirasakan manfaat ekonomi rakyat. Jangan sampai proyek selesai, namun masyarakat tidak merasakan manfaat ekonomi apa dari proyek tersebut. Bukan juga hanya Kepala Dinas dan OPD yang dapat bagian di depan sekian persen. Sisanya sekian persen lagi nanti diambil setelah proyek selesai. Makelar proyek atau penghubung juga dapat bagian sekian persen. Sisanya sekitar 10% lagi untuk vendor yang mengerjakan proyek di lapangan.

Kebiasaan Kepala Dinas dan OPD yang hanya sekdar sebagai komandan administrasi dan pengawasan harus diakhiri di eranya Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath. Selanjutnya Kepala Dinas dan OPD yang tidak punya jiwa intrepreneurship harus rela untuk tidak dapat jabatan sampai pensiun. Provinsi Malaku hari ini tidak sedang membutuhkan kepala administrasi rutin yang begitu-begitu saja. Kalau hanya paham soal adminitrasi, lebih pas kalau menjadi Kepala Perpustakaan saja. 

Untuk mengkoordinir Kepala Dinas dan OPD yang berkarakter intrepreneurship, maka dibutuhkan Sekretaris Daerah (Sekda) yang punya kemampuan di atas rata-rata. Tidak yang biasa-biasa saja. Tidak hanya bisa kerja rutinitas adiminitrasi saja. Harus yang berfikir out of the box. Sekda yang bisa meyakinkan para investor, baik dalam maupun luar negeri bahwa kalau berinvetasi di Maluku itu bakal untung besar.

Sekda yang harus punya kemampuan berkominikasi bisnis setingkat di bawah Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath. Kemampuan bahasa Inggris juga perlu. Minimal mengerti kalau ada orang bicara bahasa Inggris. Sekda yang bisa berpikir mencari beasiswa gratis dari lembaga-lembaga donor, baik dari dalam dan luar negeri untuk anak-anak pintar dari Maluku ambil kuliah S1, S2 dan S3 di luar negeri. 

Ditagetkan setiap tahun ada 25-50 anak Maluku kuliah S1, S2 dan S3 ke luar negeri. Pulang dari luar negeri, mereka wajib menjadi ASN Pemda Maluku. Bukannya Sekda yang kalau Gebernur bergerak ke luar dari Kota Ambon, harus basoso untuk ikut dalam rombongan Gubernur. Kalau bagitu, apa tempo Sekda bekerja mengkoordinir Kepala Dinas dan OPD mambangun ekonomi masyarakat Maluku?

Maluku tidak butuh Sekda provinsi yang punya hobby pasang baliho dan spanduk di jalan-jalan bersama Gubernur dan Wakil Gubernur saat hari-hari besar keagamaan dan nasional. Sekda itu kerpala Sekretariat. Ruang lingkupnya untuk itu internal birokrat. Keluar kalau memang dibutuhkan saja. Bukan untuk dikenal publik. Kepala Skretariat pasang baliho dan spanduk di jalan itu kecelakaan sejarah. Baliho dan spanduk itu hanya untuk pejabat politik saja, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur.  

Sekda yang tidak dikenal masyarakat itu bagus dan hebat. Namun hasil kerjanya yang perlu untuk dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. Provinsi Maluku hari ini butuh Sekda yang befikir dengan lompatan atau lari. Sekda yang punya jiwa visioner, inovatif, komunikatf dan kolaboratif. Supaya bisa dikuti oleh Kepala Dinas, OPD dan seluruh birokrat di Pemda Maluku. 

Sekda setiap hari harus bisa menugaskan para Kepala Dinas OPD mamaksa diri berpikir tentang value ekonomi masyarakat hari ini, besok dan nanti itu apa? Selamat bekerja untuk Pak Hendrik Lewerissa dan Pak Abdullah Vanath. Beta dorong dan gabung jurus dari luar pagar saja  “Par Maluku Pung Bae”.  Amin amin amin.         

623

Related Post