EKONOMI

40 Pengusaha UKM Indonesia Ikut Partisipasi Pameran House of Handicraft Indonesia di Tokyo

Tokyo | FNN - Sebuah terobosan baru para pengusaha UKM Indonesia mampu memamerkan produknya Jepang yang selama ini sulit untuk ditembus. Pameran program House of Handicraft Indonesia di Tokyo Jepang (HHT) telah meningkatkan semangat juang para UKM Indonesia meningkatkan kualitas dan produksi Handicraft Indonesia untuk pasar Internasional lewat Tokyo. “Saya jadi semangat berbisnis saat ini untuk pasar internasional setelah ikut serta ke dalam HHT tersebut,” papar Maria Caecillia Nurcahya, Direktur Canela Home Decorative / Furniture and Home decor khusus kepada pers Rabu (25/9/2024), seraya menambahkan, keuntungan yang di peroleh para peserta lumayan, karena transaksi yang diperoleh ada yang lebih dari Rp50 juta. Menurut Maria, yang jadi salah satu peserta HHT dari 40 UKM yang ada, upaya HHT untuk memasyarakatkan UKM Indonesia lewat jalur based di Tokyo Jepang sangatlah penting dan berarti sekali. Selama ini Tokyo atau Jepang mempunyai standar produk yang setara dengan kawasan Eropa Barat, sehingga para pejuang UKM Indonesia tidak mudah. Lewat kerjasama dengan NGO dan pemerintah semua dapat dilalui degan lancar. “Bagi kami merupakan satu kepercayaan tinggi melalui Jepang, kita bisa lebih mulus lagi berbisnis ke berbagai penjuru dunia,” tekannya. Tidak ada rasanya masyarakat di dunia di mana pun berada yang tidak mengenal Jepang saat ini. “Bagi kita semua pun bukan hanya dapat menjadikan Jepang sebagai based pemasaran internasional tetapi juga bisa mengangkat nama Indonesia lewat Jepang berkat Made in Indonesia yang diperdagangkan di Jepang dan semakin meluas pemasarannya di Jepang.” Rasanya kalau diteliti, tambahnya lagi, tidak ada yang negatif apa pun dengan memasarkan produk Indonesia lewat Jepang.  “Oleh karena itu saya yakin sepenuhnya dan baru-baru ini menjadi anggota HHT karena percaya melalui saluran showcase inilah kita semua para UKM Indonesia bisa lebih maju dari saat ini dengan kaki kita sendiri. Bahkan tentu saja nama brand usaha kita akan semakin berkibar lebih luas lagi di berbagai penjuru dunia nantinya,” harapnya lebih lanjut. Penyelenggara HHT sebuah perusahaan Jepang, Office Promosi Ltd., tersebut juga berharap para UKM Indonesia dapat lebih sukses lagi dalam upayanya memasarkan produk Made Indonesia di Jepang nantinya. “Kita memang rencanakan dengan baik dan teliti serta menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan bisnis yang ada di Jepang sehingga produk Indonesia dapat diterima di masyarakat Jepang,” ungkap Richard Susilo, CEO Office Promosi Ltd., Tokyo Japan, Rabu. HHT merupakan kantor bersama para UKM Indonesia di Tokyo Jepang yang mendapatkan dukungan penuh dari pihak KBRI Tokyo dan semakin banyak diminati oleh para UKM Indonesia saat ini guna bergabung bersama di HHT. Dengan menyewa di HHT para UKM Indonesia dapat memperoleh alamat dan nomor telepon Jepang sehingga dapat dicantumkan ke dalam kartu namanya sebagai Kantor Perwakilan perusahaan atau UKM Indonesia itu di Tokyo. Apabila memiliki kantor cabang di Tokyo, akan semakin mudah mendapatkan kepercayaan bagi transaksi bisnis dalam negeri di Jepang. Di kantor HHT tersebut juga dapat melakukan transaksi dagang, lokakarya, seminar, penataran peningkatan kualitas UKM Indonesia dan berbagai hal layaknya sebuah kantor sehingga kualitas UKM Indonesia dapat meningkat dengan terukur di masa mendatang guna lebih mudah mencapai pemasaran dunia, kata Richard.

Kuras Rekening Nasabah, Bank Muamalat Dicap Berkelakuan Setan

Jakarta | FNN -  Puluhan orang menggeruduk Bank Muamalat Tower di Jl. dr Satrio kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (20/09/2024) siang. Mereka mengaku nasabah yang dananya dikuras oleh Bank Muamalat sejak tahun  2011 hingga kini belum kembali. Sambil berorasi mereka membentangkan poster bertuliskan \"Jangan Rampok Uang Nasabah\", Jangan Jual Agama Tipu Nasabah\", \"Kedok Islam Kelakuan Setan\", dan Kembalikan Hak Nasabah NCU\". Pelopor bank berbasis syariah itu diduga melakukan tindakan tidak sesuai syariat Islam, bahkan cenderung melakukan tindak kriminalitas kejahatan  perbankan. Bank tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia. Menurut pengakuan para pendemo, mereka telah bermalam di kantor itu sejak Kamis malam, menuntut pengembalian dana yang telah dikuras bank tersebut. Ditemui di lokasi demonstrasi, ahli waris nasabah yang diwakili Prescilia Lilian dan ditemani penasihat hukumnya, Sunarty, SH MH mengatakan bahwa mereka tidak akan beranjak pulang sebelum pihak bank mengembalikan dana mereka. \"Kami akan terus berada di sini, sampai manajemen Bank Muamalat menyelesaikan perkara ini,\" kata Sunarty kepada wartawan di Jl. dr Satrio, Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (20/09/2024). Xena, panggilan akrab Sunarty menegaskan setidaknya ada tiga pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen Bank Muamalat. yakni penggelapan dana, perampasan, penjarahan, dan penggelapan aset, serta penerbitan rekening palsu. \"Penggelapan dana dilakukan terhadap klien saya, CV New Cahaya Ujung (NCU) dimana Bank Muamalat melakukan tindakan pemindahan dana dan atau mutasi/transfer uang sebesar Rp. 1.425.000.000,- (satu miliar empat ratus dua puluh lima juta rupiah) dari Rekening penerbit Bank Muamalat Nomor : 822-000-2712 a/n CV. New Cahaya Ujung kepada Rekening Bank Mandiri Capem Cipinang Jakarta Timur Nomor : 006.000.6999555  atas nama PT Tugu Pratama Persada, pada tanggal 17 Februari 2011, tanpa sepengetahuan dan tanpa adanya persetujuan dari pihak pemilik rekening perusahaan CV NCU,\" paparnya. Bank Muamalat kata Xena juga melakukan perampasan, penjarahan, dan penggelapan aset yang dilakukan pada Oktober 2012 - 2014. Mereka melakukan penjarahan aset secara membabi buta dan tidak prosedural sebagaimana diatur dalam UU Perbankan Syariah. Barang- barang yang dijarah antara lain: 9 dump truck dengan nilai Rp 3,5 Milyar, 1 set Crushing Plant & Washing Plant dengan nilai Rp 18 Milyar, dan 9 Buku BPKB mobil dump truck dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 300.500.000.000,- Sementara penerbitan rekening palsu, kata Xena, dilakukan oleh Bank Muamalat pada Agustus 2015. Ketika itu klien Xena mendatangi Bank Muamalat cabang Kendari untuk meminta print out mutasi rekening Nomor: 822-000-2712 A/N: CV New Cahaya Ujung Bank Penerbit Bank Muamalat KCP Kolaka. Namun pada saat customer service membuka data rekening ternyata, mutasi rekening tersebut tidak bisa diprint out karena sudah ditutup tanpa kejelasan.  Berikutnya pada 24 Maret 2016, klien Xena mendatangi Bank Muamalat cabang Fatmawati untuk meminta kembali print out rekening yang telah ditutup oleh Bank Muamalat secara sepihak tanpa ada pemberitahuan. Tiba tiba diinformasikan bahwa perusahaan kami memiliki rekening Nomor: 822-000-8114 A/N: CV New Cahaya Ujung, Bank Penerbit Bank Muamalat KCP Kolaka.  \"Jelas, kami keberatan adanya penerbitan rekening baru Nomor: 822-000-8114 A/N: CV New Cahaya Ujung, penerbit Bank Muamalat KCP Kolaka, karena kami tidak pernah mengajukan dan tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun untuk penerbitan rekening tersebut. Dengan demikian bisa kami simpulkan Bank Muamalat telah menerbitkan rekening palsu,\" pungkasnya. (dte, ant)

