EKONOMI

QRIS TUNTAS Bertujuan Memperluas Akses Pembayaran Digital

Jakarta, FNN - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan kehadiran QRIS TUNTAS sebagai standar nasional fitur baru QRIS untuk transaksi tarik tunai, transfer, dan setor tunai (TUNTAS) bertujuan untuk mendorong inklusi melalui perluasan akses pembayaran digital kepada seluruh lapisan masyarakat.“(Inklusi keuangan melalui QRIS TUNTAS) khususnya kepada masyarakat kecil dengan jangkauan ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah,” ucapnya di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis.Pada 4 tahun yang lalu, lanjut dia, BI bersama pihak industri menghadiahkan kemerdekaan Indonesia dengan peluncuran satu-satunya standar QR, yaitu QRIS. Peluncuran QRIS dinilai menyelamatkan Indonesia dari COVID-19 mengingat fitur tersebut memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan seiring adanya kebijakan pembatasan sosial.“Inilah bukti bahwa bersama kalau kita bisa memajukan bangsa. Oleh karena itu, mari kita hari ini ada wujud dari QRIS lagi, (yaitu QRIS TUNTAS untuk tarik tunai, untuk transfer, dan untuk setor tunai),” ujar Perry.Menurut dia, adanya QRIS TUNTAS akan memperluas layanan dan jangkauan QRIS baik yang memiliki akun maupun tidak memiliki akun, termasuk di daerah pelosok atau wilayah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).QRIS TUNTAS juga diarahkan guna mendukung stabilitas sistem pembayaran melalui interkoneksi dan interoperabilitas antar penyelenggara dan sumber dana, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui skema harga yang efisien dengan tetap memastikan keberlangsungan layanan oleh industri.Implementasi dari QRIS TUNTAS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) paling cepat pada 1 September 2023 dan paling lama pada 30 November 2023, tergantung kesiapan dari teknologi masing-masing lembaga PJP.“Kami komitmen antara Bank Indonesia dengan industri, dengan seluruh PJP, untuk segera bisa mengadopsi fitur QRIS TUNTAS ini, termasuk melakukan penyelesaian sistem dan persiapan lainnya diperlukan untuk selanjutnya mengajukan persetujuan kepada Bank Indonesia,” kata Gubernur BI.Fitur-fitur dalam QRIS TUNTAS mencakup tarik tunai yang dapat dilakukan melalui ATM, transfer melalui mobile banking dan uang elektronik antar pengguna QRIS, serta setor tunai di ATM atau agen QRIS TUNTAS.Biaya tarik tunai dengan QRIS TUNTAS ditetapkan sebesar Rp6.500 per transaksi.Untuk transaksi on-us intra PJP dilakukan melalui agen dan transaksi off-us antar PJB, sedangkan transaksi on-us intra PJB via ATM tidak dikenakan biaya.Adapun biaya transfer dengan QRIS TUNTAS sebesar Rp2.500 per transaksi sebagaimana BI-FAST. Apa yang berbeda adalah BI-FAST harus menggunakan account, sementara QRIS TUNTAS bisa memakai account atau uang elektronik.Bahkan, lanjut dia, jika dilakukan transaksi hingga Rp100 ribu per transaksi, maka biaya transfer menjadi Rp2 ribu per transaksi.Mengenai fitur untuk setor tunai, biaya yang diputuskan sebesar Rp5 ribu per transaksi melalui transaksi on-us melalui agen dan transaksi off-us. Sementara itu, transaksi on-us intra PJP via ATM tidak dikenakan biaya.(sof/ANTARA)  

Pelindo Berkomitmen Meningkatkan Pelayanan Cegah Korupsi di Pelabuhan

Jakarta, FNN - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo terus berupaya meningkatkan pelayanan sebagai upaya pencegahan tindakan korupsi di pelabuhan.Komitmen tersebut dilakukan Pelindo dengan menggelar diskusi panel menghadirkan lembaga-lembaga yang menyoroti layanan publik seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Jakarta, Selasa (15/8). Kejagung dan Stranas PK menyebutkan bahwa pencegahan korupsi di pelabuhan dapat diwujudkan melalui proses digitalisasi.Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono mengatakan Pelindo terus memperbaiki diri dan diskusi tersebut merupakan upaya untuk berbicara langsung dengan organisasi yang selama ini menyoroti layanan publik.\"Kami sangat terbuka dengan mereka dan Pelindo siap melakukan improvement apabila ada yang diperlukan,\" kata Arif melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi, digitalisasi harus dilakukan di semua sektor dalam rangka pencegahan dengan proses yang cepat, tepat, dan efektif.Menurutnya, yang bisa dilakukan oleh Pelindo adalah bekerja sama dengan para pemangku kepentingan yang lain.\"Kami siap membantu dalam hal tata kelola dalam pencegahan korupsi semua akan kami bantu kalau diminta dan kami sudah biasa melakukan asistensi atau pendampingan, termasuk juga pengamanan pada proyek strategis nasional sehingga ke depannya semua dapat terlaksana dengan baik dan meningkatkan pendapatan negara secara optimal,\" ujar Ketut.Sementara itu, Koordinator Harian Stranas PK Niken Ariati juga menjelaskan dengan adanya penggabungan Pelindo dapat mempermudah dalam mendorong sistem menjadi lebih komprehensif seperti sistem-sistem yang sudah Pelindo bangun saat ini.Salah satunya melalui aplikasi Phinnisi, yang diharapkan sudah dapat diterapkan di semua pelabuhan secara aktif.Aplikasi Phinnisi (vessel management system) ialah aplikasi yang mengakomodir kebutuhan dari kegiatan pelayanan kapal. Adapun, kegiatan pelayanan kapal tersebut dimulai dari melakukan pengajuan pelayanan kapal (terintegrasi dengan Inaportnet), perencanaan terhadap resource dan schedule, realisasi terhadap kegiatan pelayanan kapal sampai dengan kebutuhan billing dan reporting.\"Jadi lebih mudah dalam mengintegrasikannya sehingga terjadi lah mekanisme check and balance. Kalau dalam upaya pencegahan tindakan korupsi, digitalisasi itu satu menciptakan transparansi dan dua check and balance. Pengintegrasian sistem merupakan salah satu cara dalam mencegah tindakan korupsi yang dianggap yang paling ampuh,\" kata Niken.Lebih lanjut, ia juga menyebutkan salah satu capaian pelabuhan Indonesia pada 2022. Menurut Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), Indonesia adalah negara satu-satunya di Asia yang sudah masuk dalam 20 besar pelabuhan dengan kinerja yang baik dalam hal perbaikan tata kelola pelabuhan.(sof/ANTARA)

Tambahan 500 Ribu Hektar Sawah Diyakini Mampu Menghadapi Efek El Nino

Jakarta, FNN - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo optimistis tambahan 500 ribu lahan sawah mampu menghasilkan 1,5 juta ton beras pada penghujung tahun, yang dipersiapkan khusus untuk mengantisipasi dampak El Nino.“Kita mempersiapkan booster kegiatan penanaman lebih dari 500 ribu hektar selain dari reguler yang ada, kita tambah 500 ribu hektar,” kata Mentan SYL kepada Antara saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu malam.Mentan SYL menuturkan sejatinya Kementerian Pertanian telah mengantisipasi musim kemarau dengan menggenjot produksi dan produktivitas petani. Antisipasi tersebut dimulai dari perencanaan hingga implementasi di sawah dan ladang yang senantiasa dipantau secara seksama.Namun, pada musim kemarau tahun ini, Indonesia harus dihadapkan dengan fenomena El Nino yang berdampak pada intensitas panas yang lebih tinggi yang berakibat pada kekeringan dan kurangnya ketersediaan air.Hal itu berdampak pada stok pangan yang seharusnya diprediksi aman hingga Desember menjadi terancam. Kementan memprediksi dampak El Nino membuat Indonesia kekurangan stok beras antara 380 ribu ton hingga 1,2 juta ton.“Karena kebetulan kemarau ini El Nino, keringnya agak keras, panasnya agak banyak, air agak bersoal, tentu saja dari persiapan kita hanya kemarau, harus di booster lagi dengan pendekatan El Nino. Melalui analisa data dan lapangan bahwa kita sudah siap, sekeras apapun El Nino, kekurangan kita antara 380 rubu ton-1,2 juta ton,” ucapnya.Oleh karenanya, Kementan melakukan penambahan penanaman padi di 500 ribu hektar yang berada di daerah hijau. Mentan menjelaskan daerah hijau merupakan daerah yang memiliki jumlah petani yang cukup, kelompok tani yang bisa terkonsolidasi dan memiliki benih padi varietas unggul yang tahan kering dan panas serta pemilihan pupuk yang tepat.“Sehingga kita jamin ada tambahan 1,5 juta ton beras atau 3 juta ton gabah yang terjadi besok itu. Semua dirjen lintas sektor turun, sudah jalan sekarang, Juli-Agustus ini maksimal (ditanam) sehingga kita berharap dia bisa mem-backup November-Desember,” jelasnya.Adapun enam daerah hijau tersebut merupakan provinsi lumbung pangan, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Kemudian, ditambah dengan empat provinsi penyangga yaitu Banten, Lampung, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.(sof/ANTARA)

