Melucuti Wewenang Erick Thohir Lewat Super Holding Danantara
Revisi ketiga UU BUMN kelar sudah. Kini Indonesia punya super holding bertajuk BPI Danantara. Kuasa Erick Thohir di BUMN bakal disedot badan ini.
Oleh: Miftah H. Yusufpati | Jurnalis FNN
TAK butuh waktu lama bagi Komisi VI DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Revisi ketiga ini disetujui untuk dibahas pada 23 Januari lalu. Selanjutnya, pada 1 Februari 2024, RUU perubahan ketiga itu sudah disetujui pada rapat tingkat I Komisi VI DPR RI. RUU ini kemudian dibawa ke rapat tingkat II Paripurna DPR pada Selasa 4 Februari 2025.
Pada hari itulah sejarah baru dimulai. DPR RI dan Pemerintah sepakat mengesahkan RUU perubahan tersebut.
Begitu palu diketok, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara pun telah punya payung hukum. Ini melegakan, sebab sudah sejak Oktober 2024 Kepala dan Wakil Kepala Danantara dilantik, tapi badan itu belum punya payung hukum.
Sekadar mengingatkan Kepala BPI Danantara yang dilantik itu adalah Muliaman Darmansyah Hadad dan Wakil Kepala Badan Danantara Kaharudin Djenod.
Cepatnya pembahasan perubahan UU tersebut sedikit mengundang tanya. Mengapa Menteri BUMN Erick Thohir begitu tulus menyerahkan lehernya ke tukang jagal?
Banyak yang menduga, UU BUMN yang baru itu jelas-jelas menggergaji wewenang Erick Thohir. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga menyebut UU itu jelas akan berdampak pada peran Erick Thohir sebagai Menteri BUMN.
Merujuk RUU yang disahkan, Danantara nantinya akan terdiri dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Sedangkan posisi Dewan Pengawas nantinya harus mendapat persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto. “Dewan pengawas (Danantara) atau apapun itu nanti akan ditetapkan oleh Presiden,” kata Dasco.
Dasco mungkin lupa bahwa dalam revisi UU BUMN, pasal 3M ayat (1) disebutkan dewan pengawas terdiri dari Menteri BUMN sebagai ketua merangkap anggota. Maknanya, selama Erick menjadi Menteri BUMN maka ia otomatis bakal menjadi Ketua Dewan Pengawas Danantara.
Anggota pengawas lainnya adalah perwakilan dari kementerian keuangan dan berasal dari pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh presiden. Memang, dalam UU itu, juga mengatur bahwa anggota dewan pengawas dapat diberhentikan oleh Presiden.
Merujuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 tentang BUMN, pemerintah dan DPR mengatur bahwa organ Danantara terdiri atas Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana.
Dewan Pengawas Danantara nantinya terdiri atas Menteri BUMN sebagai Ketua merangkap anggota, perwakilan dari Kementerian Keuangan sebagai anggota, dan pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden sebagai anggota.
Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Pengawas bakal dibantu oleh sekretariat, komite audit, serta komite etik, komite remunerasi dan sumber daya manusia. Adapun, masa jabatan ini ditetapkan selama 5 tahun.
Masih berdasarkan dokumen DIM RUU BUMN, kewenangan Dewan Pengawas Danantara mencakup persetujuan rencana kerja dan anggaran tahunan, menetapkan remunerasi, hingga menyetujui laporan keuangan badan.
Ranah Pengawasan
Nah, bergulirnya isu Menteri BUMN sebagai Dewan Pengawas BPI Danantara menunjukkan bahwa kewenangan Erick Thohir di ekosistem perusahaan pelat merah tidak lepas begitu saja.
Peran Kementerian BUMN nantinya akan tetap berada dalam ranah pengawasan, tanpa mengambil alih fungsi eksekutif yang dijalan oleh BPI Danantara.
Dalam skema tata kelola yang baru, baik Kementerian BUMN maupun BPI Danantara tetap bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, koordinasi antara dua lembaga ini diharapkan dapat berjalan selaras.
“Komunikasi yang baik di antara mereka menjadi kunci utama. Mereka harus bekerja dalam kepentingan yang sama, yaitu memastikan BUMN dapat berkembang lebih maju ke depannya,” ujar Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI).
Berkaca dari aturan terbaru, kewenangan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara sudah dibagi dengan jelas. Erick Thohir akan menjadi pengawas dengan kepemilikan saham Seri A Dwiwarna di ekosistem perusahaan pelat merah.
Sementara itu, BPI Danantara memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis seperti aksi korporasi atau pergantian pengurus, meskipun hal tersebut masih dapat diintervensi.
Jika pemerintah menilai ada keputusan yang bertentangan dengan kepentingan negara, Kementerian BUMN dapat memperbaiki dengan menggunakan dalam tanda petik hak veto sebagai pemegang saham Seri A.
Toto menilai bahwa di balik skema ini, diharapkan tidak ada persaingan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara. Sebaliknya, sinergi yang kuat akan mendorong lebih banyak perusahaan pelat merah menjadi pemain global.
“Dalam konteks ini, sistem tata kelolanya cukup kuat. Danantara tetap akan diawasi oleh pemerintah melalui keberadaan Kementerian BUMN. Namun, yang kami harapkan tentu bukan munculnya persaingan antara kedua lembaga ini, melainkan bagaimana mereka dapat berkonsolidasi dengan baik,” ucap Toto.
Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, melihat skema saat ini menimbulkan beban birokrasi bagi perusahaan pelat merah. Hal itu berakar dari peneguhan posisi Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham utama dalam pengelolaan perusahaan negara. Kondisi tersebut, kata Herry, berisiko mengganggu akselerasi kinerja BUMN di bawah naungan Danantara.
“Bayangkan, ada BUMN berada di bawah pengelolaan Danantara atas mandat undang-undang, tetapi keputusan akhirnya tetap ada di Kementerian BUMN. Ini adalah tambahan birokrasi yang membuat BUMN makin susah lincah,” ucapnya. (*)