EKONOMI

Nostalgia Muhammadiyah Mengelola Kembali Bank Persyarikatan

Oleh Djony Edward / Wartawan Senior FNN Ujung dari kasus penarikan dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sebesar Rp13 triliun adalah keinginan ormas Islam terbesar itu memiliki bank sendiri. Niatan Muhammadiyah punya bank sendiri sudah mendapat lampu hijau dari otoritas perbankan. Sebelumnya kita tahu bahwa Muhammadiyah sebelumnya memang telah memiliki bank, yakni PT Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Namun karena kondisi krisis dan pengelolaan yang kurang piawai, BPI pun limbung dan diselamatkan oleh PT Bank Bukopin Tbk pada 2005. Untuk kemudian diubah menjadi Bank Bukopin Syariah. Bank Bukopin sendiri sebagai induk perusahaan baru saja dimerger oleh Kookmin Bank asal Korea Selatan, sehingga menjadi Kookmin Bank Bukopin atau lebih dikenal menjadi KB Bukopin. Sedangkan Bukopin Syariah menjadi KB Bukopin Syariah. Dengan rencana masuknya Muhammadiyah ke KB Bukopin Syariah benar-benar nostalgia sekaligus menghapus dahaga penasaran ormas Islam itu mengelola bank sendiri. OJK Mendukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri diketahui telah memberikan lampu hijau bagi PP Muhammadiyah yang ingin mendirikan bank atau mengakuisisi bank syariah di Indonesia. OJK akan mendorong dan mendukung peluang hadirnya bank syariah dengan skala besar dalam rangka pengembangan industri perbankan syariah agar dapat lebih kompetitif dan bersaing secara sehat.  Muhammadiyah sendiri dikabarkan menginginkan sebuah bank yang nantinya 100% berpihak kepada Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Karena alas an Muhammadiyah menarik dananya dari BSI lantaran bank hasil merger Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah dan BNI Syariah itu tidak lagi fokus membiayai UMKM. Hanya saja, apakah Muhammadiyah akan membiarkan KB Bukopin Syariah apa adanya setelah akuisisi, atau mengubahnya menjadi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK memberikan dukungan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan yang memadai dari pemegang saham untuk mendukung permodalan bank yang kuat. Pemegang saham juga harus melaksanakan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku. Seperti diketahui, Muhammadiyah dikabarkan tengah mengincar salah satu bank syariah di Indonesia, satu nama yang mengemuka adalah KB Syariah. Meski demikian, Dian mengatakan, OJK belum menerima surat permohonan resmi dari Muhammadiyah untuk mengakuisisi KB Syariah.  \"Suatu aksi korporasi antara lain berupa akuisisi, merupakan kewenangan pemegang saham pengendali (PSP) dengan pertimbangan bisnis dari manajemen bank berdasarkan kesepakatan yang terjadi di antara para pihak,\" kata Dian dalam keterangan tertulis, Senin (15/7).  Hanya saja, Dian meminta agar Muhammadiyah atau pihak lain yang ingin menjadi pemegang saham di bank syariah tetap memperhatikan POJK No. 16/POJK.03/2022 tentang Bank Umum Syariah. POJK itu mengatur persyaratan komitmen terhadap pengembangan bank yang sehat, kriteria dan persyaratan kepemilikan, serta ketentuan permodalan dari suatu bank umum syariah. Kabar akuisisi mencuat usai Muhammadiyah menarik simpanannya dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI. Muhammadiyah beralasan ingin menghidupkan bank-bank syariah lain yang menyalurkan pembiayaannya di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kabar ini kemudian berkembang pada keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan bank sendiri dan mengakuisisi KB Bukopin Syariah.   Sebelumnya, induk usaha KB Bukopin Syariah yakni KB Bukopin juga telah mengeluarkan tanggapannya mengenai kabar tersebut. VP Corporate Relations KB Bank Adi Pribadi mengatakan perusahaan belum mendapatkan informasi resmi dari PP Muhammadiyah. \"Ketika informasi telah resmi kami peroleh, tentunya akan disampaikan sesuai regulasi dan keterbukaan yang berlaku,\" ujar Adi, pada Senin (1/7). Pada dasarnya, KB Bukopin membuka peluang kerja sama bisnis dengan pihak manapun.  Muhammadiyah dan KB Bukopin Syariah memang memiliki kedekatan. Salah satu komisaris KB Bukopin Syariah, yakni Abdul Mu\'ti juga menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Menurut sejarahnya, KB Bank Syariah pada awal pendiriannya adalah Bank Persyarikatan Indonesia yang dibentuk oleh Muhammadiyah. Riwayat BPI Keputusan PP Muhammadiyah memindahkan dana simpanannya sebesar Rp13 triliun dari Bank Syariah Indonesia (BSI), mengejutkan industri perbankan. Hal ini mengingatkan bahwa Muhammadiyah pernah memiliki bank, yakni Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). BPI dalam perjalanannya tidak semulus yang diharapkan, karena dihantam krisis dan pengelolaan yang tidak pas, sehingga limbung. Kemudian BPI berganti kepemilikan menjadi Bank Syariah Bukopin. Setelah Bank Bukopin merger dengan Kookmin Bank menjadi KB Bukopin, maka Bank Syariah Bukopin pun berubah menjadi Bank KB Bukopin Syariah. KB Bukopin Syariah merupakan salah satu bank yang kecipratan dana triliun PP Muhammadiyah yang dipindahkan dari  BSI. \"Dengan ini kami minta dilakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan pengalihan ke Bank KB Bukopin Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, Bank-bank Syariah Daerah, dan bank-bank lain yang selama ini bekerja sama baik dengan Muhammadiyah,\" bunyi memo bernomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana tertanggal 30 Mei 2024, yang ditandatangani Ketua Muhammadiyah Agung Danarto dan Sekretaris Muhammadiyah Muhammad Sayuti. Seperti diketahui, BPI mulanya bernama PT Bank Swansarindo Internasional yang awalnya sahamnya dikuasai Tanri Abeng dan Tee Soeprapto sebelumnya dimiliki M. Thamrin.  Pada tahun 2001 bank ini kemudian diakuisi oleh PP Muhammadiyah yang saat itu dinakhodai Syafii Maarif dengan menempatkan Dawam Raharjo sebagai Presiden Direktur. Pada tahun 2003 nama Bank Swansarindo resmi diubah menjadi BPI. Dikutip dari laman resmi Bank KB Bukopin Syariah, profil perusahaan bermula dari masuknya konsorsium PT Bank Bukopin yang mengakuisisi PT Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Proses akuisisi tersebut berlangsung secara bertahap sejak 2005 hingga 2008. BPI yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di Samarinda, Kalimantan Timur berdasarkan Akta Nomor 102 tertanggal 29 Juli 1990, merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1.659/ KMK.013/1990 tertanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin Peleburan Usaha 2 Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum. PT Bank Swansarindo Internasional memperoleh kegiatan operasi berdasarkan surat Bank Indonesia (BI) nomor 24/1/UPBD/PBD2/Smr tertanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank Umum dan Pemindahan Kantor Bank. Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 terjadi proses akuisisi oleh PP Muhammadiyah dan sekaligus dilakukan perubahan nama PT Bank Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia, yang memperoleh persetujuan dari (BI) nomor 5/4/KEP. DGS/2003 tertanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke dalam akta Nomor 109. Dalam perkembangannya, BPI melalui tambahan modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, maka pada 9 Desember 2008 kegiatan operasional perseroan Bank Syariah Bukopin secara resmi dibuka Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI kala itu, menjadi Bank Syariah Bukopin. Hal ini setelah Bukopin memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang dituangkan dalam akta Nomor 28 tertanggal 31 Maret 2008 melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tertanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah Bukopin. Selanjutnya, pada tanggal 30 Juni 2021, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa menyetujui untuk melakukan perubahan nama Bank Syariah Bukopin menjadi PT Bank KB Bukopin Syariah (KBBS) yang dituangkan ke dalam Akta Nomor 02 tertanggal 6 Juli 2021, dan telah mendapat persetujuan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Bank dengan Nama Baru dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan surat nomor SR-27/PB.101/2021 tertanggal 12 Agustus 2021, dan KEP-53/PB.1/2021 tertanggal 10 Agustus 2021. Sejak itulah hingga sekarang, Bank Syariah Bukopin berganti nama menjadi Bank KB Bukopin Syariah. Semoga saja dengan masuknya kembali PP Muhammadiyah ke Bank KB Bukopin Syariah bisa mengulang nostalgia memiliki BPI. Hanya saja mindsetnya yang perlu diubah, yakni berorientasi pada pelayanan pada orang kecil, yakni pengusaha UMKM yang kurang mendapat perhatian dari bank-bank besar.  

Mampukah Patrick Waluyo Pulihkan Saham GoTo?