PT KAI Menghadirkan Promo Satset Guna Menyemarakkan HUT ke-78 RI

Madiun, FNN - PT Kereta Api Indonesia (Persero) menghadirkan program tiket Promo Saatnya Merdeka dari Macet (Satset) dalam rangka memperingati dan menyemarakkan HUT ke-78 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.\"Promo Satset ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan pada momentum HUT ke-78 Republik Indonesia. KAI berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk bepergian naik kereta api dengan tarif yang sangat terjangkau,\" ujar Manager Humas PT KAI Daop 7 Madiun, Supriyanto di Madiun, Senin.Menurutnya Promo Satset itu berlangsung untuk pemesanan dari tanggal 16 sampai 18 Agustus 2023 dengan keberangkatan kereta api pada tanggal 17 hingga 26 Agustus 2023 yang hanya berlaku untuk pembelian tiket melalui aplikasi Access.\"Dalam Promo Satset, KAI menyediakan total 20.000-an tiket kereta api dengan potongan harga khusus yang dapat dipesan oleh masyarakat,\" kata dia.Terdapat dua mekanisme pada Promo Satset, pertama yaitu Promo Reguler dimana pelanggan cukup membayar tiket sebesar 78 persen dari subkelas terendah kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. Contohnya, KA Argo Dwipangga relasi Gambir-Solo Balapan yang harga terendahnya dijual Rp420.000, dapat dibeli dengan Rp325.000 saja. KAI menyediakan 13.140 tiket untuk Promo Reguler ini.Kedua yaitu Promo Flash Sale dimana KAI menjual tiket hanya Rp78.000 saja untuk kelas eksekutif. Tiket Promo Flash Sale dapat dibeli pada pukul 12.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB dan pukul 19.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB selama promo berlangsung. Terdapat 6.920 tiket untuk Promo Flash Sale ini.Secara nasional, terdapat sejumlah 38 kereta api yang tersedia dalam Promo Satset. Kereta tersebut merupakan berbagai tujuan, mulai dari dan menuju Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan kota-kota lainnya bisa didapatkan dengan tarif yang terjangkau.Dari 38 kereta api tersebut, 15 kereta api di antaranya berangkat dari Daop 7 maupun yang melintas di Daop 7 Madiun. Yakni, KA Bima (Gambir – Surabaya Gubeng pp), Brantas (Blitar - Pasar Senen pp), Brawijaya (Malang – Gambir pp), Gajayana (Malang – Gambir pp), Gaya Baru Malam Selatan (Pasar Senen – Surabaya Gubeng pp), Malabar (Bandung – Malang pp), dan Mutiara Selatan (Bandung - Surabaya Gubeng pp)Kemudia, KA Ranggajati (Cirebon – Jember pp), Sancaka (Yogyakarta - Surabaya Gubeng pp), Singasari (Blitar – Pasar Senen pp), Turangga (Bandung - Surabaya Gubeng pp), Wijayakusuma (Ketapang – Cilacap pp), Jayakarta (Pasar Senen - Surabaya Gubeng pp), Majapahit (Pasar Senen – Malang pp), dan Matarmaja (Malang- Pasar Senen pp)\"Semoga dengan hadirnya Promo Satset, aplikasi Access semakin diminati oleh masyarakat serta membantu masyarakat yang ingin bepergian dengan kereta api dengan tarif yang menarik,\" kata Supriyanto.(ida/ANTARA)

Kesenjangan Masih Jadi Masalah Besar, Anwar Abbas: Jangan Salah Pilih Presiden

JAKARTA, FNN -Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. H. Anwar Abbas, menyoroti kesenjangan sosial ekonomi yang masih menjadi masalah besar. Ia berharap Pemilu 2024 melahirkan pemerintahan yang peduli terhadap usaha kecil dan menengah.  Masalah kesenjangan ini kalau tidak bisa diatasi maka akan mengusik rasa persatuan dan kesatuan di antara kita. \"Akibatnya, stabilitas sosial,  ekonomi dan politik di negeri ini akan terganggu dan hal itu tentu saja tidak kita inginkan,\" ujar Buya Anwar Abbas, kepada FNN, Senin 24 Juli 2023.  Anwar Abbas adalah ulama yang doktor ekonomi Islam. Di MUI, ia menjabat sebagai wakil ketua umum yang membidangi masalah ekonomi. Ia juga sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang UMKM. Menurut Buya Anwar Abbas, pilpres tahun 2024 jelas-jelas merupakan pilpres yang sangat strategis bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, dia mengingatkan, jangan salah dalam memilih presiden. Jika yang terpilih adalah sosok yang sudah dikendalikan oleh para pemilik kapital maka cita-cita kita untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terutama menyangkut masalah ekonomi tentu akan terhambat.  \"Akibatnya, yang terjadi adalah semakin meningkatnya kesenjangan sosial ekonomi di negeri ini dan itu tentu saja jelas tidak baik bagi masa depan bangsa,\" ujarnya.  Kelompok Pelaku Usaha Buya Anwar Abbas berharap figur calon presiden yang sudah dimunculkan mulai bicara menyampaikan pandangan dan pokok-pokok pikirannya mengenai bagaimana memajukan ekonomi. Langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan untuk mengangkat para pelaku usaha yang sekarang ada di kelompok usaha mikro dan ultra mikro yang jumlahnya 98,68% dari jumlah pelaku usaha yang ada.  Data yang disampaikan oleh Kementrian Koperasi beberapa tahun yang lalu menyebut persentase dan jumlah usaha besar adalah 0,01% dengan jumlah pelaku sekitar 5.550,  usaha menengah 0,09% (60.702 pelaku), kecil 1,22% (783.702 pelaku) dan usaha mikro 98,68% (63.350.222 pelaku).  Keempat kategori dunia usaha tersebut oleh pemerintah  dikelompokkan hanya ke dalam dua kelompok saja yaitu usaha besar dan UMKM.  \"Tapi menurut saya semestinya  dunia usaha tersebut  perlu dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu pertama, usaha besar, kedua usaha menengah dan kecil, ketiga, usaha mikro dan ultra mikro,\" ujarnya.  Ini penting dilakukan agar jelas kelompok usaha mana yang harus benar-benar  mendapat perhatian pertama dan utama  dari pemerintah agar kita  bisa secara terencana dan sistimatis mentransformasikan dunia usaha kita dari yang saat ini bentuknya seperti piramid menjadi bentuk seperti  belah ketupat.  \"Kalau dari data Kemenkop dan UMKM di atas terlihat jumlah usaha mikro yang nasibnya mengenaskan tersebut masih banyak mendominasi yaitu sebesar 98,68%,\" ujarnya.  Buya Anwar Abbas mengingatkan untuk itu ke depan  perhatian pemerintah harus benar-benar tertuju untuk mengangkat kehidupan ekonomi mereka.  Hal ini perlu dilakukan bukanlah bertujuan  untuk mengecilkan yang besar tapi adalah bagaimana kita bisa membesarkan yang kecil (mikro dan ultra mikro)  yang jumlahnya sangat besar tersebut.  Menurut Buya Anwar Abbas, untuk itu tentu saja kita berharap agar pemerintah terutama pemerintah periode 2024-2029 bisa memberikan perhatian lebih dan serius kepada kelompok usaha mikro dan ultra mikro. Dengan demikian, mereka bisa  melakukan mobilitas vertikal sehingga diharapkan ke depan jumlah msyarakat  kelas menengah di negeri ini akan semakin besar dan membesar. Dia berharap dalam rentang waktu 5 tahun ke depan telah terjadi perubahan struktural di negeri ini di mana bentuk dunia usahanya  yang semula seperti piramid menjadi bentuk seperti  belah ketupat. Jumlah usaha besar 2%, usaha menengah dan kecil 95%  dan usaha mikro dan utra mikro tinggal lagi hanya 3%.    \"Hal ini tentu jelas bukan merupakan suatu hal yang mustahil untuk bisa diwujudkan asal ada affirmative action dan atau politik keberpihakan yang jelas dari pihak pemerintah,\" ujarnya.  Menurutnya, kita harus memperbesar jumlah dari masyarakat kelas menengah maka daya beli masyarakat akan meningkat dengan tajam sehingga apapun yang kita produksi dan jual asal itu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar maka tentu akan laku sehingga ekonomi nasional akan menggelinding seperti bola salju sehingga era keemasan dari negeri ini tinggal menunggu waktu.(dh)

Pertamina Memberi Sanksi Ratusan Agen LPG dan SPBU di Babel

Pangkalpinang, FNN - Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) selama Januari hingga Juni 2023 telah memberikan sanksi kepada ratusan agen LPG (Liquified Petroleum Gas dan pengelola SPBU(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung(Babel) karena melakukan kecurangan menyalurkan bahan bakar subsidi.\"Kami memberikan sanksi tegas terhadap lembaga penyalur yang terbukti menjual BBM dan LPG bersubsidi tidak tepat sasaran,\" kata Area Manager Communication, Relation dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel Tjahyo Nikho Indrawan dalam keterangan diterima di Pangkalpinang, Jumat.Ia mengatakan sepanjang tahun 2023 , Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan telah memberikan 114 sanksi dengan rincian 46 SPBU dan 68 agen LPG, karena terbukti melakukan pelanggaran dalam menyalurkan BBM dan LPG subsidi.\"Sanksi yang diberikan kepada agen dan SPBU subsidi ini berupa skorsing pemberhentian penyaluran BBM bersubsidi selama 30 hari hingga pemutusan hubungan usaha (PHU) dan surat peringatan serta pemotongan alokasi untuk LPG,\" katanya.Ia menyatakan penjualan BBM dan LPG bersubsidi harus  tepat sasaran, Pertamina Patra Niaga Pertamina dengan tegas telah menginstruksikan kepada seluruh lembaga penyalur untuk menjalankan penyaluran BBM dan LPG bersubsidi sesuai dengan regulasi yang berlaku.\"Apabila terdapat indikasi penyalahgunaan BBM dan LPG subsidi maka tindakan tersebut akan diproses pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku,\" katanya..Ia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang proaktif membantu pengawalan dengan melaporkan apabila mengetahui adanya tindak pidana penyalahgunaan BBM dan LPG bersubsidi.\"Kami berharap masyarakat dapat melapor ke kepolisian terdekat atau menghubungi Pertamina Call Center 135,” kata Nikho.(ida/ANTARA)

