OPINI
Rekonsolidasi Partai Golkar Tidak Ganggu Stabilitas Nasional dan Soliditas KIM
Oleh Haris Rusly Moti/Mantan Komandan Relawan TKN Prabowo-Gibran dan Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 PENGUNDURAN diri Airlangga Hartarto dari jabatan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar telah mengejutkan publik. Pengunduran diri tersebut akan diatasi dengan mekanisme yang berlaku internal Partai Golkar melalui Musyawarah Nasional (Munas) yang dipercepat. Diperkirakan Munas Golkar akan dialukan tanggal 20 Agustus 2024. Berkiatan dengan Munas Partai Golkar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat tersebut, maka kita menghormati. Kita juga menyerahkan sepenuhnya kepada keluarga besar Golkar untuk mengatasi persoalan yang ada hari ini melalui mekanisme internal. Tetntu saja berpedoman kepada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Golkar. Rekonsolidasi partai yang ditempuh melalui Munas yang dipercepat dipastikan tidak mengguncang stabilitas nasional. Situasi politik nasional dalam menyambut pelantikan Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada bulan Oktober 2024 dipastikan bakal kondusif. Insya Allah kondisi akan landai dan aman-aman saja. Demikian juga tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang sedang berjalan. Rencananya Pilkada serentak akan digelar bulan November 2024 nanti. Diharapkan Pilkada serentak tidak terganggu akibat terjadi perubahan kepengurusan nasional di Partai Golkar. Mekanisme yang berlaku internal Partai Golkar selama ini terlihat sangat matang dalam mengisi kekosongan pengurus. Termasuk melakukan konsolidasi internal. Dipastikan mekanisme internal dapat mengatasi semua kendala dalam pencalonan Kepala Daerah oleh Partai Golkar yang sedang berproses. Partai Golkar adalah partai yang sangat matang. Partai yang terkenal sangat dewasa dalam menghadapi setiap situasi yang kadang mengguncang Golkar. Situasi sesulit apapun dapat diatasi oleh internal Partai Golkar baik bermartabat. Kematangan politik para politisi dan pengurus Partai Golkar senantiasa menempatkan Partai Golkar selalu berhasil exit dari setiap situasi yang terjal. Demikian situasi juga yang berkaitan dengan perubahan kepengurusan Partai Golkar. Diperkirakan tidak bakalan mengganggu soliditas Golkar sebagai anggota dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung pasangan Prabowo Gibran. Partai Golkar akan tetap dan selalu bersama-sama dengan KIM dalam situasi apapun. Kematangan para pengurus dan politisi Partai Golkar itu bisa terjadi akibat perjalanan panjang di hampir semua lini. Jatuh-bangun yang dilalui Partai Golkar, baik di awal reformasi maupun berakhirnya Orde Lama membuat Golkar yang menjadi partai kuat dan ulet. Golkar bisa melewati semua halangan dan rintangan berat dan sangat berat. Badai besar saklipun bisa dilewati Partai Golkar. Sebagai pendukung dan pemilih pasangan Prabowo-Gibran, kami sangat yakin bahwa siapapun yang terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar di dalam Munas yang dipercepat nanti akan semakin memperkuat soliditas dari KIM. Faktanya KIM telah berhasil memenangkan pasangan Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden Februari lalu. Ketika itu Partai Golkar tampil menjadi salah satu aktor utama dan penting di KIM. Konsen kami sebagai pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran adalah selalu mengawal dan mengamankan program strategis pasangan Prabowo-Gibran. Kami juga berharap agar partai politik sebagai salah satu pilar politik menjadi bagian penting dan utama dalam membangun Indonesia maju. Amin amin amin.