Drama Pembangunan Ekonomi, Omong Kosong Industrialisasi dan Jatuhnya Kelas Menengah

Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa Doktor Universitas Trisakti Di ujung masa pemerintahan Jokowi, terkuak, upaya keras yang ditunjukkan selama hampir 10 tahun atas nama pembangunan ekonomi masyarakat, ternyata hanya sandiwara, drama yg justru melahirkan hasil negatif, makin memperburuk masa depan masyarakat.  Kebijakan industrialiasasi, hilirisasi, masifnya pembangunan infrastruktur berbasis utang dan investasi, justru melahirkan gejala deindustrialisasi, terutama terpukul jatuhnya sektor manufaktur dan pengolahan yang menjadi prime mover perekonomian nasional.  Bukti deindustrialisasi terlihat pada jatuhnya kontribusi manufaktur terhadap PDB. Di tahun 1995, share manufaktur terhadap PDB 41,8%, turun menjadi 38,5% di 2005, terus turun tajam ke level 28,9% di akhir 2023.  Artinya, 10 tahun Jokowi berkuasa, berbagai kebijakan pembangunan ekonomi bukannya memperkuat industrialisasi, menaikkan kinerja manufaktur, tapi malah semakin memperburuk.  Hal ini sekaligus menegaskan, bahwa upaya penguatan transformasi struktural dari sektor pertanian dan jasa bernilai rendah ke sektor manufaktur demi memperkuat proses industrialisasi yang dibangga-banggakan, justru berjalan secara prematur, hanya sebatas janji-janji politik.  Salah satu hal yang paling ingin saya \"maki\" adalah sandiwara penguatan kinerja industri, terutama manufaktur lewat kebijakan hilirisasi, khususnya hilirisasi di sektor pertambangan. Bahwa dengan bukti kegagalan industrialisasi, menunjukkan hilirisasi hanyalah omong kosong belaka. Faktanya, bahan mentah masih menjadi komoditi prioritas yang diekspor pemerintah dan industri yang berfokus di sektor pengumpulan hasil alam. Dilakukan secara ugal-ugalan bahkan cenderung ilegal.  Dampaknya, untuk melangsungkan produksi, industri manufaktur harus bergantung tinggi terhadap bahan baku impor yang dibandrol harga global sangat tinggi. Inilah yang menjadi penyebab utama tertekannya kinerja manufaktur.  Buktinya sederhana, Kemenperin mencatat, memasuki awal 2024, dari total impor Indonesia, bahan baku dan penolong mengambil porsi terbesar 67,70%. Ditegaskan dengan baik, mayoritas impor ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sektor manufaktur.  Ketergantungan manufaktur terhadap barang impor sangat tinggi. Bahwa saat ini, 90% bahan baku yang digunakan sektor manufaktur berasal dari barang impor.  Menariknya, 30% dari total 90% bahan baku impor yang digunakan sektor manufaktur didatangkan dari Cina.  Miris. Indonesia kaya akan sumber daya alam, artinya kaya bahan baku, tapi sektor manufakturnya bergantung 90% terhadap bahan baku impor untuk melangsungkan kegiatan produksi.  Pemerintahan korup, bermental uang, bahan bakunya diekspor murah. Sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk menunjang produksi sektor manufaktur justru bergantung pada barang impor.  Fakta memilukan ini memukul saraf sadar kita, bahwa hilirisasi dan kebijakan Domestic Market Obligation, hanyalah sandiwara, drama depan layar pemerintah. Di belakang, justru memprioritaskan ekspor bahan baku secara ugal-ugalan.  Jatuhnya kinerja manufaktur akibat tingginya impor bahan baku, berdampak secara multy player effect. Bukan saja menjatuhkan share manufaktur terhadap PDB dan melemahkan kontribusi manufaktur terhadap penguatan kinerja ekonomi nasional. Melainkan juga berdampak terhadap jatuhnya kelas menengah, menambah jumlah angka rentan miskin dan kemiskinan.  Kelas menengah dalam rentang 2019-2024 jatuh drastis dari 57,3 juta menjadi 47,85 juta. Artinya berkurang sebanyak 9,45 juta.  Dapat dipahami, manufaktur merupakan tumpuan utama kelas menengah. Ketika manufaktur jatuh, perusahan terpaksa melakukan efisiensi dan PHK sehingga berujung pada pengurangan kelas menengah di sektor ini.  BPS mencatat, kelas menengah yang bekerja di sektor manufaktur terus berkurang dari 21,45% di 2019 menjadi 17,13 di 2024. Artinya, 82,7% pekerja kelas menengah, saat ini beralih dan bekerja di sektor informal. Angka itu lebih buruk dibanding tahun 2013 yang hanya 72,6%. Mayoritasnya bekerja di industri jasa dan pertanian dengan nilai tambah yang sangat rendah, dengan pendapatan dan kesejahteraan yang buruk.   Secara teoritis, kelas menengah merupakan bantalan utama perekonomian suatu negara. Di Indonesia, dari total angkatan kerja nasional, 75% berasal dari kelas menengah. Artinya, kelas menengah menjadi kata kunci utama yang menentukan data kesejahteraan masyarakat Indonesia.  Pemerintah harus bisa menjamin peningkatan mobilisasi dan penempatan kelas menengah ke sektor pekerjaan formal yang produktif, semisal manufaktur yg punya nilai tambah tinggi. Jika manufakturnya lemah dan terjadi PHK, maka data kesejahteraan masyarakat juga akan memburuk.  Dengan adanya kegagalan industrialisasi, terutama kejatuhan manufaktur adalah alaram bahaya terjadinya goncangan dan kegagalan penyerapan lapangan kerja di sektor formal. PHK dan efisensi industri akibat perlambatan, mengakibatkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan sehingga mayoritasnya beralih ke sektor informal yang sangat rentan. Misalnya, sektor jasa bernilai tambah rendah seperti e-commerce, kurir ojek online dengan besaran penghasilan yang tidak pasti, banyak yg tidak dilindungi asuransi dan pasti akan kesulitan mencari akses keuangan untuk modal ataupun mengajukan kredit lainnya.  Dampaknya, banyak yang jatuh ke level aspiring middle class atau kelas menengah rentan yang menunjukkan peningkatan dari 128,85 juta jiwa pada 2019 menjadi 137,5 juta jiwa pada tahun 2024.  Jika deindustrialisasi terus berlanjut, maka 137,5 juta jiwa rakya Indonesia kategori rentan miskin tersebut, bisa saja turun dan jatuh ke level miskin.  Gejala tersebut telah nampak. BPS mencatat, pelan-pelan, seiring makin buruknya gejala deindustrialisasi, Jumlah rentan miskin yang jatuh ke level miskin pun meningkat menjadi 25,22 juta jiwa di 2024, dari 25,14 juta jiwa pada 2019.  Kenyataan ini, memukul saraf sadar kita tentang drama, sandiwara pembangunan ekonomi Jokowi hampir 10 tahun. Janji industrialisasi, hilirisasi, penciptaan lapangan kerja formal, kenaikan pendapatan perkapita masyarakat, hanyalah omong kosong.  Sikap konyol pemerintah tidak berhenti di situ. Di tengah situasi jatuhnya kelas menengah, turunnya pendapatan, pengangguran, rentan miskin dan kemiskinan meningkat, pemerintah justru makin memperburuk situasi lewat kebijakan pemanggkasan subsidi dan kenaikan PPN yang makin memperlemah daya beli rakyat.  Tentu saja akan makin memperburuk ancaman perekonomian. Daya beli yg makin tertekan akan terus menjatuhkan kontribusi konsumsi masyarakat sebagai salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Sandiwara rezim Jokowi ini sangat keterlaluan. Sangat miris, untuk suksesi drama pembangunan ekonomi dan omong kosong industrialisasi, Jokowi membenarkan dirinya Ambil utang pada periode pertama Rp 2.170,5 triliun, periode kedua sampai April lalu Rp 3.551,85 triliun.  Artinya total utang yang dicetak Jokowi untuk suksesi sandiwara pembangunannya capai Rp 5.692,35 triliun. Dimana besarnya utang itu sangat rendah manfaatnya terhadap pembangunan ekonomi. Terbukti lewat rasio utang pemerintah terhadap pendapatan negara selama era Jokowi, meningkat dari 168,27 pada 2014 menjadi 315,81 di 2024 ini.  Sedehananya, peningkatan utang berjalan lebih cepat daripada pendapatan negara. Utang tidak produktif, mayoritasnya justru bocor untuk membiayai kebutuhan lain di luar pembangunan ekonomi. (*)