Menyoal Independensi OJK

Oleh Djony Edward, Wartawan Senior FNN  Diskursus mengenai independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak awal berdiri hingga hari ini masih hangat dibicarakan. Mengingat pembiayaan operasional OJK pada awalnya bersumber dari pinjaman Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), belakangan OJK sudah bisa mandiri dari hasil pungutan kepada industri yang dinaunginya. Meski demikian independensi OJK masih dipertanyakan, bagaimana mungkin lembaga super body tersebut bisa independen meregulasi, mengawasi dan menghukum industri, sementara likuiditas OJK berasal dari industri? Dari sini muncul istilah independen mutlak, ada juga berpendapat independen tidak mutlak. Dari sinilah independensi OJK berjalan dan mewujud dalam pengawasan industri, dimana industri sebagai tuan di satu sisi juga sebagai obyek yang diawasi OJK. Timbulkan protes Pada masa awal-awal OJK berdiri besaran usulan pungutan yang dikenakan kepada industri sempat ditolak karena dianggap kebesaran. Saat itu Ketua Komisioner OJK Muliaman Hadad mengusulkan pungutan yang dikenakan kepada industri berkisar antara 0,03% hingga 0,06% dari pelaku industri keuangan.  Tentu saja usulan itu ditolak karena dikhawatirkan akan menggerek biaya operasional bank, asuransi, industri pasar modal, dana pensiun, finance dan lainnya. Seperti Dirut PT Bank Negara Indonesia Tbk (Bank BNI saat itu) Gatot Suwondo menilai usulan iuran itu terlalu besar. “Waduh besar sekali yah. Beban kami tambah naik lagi,” keluhnya mewakili industri perbankan. Menurutnya, kebijakan OJK tersebut bertentangan dengan semangat regulator perbankan saat ini yaitu Bank Indonesia (BI) yang menginginkan bank bisa semakin efisien. Dengan adanya penetapan ini, rencana create effective cost yang akan dilakukan oleh BNI tidak dapat terlaksana. Apa imbasnya? “Untuk menekan biaya, siap-siap saja beban nasabah bertambah,” jawabnya. Besaran pungutan itu juga membuat PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) galau. Sentot A Sentausa, Direktur Risk Management Bank Mandiri menilai angka tersebut terlalu besar. \"Gede banget kalau dari aset,\" ujar Sentot saat itu.   Bayangkan saja, jika pada 2022 aset Bank Mandiri mencapai Rp1.992,54 triliun. Jika usulan OJK disepakati, maka dana yang harus disetorkan sekitar Rp597 miliar per tahun. Sentot mengakui, sebenarnya meskipun nilai pungutan besar tidak masalah buat mereka. Namun akan lebih elok dana sebesar itu lebih baik digunakan untuk meningkatkan operasional perusahaan seperti ekspansi. Pandangan bankir juga di-iyakan oleh ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), A. Tony Prasetiantono. “Dihitung satu tahun, itu nilai yang sangat besar,” ucapnya. Hitungan kasarnya, untuk perbankan yang memiliki aset hingga Rp500 triliun, iuran yang diberikan minimal bisa mencapai Rp150 miliar. “Nilai itu akan merusak rencana BI yang menggadang-gadang efisiensi di industri keuangan,” ujarnya. Selain dari para pelaku industri, Ketua Umum Ikatan Corporate Secretary Indonesia (ICSA) Hardijanto Saroso mengaku, pihaknya akan mengkaji ulang mengenai besaran maupun rencana pungutan OJK ini. Mengingat emiten akan mendapat beban tambahan dengan adanya pungutan tersebut. \"OJK harus menjelaskan apa dasar pungutan tersebut, kalau untuk pengembangan sistem, apa beda dengan sistem perbankan yang dimiliki oleh BI saat ini dan sistem transaksi perdagangan saham yang dimiliki oleh BEI. Jika memang beban biaya ini digunakan untuk memberikan fasilitas tambahan kepada emiten, tidak masalah,\" jelas Hardijanto di kesempatan yang berbeda. Menurutnya, jika pungutan OJK ini hanya untuk menggaji pegawai, maka ICSA akan meminta DPR untuk mengkaji ulang keberadaan lembaga tersebut. \"Intinya kami tidak ingin OJK malah membebani industri. Dulu kan untuk mendorong masuk pasar modal ada pengurangan beban biaya (pajak). Nah dengan tambahan beban ini kami khawatir, keberadaan OJK malah mendorong perusahaan untuk keluar dari pasar modal,\" ungkapnya. Menanggapi kegundahan industri, Muliaman mengklaim, iuran itu sebanding dengan kegiatan OJK. “Pengawasan maksimal tidak mungkin memakan biaya yang murah,” ujar Muliaman. Perlu diketahui, besaran pungutan yang dimaksud OJK mencakup biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun. Ia berharap pada tahun 2017, ketergantungan OJK pada APBN akan dihapus atau murni dari industri keuangan saja. Soal beralihnya pengawasan perbankan pada 2014, yang berarti wewenang dan kekuasaan OJK sudah sempurna, independensi lembaga ini banyak dipertanyakan. Tim Transisi OJK, Triyono tak dapat menutupi kegundahannya. \"Perlu diakui, lembaga ini dibentuk berdasarkan keputusan politis juga,\" akunya. Oleh sebab itu, ia berharap industri keuangan tidak keberatan dengan besaran iuran yang akan dipungut. Semakin cepat OJK mandiri dalam hal pendanaan, makan independensi lembaga ini tidak perlu diragukan lagi. Lepas dari keberatan industri, ternyata realisasinya ternyata pungutan itu tetap dijalankan dengan prosentase ada yang lebih besar ada pula yang lebih kecil dari yang diusulkan OJK. Bahkan ada yang sama persis dengan yang diusulkan OJK. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa pungutan yang bisa dikutip OJK lumayan fantastis. Seperti tertuang dalam PP No. 11/2014, tarif biaya pungutan per tahun untuk pendapatan usaha Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Penyelenggara Perdagangan SUN, dan lainnya ditetapkan sebesar 10%, kemudian pada 2015 dinaikkan menjadi 15%. Kemudian aset perbankan, dana pensiun, asuransi, pembiayaan, modal ventura dan lainnya dikenakan pungutan 0,03% atau minimal Rp6,6 juta pada 2014. Pada 2015 dinaikkan menjadi 0,045% atau minimal Rp10 juta. Untuk dana kelolaan Manajer Investasi ditetapkan 0,03% atau minimal Rp6,6 juta pada 2014. Pada 2015 dinaikkan menjadi 0,45% atau minimal Rp10 juta. Ini tentu memberatkan industri keuangan, tapi OJK juga perlu eksis dengan tanduk independensinya. Cakupan independensi OJK Lepas dari pro dan kontra besaran biaya pungutan OJK kepada industri yang ditetapkan Pemerintah, posisi indepdensi lembaga itu pun dipertanyakan. Bagaimana mungkin lembaga super body itu independen sementara biaya operasional dan gaji karyawan hingga komisionernya berasal dari industri? Di dalam UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) ditetapkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen, apa maksudnya? Dan bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana perbedaaan antara independensi Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam UU tentang Bank Indonesia dan independensi OJK sebagaimana ditetapkan dalam UU OJK? Merujuk pada Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”), OJK sebagai lembaga independen maksudnya adalah lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi lembaga keuangan bebas dari campur tangan pihak manapun kecuali untuk hal-hal yang disebutkan secara tegas dalam UU OJK. Lebih jauh dalam penjelasan umum UU OJK disebutkan bahwa OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Jadi, seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah (independen). Meski secara normatif disebutkan bahwa OJK adalah lembaga independen, pada beberapa kalangan masih timbul keraguan akan independensi OJK tersebut. Dalam pelaksanaannya, OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner yang terdiri dari 9 orang anggota sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU OJK. Komposisi Dewan Komisioner (DK) yang akan ditempati oleh mantan pegawai lembaga keuangan tertentu, menjadi dasar adanya keraguan bahwa OJK akan benar-benar independen. Demikian disampaikan dosen ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo sebagaimana dikutip dalam artikel Belum Dibentuk, Independensi OJK Diragukan. Menurut Rimawan, siapa pun yang menjadi DK di OJK akan terlibat secara batin, karena lama bekerja di satu lembaga keuangan. Mereka dikhawatirkan akan sulit bersikap objektif karena ingin membalas budi kepada lembaga yang telah membesarkannya. Seperti diketahui, susunan anggota DK OJK terdiri dari; seorang Ketua merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Lainnya merangkap anggota. Kemudian, seorang Ketua Dewan Audit Merangkap anggota, seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen, seorang anggota ex officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, seorang anggota ex officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Itu sebabnya sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mendaftarkan gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji merupakan \'jantung\' dari keberadaan OJK. Anggota Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa Salamuddin Daeng mengatakan, frasa \'independensi\' dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU OJK bertentangan dengan ketentuan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Frase Independen OJK Pada Selasa (04/8/2014), MK memutuskan bahwa independensi OJK tidaklah bersifat mutlak dan tidak terbatas, akan tetapi dibatasi oleh hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang, seperti halnya independensi bank sentral. Untuk itu, frasa “dan bebas dari campur tangan pihak lain” yang mengikuti kata “independen” dalam Pasal 1 Angka 1 UU OJK tidak diperlukan lagi.  Demikian putusan MK dengan Nomor 25/PUU-XII/2014 yang dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat, dengan didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi lainnya pada Selasa (4/8), di Ruang Sidang Pleno MK. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Frasa ‘dan bebas dari campur tangan pihak lain’ yang mengikuti kata ‘independen’ dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujarnya membacakan permohonan yang diajukan oleh Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa tersebut. Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah menilai pembatasan terhadap independesi OJK juga dapat dilihat dari adanya kewajiban OJK menyusun laporan kegiatan secara berkala dan melaporkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian beberapa laporan keuangan OJK diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK, serta adanya anggota Dewan Audit dan Komite Etik yang juga berasal dari eksternal OJK.  Dengan demikian, lanjut Anwar, pemaknaan “independen” bagi OJK sudah secara jelas dan tegas dinyatakan dalam UU OJK sehingga menurut Mahkamah, frasa “dan bebas dari campur tangan pihak lain” yang mengikuti kata “independen” dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK tidak diperlukan lagi karena maknanya sudah tercakup dalam kata “independen”. “Independensi OJK tidaklah bersifat mutlak dan tidak terbatas, akan tetapi dibatasi oleh hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK itu sendiri,” jelasnya. Anggaran OJK Dalam permohonannya, Pemohon menyebut anggaran OJK yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, karena OJK bukan merupakan lembaga negara. Terhadap dalil tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa meskipun OJK disebut dengan kata “lembaga” saja tanpa disertai kata “negara”, hal itu bukan berarti kedudukan OJK merupakan lembaga yang ilegal, sehingga OJK tetap dapat melakukan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 UU OJK. Dengan demikian, karena OJK merupakan lembaga yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diperintahkan undang-undang, maka sudah sewajarnya pembiayaan OJK bersumber dari APBN. Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai seluruh kegiatan operasional, karena sumber pendanaan dari APBN diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri. Untuk itu, pendanaan OJK yang bersumber dari APBN adalah bersifat sementara sampai OJK dapat mendanai seluruh kegiatan operasionalnya secara mandiri.  Adapun mengenai penetapan besaran pungutan tersebut, dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Dengan demikian, menurut Mahkamah, harus ada batasan waktu yang jelas sejauh mana OJK dapat menggunakan APBN sebagai sumber kegiatan operasional. Demi kemanfaatan dan kepastian penggunaan APBN, pendanaan OJK yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) UU OJK diterapkan hingga OJK dapat mendanai seluruh kegiatan operasionalnya secara mandiri, dan hal tersebut menjadi kewenangan pembentuk undang-undang untuk menilainya,” terang Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Pungutan OJK Konstitusional Mahkamah juga memberikan pendapatnya terhadap keberatan para Pemohon mengenai pungutan yang diambil OJK dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Mahkamah berpendapat, meski pungutan yang dilakukan oleh OJK tidak diatur dengan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23A UUD 1945 namun hal itu tidaklah serta merta berarti bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini karena dalam kenyatannya, tidak ada undang-undang yang secara khusus mengatur pungutan lain yang bersifat memaksa. Sehingga jika pungutan yang diperuntukkan untuk negara dinyatakan inkonstitusional, maka akan banyak pungutan lain yang juga bertentangan dengan UUD 1945. Misalnya, biaya atau iuran yang digunakan untuk kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek sebagaimana ditentukan dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan iuran bagi pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adapun mengenai anggapan terjadinya penyalahgunaan dan masalah pertanggungjawaban pungutan, termasuk dalam hal terdapat kelebihan hasil pungutan, menurut Mahkamah Pasal 38 UU OJK telah mengantisipasi kedua hal tersebut. Pungutan sebagai bagian dari laporan keuangan OJK harus diaudit oleh BPK dan/atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK. Selain itu, seluruh kegiatan OJK juga dilaporkan kepada DPR dan laporan kegiatan tahunan disampaikan pula kepada Presiden. “Dengan adanya ketentuan mengenai pelaporan dan akuntabilitas dalam UU OJK, menurut Mahkamah telah ada pengawasan dan pertanggungjawaban dari OJK kepada negara dan masyarakat,” tandasnya. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK. Sebagai pembayar pajak, Pemohon merasa lingkup kewenangan OJK telah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada dasanya OJK menurut Pemohon hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang berdasarkan Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya tidak sah karena pasal a quo tidak mengatur hal tersebut. Untuk itulah, dalam tuntutan atau petitum-nya, Pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Namun apabila nantinya MK tidak mengabulkan permohonan tersebut, mereka meminta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK dihapuskan. Pemohon juga mengajukan petitum provisi untuk menghentikan sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan sehingga memerintahkan Bank Indonesia mengambil alih sementara.  Tampaknya jelas sudah makna independensi OJK sebagaimana diputuskan oleh MK bersifat tidak mutlak dan tidak terbatas. Akan tetapi dibatasi oleh hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang, seperti halnya independensi bank sentral. Untuk itu, frasa “dan bebas dari campur tangan pihak lain” yang mengikuti kata “independen”. Ketua Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan independensi OJK tetap terjaga selama ia memimpin lembaga tersebut. Indenpendensi itu terwujud baik dalam bentuk pengaturan maupun pengawasan industri jasa keuangan. Termasuk independen dalam hal pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di industri jasa keuangan. Persoalannya, munculnya berbagai kasus di industri keuangan yang menunjukkan betapa pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan OJK begitu lemah dus tidak independen. Semisal kasus PT Asuransi Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, kasus investasi PT Telkomsel Tbk di saham GoTo, dan kasus-kasus besar lainnya. Nampaknya indepndensi OJK masih dalam ujian, dinamis dan terus berkembang. Tinggal bagaimana para pimpinan OJK membawa lembaga super body tersebut ke dalam integritas yang tinggi, sehingga independesinya benar-benar tampak mengemuka.  