Ha ha ha Golkar Menjadi Selevel PSI
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH Jokowi dan keluarga berhasil mengambil alih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) lalu menjadikan Kaesang bin Jokowi sebagai Ketua Umum, maka bidikan terdekat adalah Partai Golkar. Dimulai dengan mengkudeta Airlangga Ketum Partai Golkar dimana dengan wajah menyedihkan Airlangga Hartato umumkan pengunduran diri. Sebagaimana biasa kasus adalah senjata ampuh untuk membuat menyerah dan turut pada perintah. Sekelas Ketum Partai Golkar ambruk dan Partai Golkar pun dicoba untuk diambil alih. Akankah Partai Golkar dipimpin orang bahlul dan Jokowi sebagai Ketua Dewan Pembina ? Partai yang selalu menempel pada kekuasaan ini terancam akan diterkam oleh kekuasaan. Jika benar Jokowi mengambil alih, betapa tragisnya. Dahulu Soeharto menjadi Ketua Dewan Pembina dan sebagai Presiden ia sangat kuat, kini jika Jokowi sebagai Ketua Dewan Pembina tetap ia akan belepotan maklum veteran atau pensiunan yang sudah tidak memiliki kekuasaan. Golkar sama sekali tidak diuntungkan. Jokowi hanya asesori atau manekin saja. PSI pimpinan Kaesang bin Jokowi hasil pengambilalihan juga. Di samping berprinsip tegak lurus kepada Jokowi juga mengembangkan Jokowisme, suatu isme yang tidak ada bobot selain sama dengan nihilisme atau bohongisme. PSI merajalela dan bisa \"menggandeng\" PKS di Solo. PKS pun terdegradasi ke tingkat PSI jika berhasil dipecundangi Jokowi. Betapa kekanak-kanakannya Partai Golkar apabila dapat dipermainkan oleh Jokowi dan dinastinya. Awalnya Jokowi mencoba untuk mengkooptasi PDIP tetapi tidak berhasil, hanya mampu melumpuhkan.. Polanya klise yaitu sandera kasus. Partai Golkar menghadapi ujian. Berbeda dengan masa Setya Novanto yang juga dihajar kasus. Saat itu hanya penyanderaan dan penghukuman sedangkan kini pengambilalihan. Meski Plt Ketum Golkar itu Agus Gumiwang Kartasasmita namun yang diramaikan untuk Ketum definitif adalah Bahlil Lahadalia kepanjangan tangan Jokowi. Jika ditolak ada stok Bambang Soesetyo atau mungkin Luhut Binsar Pandjaitan. Tujuan utama penempatan figur tangan Jokowi adalah untuk mengamankan Jokowi pasca lengser. Jokowi pun berusaha masuk dalam struktur, misalnya di Dewan Pembina. Jokowi yang bernaung dalam Partai Golkar bukan saja mencari aman tetapi juga untuk dapat tetap berperan. Prabowo sebagai Presiden \"tidak akan berani\" mengotak-atik Jokowi yang \"tokoh\" Partai Golkar. Membunuh Jokowi sama saja membunuh dirinya. Prabowo memang bawaannya penakut. Kalaupun ia menggebuk maka itu adalah wujud dari sikap nekad atau panik, bukan berani. Andai permainan yang bermula tekanan mundur Airlangga berujung pada pengusungan Ketum PSI Kaesang oleh Partai Golkar untuk menjadi Cagub/Cawagub di Jakarta atau Jawa Tengah, maka terbuktilah bahwa Partai Golkar itu ternyata kedudukannya selevel dengan PSI atau bahkan lebih rendah. Partai dewasa dan matang yang tunduk pada partai anak ingusan. (*)
Melepas Anies, dan Pilihan Jalan Lain PKS
Oleh: Ady Amar - Kolumnis BERPISAH pada keadaan apa pun dan peristiwa apa pun, itu hal biasa. Semua bisa berpisah dengan siapa saja yang disayangi, yang disuka dan, atau yang sekian lama berjalan bersama dalam kebersamaan. Berpisah dalam konteks apa pun, baik pribadi maupun kelompok, itu hal manusiawi. Maka tidaklah sesuatu jika partai berlompatan berkoalisi dengan partai lain yang dipilihnya dengan meninggalkan partai sebelumnya. Begitu pula dengan individu tertentu yang sekian lama diusung karena memenuhi persyaratan, dan tentu kesamaan frekuensi. Namun tiba-tiba kebersamaan itu perlu disudahi. Menyudahi oleh sebab melihat ada pilihan lain yang lebih menarik dan menjanjikan. Setidaknya itu yang dialami Anies Baswedan yang \"disudahi\" kerjasamanya dengan PKS. Argumen \"melepas\" Anies bisa dibuat meski terkesan absurditas. Tak lagi perlu memikirkan pemilih Anies itu