Bambrod Sebut Minum Air Kemasan Bisa Jatuh Miskin, Anthony: Konyol

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Bambang Brodjonegoro memberi pernyataan, bahwa konsumsi air galon atau air kemasan menjadi salah satu faktor kelas menengah jatuh miskin. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240830130611-4-567764/air-galon-jadi-sebab-kelas-menengah-jatuh-miskin-ini-penjelasannya Pernyataan dan pendapat mantan menteri keuangan rezim Jokowi ini sungguh menyedihkan, tidak masuk akal sama sekali, absurd. Pernyataan Bambang jelas sebagai upaya mencari kambing hitam atas ketidakmampuan dan kegagalan pemerintahan Jokowi dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan, tetapi menyalahkan masyarakat karena kebiasaan konsumsi air kemasan. Bambang berkilah, konsumsi air kemasan tidak terjadi di semua negara. Menurut Bambang, masyarakat kelas menengah di negara maju terbiasa konsumsi air minum (dari kran) yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Niatnya mau membela kegagalan pemerintahan Jokowi, dengan mencari kambing hitam “konsumsi air kemasan”. Tetapi yang didapat justru sebaliknya. Pernyataan Bambang justru mengungkap fakta dan sekaligus validasi, bahwa pemerintahan Jokowi selain telah gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah bawah, tetapi juga telah gagal dalam penyediaan air siap minum di tempat-tempat umum.  Karena, masyarakat hanya bisa konsumsi air siap minum dari keran-keran di tempat umum kalau pemerintah mampu menyediakan fasilitas tersebut. Faktanya, pemerintah tidak mampu menyediakan fasilitas air siap minum di tempat-tempat umum, sehingga masyarakat tidak bisa mengkonsumsinya. Artinya, masyarakat mengkonsumsi air kemasan karena tidak ada pilihan lain, karena pemerintah telah gagal menyediakan air siap minum yang aman, di tempat-tempat umum. —- 000 —-

Nostalgia Muhammadiyah Mengelola Kembali Bank Persyarikatan

Oleh Djony Edward / Wartawan Senior FNN Ujung dari kasus penarikan dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sebesar Rp13 triliun adalah keinginan ormas Islam terbesar itu memiliki bank sendiri. Niatan Muhammadiyah punya bank sendiri sudah mendapat lampu hijau dari otoritas perbankan. Sebelumnya kita tahu bahwa Muhammadiyah sebelumnya memang telah memiliki bank, yakni PT Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Namun karena kondisi krisis dan pengelolaan yang kurang piawai, BPI pun limbung dan diselamatkan oleh PT Bank Bukopin Tbk pada 2005. Untuk kemudian diubah menjadi Bank Bukopin Syariah. Bank Bukopin sendiri sebagai induk perusahaan baru saja dimerger oleh Kookmin Bank asal Korea Selatan, sehingga menjadi Kookmin Bank Bukopin atau lebih dikenal menjadi KB Bukopin. Sedangkan Bukopin Syariah menjadi KB Bukopin Syariah. Dengan rencana masuknya Muhammadiyah ke KB Bukopin Syariah benar-benar nostalgia sekaligus menghapus dahaga penasaran ormas Islam itu mengelola bank sendiri. OJK Mendukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri diketahui telah memberikan lampu hijau bagi PP Muhammadiyah yang ingin mendirikan bank atau mengakuisisi bank syariah di Indonesia. OJK akan mendorong dan mendukung peluang hadirnya bank syariah dengan skala besar dalam rangka pengembangan industri perbankan syariah agar dapat lebih kompetitif dan bersaing secara sehat.  Muhammadiyah sendiri dikabarkan menginginkan sebuah bank yang nantinya 100% berpihak kepada Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Karena alas an Muhammadiyah menarik dananya dari BSI lantaran bank hasil merger Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah dan BNI Syariah itu tidak lagi fokus membiayai UMKM. Hanya saja, apakah Muhammadiyah akan membiarkan KB Bukopin Syariah apa adanya setelah akuisisi, atau mengubahnya menjadi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK memberikan dukungan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan yang memadai dari pemegang saham untuk mendukung permodalan bank yang kuat. Pemegang saham juga harus melaksanakan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku. Seperti diketahui, Muhammadiyah dikabarkan tengah mengincar salah satu bank syariah di Indonesia, satu nama yang mengemuka adalah KB Syariah. Meski demikian, Dian mengatakan, OJK belum menerima surat permohonan resmi dari Muhammadiyah untuk mengakuisisi KB Syariah.  \"Suatu aksi korporasi antara lain berupa akuisisi, merupakan kewenangan pemegang saham pengendali (PSP) dengan pertimbangan bisnis dari manajemen bank berdasarkan kesepakatan yang terjadi di antara para pihak,\" kata Dian dalam keterangan tertulis, Senin (15/7).  Hanya saja, Dian meminta agar Muhammadiyah atau pihak lain yang ingin menjadi pemegang saham di bank syariah tetap memperhatikan POJK No. 16/POJK.03/2022 tentang Bank Umum Syariah. POJK itu mengatur persyaratan komitmen terhadap pengembangan bank yang sehat, kriteria dan persyaratan kepemilikan, serta ketentuan permodalan dari suatu bank umum syariah. Kabar akuisisi mencuat usai Muhammadiyah menarik simpanannya dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI. Muhammadiyah beralasan ingin menghidupkan bank-bank syariah lain yang menyalurkan pembiayaannya di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kabar ini kemudian berkembang pada keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan bank sendiri dan mengakuisisi KB Bukopin Syariah.   Sebelumnya, induk usaha KB Bukopin Syariah yakni KB Bukopin juga telah mengeluarkan tanggapannya mengenai kabar tersebut. VP Corporate Relations KB Bank Adi Pribadi mengatakan perusahaan belum mendapatkan informasi resmi dari PP Muhammadiyah. \"Ketika informasi telah resmi kami peroleh, tentunya akan disampaikan sesuai regulasi dan keterbukaan yang berlaku,\" ujar Adi, pada Senin (1/7). Pada dasarnya, KB Bukopin membuka peluang kerja sama bisnis dengan pihak manapun.  Muhammadiyah dan KB Bukopin Syariah memang memiliki kedekatan. Salah satu komisaris KB Bukopin Syariah, yakni Abdul Mu\'ti juga menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Menurut sejarahnya, KB Bank Syariah pada awal pendiriannya adalah Bank Persyarikatan Indonesia yang dibentuk oleh Muhammadiyah. Riwayat BPI Keputusan PP Muhammadiyah memindahkan dana simpanannya sebesar Rp13 triliun dari Bank Syariah Indonesia (BSI), mengejutkan industri perbankan. Hal ini mengingatkan bahwa Muhammadiyah pernah memiliki bank, yakni Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). BPI dalam perjalanannya tidak semulus yang diharapkan, karena dihantam krisis dan pengelolaan yang tidak pas, sehingga limbung. Kemudian BPI berganti kepemilikan menjadi Bank Syariah Bukopin. Setelah Bank Bukopin merger dengan Kookmin Bank menjadi KB Bukopin, maka Bank Syariah Bukopin pun berubah menjadi Bank KB Bukopin Syariah. KB Bukopin Syariah merupakan salah satu bank yang kecipratan dana triliun PP Muhammadiyah yang dipindahkan dari  BSI. \"Dengan ini kami minta dilakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan pengalihan ke Bank KB Bukopin Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, Bank-bank Syariah Daerah, dan bank-bank lain yang selama ini bekerja sama baik dengan Muhammadiyah,\" bunyi memo bernomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana tertanggal 30 Mei 2024, yang ditandatangani Ketua Muhammadiyah Agung Danarto dan Sekretaris Muhammadiyah Muhammad Sayuti. Seperti diketahui, BPI mulanya bernama PT Bank Swansarindo Internasional yang awalnya sahamnya dikuasai Tanri Abeng dan Tee Soeprapto sebelumnya dimiliki M. Thamrin.  Pada tahun 2001 bank ini kemudian diakuisi oleh PP Muhammadiyah yang saat itu dinakhodai Syafii Maarif dengan menempatkan Dawam Raharjo sebagai Presiden Direktur. Pada tahun 2003 nama Bank Swansarindo resmi diubah menjadi BPI. Dikutip dari laman resmi Bank KB Bukopin Syariah, profil perusahaan bermula dari masuknya konsorsium PT Bank Bukopin yang mengakuisisi PT Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Proses akuisisi tersebut berlangsung secara bertahap sejak 2005 hingga 2008. BPI yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di Samarinda, Kalimantan Timur berdasarkan Akta Nomor 102 tertanggal 29 Juli 1990, merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1.659/ KMK.013/1990 tertanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin Peleburan Usaha 2 Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum. PT Bank Swansarindo Internasional memperoleh kegiatan operasi berdasarkan surat Bank Indonesia (BI) nomor 24/1/UPBD/PBD2/Smr tertanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank Umum dan Pemindahan Kantor Bank. Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 terjadi proses akuisisi oleh PP Muhammadiyah dan sekaligus dilakukan perubahan nama PT Bank Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia, yang memperoleh persetujuan dari (BI) nomor 5/4/KEP. DGS/2003 tertanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke dalam akta Nomor 109. Dalam perkembangannya, BPI melalui tambahan modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, maka pada 9 Desember 2008 kegiatan operasional perseroan Bank Syariah Bukopin secara resmi dibuka Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI kala itu, menjadi Bank Syariah Bukopin. Hal ini setelah Bukopin memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang dituangkan dalam akta Nomor 28 tertanggal 31 Maret 2008 melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tertanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah Bukopin. Selanjutnya, pada tanggal 30 Juni 2021, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa menyetujui untuk melakukan perubahan nama Bank Syariah Bukopin menjadi PT Bank KB Bukopin Syariah (KBBS) yang dituangkan ke dalam Akta Nomor 02 tertanggal 6 Juli 2021, dan telah mendapat persetujuan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Bank dengan Nama Baru dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan surat nomor SR-27/PB.101/2021 tertanggal 12 Agustus 2021, dan KEP-53/PB.1/2021 tertanggal 10 Agustus 2021. Sejak itulah hingga sekarang, Bank Syariah Bukopin berganti nama menjadi Bank KB Bukopin Syariah. Semoga saja dengan masuknya kembali PP Muhammadiyah ke Bank KB Bukopin Syariah bisa mengulang nostalgia memiliki BPI. Hanya saja mindsetnya yang perlu diubah, yakni berorientasi pada pelayanan pada orang kecil, yakni pengusaha UMKM yang kurang mendapat perhatian dari bank-bank besar.  