Ekspor Pasir Laut Untungkan Singapura dan Oligarki

Oleh: Djony Edward -- Wartawan Senior FNN Bak petir di siang bolong, tetiba Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Intinya Jokowi kembali membuka keran ekspor pasir setelah Presiden Megawati menutupnya 21 tahun lalu lewat Keppres No. 33 Tahun 2002. Dalam kondisi politik jelang Pilpres, terbitnya PP 26/2023 tentu saja membuat Jokowi dicap sebagai penjual aset negara, tidak nasionalis, dan sangat pragmatis. Sebaliknya sikap Megawati dengan Keppres 33/2002 itu disanjung sebagai pelindung aset negara, sangat nasionalis, sekaligus idealis. Lepas dari cap kedua kepala negara Republik Indonesia tersebut, yang jelas ada agenda terselubung dibalik dibukanya kembali keran ekspor pasir laut tersebut. Ada beberapa agenda yang melatari kebijakan mengejutkan tersebut. Pertama, kehilangan kedaulatan. Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Ummat Amien Rais menyebut pembukaan kembali keran ekspor pasir laut akan membuat Indonesia kehilangan kedaulatan sebagai negara merdeka. Oleh karena itu Partai Ummat mengecam kebijakan Jokowi tersebut. “Dengan membuka keran ekspor pasir laut, maka negara ini akan kehilangan kehadulatannya,” kata Amien jengkel. Kedua, lobi singapura. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Didin Damanhuri meyakini kebijakan pembukaan keran ekspor pasir laut tak lepas dari lobi Singapura, karena Singapura membutuhkan banyak sekali pasir laut untuk reklamasi pantainya. Sejak tahun 1962, Singapura yang oleh mantan Presiden BJ Habibie pernah diilustrasikan sebagai red dot ketika membandingkan luasnya dengan Indonesia, melakukan reklamasi untuk menambah luas daratan.  Sampai saat ini, daratan Singapura yang menjorok ke laut sudah bertambah 12 kilometer. Jika dihitung secara keseluruhan, sejak merdeka hingga tahun 2000, luas Singapura sudah bertambah sekitar 200 km2, dari awalnya 581 km2 menjadi 766 km2.   Mirisnya, Indonesia dan Singapura belum memiliki perjanjian batas laut. Sangat mungkin hal ini terkait dengan ambisi Singapura untuk terus menambah luas teritorialnya, dan pada saat bersamaan berpotensi mengurangi luas wilayah Indonesia, terlebih jika garis pantai Indonesia juga berkurang sebagai dampak pemanasan global. Benar, ketentuan Zona Ekomoni Ekslusif (ZEE) yakni luas zona laut 12 mil dari garis pantai, tidak berlaku mengingat lebar Selat Malaka atau Selat Singapura kurang dari 24 mil sehingga akan tumpang tindih. Selain itu, kedua negara juga sudah menyepakati garis tengah pantai yang berlaku tetap sebagaimana ketentuan Pasal 15 Hukum Laut Internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea--UNCLOS) 1982. Persoalannya, perjanjian garis tengah yang efektif berlaku sejak 2005, tidak mencakup bagian barat dan timur. Perjanjian ini juga perlu ditindaklanjuti karena masih merupakan basic. Perlu ada perjanjian lanjutan terkait batas laut yang lebih komprehensif dan pemanen. Sayangnya Singapura terus menolak ajakan Indonesia untuk segera menetapkan batas laut secara permanen. Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia selaku kandas.  Didin meyakini hal itu terkait ambisi Singapura menambah luas datarannya, yang secara otomatis memajukan garis pantainya. Ketiga, motif investasi, terbitnya PP 26/2023 ini adalah cara Jokowi untuk mengundang Singapura untuk berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kita tahu investor besar dari Jepang yang sempat berjanji akan berinvestasi di IKN yaitu Softbank, membatalkan rencana investasinya. Sehingga Jokowi merayu Raja Salman, negara Eropa dan Amerika, namun masih kosong melompong. Sehingga tawaran terakhir diajukan ke Singapura. Bak gayung bersambut, Singapura tengah membutuhkan pasir dalam jumlah besar, sementara Jokowi membutuhkan investasi besar untuk membangun IKN, sehingga klop. Seperti simbiosis mutualisma, kebutuhan kedua negara sama-sama tinggi dan kedua negara sama-sama memiliki sumber daya untuk mempertukarkannya. Keempat, motif politik yaitu kepentingan untuk biaya Pemilu 2024, entah oleh caleg atau capres, cuan dari ekspor pasir laut ini dinilai sangat potensial. Tentu saja sebagai motor penggerak adalah para oligarki, sehingga berbagi cuan dengan para politisi untuk memaksimalkan dana dari ekspor pasir tersebut. Walaupun Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu berpendapat penerimaan fiskal dari kegiatan ekspor pasir laut ini sangat kecil, namun secara riil buat para oligarki kegiatan ini adalah tambang uang baru karena memang pasarnya sangat besar. Apalagi jika pengawasannya lemah, maka ekspor pasir laut akan berlangsung ugal-ugalan dan tahu sendiri karakter aparat di lapangan sangat mudah dirupiahkan. Artinya proyek ini akan menjadi proyek cincai-cincai antarra oligarki, politisi dan aparat. Kelima, motif perusakan lingkungan. Tentu saja baik Walhi maupun Greenpeace sama-sama mengkhawatirkan dampak dari ekspor pasir laut tersebut terhadap kerusakan lingkungan. Mulai dari rusaknya sedimentasi laut, hilangnya pulau-pulau kecil, merugikan nelayan karena ikan-ikan kecil ikut lenyap, meningkatkan abrasi pesisir laut dan pesisir pantai, menurunkan kualitas lingkungan laut, meningkatkan pencemaran pantai, kualitas air laut lebih keruh, merusak terumbu karang, meningkatkan intensitas banjir rob, dan dampak lainnya. Alasan Pemerintah Presiden Jokowi menyatakan alasan diterbitkannya PP 26/2023 adalah untuk meningkatkan kesehatan laut. Aturan ini dibuat dengan asalan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga meningkatkan kesehatan laut. Sementra Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan penerbitan PP tersebut untuk pemanfaatan hasil sedimentasi. Sedimentasi yang dimaksudnya, khususnya pasir laut dengan mengedepankan keberlanjutan ekologi dan kepentingan negara. Trenggono menuturkan, selama ini kebutuhan reklamasi dalam negeri besar, namun sayangnya pemanfaatan pasir laut masih merusak lingkungan karena pasir yang diambil berasal dari pulau-pulau. \"Jadi reklamasi dan berakibat pada kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi,” ujar Trenggono.  Pasir sedimentasi dinilai cocok dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi, termasuk mendukung pembangunan IKN dan infrastruktur dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).  “Ini kita tetapkan peraturan pemerintahnya tujuannya untuk memenuhi reklamasi di dalam negeri, bahwasannya ada sisa untuk dibawa ke luar negeri, silahkan saja kalau tim kajian mengatakan sedimentasi ini boleh (ekspor pasir laut) ya silakan,” paparnya. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara Faizal Ratuela curiga momentum jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menjadi salah satu alasan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut. Faizal bingung mengapa PP 26/2023 yang mengizinkan ekspor pasir laut muncul tiba-tiba. Padahal, ekspor pasir laut sudah dilarang sejak 21 tahun lamanya. \"Biasa, Walhi melihatnya kalau mau mendekati momentum Pilpres pasti akan banyak izin keluar. Peraturan yang ikut pun akan sangat kuat,\" ungkapnya. Sementara Greenpeace Indonesia menyebut pemerintah melakukan greenwashing lewat PP 26/2023 tersebut. Dengan PP itu, pemerintah memperbolehkan ekspor pasir laut sebagaimana tertuang dalam Pasal 6. Pengerukan itu diperbolehkan dengan dalih pengendalian sedimentasi laut. Adapun greenwashing merupakan suatu strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan dengan kesan memberikan citra peduli lingkungan, tetapi sesungguhnya tidak berdampak bagi kelestarian lingkungan. \"Ini adalah greenwashing ala pemerintah,\" kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5). \"Pemerintah kembali bermain dengan narasi yang seakan mengedepankan semangat pemulihan lingkungan dan keberlanjutan, tetapi nyatanya malah menggelar karpet merah untuk kepentingan bisnis dan oligarki,\" imbuhnya. Dia menjelaskan pemerintah Indonesia di era Megawati Soekarnoputri telah melarang ekspor pasir laut. Pada Februari 2003 juga terbit sebuah Surat Keputusan Bersama Menteri Industri dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Lingkungan Hidup yang mengatur tentang hal itu. Dia mengingatkan SKB tersebut dibuat untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau akibat penambangan pasir laut. Meski SKB itu telah diterbitkan, aktivitas penambangan pasir laut masih terus terjadi di Indonesia, salah satunya di Sulawesi Selatan. Demi proyek strategis nasional, kata Afdillah, berbagai kerusakan alam dan kerugian sosial-ekonomi terjadi di Pulau Kodingareng, Makassar. Seperti diketahui, Singapura sangat berkepentingan dengan pasir laut dari Indonesia untuk reklamasi atau menambah luas daratannya. Meski dapat mengimpor dari negara lain, tetapi dari segi ekonomi dan kuantitas, impor pasir dari Indonesia jelas lebih menguntungkan; low budget karena jaraknya hanya \"selemparan batu\", dan potensinya sangat melimpah. Tinggal pilih dari Kepulauan Riau atau Bangka Belitung. Sebaliknya, ekspor pasir laut merugikan Indonesia. Tidak perlu penelitian njlimet untuk mengetahui kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.  Tapi apa boleh dibuat, kebijakan merusak lingkungan ini tetap diterbitkan, pertanda ada yang tak beres dalam pengelolaan negara ini. Itu sebabnya bisa dipahami kalau belakangan teriakan untuk memakzulkan Presiden Jokowi menggema sangat keras.  Tinggal waktu yang membuktikan sampai dimana kebijakan ini akan efektif. Karena di atas langit ada langit.  