Oleh Jon A.Masli, MBA (Diaspora USA,  Corporate & Capital Market Advisor) DRAMA anjloknya saham GoTo itu seperti drama Korea yang dimulai dengan euphoria, terus nangis Bombay, dan ujung-ujungnya mungkin happy ending. Yang jelas sekarang para investornya pada nangis Bombay karena sahamnya tinggal gocaptun. Telkom sebagai investor besar kini merugi puluhan triliun. Dimulai dengan lahirnya GoTo yang digembar-gemborkan sebagai unicorn kebanggan RI oleh dua anak muda: William Tanuwijaya dan Kevin Bryan. Mereka berhasil mempesona para investor seperti Alibaba, Softbank (keduanya sudah hengkang) dan 2 investor raksasa nasional yaitu Telkom dan Astra yang memborong  saham GoTo dan sekarang ini lagi stressed  gigit jari ketika harga sahamnya tinggal gocaptun Rp50. Seperti mimpi di siang bolong,  tapi faktanya GoTo ini belum mencetak untung, bisa melanggeng masuk Bursa Efek Indonesia dengan mulus. Anjloknya saham GoTo jelas dipicu oleh beberapa faktor, antara lain: 1.Ketika para pemegang saham besar, seperti Alibaba, Softbank,  dan  pendiri-pendiri GoTo menjual sahamnya, konon termasuk Boy Tohir, serta para anggota direksi dan komisarisnya hengkang. Dimulai jauh hari sebelumnya ketika Nadiem Makarim pendiri Gojek menjadi Mendibud. Kini disusul pentolan-pentolan pengurus seperti William Tanuwidjaya, Melissa Siska, Kevin Aluwi, Andre Sulistyo dll. 2.Drama berlanjut ketika Byte Dance, pengelola TikTok mengakuisisi sahan Toped pada Desember 2023 sebanyak 75,01%, sehingga GoTo hanya memiliki  24,99% saham di Toped. Anjloklah sumber pendapatan dan asetnya di Toped. Kedua faktor inilah yang membuat investor lost confidence memicu drama anjloknya harga saham GoTo. Untunglah Patrick Waluyo  dan Jacky Lo sempet membeli kembali saham GoTo sehingga kejatuhan harga sahamnya tertolong.Terpilih CEOnya Patrick Waluyo yang dikenal sebagai orang keuangan Wizard yang visioner, ahlinya corporate financing dan funding. Tapi dia bukanlah seorang CEO yang menguasai bisnis retail yang GoTo perlukan sekarang ini sejak kehilangan 75% pendapatan usaha retailnya di Toped yang diakuisisi Tiktok. RUPS baru-baru ini juga mengukuhkan John A.Prasetio, sebagai Komisaris Independen dan juga salah satu petinggi BEI. Kalau di pasar modal AS, Singapura, Hong Kong pasti tidak diperkenankan seorang pengurus bursa efek  masuk jadi Petinggi diperusahaan Tbk. Tapi ini negeri Konoha, anything goes and  can happen. Terus ada juga Agus Martowardoyo, eks gubernur BI. Jelas dua tokoh senior ini memberi support moral kepada sang CEO dan juga mengambil hati investor, a piece of mind? Tapi investor juga tahu, selama tidak ada business improvement, GoTo tidak akan pulih kembali siapapun CEO dan komisarisnya. Jadi GoTo harus fokus mencari sumber pendapatan dan memperkuat core bisnis retailnya untuk menunjang kegiatan usaha dan  mendorong kenaikan harga sahamnya.  Tanpa pangsa pasar tambahan pendapatan dari bisnis retail yang kuat,  mustahil GoTo akan pulih.  How to do it? Sebaiknya mencari Partner business baru retail with Chinese company /ies yang de facto tiap menit membuat terobosan baru di E Commerce dan teknologi. Suka tidak suka partner dari mana lagi kalau bukan Cina. AS sudah bolui/bokek. Demikian juga Eropa. Langkah fatal jual saham Tokopedia itu telah menguras aset dan pendapatan terbesar yang GoTo miliki. Inilah juga yang buat Investor menjadi pesimistis mengingat Gojek, Gosend itu projek yang masih membakar duit.  Kalau boleh diusulkan  beberapa solusi corporate actions yang dapat dipertimbangkan sebagai unicorn yang Indonesia banggakan selama ini.1. GoTo mesti mencari funding untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tentu dengan catatan ada new business strategy dan  development concepts. CEOnya tentu capable melakukan hal ini. Expansion plan seperti Gojek buka usaha ke LN ke Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, think globally seperti Grab sudah  berkiprah kemana - mana dan sudah listed di Nasdaq. Ini berarti business collaboration atau Joint venture dengan asing sebagai alternatif solusi.2. GoTo perlu reach out juga memberdayakan puluhan juta UMKM lebih maksimal lagi dengan bekerja sama bisnis kecil tapi merakyat yang berkelanjutan. Opsi ini jangan dianggap remeh.Keberadaan orang-orang top seperti John A.Prasetio dan Agus Martowardoyo tidak menjamin pemulihan business GoTo dengan tokcer. Kehadiran mereka hanya sebatas pengawasan yang lebih baik, tinggal CEOnya, harus bekerja keras to turn around GoTo. Bisa? Harus bisalah. (*)

OJK Berhasil Redam Gempa Perbankan (Bagian 2)