Mampukah Patrick Waluyo Pulihkan Saham GoTo?

Oleh Jon A.Masli, MBA (Diaspora USA,  Corporate & Capital Market Advisor) DRAMA anjloknya saham GoTo itu seperti drama Korea yang dimulai dengan euphoria, terus nangis Bombay, dan ujung-ujungnya mungkin happy ending. Yang jelas sekarang para investornya pada nangis Bombay karena sahamnya tinggal gocaptun. Telkom sebagai investor besar kini merugi puluhan triliun. Dimulai dengan lahirnya GoTo yang digembar-gemborkan sebagai unicorn kebanggan RI oleh dua anak muda: William Tanuwijaya dan Kevin Bryan. Mereka berhasil mempesona para investor seperti Alibaba, Softbank (keduanya sudah hengkang) dan 2 investor raksasa nasional yaitu Telkom dan Astra yang memborong  saham GoTo dan sekarang ini lagi stressed  gigit jari ketika harga sahamnya tinggal gocaptun Rp50. Seperti mimpi di siang bolong,  tapi faktanya GoTo ini belum mencetak untung, bisa melanggeng masuk Bursa Efek Indonesia dengan mulus. Anjloknya saham GoTo jelas dipicu oleh beberapa faktor, antara lain: 1.Ketika para pemegang saham besar, seperti Alibaba, Softbank,  dan  pendiri-pendiri GoTo menjual sahamnya, konon termasuk Boy Tohir, serta para anggota direksi dan komisarisnya hengkang. Dimulai jauh hari sebelumnya ketika Nadiem Makarim pendiri Gojek menjadi Mendibud. Kini disusul pentolan-pentolan pengurus seperti William Tanuwidjaya, Melissa Siska, Kevin Aluwi, Andre Sulistyo dll. 2.Drama berlanjut ketika Byte Dance, pengelola TikTok mengakuisisi sahan Toped pada Desember 2023 sebanyak 75,01%, sehingga GoTo hanya memiliki  24,99% saham di Toped. Anjloklah sumber pendapatan dan asetnya di Toped. Kedua faktor inilah yang membuat investor lost confidence memicu drama anjloknya harga saham GoTo. Untunglah Patrick Waluyo  dan Jacky Lo sempet membeli kembali saham GoTo sehingga kejatuhan harga sahamnya tertolong.Terpilih CEOnya Patrick Waluyo yang dikenal sebagai orang keuangan Wizard yang visioner, ahlinya corporate financing dan funding. Tapi dia bukanlah seorang CEO yang menguasai bisnis retail yang GoTo perlukan sekarang ini sejak kehilangan 75% pendapatan usaha retailnya di Toped yang diakuisisi Tiktok. RUPS baru-baru ini juga mengukuhkan John A.Prasetio, sebagai Komisaris Independen dan juga salah satu petinggi BEI. Kalau di pasar modal AS, Singapura, Hong Kong pasti tidak diperkenankan seorang pengurus bursa efek  masuk jadi Petinggi diperusahaan Tbk. Tapi ini negeri Konoha, anything goes and  can happen. Terus ada juga Agus Martowardoyo, eks gubernur BI. Jelas dua tokoh senior ini memberi support moral kepada sang CEO dan juga mengambil hati investor, a piece of mind? Tapi investor juga tahu, selama tidak ada business improvement, GoTo tidak akan pulih kembali siapapun CEO dan komisarisnya. Jadi GoTo harus fokus mencari sumber pendapatan dan memperkuat core bisnis retailnya untuk menunjang kegiatan usaha dan  mendorong kenaikan harga sahamnya.  Tanpa pangsa pasar tambahan pendapatan dari bisnis retail yang kuat,  mustahil GoTo akan pulih.  How to do it? Sebaiknya mencari Partner business baru retail with Chinese company /ies yang de facto tiap menit membuat terobosan baru di E Commerce dan teknologi. Suka tidak suka partner dari mana lagi kalau bukan Cina. AS sudah bolui/bokek. Demikian juga Eropa. Langkah fatal jual saham Tokopedia itu telah menguras aset dan pendapatan terbesar yang GoTo miliki. Inilah juga yang buat Investor menjadi pesimistis mengingat Gojek, Gosend itu projek yang masih membakar duit.  Kalau boleh diusulkan  beberapa solusi corporate actions yang dapat dipertimbangkan sebagai unicorn yang Indonesia banggakan selama ini.1. GoTo mesti mencari funding untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tentu dengan catatan ada new business strategy dan  development concepts. CEOnya tentu capable melakukan hal ini. Expansion plan seperti Gojek buka usaha ke LN ke Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, think globally seperti Grab sudah  berkiprah kemana - mana dan sudah listed di Nasdaq. Ini berarti business collaboration atau Joint venture dengan asing sebagai alternatif solusi.2. GoTo perlu reach out juga memberdayakan puluhan juta UMKM lebih maksimal lagi dengan bekerja sama bisnis kecil tapi merakyat yang berkelanjutan. Opsi ini jangan dianggap remeh.Keberadaan orang-orang top seperti John A.Prasetio dan Agus Martowardoyo tidak menjamin pemulihan business GoTo dengan tokcer. Kehadiran mereka hanya sebatas pengawasan yang lebih baik, tinggal CEOnya, harus bekerja keras to turn around GoTo. Bisa? Harus bisalah. (*)