beririsan dengan pemilih PKS. Menganggap itu soal kecil yang tak kan mempengaruhi elektabilitas partai pada perjalanan waktu. PKS tak lagi mengusung Anies itu menjadi mudah dilakukan. Argumen yang disampaikan, bahwa partainya tak bisa mencalonkan Anies tanpa koalisi dengan partai lain. Kesalahan lalu perlu ditimpakan pada Anies, yang tak mampu meyakinkan partai lain untuk berkoalisi dengan PKS. Seolah bukan tugas partai tapi tugas kandidat yang diusungnya. Mengikat Anies dengan Muhammad Shohibul Iman (MSI) menjadi calon wakil gubernur dalam satu paket, lalu coba menjajakkan setidaknya lewat media massa, itu bukanlah keseriusan. Tersurat kesan pun muncul, bahwa syarat koalisi dengan PKS mesti sepakat sepaket Anies berpasangan dengan MSI. Model menjajakan ala PKS ini mungkin baru satu-satunya yang pernah terjadi. PKS menutup mendiskusikan dengan duduk bersama membicarakan lebih jauh siapa yang berhak berpasangan dengan Anies. PKS seolah tunggu respons saja dari partai lain khususnya NasDem dan PKB. Dua partai yang bersama PKS mengusung Anies dan Muhaimin Iskandar berhelat di Pilpres 2024. Tentu tak ada yang merespons syarat PKS dengan tawaran absurd itu. Muncul pula suara-suara dari elite PKS, karena Anies tak mampu menjalin komunikasi dengan partai lain untuk menambah 4 kursi itu, maka PKS tak mau spekulasi tak menentu. Maka gerak cepat mendekati Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dimotori Gerindra yang diketuai Prabowo Subianto, yang juga presiden terpilih 2024-2029. Keniatan untuk bergabung itu disampaikan elite PKS serius dengan nada canda, supaya terlihat soft. Atau bahkan terang-terangan menyatakan akan membersamai Prabowo. Keinginan PKS itu tentulah disambut suka cita. Suara angin mendesir menyebut, calon PKS itu akan diberi posisi sebagai calon wakil gubernur dari Ridwan Kamil. Muncul nama dari PKS itu inisial S. Inisial yang menunjuk pada Suswono. Tentu tidak itu saja, sebagai partai yang punya kans menjegal Anies untuk berlaga di Pilkada Jakarta, PKS punya nilai tinggi bernegosiasi berapa kursi menteri yang diberikan. Nilai tawar tinggi PKS itu tak terpisahkan dengan Anies Baswedan (Lihat opini penulis \"Anies Effect dan Bargaining Value\", 10 Agustus 2024). Mencermati pilihan PKS berkoalisi dengan KIM, dan suka cita KIM menyambutnya itu lebih pada simbiosis mutualisme yang sama-sama menguntungkan. Bagi KIM bergabungnya PKS itu sebuah keuntungan karena mampu menghentikan Anies bisa berlaga di Pilkada Jakarta 2024. Perpisahan PKS dengan Anies tak perlulah disesali apalagi sampai memunculkan kesedihan. Biarkan saja PKS nyaman dengan pilihannya. Jika sesal mesti hadir, itu jika sampai Anies tak bisa berlaga di Pilkada Jakarta 2024. Itu baru sesal luar biasa. Karenanya, PKS yang bersandar pada value dan sebagai alat pengabdian, namun di Pilkada Jakarta 2024 ini mesti memilih jalannya sendiri. Sungguh musykil jika tak mengukur seberapa besar konsekuensi hukuman dari konstituennya atas pilihan politiknya yang bergeser coba memilih jalan pragmatis. Dan, itu tak beda dengan partai lain.**
Menunggu Fatwa Jihad Memerangi Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PERISTIWA pengukuhan Paskibraka 2024 oleh Jokowi di IKN dengan pencopotan jilbab adalah kezaliman dan serangan pada umat dan agama Islam di Indonesia. Perbuatan tersebut tidak bisa ditoleransi karena termasuk kategori pelanggaran HAM. Baru kali ini pencopotan paksa itu terjadi saat upacara peringatan HUT RI akan dilaksanakan. Mengingat Paskibraka sekarang berada di bawah pengelolaan dan tanggung jawab BPIP maka larangan penggunaan jilbab itu tentu atas kebijakan BPIP. Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengakui akan hal itu bahkan minta maaf pada masyarakat. Hanya culasnya, minta maaf Yudian hanya atas terjadinya kegaduhan. Ia masih bertahan bahwa kebijakan melepas jilbab hanya pada saat pengukuhan dan upacara kenegaraan. Ia menyatakan pencopotan jilbab itu tidak selamanya. Nah, sebagai mantan Rektor Perguruan Tinggi Agama Islam tentu aneh jika ia mampu menyatakan bahwa penggunaan jilbab itu tergantung kondisi. Ini artinya sama saja dengan ambivalen atau munafik.dikhawatirkan perilaku Yudian sudah memenuhi kategori kaum munafik. IKN memang disinyalir berpenghuni banyak setan baik manusia maupun jin. Hal ini bersandar pada ritual-ritual mistik yang dipastikan \"mengundang\" mahluk halus atau jin. Lucunya Istana Garuda karya I Nyoman Nuarta pun bernuansa seram berpostur Kelelawar. Bahkan media sosial memelesetkan IKN sebagai Istana Kuntilanak Nusantara atau Istana Kerajaan jiN. BPIP berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Karenanya kebijakan BPIP tidak dapat lepas dari pengawasan dan tanggung jawab Presiden. Ketika pengukuhan Paskibraka 2024 di IKN pencopotan jilbab itu sudah dilakukan. Presiden diduga tahu dan dilaporkan BPIP akan adanya larangan tersebut. Atas hal ini ada dua kemungkinan sikap Presiden Jokowi yaitu menyetujui atau membiarkan. Artinya tidak menegur atau menindak BPIP. Jokowi terlibat pencopotan jilbab. Syari\'at Islam diinjak-injak, petugas perempuan Paskibraka berjilbab dipaksa baik fisik atau paksaan psikis, sulit melakukan perlawanan. Yudian dan Jokowi telah menentang hukum Allah. Umat Islam tidak bisa membiarkan. Jokowi menginjak syariat, Jokowi menghina Islam, Jokowi musuh umat Islam. Umat harus melakukan perlawanan. Jokowi harus mencabut larangan BPIP atau pada 17 Agustus 2024 HUT RI tetap dengan petugas upacara yang dicopot jilbabnya. Jika kebijakan kekafiran BPIP tetap dijalankan dengan disetujui atau dibiarkan Jokowi, maka di samping Jokowi telah melakukan penistaan agama juga secara syari\'at umat Islam menjadi wajib untuk berjihad membela kemuliaan agama-Nya. Jihad memerangi Jokowi. (*).
Golkar Belum Aman dari Ancaman Bandar dan Bandit
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih JUSUF Kalla mengakui keputusan Airlangga Hartarto mundur sebagai Ketum Golkar karena melihat pergolakan politik itu kasar berasal dari luar Golkar, ada pihak luar ingin menjadi Ketua Umum Golkar. Bukan terjadi karena perebutan di internal partai, melainkan direbut secara paksa oleh penguasa atau orang powerfull Indikasinya datang dari Jokowi. Bung JK saat ini paling senior di tubuh Golkar seyogyanya sebentar nengok ke belakang kelemahan Golkar dari dalam Partai Golkar. Meskipun Rapat Plelo DPP Golkar telah menetapkan Agus Gumiwang sebagai PLT Ketum Golkar, Munas tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada bulan Desember, keadaan internal Golkar belum aman dari rekayasa kudeta yang masih akan mengancam Golkar. Pada Munas VIII Pekanbaru, Riau, Aburizal Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar periode 2009-2015 menggantikan Yusuf Kala. Dengan perolehan suara 296 suara dan Surya Paloh 240 suara. Sedangkan Tommy Soeharto dan Yuddy Chrisnandi tidak mendapatkan suara sama sekali. Adalah tonggak awal setiap Munas Golkar terperangkap transaksi harga suara pemilih untuk kemenangan menjadi Ketum Golkar. Saat itu harga suara pemilih pada angka 100 jt lebih/suara pemilih. Tommy Soeharto yang hanya mematok suara 15 jt harus terpental kandas sejak awal. Golkar saat ini masih dalam ancaman baik dari dalam dan luar Golkar. Ancaman dari internal Golkar antara lain: - misi Partai Golkar sudah bergeser dari tujuan awal Golkar dilahirkan.- Partai Golkar sudah terkepung kader bermental kapitalis (oligarki)- setiap Munas Golkar sangat rawan dari jual beli suara (amati dan perhatikan cara gerilya Bahlil dan Agus Gumiwang).- peralihan generasi di tubuh Golkar oleh generasi miskin sejarah dan miskin ideologi Pancasila dan tugas menjaga kemurnian UUD 45 - begitu mudahnya terbawa arus kaum paham kapitalis.