Muliaman D. Hadad Menerapkan Kebijakan Anti Siklis Mulai 23 Juli 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak lagi dipimpin Muliaman Darmansyah Hadad. Penggantinya sudah diputuskan di DPR, yakni Wimboh Santoso. Keduanya dari Bank Indonesia dan sama-sama punya perhatian yang tinggi di industri keuangan. Selama 5 tahun memimpin, tentu banya suka dan duka yang dilalui Muliaman, termasuk tentu saja tugas baru yang menantang. FNN, ketika itu masih berstatus Nusantara.News di sela-sela kesibukannya mewawancarai Muliaman di kantornya beberapa waktu lalu. FNN mencoba menurunkan kembali wawancara tersebut karena diduga Pemerintahan Prabowo bakal menerapkan kebijakan ansi siklis sebagaimana yang diterapkan OJK pada masa-masa awal. Berikut petikan wawancaranya. Bisa diilustrasikan seberapa dahsyat krisis 2015 terhadap sektor perbankan? Ada tiga risiko yang selalu menjadi perhatian OJK dalam menghadapi krisis, pertama, risiko kredit seperti yang saya jelaskan di atas. Kemudian risiko kredit coba kita jaga paling tidak agar NPL tidak  bertambah besar. Kedua, risiko pasar. Risiko pasar ini kita jaga agar nilai aset, terutama akibat dari memburuknya nilai tukar rupiah bisa terjaga. Kan kita bisa saksikan bahwa dampak perburukan nilai tukar rupiah terhadap neraca bank itu relatif kecil. Kenapa relatif kecil? Karena bank pada umumnya memasang long dolar (cadangan dolar lebih banyak dari utang dolarnya). Ketika dolar menguat, aset perbankan juga meningkat. Jadi dampak risiko pasar itu relatif terkontrol pada 2015. Jadi krisis kemarin tekanannya bukan pada risiko pasar, tapi terhadap kemungkinan pemburukan risiko kredit, makanya 35 kebijakan yang diterbitkan OJK tekananya pada risiko kredit. Memang ada beberapa bank yang cadangan dolarnya terbatas, atau segelintir pengusaha yang tidak men-hedge (melindungi) kredit valasnya, seperti 1998, tapi utang luar negeri dalam valas itu yang murni naked itu sekitar 8% hingga 11% saja. Selebihnya itu utang kepada parent company, atau utang yang sudah di-fuly hedge, sehingga lebih terkontrol, lebih bisa dinegosiasikan, risikonya jadi minimal. Oleh karena itu saya melihat, aset valas yang dimiliki bank lebih tinggi dibandingkan utang valasnya. Perbankan sudah OJK ajak mengantisipasi perburukan situasi lebih awal, tapi mereka tidak semata-mata seperti binatang ekonomi yang ingin mengambil marjin dari kenaikan dolar AS, karena marjinnya tipis sekali. Rasio cadangan valas (net open position--NOP) tipis sekali, kalau ada bank yang NOP-nya tebal sudah pasti bank itu main valas. Faktanya, NOP mereka kecil sekali, hanya untuk memenuhi peraturan saja. Jadi krisis September 2015 kemarin itu lebih mengarah pada potensi pemburukan kualitas kredit. Bank lebih terekspos pada risiko kredit ketimbang terekspos pada risiko pasar, walaupun nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Nah, oleh karena itu OJK fokus dalam memberikan keleluasaan dalam mengelola risiko kredit pada bank, sehingga pada akhir tahun 2015 realisasi NPL sesuai target OJK, yakni 2,6%. Bisa jelaskan dampak antisipasi risiko kredit tersebut? Tentu punya dampak yang sangat positif, terutama terhadap kualitas kredit. Kita lihat tekanan pertumbuhan itu juga tidak saja dialami oleh sektor perbankan, IHSG menurun sangat drastis selama 2015, dan rupiah juga melemah luar biasa Rp14.500 lebih pada bulan September. Oleh karenanya kita respon lewat 35 kebijakan OJK, mayoritas kebijakan itu memang diarahkan pada upaya mengatasi persoalan-persoalan kredit perbankan. Sementara di pasar modal kita juga mengeluarkan kebijakan buyback saham dengan harapan bisa menumbuhkan kembali kepercayaan. Cukup banyak perusahaan atau emiten swasta yang melakukan buyback (pembelian saham kembali). Bank-bank Pemerintah (BUMN) memang batal melakukan buyback saham secara langsung, tapi buyback bank-bank Pemerintah dilakukan lewat anak-anak perusahaan. Dampaknya kemudian, rupiah dan IHSG tertolong, grafiknya pun yang awalnya turun ke bawah kembali datar. Rupiah kembali bergerak di bawah kisaran Rp14.000, hari ini sudah Rp13.300. Sementara IHSG mulai naik kembali mendekati level 5000. Di sisi lain, NPL bisa kita longgarkan, kita kasih liniensi dan kelenturan, di pasar modal kita dorong emiten bisa melakukan buyback, dan industri keuangan yang lain kita coba hold beberapa aturan. Seperti asuransi asetnya ikut turun lantaran memegang saham, obligasi dan lainnya, ketika harga saham jatuh, nilainya ikut jatuh. OJK men-hold penilaian mark to market price-nya. Sehingga dengan demikian bisa bertahan. Itulah respon yang sudah OJK tempuh, sehingga menutup tahun 2015, kita relatif berhasil menstabilkan keadaan. Kalau tidak bisa-bisa terjadi gempa di sektor perbankan. Kalau OJK tidak menerbitkan 35 kebijakan, seberapa parah dampaknya pada perbankan? Wah saya kira perbankan akan terekspos dengan risiko kredit yang sangat besar, saya kira NPL akan meningkat dari posisi 2,6% bisa mentok sampai 5% kalau kita tak lakukan apa-apa. Bank bisa bermasalah, untung saja OJK bisa meredam potensi gempa di sektor perbankan lewat kebijakan-kebijakan tadi. OJK melakukan stress test bila rupiah menembus level Rp15.000 akan ada 5 bank yang collapse? Betul, stress test OJK itu dengan asumsi yang ekstrem, tapi kemudian dipahaminya keliru oleh banyak kalangan, sehingga harus dilakukan pelurusan. Karena ketika kita bicara stess test itu sebenarnya harus dijelaskan asumsinya. Stress test itu seperti kita mengetes ketahanan rumah, seberapa skala richter (SR) rumah kuat terhadap dampak gempa. Misalnya 9 SR atau 10 SR, itukan situasi yang sangat ekstrim yang mungkin terjadi, karena 6 SR saja sebenarnya sudah besar, apalagi skala 10 SR. Nah, kejadian sampai 10 SR itu kan tidak ada yang tahu kapan bakal terjadi, apalagi kalau kita berhasil menahan pemburukan itu tidak terjadi. Makanya ketika kita katakan rupiah sampai Rp15.000 atau pertumbuhan ekonomi turun sampai 1%, seberapa kuat perbankan kita menghadapi situasi. Jadi stress test itu punya beberapa variabel, tak hanya satu variabel seperti pelemahan rupiah, ada juga variabel dengan asumsi penurunan pertumbuhan ekonomi. Memang faktanya terjadi penurunan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio—CAR), tapi kan dampaknya tidak signifikan, karena modal bank pada 2015 yang di atas rata-rata. Akan ada beberapa bank yang terekspos dengan penurunan CAR, kecukupan modalnya akan terpotong. Tapi umumnya karena rerata CAR perbankan nasional jauh di atas 8%, kalaupun tergerus posisinya masih di atas 8%. Berbeda pada dampak krisis 1998, CAR perbankan malah tembus negatif. Nah mengkomunikasikan hal ini memang agak sulit, tapi alhamdulillah CAR bank-bank kita cukup tinggi pada 2015. Jadi relaksasi yang ditempuh OJK apa saja? Pada umumnya ada beberapa, pertama, mengumumkan pemberian aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang lebih longgar buat UMKM. Kemudian melonggarkan syarat restrukturisasi kredit. Disamping itu kita dorong pemberian kredit ke UMKM tak hanya melalui bank, tapi juga melalui perusahaan-perusahaan pembiayaan, dengan cara kita buka batas yang selama ini batas perusahaan pembiayaan motor dan rumah, sekarang kita minta perusahaan pembiayaan juga bisa menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif. Apakah sudah dikaji risiko perusahaan pembiayan masuk ke sektor produktif? Tidak setiap perusahaan pembiayaan kita berikan izin untuk menyalurkan dana ke sektor produktif, hanya perusahaan pembiayaan yang kita nilai mampu, yaitu yang punya SDM memadai, dukungan teknologi dan sistem yang baik. Tidak semua. Tapi setidaknya sudah kita buka peluangnya, agar perusahaan pembiayaan bisa ikut masuk ke sektor produktif. Jadi intinya kita coba flows pembiayaan itu tetap terjaga, baik lewat bank maupun dari non bank. Pemberlakuan relaksasi kebijakan ini berapa lama? Beberapa kebijakan yang kita buat itu bersifat temporer (temporary messures), kebijakan yang hanya berlaku terbatas, yakni dua tahun. Intinya, agar ketika ekonomi sudah normal kembali, kita angkat lagi untuk memupuk daya tahan baru agar bisa kita pakai kalau situasi ekonomi turun kembali. Sengaja kita berlakukan dua tahun dengan pertimbangan bahwa situasi pemburukan ini masih akan berjalan selama dua tahun ke depan. Tapi setiap saat bisa kita tinjau kembali dengan menengok situasi ekonomi, apakah membaik atau tidak. Kalau pada 1998 pemerintah ikut saran IMF dengan melakukan tight money policy. Sekarang kok justru kebalikannya? Pada dasarnya apa yang kita lakukan pada 2015 merupakan counter siclical (melawan siklus), siklus ekonomi itu naik turun. Jadi ketika dia sedang turun atau melemah, kita tidak ingin penurunannya berkelanjutan mengingat hal itu bisa merugikan banyak orang. Sehingga kemudian ketika laju penurunan ekonomi itu terjadi kita picking-up (angkat) lewat kebijakan, turun dikit, angkat lagi, sehingga grafiknya kembali normal pada periode selanjutnya. Sekarang sudah relatif normal. Apakah yang Bapak lakukan di sisa hari-hari terakhir di OJK? Di sisa waktu ini, masih ada pekerjaan yang akan dituntaskan. Di antaranya aturan dana infrastruktur, membuka akses UMKM melantai ke pasar modal, membuat sistem informasi untuk fintech, meluncurkan fintech advisory grup, hingga mendirikan Bali Centre Sustainable Finance.  Apa harapan Bapak dengan DK OJK yang baru? Kami berharap di bawah kepemimpinan yang baru lebih cepat jalannya karena tantangan lebih bervariasi. OJK dapat menjalankan amanah UU OJK, dan melanjutkan perbaikan yang sudah dilakukan sehingga OJK mampu meraih penghargaan baik di dalam maupun luar negeri, salah satunya program inklusi kita yang mengalahkan India dan Pakistan di kawasan Asia Pasifik. Pewawancara Djony Edward

OJK Berhasil Redam Gempa Perbankan (Bagian 1)