OJK Berhasil Redam Gempa Perbankan (Bagian 2)

Muliaman D. Hadad Menerapkan Kebijakan Anti Siklis Mulai 23 Juli 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak lagi dipimpin Muliaman Darmansyah Hadad. Penggantinya sudah diputuskan di DPR, yakni Wimboh Santoso. Keduanya dari Bank Indonesia dan sama-sama punya perhatian yang tinggi di industri keuangan. Selama 5 tahun memimpin, tentu banya suka dan duka yang dilalui Muliaman, termasuk tentu saja tugas baru yang menantang. FNN, ketika itu masih berstatus Nusantara.News di sela-sela kesibukannya mewawancarai Muliaman di kantornya beberapa waktu lalu. FNN mencoba menurunkan kembali wawancara tersebut karena diduga Pemerintahan Prabowo bakal menerapkan kebijakan ansi siklis sebagaimana yang diterapkan OJK pada masa-masa awal. Berikut petikan wawancaranya. Bisa diilustrasikan seberapa dahsyat krisis 2015 terhadap sektor perbankan? Ada tiga risiko yang selalu menjadi perhatian OJK dalam menghadapi krisis, pertama, risiko kredit seperti yang saya jelaskan di atas. Kemudian risiko kredit coba kita jaga paling tidak agar NPL tidak  bertambah besar. Kedua, risiko pasar. Risiko pasar ini kita jaga agar nilai aset, terutama akibat dari memburuknya nilai tukar rupiah bisa terjaga. Kan kita bisa saksikan bahwa dampak perburukan nilai tukar rupiah terhadap neraca bank itu relatif kecil. Kenapa relatif kecil? Karena bank pada umumnya memasang long dolar (cadangan dolar lebih banyak dari utang dolarnya). Ketika dolar menguat, aset perbankan juga meningkat. Jadi dampak risiko pasar itu relatif terkontrol pada 2015. Jadi krisis kemarin tekanannya bukan pada risiko pasar, tapi terhadap kemungkinan pemburukan risiko kredit, makanya 35 kebijakan yang diterbitkan OJK tekananya pada risiko kredit. Memang ada beberapa bank yang cadangan dolarnya terbatas, atau segelintir pengusaha yang tidak men-hedge (melindungi) kredit valasnya, seperti 1998, tapi utang luar negeri dalam valas itu yang murni naked itu sekitar 8% hingga 11% saja. Selebihnya itu utang kepada parent company, atau utang yang sudah di-fuly hedge, sehingga lebih terkontrol, lebih bisa dinegosiasikan, risikonya jadi minimal. Oleh karena itu saya melihat, aset valas yang dimiliki bank lebih tinggi dibandingkan utang valasnya. Perbankan sudah OJK ajak mengantisipasi perburukan situasi lebih awal, tapi mereka tidak semata-mata seperti binatang ekonomi yang ingin mengambil marjin dari kenaikan dolar AS, karena marjinnya tipis sekali. Rasio cadangan valas (net open position--NOP) tipis sekali, kalau ada bank yang NOP-nya tebal sudah pasti bank itu main valas. Faktanya, NOP mereka kecil sekali, hanya untuk memenuhi peraturan saja. Jadi krisis September 2015 kemarin itu lebih mengarah pada potensi pemburukan kualitas kredit. Bank lebih terekspos pada risiko kredit ketimbang terekspos pada risiko pasar, walaupun nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Nah, oleh karena itu OJK fokus dalam memberikan keleluasaan dalam mengelola risiko kredit pada bank, sehingga pada akhir tahun 2015 realisasi NPL sesuai target OJK, yakni 2,6%. Bisa jelaskan dampak antisipasi risiko kredit tersebut? Tentu punya dampak yang sangat positif, terutama terhadap kualitas kredit. Kita lihat tekanan pertumbuhan itu juga tidak saja dialami oleh sektor perbankan, IHSG menurun sangat drastis selama 2015, dan rupiah juga melemah luar biasa Rp14.500 lebih pada bulan September. Oleh karenanya kita respon lewat 35 kebijakan OJK, mayoritas kebijakan itu memang diarahkan pada upaya mengatasi persoalan-persoalan kredit perbankan. Sementara di pasar modal kita juga mengeluarkan kebijakan buyback saham dengan harapan bisa menumbuhkan kembali kepercayaan. Cukup banyak perusahaan atau emiten swasta yang melakukan buyback (pembelian saham kembali). Bank-bank Pemerintah (BUMN) memang batal melakukan buyback saham secara langsung, tapi buyback bank-bank Pemerintah dilakukan lewat anak-anak perusahaan. Dampaknya kemudian, rupiah dan IHSG tertolong, grafiknya pun yang awalnya turun ke bawah kembali datar. Rupiah kembali bergerak di bawah kisaran Rp14.000, hari ini sudah Rp13.300. Sementara IHSG mulai naik kembali mendekati level 5000. Di sisi lain, NPL bisa kita longgarkan, kita kasih liniensi dan kelenturan, di pasar modal kita dorong emiten bisa melakukan buyback, dan industri keuangan yang lain kita coba hold beberapa aturan. Seperti asuransi asetnya ikut turun lantaran memegang saham, obligasi dan lainnya, ketika harga saham jatuh, nilainya ikut jatuh. OJK men-hold penilaian mark to market price-nya. Sehingga dengan demikian bisa bertahan. Itulah respon yang sudah OJK tempuh, sehingga menutup tahun 2015, kita relatif berhasil menstabilkan keadaan. Kalau tidak bisa-bisa terjadi gempa di sektor perbankan. Kalau OJK tidak menerbitkan 35 kebijakan, seberapa parah dampaknya pada perbankan? Wah saya kira perbankan akan