Industri Asuransi Indonesia Tak Lebih Pandai dari Keledai

Oleh: Djony Edward --- Wartawan Senior FNN PERJALANAN sejarah industri asuransi Indonesia dalam 10 tahun terakhir mengalami pasang surut yang luar biasa. Kalau diilustrasikan sebuah pesawat, industri asuransi mengalami bumpy, terombang-ambing dalam permasalahan yang laten, yakni kredibilitas, integritas dan kejujuran pengelolanya. Ada perusahaan asuransi yang ugal-ugalan dalam berinvestasi sehingga menyalahi prinsip dan ketentuan maksimal investasi yang diperkenankan. Kasus ini terjadi di PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.  Ada juga perusahaan asuransi yang dana investasinya disimpangkan oleh direksinya, sebagaimana terjadi di PT Asuransi Jiwasraya, ASABRI, PT Taspen. Bahkan ada perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar atas nilai manfaat polis asuransi yang dibeli nasabah. Hal ini terjadi di Bakrie Life, Bumi Asih Jaya, Jiwasraya, Bumiputera, Wanaartha Life, hingga Kresna Life. Sebagian dari perusahaan asuransi tersebut sedang dalam penyehatan, bahkan ada juga yang telah dicabut izinnya, sebagian lainnya dalam proses pemenuhan kewajiban. Namun menurut Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono, ada 11 perusahaan asuransi yang masih dalam pengawasan khusus, dimana sebelumnya ada 13 perusahaan asuransi, jadi ada sedikit penurunan. “Kita membagi pengawasan asuransi ada dua, yaitu pengawasan normal dan khusus. Tapi mohon maaf kami tak bisa mnyebutkan nama-nama perusahaan asuransi yang masuk ke dalam pengawasan khusus,” ujar Ogi. Dia merinci dari 11 perusahaan asuransi bermasalah itu, 6 di antaranya merupakan asuransi jiwa, 3 asuransi umum, 1 perusahaan reasuransi, dan 1 perusahaan asuransi yang dalam likuidasi. Dia menambahkan saat ini perkembangannya sudah ada 2 perusahaan asuransi yang telah berhasil disehatkan dan kembali ke pengawasan normal. Parahnya industri asuransi tak lepas dari lemahnya pengawasan OJK di masa lalu, bahkan ada kesan permainan para pejabat OJK di bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB), sehingga semakin memperparah kondisi industri asuransi. Para pejabat OJK yang ditengarai aktif bermain di sela-sela industri asuransi yang sakit dikenal dengan julukan 3D. Tentu kalangan industri asuransi sudah tahu, satu di antara mereka sudah pensiun, dua masih aktif. Inilah tugas berat OJK yang dipimpin Mahendra Siregar, untuk kembali menata ulang industri asuransi agar kepercayaan masyarakat kembali pulih, sekaligus membenahi tim pengawas asuransi di OJK. Daftar asuransi bermasalah Asosiasi Asuransi Jiwa (AAJI) sebenarnya mencatat peneterasi asuransi jiwa di Indonesia baru mencapai angka 8% pada tahun 2022, diperkirakan pada 2023 akan meningkat antara 10% hingga 15%. OJK sendiri telah mengambil sejumlah langkah pengawasan sampai pencabutan izin usaha kepada asuransi yang bermasalah.  Meski demikian, masih terdapat sejumlah perusahaan asuransi yang bermasalah, 7 perusahaan asuransi di antaranya dengan gambaran sebagai berikut. 1. AJB Bumiputera 1912  Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 mengalami salah kelola investasi perusahaan yang menyebabkan perusahaan mengalami keterlambatan pembayaran klaim. Pada akhir tahun 2018, perusahaan asuransi tertua ini mengalami gagal bayar klaim asuransi kepada para nasabah karena kewajiban yang harus dibayarkan lebih besar dengan aset yang dimiliki.  Aset Bumiputera yang tercatat adalah sebesar Rp10,28 triliun. Sementara, kewajibannya mencapai Rp31 triliun. Sampai akhir semester I-2019, rasio RBC Bumiputera diketahui minus 628,4%. Pada akhir Januari 2019, total klaim jatuh tempo yang belum dibayarkan mencapai angka Rp2,7 triliun.  Seperti diketahui, Bumiputera telah dalam tahap pelaksanaan rencana penyehatan keuangan (RPK) berupa pertanggungan bersama yang mengakibatkan penurunan manfaat polis. RPK ini telah mendapatkan persetujuan OJK. Rencananya, manajemen akan memberikan pengumuman lebih lanjut terkait skema pembayaran klaim pada 2023.  OJK telah mengeluarkan pernyataan tidak keberatan atas Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) pada 10 Februari dan meminta AJB Bumiputera untuk melakukan beberapa langkah agar RPK dimaksud dapat diimplementasikan dengan baik. “Pernyataan tidak keberatan atas RPK AJBB dikeluarkan setelah OJK melakukan penelaahan dan pembahasan dengan Rapat Umum Anggota (RUA) d.h. Badan Perwakilan Anggota (BPA), Dewan Komisaris dan Direksi AJBB serta pihak independen dan profesional lainnya,” ujar Ogi. Keputusan tersebut merupakan babak baru dalam rangkaian penyehatan keuangan AJBB dan RPK AJBB memuat serangkaian program yang disusun AJBB dengan mengedepankan prinsip-prinsip Usaha Bersama.  Dalam hal ini, OJK juga memberikan catatan dan meminta agar implementasi RPK segera dikomunikasikan kepada pemegang polis yang merupakan pemilik AJBB. Pada tahap awal, AJBB perlu mengomunikasikan dengan baik terkait kondisi yang dihadapi dan muatan program penyehatan dalam RPK.  OJK selaku pengawas akan memonitor pelaksanaan RPK dengan melakukan pengawasan secara intensif terhadap AJBB hingga RPK selesai, agar program yang disusun dalam RPK tersebut dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang ditetapkan. OJK juga telah memiliki tim khusus dalam pengawasan terhadap AJBB. Setelah dikeluarkannya pernyataan tersebut AJB Bumiputera 1912 telah menyusun tiga tahapan penyehatan keuangan perusahaan untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak pemegang polis, pekerja dan agen. Tahap yang pertama adalah terkait dengan penyelamatan, dimana AJB Bumiputera berfokus pada pemenuhan likuiditas perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim tertunda. Kemudian, tahap yang kedua adalah tahap penyehatan yang beriringan dengan upaya penyelamatan, untuk berfokus memperbaiki kondisi perusahaan penyelesaian kewajiban kepada pemegang polis, menjaga kesinambungan operasional perusahaan pada waktu yang akan datang. Lalu, yang ketiga adalah tahap transformasi, di tahap ini perusahaan berjalan normal, beban pembayaran kewajiban kepada pemegang polis dan pihak ketiga sudah terurai dan terselesaikan, memastikan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance--GCG), digitalisasi produk asuransi dan produk operasional. “Ini momentum bersejarah bagi Bumiputera dan menjadi babak baru dalam upaya penyehatan keuangan perusahaan agar kembali sehat dan dapat terus berusaha. Sehingga memberi manfaat bagi seluruh anggotanya,” kata Direktur Utama AJB Bumiputera 1912 Irvandi Gustari. Adapun, OJK dengan melibatkan konsultan World Bank telah menghitung kembali kewajiban dan aset yang dimiliki AJBB ditemukan klaim pasif yang sudah bertahun-tahun lamanya senilai Rp5,9 triliun dan bisa dipindahkan menjadi ekuitas. “Jadi dengan kewajiban yang menurun 47,3% dan equitas naik Rp5,9 triliun, maka defisitnya yang sekarang sekitar Rp21 triliun akan berkurang menjadi Rp1,03 triliun, sehingga AJBB diharapkan bisa hidup kembali dan bisa jualan produk kembali,” ungkap Ogi. Sedangkan pembayaran klaim AJBB untuk sementara bisa menjual aset atau meminjam bank. Apabila semua berjalan sesuai skenario defisit yang dialami AJBB akan terus mengecil dan menjadi positif pada 2026. “Solusi sekarang adalah sosialisasi kepada anggota dan bayar klaim-klaim nasabah. Cash in, cash out sudah, jual aset atau pinjam bank. Dan saya minta kepada direksi untuk jaga ini. Jangan sampai ada klaim yang tidak dibayar,” jelas Ogi. Untuk AJB Bumiputera 1912 (AJBB), OJK telah berulang kali melakukan pembahasan secara intensif untuk memastikan RPK mampu mengatasi permasalahan fundamental Perusahaan. Dari hasil penelaahan dan beberapa kali pertemuan, OJK menilai adanya perkembangan signifikan terkait RPK AJBB dengan kebijakan dan program yang disusun.  Dalam RPK terakhir, Sidang Luar Biasa AJBB telah mengambil keputusan untuk tetap melanjutkan AJBB sebagai usaha bersama (mutual) secara konsisten, dengan menjalankan prinsip usaha bersama yaitu melakukan bagi rugi/untung, sebagaimana diatur di dalam Pasal 38 Anggaran Dasar AJBB. Sebagai konsekuensinya, manfaat polis mengalami penurunan dan dilakukan reklasifikasi liabilitas pemegang polis pasif sehingga defisit ekuitas AJBB menurun secara signifikan. AJBB juga merencanakan optimalisasi terhadap aset-aset yang dimiliki serta pemasaran produk asuransi melalui kerja sama affinity dan produk asuransi  melalui berbagai saluran dengan konsep segregasi account sebagai sumber pendapatan premi asuransi.     