Danantara: Bayi Tajir dengan Aset Rp10.000 Triliun
Danantara juga memiliki kewenangan untuk mengelola dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan ke kas negara.
Oleh: Miftah H. Yusufpati | Jurnalis FNN
BADAN Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara benar-benar fenomenal. Badan yang baru lahir itu sudah harus mengelola aset BUMN yang nilainya 10.000 triliun rupiah.
Merujuk salinan draft RUU BUMN yang dibahas pemerintah bersama DPR pada Januari, ketentuan lebih rinci mengenai pengelolaan Danantara diatur dalam BAB 1C pasal 3 D sampai dengan 3 Z.
“Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, selanjutnya disebut Badan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,” demikian bunyi Pasal 1 poin 23 seperti tertulis dalam dokumen draft RUU BUMN.
Merujuk draft revisi yang telah disepakati DPR dalam rapat kerja bersama pemerintah, disebutkan bahwa Danantara nantinya akan mendapat limpahan tugas dan wewenang pengelolaan BUMN dari menteri. Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pengelola Investasi Danantara bertanggung jawab kepada Presiden.
Adapun ayat pasal 3D ayat (4) menyatakan bahwa Danantara nantinya akan diawasi oleh Menteri dan melaporkan kepada Presiden. “Dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri dapat menempatkan perwakilannya di Badan,” demikian bunyi ayat (5) pasal 3D.
Kehadiran lembaga baru ini diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, dengan mengoptimalisasi pengelolaan dividen dan investasi di perusahaan negara.
Secara spesifik, dalam melaksanakan tugas, Danantara memiliki 6 poin kewenangan besar. Pertama, mengelola dividen holding investasi, holding operasonal dan BUMN.
Kedua, menyetujui penambahan dan atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen.
Ketiga, menyetujui restrukturisasi BUMN termasuk penggabungan, peleburan, pengambilan dan pemisahan.
Keempat, membentuk holding investasi, holding operasional dan BUMN.
Kelima, menyetujui usulan hapus buku dan atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh holding investasi atau holding operasional.
Keenam, mengesahkan dan mengkonsultasikan kepada DPR RI atas rencana kerja dan anggaran perusahaan holding investasi dan holding operasional.
Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, menyatakan bahwa pembentukan Danantara bertujuan untuk meningkatkan tata kelola BUMN agar lebih optimal.
Nantinya, Danantara akan mengelola seluruh perusahaan milik negara, termasuk tujuh BUMN besar, yaitu Pertamina, Mind ID, PLN, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Telkom Indonesia.
Maknanya, BPI Danantara secara resmi menjadi pengendali dan pengelola BUMN di Indonesia dengan total aset yang mencapai Rp10.000 triliun.
Danantara juga memiliki kewenangan untuk mengelola dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan ke kas negara. Tahun ini, pemerintah memproyeksikan dividen BUMN mencapai Rp90 triliun. Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan suntikan modal minimal Rp1.000 triliun kepada Danantara.
Toto Pranoto menilai bahwa koordinasi yang baik antara Kementerian BUMN dan Danantara diperlukan untuk menyukseskan operasional super holding BUMN ini.
Ia menyarankan agar pemerintah mencontoh model pengelolaan perusahaan milik negara di Tiongkok. “Ini bisa menjadi acuan dalam mengkapitalisasi BUMN agar semakin besar di masa depan. Diperlukan kerja sama antara perusahaan milik negara (SOEs) dan perusahaan swasta (POE) guna meningkatkan potensi ekonomi nasional,” katanya.
Toto juga menyoroti dua aspek utama dalam memulai operasional Danantara. Pertama, pemetaan pembentukan holding BUMN berdasarkan tingkat kesehatan usaha masing-masing perusahaan.
Kedua, pemilihan sektor prioritas bagi holding investasi guna mengoptimalkan pengelolaan aset serta menghasilkan keuntungan yang maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengamat BUMN, Herry Gunawan, menambahkan bahwa Danantara idealnya dapat berkembang sebesar Temasek di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia. Namun, ia menekankan perlunya kejelasan mengenai bentuk aset Danantara, apakah berupa kas dan setara kas atau dalam bentuk aset lainnya.
“Jika hanya mengandalkan tujuh BUMN, total kas dan setara kasnya di bawah Rp900 triliun. Dana ini akan menjadi modal awal investasi dan operasional,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar Danantara tidak berinvestasi sendiri, melainkan berperan sebagai katalisator yang menarik investasi.
Penasihat Khusus Presiden, Bambang Brodjonegoro, menegaskan bahwa pembentukan Danantara tidak hanya bertujuan sebagai super holding BUMN, tetapi juga sebagai instrumen leverage dalam investasi yang lebih agresif untuk proyek-proyek di Indonesia. “Hal ini diharapkan dapat menarik minat investasi dari dalam maupun luar negeri,” tandasnya.
Berkaca pada INA
Penasihat Khusus Presiden Bambang Brodjonegoro menekankan bahwa pembentukan Danantara tidak hanya bertujuan menjadikannya sebagai superholding BUMN. Melainkan juga sebagai alat untuk melakukan leverage dalam investasi yang lebih agresif untuk proyek-proyek di Indonesia.
Bambang bercerita, pada saat dirinya bekerja di Bappenas, ia bersama timnya sering melakukan roadshow ke luar negara untuk mencari potensi pembiayaan dari long-term funding, terutama dari dana pensiun dan asuransi.
Ia menyoroti bahwa dana pensiun dan asuransi yang dikelola oleh lembaga-lembaga luar negeri banyak diinvestasikan pada infrastruktur di berbagai negara.
“Karena dana pensiun dan asuransi itu banyak dananya yang dikelola oleh lembaga-lembaga pengelolaan di luar, dan investasi di infrastruktur di berbagai negara,” ujar Bambang dalam acara Starting Year Forum 2025, Selasa (4/2).
Ia mencontohkan pengalamannya saat berkunjung ke Australia, yang memiliki Superannuation Fund terbesar di dunia.
Saat bertanya kepada pengelola dana tersebut mengenai infrastruktur, mereka mengungkapkan bahwa mereka telah berinvestasi di jalan tol, namun di Meksiko. Hal ini menunjukkan bahwa investor asing tidak segan menanamkan modalnya di negara yang jauh apabila mereka merasa yakin dengan prospeknya.
Namun, ketika Bambang menawarkan peluang investasi di Indonesia, investor tersebut menyatakan belum mengenal kondisi pasar Indonesia dengan baik dan merasa kesulitan menakar risikonya.
Ketika ditawarkan untuk berpartner, mereka menyatakan kesediaan, tetapi dengan syarat harus bermitra dengan sektor swasta, bukan BUMN. “Jadi mereka ingin dealing dengan swasta,” katanya.
Karena itu, Danantara diharapkan dapat berperan sebagai mitra strategis yang bisa menggandeng investor asing, seperti yang telah dilakukan Indonesia Investment Authority (INA).
Bambang menyebut bahwa INA telah berhasil menjalin kemitraan dengan dana pensiun Kanada dan Belanda untuk berinvestasi di beberapa ruas jalan tol di Indonesia. “Nah jadi nantinya Danantara itu menjadi partner seperti INA. INA itu sudah menggandeng dana pensiun Kanada dan Belanda untuk masuk di beberapa ruas jalan tol. Itulah alternatif yang harus kita lakukan,” katanya.