terekspos dengan risiko kredit yang sangat besar, saya kira NPL akan meningkat dari posisi 2,6% bisa mentok sampai 5% kalau kita tak lakukan apa-apa. Bank bisa bermasalah, untung saja OJK bisa meredam potensi gempa di sektor perbankan lewat kebijakan-kebijakan tadi. OJK melakukan stress test bila rupiah menembus level Rp15.000 akan ada 5 bank yang collapse? Betul, stress test OJK itu dengan asumsi yang ekstrem, tapi kemudian dipahaminya keliru oleh banyak kalangan, sehingga harus dilakukan pelurusan. Karena ketika kita bicara stess test itu sebenarnya harus dijelaskan asumsinya. Stress test itu seperti kita mengetes ketahanan rumah, seberapa skala richter (SR) rumah kuat terhadap dampak gempa. Misalnya 9 SR atau 10 SR, itukan situasi yang sangat ekstrim yang mungkin terjadi, karena 6 SR saja sebenarnya sudah besar, apalagi skala 10 SR. Nah, kejadian sampai 10 SR itu kan tidak ada yang tahu kapan bakal terjadi, apalagi kalau kita berhasil menahan pemburukan itu tidak terjadi. Makanya ketika kita katakan rupiah sampai Rp15.000 atau pertumbuhan ekonomi turun sampai 1%, seberapa kuat perbankan kita menghadapi situasi. Jadi stress test itu punya beberapa variabel, tak hanya satu variabel seperti pelemahan rupiah, ada juga variabel dengan asumsi penurunan pertumbuhan ekonomi. Memang faktanya terjadi penurunan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio—CAR), tapi kan dampaknya tidak signifikan, karena modal bank pada 2015 yang di atas rata-rata. Akan ada beberapa bank yang terekspos dengan penurunan CAR, kecukupan modalnya akan terpotong. Tapi umumnya karena rerata CAR perbankan nasional jauh di atas 8%, kalaupun tergerus posisinya masih di atas 8%. Berbeda pada dampak krisis 1998, CAR perbankan malah tembus negatif. Nah mengkomunikasikan hal ini memang agak sulit, tapi alhamdulillah CAR bank-bank kita cukup tinggi pada 2015. Jadi relaksasi yang ditempuh OJK apa saja? Pada umumnya ada beberapa, pertama, mengumumkan pemberian aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang lebih longgar buat UMKM. Kemudian melonggarkan syarat restrukturisasi kredit. Disamping itu kita dorong pemberian kredit ke UMKM tak hanya melalui bank, tapi juga melalui perusahaan-perusahaan pembiayaan, dengan cara kita buka batas yang selama ini batas perusahaan pembiayaan motor dan rumah, sekarang kita minta perusahaan pembiayaan juga bisa menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif. Apakah sudah dikaji risiko perusahaan pembiayan masuk ke sektor produktif? Tidak setiap perusahaan pembiayaan kita berikan izin untuk menyalurkan dana ke sektor produktif, hanya perusahaan pembiayaan yang kita nilai mampu, yaitu yang punya SDM memadai, dukungan teknologi dan sistem yang baik. Tidak semua. Tapi setidaknya sudah kita buka peluangnya, agar perusahaan pembiayaan bisa ikut masuk ke sektor produktif. Jadi intinya kita coba flows pembiayaan itu tetap terjaga, baik lewat bank maupun dari non bank. Pemberlakuan relaksasi kebijakan ini berapa lama? Beberapa kebijakan yang kita buat itu bersifat temporer (temporary messures), kebijakan yang hanya berlaku terbatas, yakni dua tahun. Intinya, agar ketika ekonomi sudah normal kembali, kita angkat lagi untuk memupuk daya tahan baru agar bisa kita pakai kalau situasi ekonomi turun kembali. Sengaja kita berlakukan dua tahun dengan pertimbangan bahwa situasi pemburukan ini masih akan berjalan selama dua tahun ke depan. Tapi setiap saat bisa kita tinjau kembali dengan menengok situasi ekonomi, apakah membaik atau tidak. Kalau pada 1998 pemerintah ikut saran IMF dengan melakukan tight money policy. Sekarang kok justru kebalikannya? Pada dasarnya apa yang kita lakukan pada 2015 merupakan counter siclical (melawan siklus), siklus ekonomi itu naik turun. Jadi ketika dia sedang turun atau melemah, kita tidak ingin penurunannya berkelanjutan mengingat hal itu bisa merugikan banyak orang. Sehingga kemudian ketika laju penurunan ekonomi itu terjadi kita picking-up (angkat) lewat kebijakan, turun dikit, angkat lagi, sehingga grafiknya kembali normal pada periode selanjutnya. Sekarang sudah relatif normal. Apakah yang Bapak lakukan di sisa hari-hari terakhir di OJK? Di sisa waktu ini, masih ada pekerjaan yang akan dituntaskan. Di antaranya aturan dana infrastruktur, membuka akses UMKM melantai ke pasar modal, membuat sistem informasi untuk fintech, meluncurkan fintech advisory grup, hingga mendirikan Bali Centre Sustainable Finance.  Apa harapan Bapak dengan DK OJK yang baru? Kami berharap di bawah kepemimpinan yang baru lebih cepat jalannya karena tantangan lebih bervariasi. OJK dapat menjalankan amanah UU OJK, dan melanjutkan perbaikan yang sudah dilakukan sehingga OJK mampu meraih penghargaan baik di dalam maupun luar negeri, salah satunya program inklusi kita yang mengalahkan India dan Pakistan di kawasan Asia Pasifik. Pewawancara Djony Edward