Muliaman D. Hadad Menerapkan Kebijakan Anti Siklis Mulai 23 Juli 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak lagi dipimpin Muliaman Darmansyah Hadad. Penggantinya sudah diputuskan di DPR, yakni Wimboh Santoso. Keduanya dari Bank Indonesia dan sama-sama punya perhatian yang tinggi di industri keuangan. Selama 5 tahun memimpin, tentu banya suka dan duka yang dilalui Muliaman, termasuk tentu saja tugas baru yang menantang. FNN, ketika itu masih berstatus Nusantara.News di sela-sela kesibukannya mewawancarai Muliaman di kantornya beberapa waktu lalu. FNN mencoba menurunkan kembali wawancara tersebut karena diduga Pemerintahan Prabowo bakal menerapkan kebijakan ansi siklis sebagaimana yang diterapkan OJK pada masa-masa awal. Berikut petikan wawancaranya. Apa suka duka Bapak selama 5 tahun memimpin OJK? Wah, banyak ya. Terutama pada masa-masa awal membangun lembaga besar hasil perkawinan bagian pengawasan perbankan Bank Indonesia dan sektor keuangan non bank Departemen Keuangan. Banyak sekali. Karena OJK lembaga baru, masih ingat apa saja pekerjaan awal yang Bapak lakukan? OJK dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 21/2011. Awal berdirinya, regulator lembaga keuangan ini menjalani kehidupan serba prihatin. Bayangkan, tanpa infrastruktur pendukung, OJK beroperasi tanpa kantor tetap. Seluruh dewan komisioner harus berpindah-pindah kantor. Pertama, di Gedung Bank Indonesia (BI) lantai 25, kemudian di Menara Bidakara dengan menyewa 2 lantai. Kantor itu ditempati Dewan Komisioner OJK plus unit pendukung. Sementara di Gedung OJK, pegawai yang menangani pasar modal, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) rela bekerja berdesak-desakan. Kebijakan apa yang Bapak buat saat itu? Karena belum ada Peraturan OJK (POJK). Jadi POJK pertama yang diterbitkan mengenai tata tertib rapat. Penyelenggaraan rapat seperti apa. Dibentuk organisasi dan tata kerja, inline dengan semangat UU dan visi misi OJK. Itu keluar di minggu pertama OJK beroperasi, supaya ada pedoman. Selanjutnya, meluncurkan logo OJK. Kurang puas dengan logo OJK yang pertama, didesain logo kedua yang mengedepankan kepentingan nasional. Kemudian, manajemen menyusun struktur kerja dan kepegawaian. Maklum, kala itu sumber pegawai OJK berasal dari BI sebanyak 1.200 orang dan 800 orang dari Bappepam LK.  Lalu dibuat struktur sendiri, tidak ikut Kementerian Keuangan dan tidak ikut BI. Kita bikin struktur untuk persyaratan jabatan, mutasi, dan lainnya. Dibuat pula berbagai SOP untuk mendukung organisasi. Apa yang paling berkesan buat Bapak selama 5 tahun di OJK? Yang paling berkesan adalah merelakan gaji saya tidak dibayarkan selama 3 bulan pertama. Tapi akhirnya di rapel. Ini bagi saya jadi satu kenangan tersendiri. Setelah itu, OJK mulai meresmikan 35 kantor OJK di seluruh Indonesia. Pertamanya, fokus pada pengawasan perbankan karena pegawai yang tersedia untuk lembaga keuangan tersebut. Saat ini, pegawai OJK mencapai 4.000 orang, berasal dari orang luar sehingga OJK lebih profesional. OJK kini sudah sangat berubah, dan selama 5 tahun ini kita sudah 196 POJK sudah diterbitkan. Kita bisa membuktikan organisasi ini dibangun secara bahu membahu di tengah keterbatasan. Tantangan apa yang Bapak rasakan selama 5 tahun? Tantangan terberat OJK ketika menghadapi kebijakan quantitative easing (QE)—penghentian kebijakan mengguyur likuiditas dolar AS ke pasar--oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada akhir 2013. Ekonomi Indonesia kala itu mengalami tekanan besar, aliran modal asing keluar, kurs rupiah jebol lebih dari Rp14.500 per dolar AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) longsor, dan situasi bisnis mengalami kelesuan.  Saat itu, OJK meluncurkan berbagai macam paket kebijakan. Bahkan beberapa aturannya masih berlaku sampai saat ini. Kalau situasi dianggap normal, aturan itu bisa dicabut. Kita sudah lalui up and down, karena kita meresponsnya dengan berbagai kebijakan. Dampaknya bagaimana? Tentu saja dampaknya sangat terasa di industri keuangan, terutama industri perbankan. Dampak itu lebih terasa di semester terakhir 2015. Bagaimana situasi perbankan pada 2015? Seperti kita ketahui tahun 2015 itu bukan tahun yang mudah, terutama paruh kedua 2015, ketika spekulasi mengenai apakah tingkat suku bunga Fed Fund Rate naik atau tidak. Situasi itu menyita perhatian yang cukup besar. Ketidakpastian itu menyebabkan capital outflow dari Indonesia paling tidak setelah September 2015. Cukup besar, karena terjadi net selling investor terutama di pasar saham, rupiah menembus level Rp14.500. Situasi ini diperburuk dengan ekonomi yang melambat, demand terhadap barang-barang tambah melemah, harga komoditas juga ikut melemah. Sehingga 2015 bukanlah tahun yang mudah, bagi Indonesia alhamdulillah bisa merespon dan menyiasatinya dengan baik. Sehingga meski di tengah-tengah krisis global, kita masih bisa mencetak laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik 4,7%. Menurut saya salah satu pertumbuhan terbaik di emerging market, saksikan Turki, Brazil, Argentina semua mengalami hambatan. Kecuali India yang sedikit cukup baik. Apa implikasi dari situasi yang terjadi pada 2015? Tentu saja situasi tersebut menyebabkan industri keuangan nasional mengalami perlambatan. Artinya pemburukan ekonomi, terutama pasca September 2015, terjadi percepatan pemburukan industri. Aktivitas ekonomi mengalami squeeze (tekanan yang berat), permintaan turun drastis. Kalau diperhatikan sebenarnya trend penurunan ekonomi sudah kita lihat sejak 2012, terus mengalami penurunan. Walaupun turunnya sedikit demi sedikit, namun pasti. Yang paling terasa di industri keuangan adalah, karena pertumbuhan terus menurun, maka permintaan terhadap jasa-jasa keuangan juga melambat. Kredit melambat, kredit properti drop sampai 30%, kredit pembelian kendaraan bermotor turun, sehingga penjualan motor pada 2015 turun 20% hingga 30%. Tentu saja kalau pemburukan ekonomi ini dibiarkan begitu saja, saya kira sangat berbahaya, dan oleh karena itu Pemerintah dan OJK mengantisipasi. Kita respon ini dengan berbagai macam kebijakan. Pemerintah menekankan belanja negara harus dipercepat, biar kemudian ada aktivitas ekonomi lokal yang bergerak. Kami di OJK berhasil mengantisipasi ini lebih awal, pada pertengahan 2015, kita teliti, kita mulai melihat bahwa kalau perlambatan ini kita biarkan, sangat menekan kualitas kredit perbankan. Kredit bermasalah (non performing loan—NPL) akan meningkat. Karena itu ada dua objektif yang ingin kita sasar. Pertama, OJK memitigasi risiko, terutama risiko kredit perbankan agar bank bisa terhindar dari tekanan NPL yang berkelanjutan. Kedua, OJK juga ingin sebetulnya tetap terjadi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab tak mungkin bank bisa berjalan kalau ekonominya mengalami stagnasi. Oleh karena itu OJK kemudian memberikan banyak sekali insentif bagi mereka yang mau memberikan kredit ke usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Makanya beberapa paket (dari 35 paket) kebijakan OJK, fokus pada beberapa area, terutama pada pemberian kredit ke UMKM. Ekonomi domestik ini punya potensi yang cukup besar, karena itu perlu kita dorong pembiayaan ke UMKM. Mengapa harus mendorong kredit UMKM, karena UMKM menyerap 97% tenaga kerja dan 60% perannya dalam perekonomian nasional (GDP). Apa dasar menggeser kredit ke UMKM, apakah hasil kajian atau dari hasil judgement saja? Belajar dari pengalaman sebelumnya, UMKM itu relatif punya daya tahan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam krisis, terutama krisis 1998, karena UMKM berbasis ekonomi lokal. Sebab yang terkena krisis sekarang ini karena lemahnya permintaan dari luar. Sehingga ketika permintaan dari luar lemah, maka kita mengandalkan dan membentuk permintaan di dalam negeri. Kebetulan penduduk kita juga banyak, cocok untuk memperbesar ekonomi domestik. Momentum ini juga harus kita manfaatkan untuk memajukan ekonomi domestik dengan mendorong pemberian kredit perbankan yang lebih besar ke UMKM. Itu sebabnya terhadap perbankan juga kita berikan insentif, bagi bank yang memberikan kredit kepada UMKM. Pada saat yang sama kita antisipasi pemburukan NPL ini dengan cara memberikan kelonggaran dalam restrukturisasi kredit. Tenor kredit kita minta diperpanjang, cicilan dengan sendirinya bisa lebih kecil, kemudian juga penilaian kualitas kredit juga cukup satu pilar. Apakah kebijakan baru soal UMKM ini dieksekusi industri perbankan? Tujuan kebijakan OJK di atas agar kegiatan ekonomi UMKM tidak terhambat, pertumbuhan kredit rupiah terutama kepada UMKM terus mengalami peningkatan. Jadi kredit UMKM pada 2015 tetap bisa kita tahan secara keseluruhan pertumbuhannya 10%, meskipun terjadi krisis yang cukup berat. Kalau tidak ada kebijakan yang berpihak kepada UMKM, kemungkinan besar pertumbuhan kredit UMKM akan turun. Ini terbukti bahwa kebijakan itu dimanfaatkan oleh industri perbankan, kita bisa cek ke kredit yang berhasil direstrukturisasi. Kredit UMKM yang direstrukturisasi pada 2015 sebesar Rp28 triliun, naik Rp10 triliun dari tahun sebelumnya Rp18 triliun. Total kredit perbankan yang direstrukturisasi pada 2015 sekitar Rp40 triliun, sementara Rp10 triliun-nya dari  UMKM. Menang kualitas krisis tak lebih besar dari 1998 karena sudah di on-kan kebijakan sebelum krisis terjadi, sebetulnya dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan pada 2015 hampir Rp5.000 triliun, angka Rp40 triliun ini relatif peanut. Tapi dampaknya kelihatan betul bahwa kebijakan OJK dimanfaatkan betul oleh perbankan, kebijakan OJK dieksekusi sektor perbankan. Kalau saja OJK salah atau terlambat mengambil kebijakan, bisa-bisa terjadi gempa di industri perbankan. Kalau gempa perbankan itu benar-benar terjadi, dampaknya bisa lebih dahsyat dari krisis 1998. Pewawancara Djony Edward