OJK sampai saat ini masih mengkaji RPK yang diajukan AJBB dengan melakukan Onsite Supervisory Presence untuk memastikan kesiapan AJBB apabila RPK dilaksanakan. Kajian terhadap RPK tersebut diantaranya didasarkan atas perhitungan aset dan kewajiban yang telah diverifikasi oleh konsultan aktuaris dan konsultan penilai aset independen dengan asistensi dari The World Bank.  OJK   akan memberikan pernyataan tidak keberatan apabila OJK menilai bahwa upaya penyelesaian defisit dilakukan dengan governance yang baik dan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku dan memperhatikan kepentingan pemegang polis secara lebih luas.  2. PT Asuransi Jiwasraya  Kasus gagal bayar yang menghantam PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga bermula dari masalah dana investasi yang salah arah, atau bahkan disimpangkan. Jiwasraya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasi Saving Plan. Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual.  Perusahaan asuransi pelat merah ini tidak sanggup memenuhi kewajiban pembayaran yang mencapai Rp12,4 triliun. Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp2,48 triliun pada September 2019.  Kondisi kinerja investasi yang terpuruk ini membuat rasio kecukupan modal sampai minus menjadi 805%. Seiring berjalannya kasus, kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya mencapai Rp16,81 triliun.  Saat ini Jiwasraya tengah menjalani proses migrasi polis ke entitas bisnis baru yakni IFG Life guna menyelamatkan perusahaan itu. Namun demikian, masih diperlukan tambahan modal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Holding IFG untuk dapat mengalihkan seluruh aset ke IFG Life. Selanjutnya terkait dengan PT Asuransi Jiwasraya OJK telah menyatakan memberikan pernyataan tidak keberatan atas rencana penyehatan keuangan (RPK) melalui surat S-449/NB.2/2020 22 Oktober 2020. Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemantauan OJK beberapa kegiatan pokok dalam RPK telah dilaksanakan. “IFG life yang menerima pengalihan telah diperkuat permodalannya melalui tambahan modal baik dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan IFG,” demikian  Ogi. Ogi juga menjelaskan bahwa restrukturisasi polis telah dilaksanakan oleh Jiwasraya yang kemudian dilanjutkan dengan pengalihan polis yang menyetujui restrukturisasi dari Jiwasraya ke IFG life, dimana saat ini pengalihan polis tersebut sudah dilakukan secara bertahap. “OJK telah meminta perusahaan untuk mengalihkan seluruh polis dengan segera. Terhadap polis yang belum dialihkan OJK meminta Jiwasraya untuk menyesuaikan RPK sehingga mencerminkan keadaan terkini,” dia menambahkan. Meski begitu, masih diperlukan adanya tambahan modal dari pemegang saham dalam mendukung proses penyelesaian pengalihan portofolio polis, agar seluruh polis dapat dialihkan seluruhnya ke IFG Life. Adapun, Jiwasraya harus menyampaikan RPK yang dapat menyelesaikan pengalihan portofolio bagi seluruh pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi termasuk tambahan modal dari pemegang saham yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengalihan dimaksud. Kemudian, dengan telah berjalannya tindak lanjut kasus-kasus asuransi saat ini, Pengamat Center of Reform Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah melihat bahwa OJK sejauh ini sudah berupaya cukup maksimal menyelesaikan permasalahan di industri asuransi sesuai posisinya sebagai pengawas dan regulator. “Penyelesaian permasalahan di industri memang tidak secepat yang diharapkan. Tetapi hal itu bukan dikarenakan OJK lambat. Penyelesaian permasalahan industri lebih ditentukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermasalah,” ungkap Piter. Menurutnya, OJK hanya membantu memfasilitasi agar permasalahan tersebut dapat selesai, dan proses penyelesaian permasalahan pada industri asuransi juga bergantung pada perusahaan yang bermasalah, hal ini karena pada dasarnya perusahaan memiliki kadar besaran, serta kondisi masalah yang berbeda-beda antar perusahaan.  Terkait penanganan PT Jiwasraya, OJK telah memberikan pernyataan tidak keberatan atas RPK Jiwasraya melalui surat S-449/NB.2/2020 22 Oktober 2020. Berdasarkan hasil pemantauan OJK beberapa kegiatan pokok dalam RPK telah dilaksanakan. IFG life yang menerima pengalihan telah diperkuat permodalannya melalui tambahan modal baik dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan IFG. Restrukturisasi polis telah dilaksanakan yang dilanjutkan dengan pengalihan polis yang setuju restrukturisasi dari Jiwasraya ke IFG life. Pengalihan portofolio polis saat ini sedang berlangsung secara bertahap. OJK telah meminta Perusahaan untuk mengalihkan seluruh polis dengan segera. Terhadap polis yang belum dialihkan OJK meminta Jiwasraya untuk menyesuaikan RPK sehingga mencerminkan keadaan terkini. Dalam mendukung proses penyelesaian pengalihan portofolio polis, masih diperlukan adanya tambahan modal dari pemegang saham sehingga semua polis yang telah setuju restrukturisasi dapat dialihkan seluruhnya ke IFG Life. Jiwasraya harus menyampaikan RPK yang dapat menyelesaikan pengalihan portofolio bagi seluruh pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi termasuk tambahan modal dari pemegang saham yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengalihan dimaksud. 3. Wanaartha Life  OJK diketahui telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) pada 5 Desember 2022. Berdasarkan penghitungan valuasi aset terakhir pada tahun 2021, diketahui Wanaartha Life memiliki aset tanah dan bangunan maupun benda bergerak saat ini ada sekitar Rp100 miliar. Wanaartha Life juga diketahui memiliki jaminan wajib senilai Rp170 miliar. Dengan begitu, aset Wanaartha Life diperkirakan ada sekitar Rp270 miliar.  Sementara itu, diketahui kewajiban perusahaan (liabilitas) ada sebanyak Rp15,84 triliun. Sementara, perusahaan menjelaskan audit internal juga melaporkan jumlah nasabah ada sekitar 29.000 orang.  Pencabutan izin Wanaartha Life dikarenakan perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan yang menjadi penyebab dikenakannya sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU). Sanksi itu dikenakan kepada WAL karena pelanggaran tingkat solvabilitas minimum, rasio kecukupan investasi minimum, serta ekuitas minimum tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Sejak pencabutan izin usaha WAL, Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai WAL dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha. Sudah terbentuk tim likuidasi berdasarkan keputusan sirkuler pemegang saham mayoritas. Namun, Aliansi Korban Asuransi Wanartha mencurigai tim likuidasi hanya untuk mengakomodir pihak pemegang saham mayoritas. Adapun pemegang saham mayoritas, yaitu Evelina F. Pietruschka, Manfred F. Pietruschka, Rezananta F. Pietruschka sampai saat ini dalam status tersangka penggelapan polis asuransi jiwa Wanaartha dan dalam status DPO (Daftar Pencarian Orang). Sampai saat ini, pihak OJK belum mengklarifikasi keabsahan tim likuidasi yang dipimpin Harvady M. Iqbal itu. 4. Kresna Life  PT Asuransi Jiwa Kresna Life mengalami gagal bayar pada polis K-LITA dan PIK karena terjadinya masalah likuiditas portofolio investasi dengan alasan ada pandemi Covid-19 di tahun 2020. Oleh karenanya, Kresna Life akhirnya menunda setiap transaksi penebusan polis yang akan dan jatuh tempo sejak tanggal 11 Februari 2020 sampai 10 Februari 2021.  Hanya saja, permasalahan pun berlanjut karena perusahaan juga tak kunjung membayarkan klaimnya. Secara total, terdapat 12.000 klaim polis bernilai Rp6,4 triliun yang harus dibayarkan Kresna Life. Mereka adalah pemegang polis produk K-LITA dan PIK.  