OJK Berhasil Redam Gempa Perbankan (Bagian 1)

Muliaman D. Hadad Menerapkan Kebijakan Anti Siklis Mulai 23 Juli 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak lagi dipimpin Muliaman Darmansyah Hadad. Penggantinya sudah diputuskan di DPR, yakni Wimboh Santoso. Keduanya dari Bank Indonesia dan sama-sama punya perhatian yang tinggi di industri keuangan. Selama 5 tahun memimpin, tentu banya suka dan duka yang dilalui Muliaman, termasuk tentu saja tugas baru yang menantang. FNN, ketika itu masih berstatus Nusantara.News di sela-sela kesibukannya mewawancarai Muliaman di kantornya beberapa waktu lalu. FNN mencoba menurunkan kembali wawancara tersebut karena diduga Pemerintahan Prabowo bakal menerapkan kebijakan ansi siklis sebagaimana yang diterapkan OJK pada masa-masa awal. Berikut petikan wawancaranya. Apa suka duka Bapak selama 5 tahun memimpin OJK? Wah, banyak ya. Terutama pada masa-masa awal membangun lembaga besar hasil perkawinan bagian pengawasan perbankan Bank Indonesia dan sektor keuangan non bank Departemen Keuangan. Banyak sekali. Karena OJK lembaga baru, masih ingat apa saja pekerjaan awal yang Bapak lakukan? OJK dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 21/2011. Awal berdirinya, regulator lembaga keuangan ini menjalani kehidupan serba prihatin. Bayangkan, tanpa infrastruktur pendukung, OJK beroperasi tanpa kantor tetap. Seluruh dewan komisioner harus berpindah-pindah kantor. Pertama, di Gedung Bank Indonesia (BI) lantai 25, kemudian di Menara Bidakara dengan menyewa 2 lantai. Kantor itu ditempati Dewan Komisioner OJK plus unit pendukung. Sementara di Gedung OJK, pegawai yang menangani pasar modal, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) rela bekerja berdesak-desakan. Kebijakan apa yang Bapak buat saat itu? Karena belum ada Peraturan OJK (POJK). Jadi POJK pertama yang diterbitkan mengenai tata tertib rapat. Penyelenggaraan rapat seperti apa. Dibentuk organisasi dan tata kerja, inline dengan semangat UU dan visi misi OJK. Itu keluar di minggu pertama OJK beroperasi, supaya ada pedoman. Selanjutnya, meluncurkan logo OJK. Kurang puas dengan logo OJK yang pertama, didesain logo kedua yang mengedepankan kepentingan nasional. Kemudian, manajemen menyusun struktur kerja dan kepegawaian. Maklum, kala itu sumber pegawai OJK berasal dari BI sebanyak 1.200 orang dan 800 orang dari Bappepam LK.  Lalu dibuat struktur sendiri, tidak ikut Kementerian Keuangan dan tidak ikut BI. Kita bikin struktur untuk persyaratan jabatan, mutasi, dan lainnya. Dibuat pula berbagai SOP untuk mendukung organisasi. Apa yang paling berkesan buat Bapak selama 5 tahun di OJK? Yang paling berkesan adalah merelakan gaji saya tidak dibayarkan selama 3 bulan pertama. Tapi akhirnya di rapel. Ini bagi saya jadi satu kenangan tersendiri. Setelah itu, OJK mulai meresmikan 35 kantor OJK di seluruh Indonesia. Pertamanya, fokus pada pengawasan perbankan karena pegawai yang tersedia untuk lembaga keuangan tersebut. Saat ini, pegawai OJK mencapai 4.000 orang, berasal dari orang luar sehingga OJK lebih profesional. OJK kini sudah sangat berubah, dan selama 5 tahun ini kita sudah 196 POJK sudah diterbitkan. Kita bisa membuktikan organisasi ini dibangun secara bahu membahu di tengah keterbatasan. Tantangan apa yang Bapak rasakan selama 5 tahun? Tantangan terberat OJK ketika menghadapi kebijakan quantitative easing (QE)—penghentian kebijakan mengguyur likuiditas dolar AS ke pasar--oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada akhir 2013. Ekonomi Indonesia kala itu mengalami tekanan besar, aliran modal asing keluar, kurs rupiah jebol lebih dari Rp14.500 per dolar AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) longsor, dan situasi bisnis mengalami kelesuan.  Saat itu, OJK meluncurkan berbagai macam paket kebijakan. Bahkan beberapa aturannya masih berlaku sampai saat ini. Kalau situasi dianggap normal, aturan itu bisa dicabut. Kita sudah lalui up and down, karena kita meresponsnya dengan berbagai kebijakan. Dampaknya bagaimana? Tentu saja dampaknya sangat terasa di industri keuangan, terutama industri perbankan. Dampak itu lebih terasa di semester terakhir 2015. Bagaimana situasi perbankan pada 2015? Seperti kita ketahui tahun 2015 itu bukan tahun yang mudah, terutama paruh kedua 2015, ketika spekulasi mengenai apakah tingkat suku bunga Fed Fund Rate naik atau tidak. Situasi itu menyita perhatian yang cukup besar. Ketidakpastian itu menyebabkan capital outflow dari Indonesia paling tidak setelah September 2015. Cukup besar, karena terjadi net selling investor terutama di pasar saham, rupiah menembus level Rp14.500. Situasi ini diperburuk dengan ekonomi yang melambat, demand terhadap barang-barang tambah melemah, harga komoditas juga ikut melemah. Sehingga 2015 bukanlah tahun yang mudah, bagi Indonesia alhamdulillah bisa merespon dan menyiasatinya dengan baik. Sehingga meski di tengah-tengah krisis global, kita masih bisa mencetak laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik 4,7%. Menurut saya salah satu pertumbuhan terbaik di emerging market, saksikan Turki, Brazil, Argentina semua mengalami hambatan. Kecuali India yang sedikit cukup baik. Apa implikasi dari situasi yang terjadi pada 2015? Tentu saja situasi tersebut menyebabkan industri keuangan nasional mengalami perlambatan. Artinya pemburukan ekonomi, terutama pasca September 2015, terjadi percepatan pemburukan industri. Aktivitas ekonomi mengalami squeeze (tekanan yang berat), permintaan turun drastis. Kalau diperhatikan sebenarnya trend penurunan ekonomi sudah kita lihat sejak 2012, terus mengalami penurunan. Walaupun turunnya sedikit demi sedikit, namun pasti. Yang paling terasa di industri keuangan adalah, karena pertumbuhan terus menurun, maka permintaan terhadap jasa-jasa keuangan juga melambat. Kredit melambat, kredit properti drop sampai 30%, kredit pembelian kendaraan bermotor turun, sehingga penjualan motor pada 2015 turun 20% hingga 30%. Tentu saja kalau pemburukan ekonomi ini dibiarkan begitu saja, saya kira sangat berbahaya, dan oleh karena itu Pemerintah dan OJK mengantisipasi. Kita respon ini dengan berbagai macam kebijakan. Pemerintah menekankan belanja negara harus dipercepat, biar kemudian ada aktivitas ekonomi lokal yang bergerak. Kami di OJK berhasil mengantisipasi ini lebih awal, pada pertengahan 2015, kita teliti, kita mulai melihat bahwa kalau perlambatan ini kita biarkan, sangat menekan kualitas kredit perbankan. Kredit bermasalah (non performing loan—NPL) akan meningkat. Karena itu ada dua objektif yang ingin kita sasar. Pertama, OJK memitigasi risiko, terutama risiko kredit perbankan agar bank bisa terhindar dari tekanan NPL yang berkelanjutan. Kedua, OJK juga ingin sebetulnya tetap terjadi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab tak mungkin bank bisa berjalan kalau ekonominya mengalami stagnasi. Oleh karena itu OJK kemudian memberikan banyak sekali insentif bagi mereka yang mau memberikan kredit ke usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Makanya beberapa paket (dari 35 paket) kebijakan OJK, fokus pada beberapa area, terutama pada pemberian kredit ke UMKM. Ekonomi domestik ini punya potensi yang cukup besar, karena itu perlu kita dorong pembiayaan ke UMKM. Mengapa harus mendorong kredit UMKM, karena UMKM menyerap 97% tenaga kerja dan 60% perannya dalam perekonomian nasional (GDP). Apa dasar menggeser kredit ke UMKM, apakah hasil kajian atau dari hasil judgement saja? Belajar dari pengalaman sebelumnya, UMKM itu relatif punya daya tahan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam krisis, terutama krisis 1998, karena UMKM berbasis ekonomi lokal. Sebab yang terkena krisis sekarang ini karena lemahnya permintaan dari luar. Sehingga ketika permintaan dari luar lemah, maka kita mengandalkan dan membentuk permintaan di dalam negeri. Kebetulan penduduk kita juga banyak, cocok untuk memperbesar ekonomi domestik. Momentum ini juga harus kita manfaatkan untuk memajukan ekonomi domestik dengan mendorong pemberian kredit perbankan yang lebih besar ke UMKM. Itu sebabnya terhadap perbankan juga kita berikan insentif, bagi bank yang memberikan kredit kepada UMKM. Pada saat yang sama kita antisipasi pemburukan NPL ini dengan cara memberikan kelonggaran dalam restrukturisasi kredit. Tenor kredit kita minta diperpanjang, cicilan dengan sendirinya bisa lebih kecil, kemudian juga penilaian kualitas kredit juga cukup satu pilar. Apakah kebijakan baru soal UMKM ini dieksekusi industri perbankan? Tujuan kebijakan OJK di atas agar kegiatan ekonomi UMKM tidak terhambat, pertumbuhan kredit rupiah terutama kepada UMKM terus mengalami peningkatan. Jadi kredit UMKM pada 2015 tetap bisa kita tahan secara keseluruhan pertumbuhannya 10%, meskipun terjadi krisis yang cukup berat. Kalau tidak ada kebijakan yang berpihak kepada UMKM, kemungkinan besar pertumbuhan kredit UMKM akan turun. Ini terbukti bahwa kebijakan itu dimanfaatkan oleh industri perbankan, kita bisa cek ke kredit yang berhasil direstrukturisasi. Kredit UMKM yang direstrukturisasi pada 2015 sebesar Rp28 triliun, naik Rp10 triliun dari tahun sebelumnya Rp18 triliun. Total kredit perbankan yang direstrukturisasi pada 2015 sekitar Rp40 triliun, sementara Rp10 triliun-nya dari  UMKM. Menang kualitas krisis tak lebih besar dari 1998 karena sudah di on-kan kebijakan sebelum krisis terjadi, sebetulnya dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan pada 2015 hampir Rp5.000 triliun, angka Rp40 triliun ini relatif peanut. Tapi dampaknya kelihatan betul bahwa kebijakan OJK dimanfaatkan betul oleh perbankan, kebijakan OJK dieksekusi sektor perbankan. Kalau saja OJK salah atau terlambat mengambil kebijakan, bisa-bisa terjadi gempa di industri perbankan. Kalau gempa perbankan itu benar-benar terjadi, dampaknya bisa lebih dahsyat dari krisis 1998. Pewawancara Djony Edward