Indonesia Emas Hanya Bisa Terwujud dengan 25 Bank 

JAKARTA (FNN): Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank di Indonesia per Maret 2024, mencapai 106 bank umum. Diharapkan terjadi merger besar-besaran ingga jumlahnya hanya 25 bank umum.  Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri mengingatkan, harus dipertimbangkan bahwa merger antar bank di Indonesia, tidak bisa dihindari di masa depan. karena persaingan di bidang perbankan yang semakin ketat.  \"Merger tersebut akan kehilangan arah perbaikan perbankan nasional yang tepat jika mengabaikan sifat masing-masing bank. Semakin sama perilaku dari bank-bank yang akan merger, semakin mudah adaptasi yang dilakukan oleh bank hasil merger tersebut,\" kata dia, Jakarta, baru-baru ini. Sifat-sifat bank, kata dia, pada akhirnya harus menjamin bahwa perbankan di masa depan mampu bersaing secara sehat. Sifat-sifat bank yang penting tersebut tercermin dalam besaran variabel Total Factor Productivity (TFP), Technical Efficiency, dan skala ekonomis.  \"Ketiga variabel itu merupakan necessary condition variables yang juga harus didampingi sufficient condition variables, yaitu average costs, marginal costs, net interest margin (NIM), return on assets (ROA), dan return on equity (ROE),\" kata Deny. Berdasarkan variabel daya saing perbankan, kata dia, dilakukan skenario pengelompokan merger bank-bank di Indonesia. Hasil pengelompokan merger perbankan ini dapat dilihat dari munculnya 25 pengelompokan merger antara bank-bank yang memiliki sifat-sifat perilaku produksi yang hampir sama di lanskap perbankan Indonesia.  \"Merger bank yang mempertimbangkan persamaan sifat perilaku bank dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal peningkatan kinerja dan efisiensi operasional,\" ungkapnya. Perilaku bank sebelum merger, lanjut Deni, seperti kebijakan kredit, pengelolaan risiko, dan inovasi layanan, dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi kesamaan dan potensi sinergi.  \"Bank yang memiliki perilaku serupa dalam hal manajemen risiko, misalnya, dapat mengintegrasikan sistem mereka dengan lebih mulus, mengurangi redudansi, dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko secara keseluruhan,\" ungkapnya.  Selain itu, lanjutnya, bank dengan filosofi layanan pelanggan yang serupa dapat menyatukan budaya perusahaan mereka dengan lebih efektif, menciptakan pengalaman pelanggan yang kohesif dan meningkatkan kepuasan pelanggan. \"Ini juga dapat mempercepat proses inovasi layanan, karena kedua bank mungkin sudah memiliki jalur pengembangan yang serupa, memungkinkan mereka untuk memanfaatkan penelitian dan pengembangan yang telah ada untuk membawa produk baru ke pasar dengan lebih cepat,\" paparnya.  Dari perspektif operasional, lanjutnya, merger antara bank dengan perilaku operasional yang serupa dapat menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan.  Penggabungan operasi back-office, misalnya, dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan margin keuntungan. Ini juga dapat memungkinkan bank yang telah merger untuk mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif, memprioritaskan investasi dalam teknologi atau area pertumbuhan yang menjanjikan. Dalam hal strategi bisnis, lanjutnya, bank yang memiliki pendekatan serupa terhadap ekspansi pasar atau diversifikasi produk dapat memanfaatkan merger untuk memperkuat posisi mereka di pasar yang ada atau memasuki pasar baru dengan lebih efektif.  \"Sinergi strategis ini dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dan memperluas jangkauan geografis bank yang telah merger. Merger juga dapat memperkuat kemampuan bank untuk menangani perubahan regulasi dan lingkungan ekonomi yang dinamis,\" ungkapnya.  Bank dengan pendekatan serupa terhadap kepatuhan dan adaptasi terhadap perubahan regulasi dapat berbagi praktik terbaik dan mengembangkan sistem yang lebih tangguh untuk mengelola risiko regulasi. Potensi PHK akibat merger? Pemerintah Indonesia, kata dia, perlu belajar dari Singapura yang telah terlebih dahulu melakukan merger bank. Strategi penyaluran karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat merger bank pemerintah di Singapura biasanya melibatkan beberapa langkah kunci.  \"Pertama, pemerintah sering kali bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk menyediakan program reskilling dan upskilling, memastikan bahwa karyawan yang terkena dampak dapat meningkatkan keterampilan mereka dan tetap relevan di pasar kerja,\" ungkapnya.  Kedua, lanjutnya, ada inisiatif pencocokan pekerjaan yang dilakukan oleh agensi tenaga kerja pemerintah, yang membantu mantan karyawan menemukan peluang kerja baru di sektor yang sedang berkembang atau memiliki kekurangan tenaga kerja.  \"Ketiga, seringkali ada dukungan finansial sementara bagi karyawan yang terkena PHK, memberikan mereka waktu untuk mencari pekerjaan tanpa tekanan finansial yang berlebihan,\" tuturnya (dj).

Aprindo Obok-Obok Warung Madura, FMMP Melawan: Bentuk Satgas Pengawas Ritel

Jakarta FNN | Organisasi Forum Masyarakat Madura Perantauan (FMMP) kembali bereaksi, saat Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mulai mengobok-obok dan mencari-cari kesalahan Warung Madura. FMMP melawan akan bentuk Satgas Pengawas Ritel Reaksi keras itu disampaikan Ketua Umum FMMP, HM.Jusuf Rizal,SH kepada media di Jakarta merespon statemen Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey yang disampaikan kepada media dimuat di Harian Kompas terkait keberadaan penjualan produk-produk di Warung Kelontong Madura. Sebagaimana diberitakan media Roy Mandey meminta kepada pemerintah yang intinya memperketat penjualan produk-produk rentan api, seperti Elpiji, bensin eceran dan miras (Minuman Keras) di Warung Madura. Katanya Warung Madura tidak memiliki Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dll. “Aprindo jangan mencari gara-gara. Sebaiknya urus anggotanya sendiri pengusaha ritel modern, jangan mengurusi warung kecil kelontong, apalagi secara khusus menyebut Warung Madura, menjual barang yang dilarang dan melanggar aturan” tegas Jusuf Rizal, tokoh Madura asal Pemekasan memberi tanggapan. Menurut pria aktivis penggiat anti korupsi yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu, apa motif Aprindo mengobok-obok dan mencari-cari kesalahan Warung Madura. Karena yang berjualan Elpiji dan Bensin eceran bukan hanya Warung Madura. Apalagi juga menyebut jual miras segala. Ia sependapat dengan Roy Mandey, bahwa setiap masyarakat yang berusaha harus patuh pada aturan. Tapi jangan mencari gara-gara dan menyudutkan Warung Madura, seolah-olah Warung Madura telah melakukan pelanggaran hukum dalam berusaha. Gagal larang Warung Madura buka 24 jam, kini pake modus baru. Jusuf Rizal meminta Roy Mandey jangan hanya bicara menuduh Warung Madura jual miras. Tapi harus menunjukkan di daerah mana Warung Kelontong Madura yang jual miras itu. Sebagai Ketum Aprindo, jangan sampai sebar berita bohong yang merugikan masyarakat Madura yang memiliki usaha kelontong. “Jika ada pelanggaran hukum dalam berusaha, itu otoritas pemerintah, bukan domain Aprindo. Sebaiknya Roy Mandey urus pengusaha ritelnya, jangan urus warung kelontong yang merupakan UKM (Usaha Kecil dan Menengah),” papar Jusuf Rizal berang. Guna merespon sikap Aprindo, FMMP juga akan membentuk Satgas Pengawasan Ritel yang melanggar aturan, baik perizinan, pendirian lokasi maupun jam operasional yang diduga banyak melanggar Permendag Nomor 23 Tahun 2021. Nanti disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dan diberi sanksi. Sebelumnya, Warung Madura oleh Sekretaris Kemenkop UKM, Arif Rahman Hakim melarang Warung Kelontong Madura buka 24 jam. Diduga Sekretaris Kemenkop UKM adalah kroni Aprindo. Kemudian FMMP bereaksi agar Kemenkop UKM jangan jadi jongos Kapitalis. Akhirnya Menteri Koperasi UKM, Teten Masduki menyebut tidak ada yang dilanggar Warung Madura buka 24 jam. Kini Aprindo pake modus baru, urusi produk yang dijual di Warung Madura. (Dh)

Siapa Penikmat Royalti Pencipta Lagu?