Terakhir diketahui, Kresna Life mengajukan rencana konversi polis menjadi pinjaman subordinasi untuk nasabah sebagai kreditor. OJK sendiri meminta bukti konkret dan pernyataan tertulis dari nasabah yang menyetujui skema penyehatan ini. Demikian, daftar kasus asuransi yang mengalami gagal bayar dengan nilai fantastis di Indonesia. Kresna Life mengalami gagal bayar atas dua produk asuransinya pada tahun 2020. Kedua produk tersebut Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK). Ada sekitar 8.900 nasabah dari seluruh Indonesia yang mengalami kerugian dengan total sekitar Rp6,4 triliun. Pihak Kresna Life telah berhasil membayar kerugian sebesar Rp1,4 triliun namun terhenti setelah rekening perusahaan diblokir. Sebab, Presiden Direktur Kresna Life Kurniadi Sastrawinata telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia kini tengah mengajukan gugatan pra-peradilan. Ribuan nasabah pun mendukung agar gugatan pra-peradilan tersebut akan dikabulkan. \"Kami berharap agar permohonan praperadilan dapat dikabulkan dan sekaligus mencabut pemblokiran rekening-rekening terutama rekening perusahaan. Sehingga pihak AJK dapat melanjutkan kembali pembayaran-pembayaran kepada nasabah,\" ujar kuasa hukum nasabah Benny Wullur beberapa waktu lalu. Sementara itu, pihak Bareksrim Polri mengklaim ada 1700 nasabah yang masih bersikukuh dengan gugatan pidananya terhadap Kurniadi Sastradinata. Benny meragukan keabsahan jumlah tersebut dan mengatakan mayoritas nasabah yang ia wakili sudah mencabut laporannya. Untuk PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life/PT AJK), OJK sudah memeriksa Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang diajukan pada 30 Desember 2022 yang menyampaikan rencana konversi kewajiban perusahaan menjadi pinjaman subordinasi.  Terkait rencana tersebut, OJK menekankan bahwa Kresna Life harus memberikan transparansi informasi kepada seluruh pemegang polis agar memahami skema, risiko, dan konsekuensi atas rencana dalam RPK tersebut.  Selanjutnya, Kresna Life diberikan waktu satu bulan untuk memberikan bukti konfirmasi positif atas setuju atau tidaknya pihak-pihak terkait terutama para pemegang polis terhadap rencana yang dituangkan dalam RPK. OJK kemudian akan mereviu kecukupan RPK sesuai ketentuan yang berlaku termasuk penyesuaian atas catatan-catatan perbaikan RPK yang disampaikan Kresna Life OJK telah memberikan kesempatan kepada Kresna Life untuk mengajukan RPK yang komprehensif, terstruktur, dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku. Jika pada kesempatan terakhir ini, sampai batas waktu yang ditentukan, RPK yang disampaikan tidak dapat menyelesaikan permasalahan Perusahaan, maka OJK akan mengambil tindakan pengawasan selanjutnya yang lebih tegas. 5. Bakrie Life PT Asuransi Jiwa Bakrie Life mengalami kesulitan keuangan akibat kesalahan dalam penempatan investasi. Perusahaan asuransi milik Group Bakrie ini terlalu agresif menggelontorkan dana nasabah di pasar modal. Imbasnya, Bakrie Life harus menanggung defisit karena jatuhnya nilai investasi mereka di pasar modal.  Manajemen Bakrie Life sendiri telah menjanjikan pembayaran ganti rugi secara bertahap. Catatan saja, sejak dinilai gagal bayar pada 2009, Bakrie Life memiliki total kewajiban kepada nasabah sebesar Rp400 miliar.  Seperti dikabarkan, sampai tahun 2014 masih ada sekitar 200 nasabah pemilik dana Rp270 miliar yang pembayarannya belum juga dilunasi perusahaan asuransi tersebut. Lantaran nasibnya terkatung-katung terlalu lama, di tahun 2016 manajemen bahkan menawarkan tunggakan nasabah dikonversi menjadi saham perusahaan Grup Bakrie lainnya, yakni PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR).  Saat itu, nasabah enggan menerima tawaran tersebut, karena saham dinilai tidak likuid. Baca juga: Kesamaan Jiwasraya dan Bakrie Life, Iming-iming Return Tinggi  6. PT Asuransi Bumi Asih Jaya  OJK diketahui telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Bumi Asih berdasarkan keputusan Dewan Komisioner OJK pada 18 Oktober 2013. Perusahaan yang didirikan pada 14 September 1967 ini dinilai tidak mampu lagi memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan kesehatan keuangan.  Di antaranya adalah rasio kecukupan modal (risk based capital). OJK mencatat Bumi Asih punya utang senilai Rp85,6 miliar dari 10.584 pemegang polis, baik polis asuransi perorangan maupun kumpulan. Perusahaan tidak dapat menambah modal melalui pemegang sahamnya, sebesar Rp1,06 triliun. Asuransi Bumi Asih Jaya juga telah mengundang investor baru dan mengalihkan portofolio kepada perusahan asuransi lainnya, tetapi gagal.  7. ASABRI Kasus PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) berawal dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang bicara soal adanya dugaan kasus korupsi di ASABRI pada sekira Januari 2020 lalu. Kecurigaan ini kemudian terus berlangsung hingga satu tahun kemudian, tepatnya pada sekira 8 Februari 2021, Kejagung menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus ini. Saat itu, kerugian yang ditaksir masih sekira Rp23,7 triliun, yang mana nilainya jauh lebih besar dibandingkan kasus Jiwasraya, yaitu Rp16,81 triliun. Di waktu yang sama, Kejaksaan juga sudah selesai memetakan kronologi kasus dan peran masing-masing tersangka. Berikut adalah urutannya, mengutip berbagai sumber: Sejak 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investai dan Keuangan, beserta Kadiv Investasi ASABRI membuat kesepakatan dengan pihak di luar ASABRI (Heru Hidayat, Benny Tjokosaputro, dan Lukman Purnomosidi) yang notabene bukan seorang konsultan atau pun manajer investasi. Mereka (Heru Hidayat dkk) diberi tugas untuk membeli atau menukar portofolio saham ASABRI dengan portofolio saham milik mereka dengan harga yang digoreng menjadi lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar kinerja portofolio ASABRI terlihat baik. Saham-saham yang sudah menjadi milik ASABRI tersebut kemudian ditransaksikan dan dikendalikan oleh ketiga terdakwa atas kesepakatan bersama dengan Direksi ASABRI, yang bertujuan agar saham tersebut bernilai tinggi dan likuid. Sementara faktanya, ASABRI malah merugi karena ASABRI menjual saham tersebut jauh di bawah harga perolehan saham-saham tersebut, dan malah menguntungkan tiga terdakwa di luar ASABRI tersebut. Agar tidak terlalu terpuruk, saham-saham yang sudah dijual rugi itu kemudian dibeli lagi oleh Heru, Benny, dan Lukman, juga ASABRI melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang juga sudah dikendalikan oleh Heru dan Benny. Sehingga dapat diambil kesimpulan kalau sebenarnya sejak 2012 hingga 2019, kegiatan investasi ASABRI sepenuhnya dikendalikan oleh Heru, Benny, dan Lukman. Dari sini pula, kita bisa tarik kesimpulan kalau masing-masing terdakwa tentu punya tugas yang harus diembannya, yaitu: Adam Rahmat Damiri, mantan Dirut ASABRI adalah pihak yang membuat kesepakatan dengan Benny Tjokosaputro untuk mengatur dan mengendalikan transaksi dan investasi saham dan reksadana PT ASABRI, dalam rentang waktu dari 2012 hingga 2016. Kemudian Sonny Widjaja, Mantan Direktur Utama PT ASABRI periode 2016-2020, yang melanjutkan aksi Adam Rahmat Damiri. Dia membuat kesepakatan dengan Heru Hidayat untuk mengatur dan mengendalikan transaksi dan investasi asham dan reksadana PT ASABRI, dalam rentang waktu dari 2016-2019. Di sisi lain, Bachtiar Effendi bersama satu orang komplotan lainnya bertugas untuk merencanakan dan mengelola investasi serta keuangan dan pengendalian menyetujui pengaturan dan pengendalian investasi oleh Benny Tjokosaputro dan Heru Hidayat tanpa melakukan analisis terhadap emiten saham tersebut. Sementara Heru, Benny, dan Lukman memasukkan saham-saham milik mereka dengan harga yang sudah dimanipulasi menjadi portofolio milik PT ASABRI. Mereka juga bertugas untuk mengendalikan transaksi dan investasi PT ASABRI atas dasar kesepakatan Direksi PT ASABRI. Hikmah dari parahnya sejumlah perusahaan asuransi selama 10 tahun terakhir menunjukkan tiga hal. Pertama, betapa lemahnya pengawasan OJK dimasa lalu sehingga industri asuransi harus kejeblos di lubang yang sama, salah investasi, gagal bayar, hingga penyimpangan oleh direksi. Kedua, seleksi masuk direksi dan pengawasan perusahaan asuransi begitu longgar, sehingga bagaimana mungkin seorang Benny Tjokro bisa membobol dana besar PT Asuransi Jiwasraya, sekaligus sekaligus ASABRI. Ketiga, bahwa OJK belum bersungguh-sungguh dalam menata industri asuransi sehingga praktek industri asuransi begitu centang perenang. Seolah tanpa guidance, tanpa pengawasan, dan tanpa hukuman yang berefek jera, sehingga harus mengalami kesalahan yang sama. Keledai saja tidak ingin terjeblos di lubang yang sama, mengapa industri asuransi harus lebih bodoh dari keledai?