Indonesia Emas Hanya Bisa Terwujud dengan 25 Bank 

JAKARTA (FNN): Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank di Indonesia per Maret 2024, mencapai 106 bank umum. Diharapkan terjadi merger besar-besaran ingga jumlahnya hanya 25 bank umum.  Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri mengingatkan, harus dipertimbangkan bahwa merger antar bank di Indonesia, tidak bisa dihindari di masa depan. karena persaingan di bidang perbankan yang semakin ketat.  \"Merger tersebut akan kehilangan arah perbaikan perbankan nasional yang tepat jika mengabaikan sifat masing-masing bank. Semakin sama perilaku dari bank-bank yang akan merger, semakin mudah adaptasi yang dilakukan oleh bank hasil merger tersebut,\" kata dia, Jakarta, baru-baru ini. Sifat-sifat bank, kata dia, pada akhirnya harus menjamin bahwa perbankan di masa depan mampu bersaing secara sehat. Sifat-sifat bank yang penting tersebut tercermin dalam besaran variabel Total Factor Productivity (TFP), Technical Efficiency, dan skala ekonomis.  \"Ketiga variabel itu merupakan necessary condition variables yang juga harus didampingi sufficient condition variables, yaitu average costs, marginal costs, net interest margin (NIM), return on assets (ROA), dan return on equity (ROE),\" kata Deny. Berdasarkan variabel daya saing perbankan, kata dia, dilakukan skenario pengelompokan merger bank-bank di Indonesia. Hasil pengelompokan merger perbankan ini dapat dilihat dari munculnya 25 pengelompokan merger antara bank-bank yang memiliki sifat-sifat perilaku produksi yang hampir sama di lanskap perbankan Indonesia.  \"Merger bank yang mempertimbangkan persamaan sifat perilaku bank dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal peningkatan kinerja dan efisiensi operasional,\" ungkapnya. Perilaku bank sebelum merger, lanjut Deni, seperti kebijakan kredit, pengelolaan risiko, dan inovasi layanan, dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi kesamaan dan potensi sinergi.  \"Bank yang memiliki perilaku serupa dalam hal manajemen risiko, misalnya, dapat mengintegrasikan sistem mereka dengan lebih mulus, mengurangi redudansi, dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko secara keseluruhan,\" ungkapnya.  Selain itu, lanjutnya, bank dengan filosofi layanan pelanggan yang serupa dapat menyatukan budaya perusahaan mereka dengan lebih efektif, menciptakan pengalaman pelanggan yang kohesif dan meningkatkan kepuasan pelanggan. \"Ini juga dapat mempercepat proses inovasi layanan, karena kedua bank mungkin sudah memiliki jalur pengembangan yang serupa, memungkinkan mereka untuk memanfaatkan penelitian dan pengembangan yang telah ada untuk membawa produk baru ke pasar dengan lebih cepat,\" paparnya.  Dari perspektif operasional, lanjutnya, merger antara bank dengan perilaku operasional yang serupa dapat menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan.  Penggabungan operasi back-office, misalnya, dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan margin keuntungan. Ini juga dapat memungkinkan bank yang telah merger untuk mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif, memprioritaskan investasi dalam teknologi atau area pertumbuhan yang menjanjikan. Dalam hal strategi bisnis, lanjutnya, bank yang memiliki pendekatan serupa terhadap ekspansi pasar atau diversifikasi produk dapat memanfaatkan merger untuk memperkuat posisi mereka di pasar yang ada atau memasuki pasar baru dengan lebih efektif.  \"Sinergi strategis ini dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dan memperluas jangkauan geografis bank yang telah merger. Merger juga dapat memperkuat kemampuan bank untuk menangani perubahan regulasi dan lingkungan ekonomi yang dinamis,\" ungkapnya.  Bank dengan pendekatan serupa terhadap kepatuhan dan adaptasi terhadap perubahan regulasi dapat berbagi praktik terbaik dan mengembangkan sistem yang lebih tangguh untuk mengelola risiko regulasi. Potensi PHK akibat merger? Pemerintah Indonesia, kata dia, perlu belajar dari Singapura yang telah terlebih dahulu melakukan merger bank. Strategi penyaluran karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat merger bank pemerintah di Singapura biasanya melibatkan beberapa langkah kunci.  \"Pertama, pemerintah sering kali bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk menyediakan program reskilling dan upskilling, memastikan bahwa karyawan yang terkena dampak dapat meningkatkan keterampilan mereka dan tetap relevan di pasar kerja,\" ungkapnya.  Kedua, lanjutnya, ada inisiatif pencocokan pekerjaan yang dilakukan oleh agensi tenaga kerja pemerintah, yang membantu mantan karyawan menemukan peluang kerja baru di sektor yang sedang berkembang atau memiliki kekurangan tenaga kerja.  \"Ketiga, seringkali ada dukungan finansial sementara bagi karyawan yang terkena PHK, memberikan mereka waktu untuk mencari pekerjaan tanpa tekanan finansial yang berlebihan,\" tuturnya (dj).

Aprindo Obok-Obok Warung Madura, FMMP Melawan: Bentuk Satgas Pengawas Ritel

Jakarta FNN | Organisasi Forum Masyarakat Madura Perantauan (FMMP) kembali bereaksi, saat Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mulai mengobok-obok dan mencari-cari kesalahan Warung Madura. FMMP melawan akan bentuk Satgas Pengawas Ritel Reaksi keras itu disampaikan Ketua Umum FMMP, HM.Jusuf Rizal,SH kepada media di Jakarta merespon statemen Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey yang disampaikan kepada media dimuat di Harian Kompas terkait keberadaan penjualan produk-produk di Warung Kelontong Madura. Sebagaimana diberitakan media Roy Mandey meminta kepada pemerintah yang intinya memperketat penjualan produk-produk rentan api, seperti Elpiji, bensin eceran dan miras (Minuman Keras) di Warung Madura. Katanya Warung Madura tidak memiliki Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dll. “Aprindo jangan mencari gara-gara. Sebaiknya urus anggotanya sendiri pengusaha ritel modern, jangan mengurusi warung kecil kelontong, apalagi secara khusus menyebut Warung Madura, menjual barang yang dilarang dan melanggar aturan” tegas Jusuf Rizal, tokoh Madura asal Pemekasan memberi tanggapan. Menurut pria aktivis penggiat anti korupsi yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu, apa motif Aprindo mengobok-obok dan mencari-cari kesalahan Warung Madura. Karena yang berjualan Elpiji dan Bensin eceran bukan hanya Warung Madura. Apalagi juga menyebut jual miras segala. Ia sependapat dengan Roy Mandey, bahwa setiap masyarakat yang berusaha harus patuh pada aturan. Tapi jangan mencari gara-gara dan menyudutkan Warung Madura, seolah-olah Warung Madura telah melakukan pelanggaran hukum dalam berusaha. Gagal larang Warung Madura buka 24 jam, kini pake modus baru. Jusuf Rizal meminta Roy Mandey jangan hanya bicara menuduh Warung Madura jual miras. Tapi harus menunjukkan di daerah mana Warung Kelontong Madura yang jual miras itu. Sebagai Ketum Aprindo, jangan sampai sebar berita bohong yang merugikan masyarakat Madura yang memiliki usaha kelontong. “Jika ada pelanggaran hukum dalam berusaha, itu otoritas pemerintah, bukan domain Aprindo. Sebaiknya Roy Mandey urus pengusaha ritelnya, jangan urus warung kelontong yang merupakan UKM (Usaha Kecil dan Menengah),” papar Jusuf Rizal berang. Guna merespon sikap Aprindo, FMMP juga akan membentuk Satgas Pengawasan Ritel yang melanggar aturan, baik perizinan, pendirian lokasi maupun jam operasional yang diduga banyak melanggar Permendag Nomor 23 Tahun 2021. Nanti disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dan diberi sanksi. Sebelumnya, Warung Madura oleh Sekretaris Kemenkop UKM, Arif Rahman Hakim melarang Warung Kelontong Madura buka 24 jam. Diduga Sekretaris Kemenkop UKM adalah kroni Aprindo. Kemudian FMMP bereaksi agar Kemenkop UKM jangan jadi jongos Kapitalis. Akhirnya Menteri Koperasi UKM, Teten Masduki menyebut tidak ada yang dilanggar Warung Madura buka 24 jam. Kini Aprindo pake modus baru, urusi produk yang dijual di Warung Madura. (Dh)