Para pencipta lagu hidup kekurangan. Hak royalti tak sampai ke dapur mereka. Lalu, siapa penikmatnya? Oleh: Dimas Huda | Jurnalis Senior FNN   Dia adalah Naniel Yakin. Sang komposer dan musikus lagu legendaris berjudul “Bento” ini telah berpulang ke Sang Pencipta pada Jumat 21 Frebruari 2020. Di akhir hayatnya, ia hidup serba kekurangan. Sedangkan lagu-lagu yang didendangkan Iwan Fals itu masih dinikmati masyarakat hingga kini. Kendati telah tiada, mestinya royalti Naniel bisa dinikmati pewarisnya. Asal tahu saja, royalti merupakan hak yang seharusnya diterima oleh pencipta musik atau lagu jika karyanya dimanfaatkan secara komersial oleh pihak lain. Selama usia hidup hingga 70 tahun setelah ia meninggal, royalti ini melekat dan wajib ditunaikan oleh setiap orang yang menggunakan karya lagu tersebut. Besaran royalti berbeda-beda tergantung sektor usaha yang memanfaatkan lagu tersebut. Penggunaan dalam konser musik, misalnya, dikenai royalti sebesar 2% dari total hasil penjualan tiket. Atau jika suatu lagu digunakan di bioskop, maka si pencipta mendapatkan hak ekonomi sebesar Rp3,6 juta per layar setiap tahunnya. Pencipta lagu yang tidak menikmati royalti secara layak dan hidup miskin tak hanya Naniel seorang. Ada Syam Permana. Pencipta puluhan lagu dangdut yang dipopulerkan sejumlah artis kondang itu, kini hidup serba pas-pasan. Lagu ciptaan Syam Permana bergenre dangdut dipopulerkan oleh sejumlah penyanyi terkenal seperti Inul Daratista, Ine Sintia dan Imam S Arifin. Sang pencipta lagu di era tahun 80-an itu kini justru tinggal di Kampung Babakan Jawa RT42/18 Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Di sana ia berprofesi sebagai pemulung. Selain Naniel dan Syam, nasib pencipta lagu di negeri ini memang tak seberuntung penyanyi yang membawa lagu mereka. Iwan Fals, Inul Daratiste dan para penyanyi lainnya, hidup gemah ripah. Kendati demikian, persoalannya bukan sekadar kesenjangan di antara mereka. Masalah royalti memang belum digarap dengan baik menjadi biang keladi. Ada potensi besar dalam royalti bidang musik dan lagu di Indonesia. Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris, pernah menghitung, potensi itu sebesar Rp1 triliun per tahun. Hanya saja, Lembaga Manajemen  Kolektif  Nasional (LMKN) tak punya kemampuan untuk mengolek duit sebanyak itu. Tahun lalu LMKN hanya sanggup menagih Rp35 miliar. Padahal Malaysia bisa menarik Rp350 miliar, Jepang bahkan sampai Rp2 triliuan. Sekadar mengingatkan,  sejarah LMKN dimulai   dari   Undang   Undang No  28  Tahun  2014  Tentang   Hak  Cipta Mengamanahkan didirikannya LMKN  untuk Menangani  pengumpulan  royalti  musik  di Indonesia.  Di sini LMKN merupakan  Lembaga  bantu pemerintah  non-APBN  yang  mendapatkan kewenangan  atribusi  dari  Undang-Undang Hak Cipta untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan  Royalti  serta  mengelola kepentingan  hak  ekonomi  Pencipta  dan Pemilik Hak Terkait  di  bidang lagu dan/ atau musik.  Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, mengakui angka Rp35 miliar memang jauh dari potensi yang sebenarnya. Jika ribuan karaoke, hotel, restoran di Indonesia saat ini taat membayar royalti, begitupun ratusan konser di Indonesia juga menjalankan kewajibannya, maka angka yang terkumpul akan jauh lebih besar. “Bisa triliunan. Bisa dibayangkan, sehari di setiap provinsi, berapa komponen usaha yang pakai musik. Dari angka Rp35 miliar kita bisa anggap Rp1 miliar lebih per provinsi ya berarti, masa, apakah mungkin di Jakarta, cuma Rp1 miliar?” ungkap Dharma suatu ketika. Tingkat ketaatan membayar royalti di Indonesia diakui Dharma relatif masih rendah. Masih banyak pelaku usaha atau penyelenggara event yang belum menunaikan kewajibannya. Menurut Dharma, potret tersebut berkaitan dengan tingkat kesadaran dan literasi masyarakat tentang hak cipta dan royalti yang melekat di sana, masih rendah. “Ada contoh yang taat di berbagai sektor. Tapi kalau kita pukul rata secara keseluruhan, ketaatannya belum maksimal, masih jauh dengan harapan,” ucap Dharma. Angka potensi yang disebut Freddy Harris dan Dharma bukan mengada-ada. Ambil contoh saja, potensi royalti yang bisa dikeduk dari pengguna internet. Berdasarkan  riset  yang dilakukan  oleh  Asosiasi Penyelenggara Jasa  Internet  Indonesia  (APJII),  pengguna internet  dari  generasi  milenial  adalah sebesar 63% dari  total  pengguna  internet di Indonesia yaitu 132,7 juta orang. Mereka mendengarkan musik secara online (35,5%), dan menggunakan perangkat mobile sebagai sarana berkomunikasi (47,6%). Hal  ini  menunjukan  bahwa  mendengarkan musik  secara  online  adalah  sebuah  cara generasi  milenial  mendapatkan  hiburan. “Dengan  adanya  data  ini  terlihat  bahwa banyaknya  royalti  yang  dapat  dikumpulkan dan  disalurkan  melalui  aplikasi  musik streaming,” tulis Antonio Rajoli Ginting dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenhum dan HAM dalam papernya berjudul “Peran Lembaga Manajeman Kolektif dalam Perkembangan Apliaksi Musik Streaming”. Melihat  karakter  generasi  milenial,  maka  dapat  dipastikan  aplikasi musik  streaming  akan  sering  digunakan. Maknanya, potensi  royalti  yang akan  dikumpulkan  menjadi  lebih banyak lagi.    Terlepas dari banyaknya aplikasi musik  streaming, Antonio mengingatkan perlunya ditentukan tarif yang tepat dalam pengumpulan  royalti  sehingga dapat disalurkan kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Hak Terkait. Selain steaming, potensi lainnya datang dari banyaknya helatan konser, atau banyaknya bioskop di Indonesia. Belum lagi sektor-sektor lainnya yang juga menyumbang royalti besar seperti karaoke, restoran, hotel hingga layanan transportasi darat maupun udara. Lebih Kompleks Berbeda  dengan karya seni lain, unsur hak cipta dalam sebuah lagu  memang lebih  kompleks.  Dalam  sebuah  lagu terdapat  beberapa  unsur  yaitu  lirik,  musik dan  aransemen.  Masing-masing  diciptakan, direkam  dan  ditampilkan  oleh  subjek  yang berbeda yaitu penyanyi, manajemen  artis, studio rekaman, serta label  musik.  Masing- masing  subjek  tersebut  dalam  Undang- Undang  No. 28 Tahun 2014 tentang  Hak Cipta dapat diklasifikasikan sebagai Pencipta, Pemegang  Hak  Cipta  dan  Hak Terkait. Pencipta  adalah  pihak  yang  menghasilkan ciptaan, dalam konteks ini pencipta musik, lirik maupun  aransemen. Pencipta  memiliki  hak moral  dan hak  ekonomi untuk setiap karya yang  digandakan  maupun  dipertunjukkan ulang.  Pemegang  Hak  Cipta  merupakan pihak  yang  menerima  seluruh hak dari Pencipta  secara sah,  misalnya ahli waris. Pemegang Hak Terkait adalah mereka yang memegang hak terkait suatu ciptaan misalnya penyanyi atau musisi yang mempertunjukkan ciptaan,  produser  fonogram  dan  lembaga penyiaran.  Sehingga,  ketika  sebuah  lagu dipertunjukkan, maka yang mendapatkan hak ekonomi berupa royalti tidak hanya Pencipta tapi juga penyanyi, pemilik label rekaman dan produser fonogram. Masing-masing memiliki porsinya sesuai dengan yang disepakati. Perkembangan  dunia  digital  saat ini memang semakin memberi ruang untuk sebuah lagu/musik dapat didengar dengan mudah setiap saat.   Lahirnya   aplikasi   musik   streaming seperti  Spotify, misalnya, membuat  orang dapat  lebih mendengarkan  lagu  yang  disukainya. Pendapatan industri musik dari platform musik streaming  pada  2017 telah mencapai  43% dari total  pendapatan industri musik  secara keseluruhan.  Secara  spesifik,  pertumbuhan musik  streaming  mencapai  39% per tahun,  naik  2,1  miliar  hingga mencapai 7,4 miliar dollar AS  (sekitar Rp130  triliun). Capaian  tersebut  terus  meningkat  hingga melebihi total pendapatan format lama, yakni kepingan CD dan unduhan. Di satu sisi, hal ini  semakin  mempermudah  musisi  dalam mengenalkan  dan  memasarkan  karyanya, namun di sisi lain distribusi royalti Pencipta, Pemegang  Hak  Cipta  dan Hak Terkait menjadi lebih rumit. Tengok saja Spotify. Ini adalah  merupakan  aplikasi  yang menyediakan layanan personal dengan fitur sosial  dan interaktif untuk  streaming musik dan  konten lain,  serta produk  dan  layanan lain yang dapat dikembangkan dari waktu ke waktu.  Selain mengatur interaksinya dengan  pengguna,  Spotify  juga  mengatur interaksinya dengan musisi  terutama dalam hal pembayaran  royalti.  Dalam  situs  resmi Spotify, ada dua tipe royalti yang dibayarkan yakni: Pertama, Royalti Rekaman (Recording Royalties): di mana royalti yang diterima dari setiap pemutaran di spotify, dibayarkan kepada artis  melalui  pemberi  lisensi  yang mengirimkan musik tersebut, biasanya label rekaman atau distributor mereka. Kedua, Royalti  Penerbit:  dimana  uang/royalti untuk penulis lagu atau pemilik komposisi. Pembayaran diberikan kepada penerbit, LMK  (collecting  societies),  dan  agensi yang berada sesuai wilayah pengguna.   Berdasarkan  hal tersebut,  maka  dapat dilihat  bagaimana  Spotify  membayarkan royalti  kepada  Pencipta,  Pemegang  Hak Cipta,  dan  Hak  Terkait.  Setiap  lagu  yang diputar oleh  pelanggan, maka  Spotify akan mengkalkulasinya  dan  memberikannya kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Hak Terkait melalui mekanisme di atas. Spotify  memberikan  royalti  kepada musisi sebesar 0,006 dolar AS hingga 0,0084 dolar  AS  untuk  sekali  streaming. Apabila lagu tersebut milik penyanyi ternama, maka tentunya  semakin  banyak pula uang yang didapatkan. Meski dalam websitenya Spotify menyatakan pembayaran royalti tidak dihitung per  streaming,  namun  faktanya  banyaknya jumlah  pemutaran  (pay per stream/pps) sangat  mempengaruhi nominal  royalti yang dibayarkan di luar faktor popularitas artis dan pendapatan per  kapita daerah di mana lagu diputar. Dalam  hal  mekanisme  pembayaran royalti  untuk musisi,  platform  digital  seperti Spotify   masih  memiliki   kekurangan   yang ujungnya  merugikan  musisi.  Pada  2015 Spotify  harus  menghadapi  gugatan  class action senilai US$150 juta atas royalti yang belum  dibayarkan. Ini terjadi karena tidak adanya payung hukum yang mengatur tarif  minimum  royalti.  Spotify  memberikan harga kira-kira US$0,006 tiap pemutaran  lagu  yang  diambil  dari  biaya langganan. Sehingga,  jika dikalkulasi  untuk musik  yang diputar 1  juta kali,   pemegang hak hanya mendapatkan royalti sebesar US$6,000 atau setara dengan Rp85 juta rupiah di mana jumlah ini masih harus dibagi antara produser  rekaman,  artis,  penulis  lagu  dan komposer.  Belum  adanya  payung  hukum Indonesia  yang  mengatur  mengenai  tarif minimal  pembayaran  berpotensi  membuat musisi  Indonesia  mendapatkan  bayaran royalti yang lebih rendah. Peraturan  yang  ada  saat  ini  baru mengatur tarif royalti di beberapa tempat yakni dalam  Keputusan  Menteri Hukum  dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna  yang  Melakukan  Pemanfaatan Komersial  Ciptaan  dan/atau  Produk  Hak Terkait Musik dan Lagu. Data Base Dalam  industri  musik umumnya  informasi  tersebar  di proprietary databases, spreadsheets, email inboxes, dan kontrak berjangka panjang yang dikelola oleh organisasi yang terpisah. Indonesia perlu memilik database meski prototipenya sedang dibangun oleh Bekraf bernama Portamento. Keberadaan  database  penting  mengingat seringkali  terjadi  perubahan  penerima  hak royalti  akibat  lepasnya  artis  dari  sebuah label rekaman, atau pergantian personil grup musik. Ini mengakibatkan hak layanan musik tidak bisa mengidentifikasi siapa pemilik hak cipta, bagaimana pembagiannya dan berapa harga  lisensinya.  “Kalaupun  data  itu  ada, pembagian  porsi  lisensi  seringkali  berubah karena kontrak habis dan tidak ada yang tahu pasti,” ujar Antonio Rajoli Ginting. Sebenarnya data kepemilikan tersebut bisa saja ditempelkan/dilekatkan dengan file musiknya, tapi ada kemungkinan besar data tidak terstandarisasi, atau hilang, atau tidak akurat sehingga sulilt untuk dilacak. Anang Hermansyah selaku Pencipta Lagu dan juga mantan anggota DPR Komisi X Dapil Jawa Timur IV periode 2014-2019 juga menganggap pentingnya big data. Big data sendiri merupakan kumpulan proses yang terdiri dari volume data dalam jumlah besar yang terstruktur maupun tidak terstruktur dan digunakan untuk membantu kegiatan bisnis. Big data ini memiliki posisi penting karena dengan adanya data ini output-nya persoalan royalti menjadi lebih transparan, akuntabel dan ekosistem di industri musik menjadi lebih sehat. Menurut Anang, big data juga diperlukan untuk collecting dan membagikan royalti kepada pencipta lagu. Big data inilah yang nantinya akan mencatat musik Indonesia yang ada dari dulu hingga sekarang secara detail. “Semua pencipta lagu harus mendaftarkan ke big data untuk kepentingan pemberian royalti. Kalau pencipta lagu sudah menjadi bagian dari LMK, maka LMK harus mengeluarkan data dari pemakaian lagu pencipta lagu tersebut, kalau memang mau mendapatkan royalti,” ujar Anang sebagaimana dikutip Daffa Okta Permana, Esther Masri, Clara Ignatia Tobing dalam papernya berjudul “Implementasi Royalti Terhadap Pencipta Lagu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Dalam industri kreatif khususnya musik di Indonesia dikenal dengan nama Portamento. Portamento akan mengakomodsi seluruh karya musik di Indonesia sehingga musisi yang mengunggah musik akan muncul keterangan tentang pencipta musik, lirik, rekening bank, nomor wajib pajak, serta segala data tentang musik. Nantinya, Portamento akan terhubung dengan media sosial seperti Youtube dan Facebook serta platform streaming seperti Spotify dan Joox. Portamento ini sendiri adalah alat untuk mengetahui penggunaan dari lagu tersebut. Misalkan saja bila Rhoma Irama ingin mengetahui lagu Begadang diputar berapa kali dalam waktu sebulan. Nantinya jumlah pemutaran ini akan dideteksi oleh Portamento untuk mengecek lagu yang dinyanyikan, siapa saja yang memakainya, dan besaran royalti yang dia dapatkan. Sampai saat ini Portamento sendiri ini sedang dikerjakan oleh Badan Ekonomi Kreatif bersama-sama dengan lembaga lainnya. Aplikasi ini sudah dipresentasikan di Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia atau World Inntelectual Organization (WIPO) di Swiss. Untuk peluncurannya memang tidak bisa cepat karena harus dilakukan testing terlebih dahulu. Seni yang Sangat Mudah Musik memang istimewa. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), misalnya, musik mendapat porsi pengaturan dan penjelasan jauh lebih banyak dibandingkan dengan seni-seni lain – bahkan dibanding dengan karya cipta non-seni yang lain. “Tak kurang dari 19 jenis ciptaan yang dilindungi undang-undang, tapi musik seperti mendapat tempat paling istimewa. Hal ini karena musik merupakan seni yang sangat mudah diperbanyak dan didistribusikan dengan berbagai sarana,” tulis Kemala Atmojo Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni dalam artikelnya berjudul “Musik dalam Film dan Potensi Konfliknya”. Di era digital sekarang ini, orang dapat dengan mudah menyalin, memperbanyak, dan mendistribusikan karya musik dalam hitungan detik ke mana saja. Hal ini dapat menyebabkan pencipta bisa kehilangan kendali atas karya mereka dan kehilangan penghasilan yang seharusnya mereka terima. Alasan lain, musik adalah jenis seni yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Musik juga memiliki pengaruh besar dalam kebudayaan serta ekonomi, yang membuat hak cipta menjadi isu penting dalam perlindungan kekayaan intelektual. Ada banyak orang dan perusahaan yang dapat menghasilkan uang dari karya musik, seperti pencipta lagu, produsen rekaman, distributor musik, penyanyi, dan lain-lain. “Oleh karena itu, perlindungan hak cipta menjadi sangat penting untuk memastikan keberlangsungan industri musik,” tambahnya. Itu sebabnya, dalam undang-undang hak cipta, selain diakui sebagai Pencipta yang punya hak ekonomi dan hak moral, musisi -- dalam pengertian luas -- juga dimasukkan juga ke dalam Hak Terkait dan Pelaku Pertunjukan. Bahkan, sebagai konsekuensi dari pasal-pasal yang ada di undang-undang, muncul beberapa peraturan menteri yang berkaitan dengan sistem informasi hak cipta musik, tentang mekanisme pendaftarannya, cara mendapatkan royalti, sampai besaran angka yang harus dibayar oleh para pengguna jasa musik. Tak sampai di situ. Dan ini yang istimewa. Dalam Pasal 18 UUHC, selain karya tulis, lagu serta dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan atau pengalihan tanpa batas waktu, hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 UUHC, yang berbunyi: “Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilkan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku Pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.” Lalu dalam Pasal 122 UUC dirinci bagaimana cara melakukan perhitungan masa 25 tahun itu baik ketika UU No. 28 Tahun 2014 belum berlaku atau sesudah berlaku. Misalnya saja, perjanjian jual putus pada saat diberlakukannya undang-undang No. 28 tahun 2014 telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, maka dikembalikan hak ciptanya kepada Pencipta 2 (dua) tahun sejak berlakunya UU tersebut. Lalu, jika perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya UUHC belum mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, maka dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta setelah mencapai 25 (dua puluh lima) tahun sejak ditanda tanganinya perjanjian jual putus dimaksud dan ditambah 2 (dua) tahun. Perda Itu sebabnya, Anang menganggap, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sudah cukup mengatur masalah hak cipta. “Tinggal implementasinya saja untuk menjalankan aturan ini dengan baik,” katanya. Dia mengingatkan penarikan royalti harus merata. Jangan  hanya di kota-kota besar saja. Kota-kota yang belum terjamah atau jauh harus digarap. Di samping itu, Anang menyarankan agar daerah-daerah tersebut membuat Peraturan Daerah atau Perda tentang penarikan royalti dari tempat yang bersifat komersil. Menurutnya, dengan dibuatnya Peraturan Daerah akan membantu mensejahterakan para pencipta lagu yang lagunya dimainkan di daerah tersebut, lalu juga dapat membantu LMKN  dalam menarik royalti dari tempat-tempat yang bersifat komersil di daerah tersebut. Lebih jauh lagi, pemahaman pemerintah terhadap Undang-Undang Hak Cipta juga sangat dibutuhkan. Anang berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada para pencipta lagu mengenai sistem penarikan royalti, karena dengan dilakukannya sosialisasi, para pencipta lagu lebih mengerti lagi mengenai peraturan yang ada dan mereka mendapatkan hasil yang maksimal dari lagu-lagu yang dia ciptakan. Jika peraturan ini berjalan dengan baik dan maksimal, maka akan terjadi kondisi saling menguntungkan bagi orang-orang yang terlibat di industri musik maupun dari pemerintah sendiri. “Pencipta lagu mendapatkan royalti, pemerintah mendapatkan pendapatan pajak dari penarikan royalti dan pengusaha yang menggunakan lagu-lagu dari pencipta lagu bisa menjalankan bisnisnya sampai kapan pun dengan adanya aturan yang jelas dan membayarkan royalti,” ujarnya.@  