Laju Kereta Cepat Semakin Melambat

Oleh: Djony Edward -- Wartawan Senior Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJK) sejak awal penuh dengan kontroversi, sehingga sejak awal pembangunan sampai saat ini tak kunjung rampung. Mulai dari masalah pembebasan lahan, ketersediaan anggaran, pinjaman China, hingga penggunaan non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  Seperti diketahui masalah pembebasan lahan kereta cepat tersebut mengalami pembengkakan (cost over run) hingga US$1,2 miliar atau setara Rp18,24 triliun, bahkan terus bertambah. Awalnya biaya kereta cepat yang hanya Rp86,67 triliun, membengkak menjadi Rp114,24 triliun. Selain itu dalam mengkafer tambahan biaya pembangunan proyek tersebut Pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup, sehingga harus meminjam dana dari China Development Bank (CBD) sebesar Rp64,9 triliun. Plus tambahan cost over run sebesar Rp8,3 triliun dengan bunga 3,4%. Walaupun Pemerintah lewat Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berusaha melobi agar bunganya diturunkan menjadi hanya 2%, namun upaya Luhut ditolak CBD. Selain itu, proyek kereta cepat dikatakan Presiden Jokowi sama sekali tidak akan menggunakan dana APBN. Tapi belakangan, terutama setelah adanya cost over run, mau tidak mau, suka tidak suka harus melibatkan dana APBN. Melibatkan dana rakyat. Masalah belakangan muncul ketika Kementerian Perhubungan dan tiga konsultan proyek tersebut--Mott Macdonald, PwC, dan Umbra--dikabarkan menolak rencana PT Kereta Cepat Indonesia-China memulai operasi komersial penuh pada Agustus mendatang. Apa pasal? Penolakan itu diketahui dari dokumen internal bertajuk Laporan Progress Update tertanggal 14 Mei 2023. Tak hanya itu, dokumen juga menyebut KCIC menginginkan sertifikat kelayakan operasi penuh untuk jalur tersebut, meskipun stasiun tidak lengkap alias belum rampung semua. Selain itu, menurut laporan tersebut, sarana dan prasarana di stasiun kereta cepat, banyak yang belum rampung. Pihak konsultan malah menyarankan agar operasional kereta cepat pertama di Indonesia ini, ditunda sampai Januari 2024. Dengan catatan, seluruh pembangunan konstruksinya kelar pada 31 Desember 2023. . Terkait operasional kereta cepat, Kepala Divisi LRT Jabodebek PT KAI (Persero), Mochamad Purnomosidi tetap meyakini 18 Agustus 2023. Presiden Jokowi direncanakan meresmikan operasional kereta cepat dan LRT Jabodetabek. Demikian juga  Kemenhub dan konsultan menyarankan operasi penuh KCJB dimulai pada Januari 2024. Artinya, ada risiko target operasi komersial pada Agustus bisa tertunda atau lebih lambat untuk menyelesaikan semua konstruksi pada 31 Desember. “Grand launching pada Agustus, Inhya Allah tanggal 18. Permintaan Seskab grand launching bareng dengan KCJB (kereta cepat).,” kata Purnomosidi di Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/6). Bahkan  Purnomosidi membocorkan rute protokol Presiden Jokowi dalam peresmian nanti, mulanya naik LRT Jabodebek rute Dukuh Atas-Jatimulya hingga ke Stasiun Halim. Kemudian, Jokowi ganti naik kereta cepat menuju Bandung. “Untuk pulangnya (Jakarta), Pak Presiden naik Kereta Panoramic. Sampai hari ini, rencananya tetap 18 Agustus,” jelasnya. Namun dengan adanya penolakan Kemenhub dan tiga konsultan KCJB, tampaknya ini pertanda buruk baru laju dimulainya kereta kebanggaan Jokowi tersebut. Mundurnya jadwal operasional KCJB bukan yang pertama. Sebelum dijadwalkan pada Agustus, proyek ini semula ditargetkan rampung pada Juni 2023. Ini artinya laju kereta cepat Jakarta Bandung semakin melambat, mungkin karena kurang direstui rakyat Indonesia, mungkin saja. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan seluruh rel telah tersambung dari Tegalluar hingga Halim Perdanakusuma. Menurutnya, setelah penyelesaian tahap ini, proyek ini akan memasuki periode pengujian terintegrasi, yang dilanjutkan dengan uji coba operasi. \"Hingga akhirnya pengoperasian secara komersial dijadwalkan akan dilakukan pada Agustus 2023 nanti sebagai kado terindah bagi HUT Ke-78 Republik Indonesia,\" ujar Luhut. Luhut berharap kehadiran KCJB tidak hanya akan mempersingkat waktu tempuh perjalanan penumpang, tetapi juga memberikan dampak perekonomian langsung bagi penduduk sekitar yang tinggal di sepanjang jalur yang dilintasinya. Selain itu, ia menekankan pentingnya transfer teknologi dalam proyek ini yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas skill generasi yang akan datang. Lima kontroversi Sejak awal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sudah mengundang kontroversi. Sedikitnya ada lima kontroversi terkait pembangunan proyek kebanggaan Jokowi tersebut. Kontroversi pertama, awalnya diputuskan kereta cepat akan melintas dari stasiun halim (Jakarta) hingga stasiun Walini (Cikalong Wetan, Bandung Barat) dan sebaliknya. Tapi belakangan ternyata hanya berhenti dari stasiun Halim sampai stasiun Padalarang. Alasannya karena ulah spekulan membuat harga tanah di Walini melambung, membuat biaya kereta cepat melonjak drastis dari Rp86,67 triliun menjadi Rp114,24 triliun.   Tentu bagi penumpang sudah tidak nyaman lagi kalau berhenti hanya sampai stasiun Padalarang, karena penumpang harus keluar ongkos lagi untuk sampai Bandung dan harus keluar ongkos berikutnya untuk keliling Kota Bandung. Kontroversi kedua, akibat pembengkakan biaya dan semakin pendeknya jarak, sementara biaya tiket sudah ditetapkan Rp150.000 hingga Rp450.000 dengan balik modal selama 40 hingga 85 tahun, maka dengan adanya pembengkakan (cost over run) ini harga tiket diperkirakan akan bertambah menjadi di atas Rp450.000 dan perkiraan balik modal sampai 60 tahun. Kontroversi ketiga, sebenarnya tidak ada orang Bandung yang ingin buru-buru ke Jakarta, begitu pula orang Jakarta tidak ada yang ingin buru-buru ke Bandung. Masyarakat lebih menikmati perjalanan Jakarta-Bandung berlibur santai sambil melihat pemandangan. Tidak ada urgensi cepat-cepat ke Jakarta atau ke Bandung, artinya kereta cepat itu tidak terlalu dibutuhkan. Masyarakat lebih nyaman membawa mobil sendiri untuk bisa berkeliling Kota Bandung. Kontroversi keempat, adanya profit before operation, aksi ambil untung sebelum proyek kereta cepat ini berjalan. dalam satu persidangan yang digelar di Tiongkok atas kasus korupsi Gubernur Hainan Ji Wenlin, nama Menteri BUMN Rini Soemarno disebut-sebut menerima uang suap sebesar US$50 juta. Tentu saja Rini marah dan menantang siapa saja yang bisa membuktikan tudingan tersebut, kabar ini tentu saja menjadi kontroversi di masa awal pembangunan kereta cepat. Ji Wenlin telah dipecat dan divonis 12 tahun penjara, sementara Rini masih aman-aman saja. Kontroversi kelima, Dana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar Rp37,9 triliun telah digunakan untuk pembangunan infrastruktur antara lain kereta cepat. Kepala BPKH Anggito Abimanyu saat itu membantah dana itu digunakan spesifik untuk infrastruktur, tapi BPKH membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pemerintah, termasuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sejumlah Rp37,9 triliun untuk pembiayaan APBN secara umum dan tidak secara spesifik untuk membiayai infrastruktur. Kalau belakangan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kembali bermasalah, rakyat sudah paham. Karena memang proyek tersebut terkesan dipaksakan sekadar untuk meninggalkan legacy Jokowi. Sementara segala sesuatu yang menjadi prasyarat hadirnya kereta cepat tersebut tidak disiapkan secara matang.  Wajar kalau belakangan kembali bermasalah, dan tidak menutup kemungkinan ke depan jauh akan lebih bermasalah lagi. Terutama jika harus mempertanggung jawabkan besarnya pembengkakan biaya. Oleh karena itu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus mengaudit secara khusus proyek prestisius ini. Boleh jadi akan terungkap korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalamnya, termasuk potensi adanya kick back kepada para pejabat tertentu.