Rencana Dukung Anies, DPP BroNies Temui Wakil Ketua Umum DPP PROJO

Jakarta | FNN - Ketua Umum DPP Relawan Bro Anies   (BroNies) bersama Sekjen dan Bendahara Umum serta pengurus lainnya, Selasa sore, 31 Oktober 2023 menemui Wakil Ketua Umum DPP PROJO di hotel Namira Surabaya, Jawa Timur. Yusuf Blegur dan Guntur Siregar juga Deasy Narulita selaku Ketua Umum, Sekjen dan Bendahara Umum bersama rekan-rekan BroNies mengadakan silaturahim dengan Suhandoyo Wakil Ketua Umum aktif DPP PROJO sebagai pendiri dan pernah menjadi ketua PROJO Jawa Timur. Pertemuan BroNies dengan salah satu tokoh penggerak PROJO itu mencoba menjajaki rencana deklarasi PROJO mendukung Anies. Seperti yang sudah dideklarasikan, PROJO terbelah mendukung capres Prabowo dan Ganjar. Pertemuan BroNies dengan Handoyo yang juga menjadi Ketua Bapilu Partai Nasdem Jawa Timur, merupakan upaya untuk konsolidasi dalam rangka mempersiapkan dan menindaklanjuti aspirasi beberapa pengurus aktif PROJO yang selama ini merasa simpati dan memiliki empati terhadap figur Anies Baswedan. Yusuf dan Guntur mencoba meminta  saran dan pertimbangan tentang pentingnya membangun komunikasi dan koordinasi dengan basis kekuatan nasionalis terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada Handoyo yang dikenal sebagai penggerak massa di Jawa Timur, ujar kedua pengurus BroNies yang Aktifis GMNI. Silaturahim itu disambut hangat dan antusias oleh Handoko yang pernah menjadi anggota DPRD dan Ketua Fraksi PDIP Jawa Timur. Pertemuan relawan pendukung Anies dan pendukung Jokowi (BroNies dan PROJO) tersebut menghasilkan satu agenda kegiatan Deklarasi PROJO Pro Anies, rencananya akan dilaksanakan antara di Jawa Timur, Jawa Tengah dan di Jakarta. Handoyo yang pernah mengumpulkan suara terbanyak dan memenangkan pemilihan Ketua DPD dalam Konferda PDIP Jawa Timur namun digagalkan oleh Hasto Kristianto-Sekjend PDIP, mengatakan akan melakukan konsolidasi PROJO Jawa Tengah juga. Apalagi banyak pengurus PROJO Jawa Tengah yang tidak puas dan kecewa kepada Prabowo yang memilih Gibran sebagai cawapresnya, pungkas Handoyo. Sementara Yusuf Blegur dan Guntur Siregar akan berusaha membantu memfasilitasi aspirasi atau keinginan Deklarasi PROJO Pro Anies bisa dilaksanakan di Jakarta. Kami akan komunikasi dengan semua pihak terkait yang bisa membantu kegiatan itu. Ini menjadi bentuk inisiasi dan tanggungjawab BroNies dalam menggalang semua potensi kekuatan politik yang berbasis ideologi kiri dan nasionalis demi memenangkan Anies sebagai presiden. In syaa Allah pasangan AMIN bisa membuat “matchsvorming” dan harus sanggup membangun “samen bundelling van alle revolutionary krachten”, menjelang pilpres 2024. Selain kehadiran Gus Imin dengan basis NU nya di Jatim dan Jateng, semoga kolaborasi BroNies dan PROJO dapat berkontribusi pada pemenangan pasangan AMIN. Aamiin. (*)   *Surabaya, 31 Oktober 2023.*     *DPP BroNies*   *Yusuf Blegur-Ketua Umum* *Guntur Siregar-Sekjend*

Beban Utang Kereta Cepat, LaNyalla Ingatkan Wamen BUMN Soal Kualitas Public Statement

SURABAYA, FNN  |  Pernyataan Wakil Menteri I BUMN Kartika Wirjoatmodjo bahwa pembayaran utang atas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tidak ditanggung oleh APBN, melainkan menjadi beban tanggungan PT KAI (Persero) disorot Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Sebab, menurut penilaian LaNyalla kualitas pernyataan publik yang disampaikan pemangku kebijakan harus utuh, dan tidak menyesatkan. Sehingga masyarakat mendapat informasi yang benar, dan tidak merasa dianggap bodoh semua se Indonesia. “Narasi yang dibangun Wamen dengan mengatakan utang kereta cepat Jakarta-Bandung tidak ditanggung oleh APBN itu, seolah APBN tidak akan intervensi. Padahal utang tesebut jelas dijamin APBN. Dan PT KAI sudah pernah menerima suntikan PMN dari APBN untuk kepentingan proyek tersebut. Ini harus dibuka utuh,” tukasnya, Kamis (12/10/2023). Ditambahkan LaNyalla, sebaiknya Wamen membaca dulu isi dari Peraturan Presiden Nomor 93/2021, dimana beleid tersebut memperbolehkan pendanaan KCJB menggunakan APBN. “Perlu juga baca Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/2023, yang mengatur pemerintah untuk bisa menjamin pembayaran utang proyek KCJB. Jadi pintu APBN itu terbuka untuk PT KAI bila cash flow BUMN tersebut bleeding,” tandas Penasehat KADIN jawa Timur itu. Diungkap LaNyalla, PT KAI juga termasuk BUMN yang masih rutin menerima tambahan dana dari APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Bahkan di tahun 2022, secara khusus menerima PMN untuk proyek KCJB sebesar Rp. 3,2 triliun melalui PP Nomor 62/2022 tentang Penambahan PMN RI ke Dalam Modal Saham KAI pada 31 Desember 2022 yang lalu. “Tahun 2024 nanti PT KAI juga masih masuk daftar pemohon PMN lagi, di antara belasan BUMN lainnya. Tahun 2024, PT KAI mengajukan Rp 2 triliun untuk pengadaan KRL yang dioperasikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI),” beber LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu juga mengurai, PMN memang bisa berfungsi untuk meningkatkan leverage BUMN sebagai agent of value creator, sehingga pada akhirnya memberi keuntungan kepada negara melalui deviden. Tetapi juga bisa sebaliknya, bukan manfaat ekonomi langsung, tetapi untuk menyelamatkan BUMN dari kebangkrutan dan menjaga hubungan kelembagaan (kewajiban) dengan pihak ketiga. “Latar belakang ini yang sering terjadi dalam proses penyuntikan PMN ke BUMN-BUMN kita. Terutama BUMN Karya. Semua daftar BUMN penerima PMN dapat dicek kok, dari tahun ke tahun,” pungkasnya. (sws)

Investasi Asing Semakin Bebani Ekonomi Indonesia: Terjajah Secara Ekonomi

Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) INVESTASI sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Tidak heran, investasi dikejar, diberi insentif, dikasih karpet merah. Khususnya, oleh pemerintahan Jokowi. Investasi dikejar sampai ke Amerika Serikat, Timur Tengah, Singapore, dan tentu saja China: Come and invest to my country. Tetapi, investasi bagaikan pedang bermata dua. Di lain sisi, investasi dapat menjadi bumerang bagi ekonomi, membebani ekonomi, dan membuat struktur ekonomi menjadi semakin melemah, dan pada akhirnya bisa memicu krisis ekonomi. Ini terjadi kalau pemerintah terlalu agresif menarik investasi asing (PMA), sehingga mengakibatkan akumulasi modal asing di dalam perekonomian nasional menjadi sangat besar. Karena, investasi tidak gratis, ada “biayanya”. Setiap investasi akan memperoleh penghasilan dalam bentuk dividen (dari laba perusahaan) atau bunga obligasi (dari surat utang, termasuk surat utang negara). Secara teori, pembayaran dividen dan bunga obligasi kepada investor asing tersebut akan berlangsung selamanya, selama perusahaan asing tersebut masih berdiri. Sebagai contoh, kalau investor asing mendirikan perusahaan di Indonesia dengan investasi Rp10 miliar, dan perusahaan tersebut memperoleh laba Rp2 miliar per tahun, maka investor asing akan menerima laba (dividen) sebesar Rp2 miliar per tahun, selamanya, sampai perusahaan tersebut ditutup, dilikuidasi, atau dijual kepada investor lokal. Artinya, cadangan devisa Indonesia senilai Rp2 miliar per tahun akan tersedot ke luar negeri untuk pembayaran dividen atau bunga obligasi kepada investor asing tersebut, selamanya, selama perusahaan berdiri. Semua transaksi devisa, yaitu transaksi penerimaan dan pembayaran antara pihak Indonesia dan luar negeri, tercatat di dalam Neraca Pembayaran, atau Balance of Payment. Sedangkan penerimaan dan pembayaran devisa sehubungan dengan investasi (dividen dan bunga obligasi), akan tercatat di Neraca Pendapatan Primer. Sejak 2004 hingga 2022, pembayaran dividen dan bunga obligasi (surat utang) ke luar negeri semakin membesar dan memprihatinkan, karena dapat memicu krisis valuta . Pembayaran dividen dan bunga dari Indonesia kepada investor asing di luar negeri pada 2004 hanya 12,85 miliar dolar AS. Jumlah pembayaran dividen dan bunga ini naik tajam menjadi 41,15 miliar dolar AS pada 2019. Lihat Gambar 1. Sedangkan penerimaan dividen dan bunga dari luar negeri kepada pengusaha Indonesia pada 2019 hanya 7,37 miliar dolar AS. Sehingga Neraca Pendapatan Primer pada 2019 mencatat defisit 33,77 miliar dolar AS. Pembayaran dividen dan bunga kepada investor asing pada 2022 naik lagi menjadi 43,33 miliar dolar AS, membuat defisit Neraca Pendapatan Primer naik menjadi 36,02 miliar dolar AS. Neraca Pendapatan Primer untuk tahun 2023 ini diperkirakan masih memburuk dari tahun 2022. Kondisi ini mencerminkan, investasi asing, termasuk hilirisasi tambang nikel sejak 2020, membuat ekonomi Indonesia semakin memburuk. Pembayaran dividen dan bunga ke luar negeri naik menjadi 43,33 miliar dolar AS pada 2022. Untuk periode 5 tahun, total pembayaran kepada investor asing selama 2015-2019 mencapai 183,87 miliar dolar AS. Sangat besar. Lihat Gambar 2. Defisit Neraca Pendapatan Primer yang semakin membesar menunjukkan ekonomi Indonesia semakin dikuasai investor asing, dan menyedot devisa Indonesia ke luar negeri. Kondisi ini menekan kurs rupiah semakin melemah. Terutama ketika kinerja Neraca Perdagangan (ekspor minus impor) memburuk, karena harga komoditas turun, kurs rupiah semakin anjlok. Apalagi kalau investasi asing yang baru tidak masuk,  maka kurs rupiah dipastikan akan tambah jeblok, dan bisa memicu krisis valuta. Kurs rupiah saat ini sedang melemah terus, turun menjadi sekitar Rp15.600 per dolar AS. Defisit Neraca Pendapatan Primer yang semakin membesar menandakan ekonomi Indonesia semakin dalam dicengkeram asing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jokowi, Indonesia sudah terjajah secara ekonomi. Nampaknya, Jokowi tidak sadar, bahwa pemerintahan Jokowi sendiri yang bertindak sebagai agen dari penjajahan ekonomi tersebut. Dengan cara, pemerintah terus mengejar investasi asing, antara lain menyerahkan hilirisasi pertambangan dan pembangunan infrastruktur, termasuk IKN, kepada investor asing. Selamat datang, penjajahan ekonomi. --- 000 ---