- terlalu lemah dan begitu mudahnya kerja sama dengan kekuasaan bahkan rela dirinya hanya sebagai boneka kekuasaan. Ancaman dari luar Golkar antara lain: - sangat mudah terjerumus pada kekuasaan yang anti Pancasila dan UUD 45 - ikut terbawa arus mengganti UUD 45 dan melemahkan Pancasila- terbawa arus ikut kirim pendidikan politik di Cina- fakta sudah menjalin korporasi dan kerjasama dengan oligarki .- kekuatan dari luar Golkar sudah leluasa mengacak-acak Partai Golkar. Tragedi yang sangat memalukan saat ini adalah Golkar akan diacak acak oleh Jokowi sebagai alat untuk berlindung dari kecemasan, ketakutan paska lengser dari jabatannya. Jokowi sama sekali tidak ada historis dengan Golkar. Lebih memalukan secara vulgar diacak acak anak ingusan sekelas Gibran, mimpi apa di Golkar tampil anak dari gorong gorong. Golkar masih rawan dari sergapan kudeta Jokowi (Gibran), sekalipun sudah ada kesepakatan Munas Golkar tetap Desember 2024 ketika Jokowi sudah lengser. Kaki tangan Jokowi lewat urusannya untuk bergerilya pada Munas Partai Golkar yang akan datang, sergapan jual beli suara model gerilya Barongsai dan angpaonya. Bung Agus Gumiwang dan Bahlil harus dalam pengawasan ketat. Tiba waktunya harus di singkirkan bersama boneka Jokowi dan oligarki yang bercokol dan membahayakan Golkar. (*)
Rebutan Jaksa Agung Berikutnya di Balik Mundurnya Airlangga Hartarto (Bagian-1)
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN SABTU,10 Agustus 2024, Airlangga Hartarto resmi mundur dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Melalui rekaman video yang bererdar di media sosioal, Arilangga Hartarto mengumumkan keputusan mundur itu. Publik tidak banyak yang tahu alasan paling mendasar di balik pengunduran diri Airlangga tersebut. Ada dua alasan basa-basi yang disampaikan Airlangga Hartarto sebagai pertimbangan mundur. Pertama, untuk menjaga keutuhan Partai Golkar. Kedua, menjaga stabilitas transisi kekuasaan terjadi dalam waktu dekat. Airlangga bilang pengunduran dirinya dari Ketua Umum DPP Partai Golkar berlaku efektif sejak Sabtu 10 Agustus 2024. Jika mengacu pada alasan pertama Airlangga, maka pertanyaannya apakah Partai Golkar saat ini sedang sikut-sikuitan di antara sesama pengurus, sehingga berakibat Golkar tidak sedang solid? Kelihatannya tidak tuh. Bahkan Golkar saat ini pada kondisi yang sangat solid. Bisa juga paling solid atau lagi solid-solidnya. Buktinya, dari hasil Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), Partai Golkar adalah pemenang yang sebenarnya. Mau lihat bukti? Untuk DPR, Golkar berhasil menambah 17 kursi dari sebelumnya hanya 85 kursi menjadi 102 kursi. Untuk DPRD Provinsi, Golkar menambah 50 kursi dari sebelumnya 309 kursi, menjadi 359 kursi. Akibatnya, Golkar berhasil menempatkan 14 kadernya sebagai Ketua DPRD Provinsi. Jumlah tersebut, lebih dua pertiga atau 36,8% dari total 38 provinsi yang ada di Indonesia sekarang ini. Bukan itu saja. Partai Golkar juga berhasil menempatkan 20 kadernya sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi. Secara keseluruhan, Partai Golkar di bawah Airlangga Hartarto berhasil menempatkan kadernya di 34 unsur pimpinan DPRD Provinsi atau 89,5%. Suatu keberhasilan yang sangat membanggakan setiap kader Partai Golkar. Untuk DPRD Kabupaten-Kota, Partai Golkar masih menjadi pemenang juara satu. Golkar menempatkan kadernya sebagai Ketua DPRD di 120 Kabupaten-Kota. Partai Golkar juga menempatkan 220 kadernya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten-Kota. Dengan demikian, Partai Golkar gemilang menempatkan sebanyak 340 kadernya sebagai unsur Pimpinan DPRD di Kabupaten-Kota atau 65%. Saat ini jumlah total Kabupaten-Kota di Indonesia adalah 508. Suatu capaian yang sangat fantastis. Mengacu pada Pemilu 2024, hanya Airlangga Hartarto yang berhasil mengimbangi Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum DPP Golkar di era reformasi. Akbat Tanjung berhasil mengantarkan Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu 2004. Tiga Ketua Umum DPP Partai Golkar lainnya, yaitu Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie dan Setya Novanto tidak berhasil ketika menjabat. Saat dipimpin Jusuf Kalla, Partai Golkar malah melorot di posisi ketiga. Aburizal Barie yang mengembalikan Golkar di posisi kedua pemenang Pemilu 2014. Posisi kedua pemenang Pemilu ini tetap bertahan saat Satya Novanto menjabat Ketua Umum Partai Golkar. Kemudian dilanjutkan oleh Airlangga Hartato sejak 2017 lalu. Namun pada Pemilu 2024 lalu, Partai Golkar kembali meraih sukses besar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto. Alasan kedua yang menjadi pertimbangan Airlangga Hartarto mundur tidak cukup untuk dipercaya publik. Transisi kekuasaan dari Prasiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 nanti diperkirakan bakal aman-aman saja. Hingga kini tidak tampak ada gejolak dan pertentangn yang berarati di akar rumput. Silaturahmi Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahamd dengan Imam Besar Habib Rizieq silaturahmi berakhir ini dengan happy ending. Publik membaca bakal terjadi saling menghormati antara pemerintahan Presiden Prabowo dengan IB Habib Rizieq nanti. Kemungkinan masih ada alasan ketiga yang perlu untuk dicemati oleh publik ketika Airlangga Hartarto membaca pernyataan pengunduran diri. Terlihat Airlangga Hartarto berada di posisi yang tertekan. Kondisi yang tertekan itu bisa terlihat dari pembacaan pernyataan yang diulang-ulang Airlangga Hartarto. Bahkan terdengar ada suara yang memandu atau meminta Airlangga Hartarto membaca ulang pernyataan. Masa untuk membaca pernyataan tertulis, Airlangga Hartarto bisa salah? Jika demikian, maka pertanyaannya adalah siapa atau kelompok mana yang diduga telah berhasil menekan Airlangga Hartarto agar mundur dari jabatan sebagai Ketua Umum DPP Golkar? Publik menduga penguasa Istana Negara Mukidi yang paling berperan penting dalam menekan Airlangga Hartarto. Namun dugaan juga mengarak ke kelompok atau tim yang telah berhasil melahirkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 tahun 2023. Biasanya tim ini disebuat dengan nama “Tim MK 90 2023”. Kebetulan ketika itu di dalam tim ini, samar-samar terdengar melibatkan petinggi Kejaksaan Agung yang berperan di balik layar. Nah, petinggi Kejaksaan Agung inilah yang diduga sedang disiapkan atau digadang-gadanng “Tim MK 90 2023” untuk menggantikan Jaksa Agung sekarang Prof. Dr. Sanitiar Buharhanudin. Sayangnya, cahaya atau hilalnya petinggi Kejaksaan Agung tersebut, dari hari ke hari terlihat semakin redup, bahkan hilang di Jalan Kertanegara dan Hambalang. Wallaahu ‘Alam Bishawab. (bersambung).
Kudeta di Tubuh Partai Golkar
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEKUATAN kudeta menggunakan buldoser Kejaksaan Agung sudah berhasil mendongkel Airlangga Hartarto mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Kasus hukum sengaja dipakai untuk mencapai target kursi Ketua Umum. Kejaksaan Agung dalam skenario selanjutnya dalam mempercepat pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golkar, dan suksesnya kudeta partai Golkar akan mundur. Tidak mungkin selanjutnya akan digunakan sebagai perangkap hukum para petinggi Partai Golkar, karena tidak semua tokoh Partai Golkar punya kasus hukum dan bukan pemilik suara yang akan menentukan kemenangan merebut jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Hampir dipastikan skenario lanjutannya adalah menggunakan kekuatan Barongsai berkemampuan \"angpao\" sebagai amunisi pemungkanya, akan persis sama dengan kekuatan yang digunakan saat pemenangan Pilpres baru lalu. Issue yang ter pantau \"angpao\" yang dibutuhkan setelah dirinci (sementara ) untuk : 600 utusan DPD II, 34 DPD I, 6 Faksi di DPP, pengganti Ketum yang di kudeta, pelaksanaan Munaslub dan dana pemenangan untuk pemilu/Pilpres 2029 mencapai angka total sekitar = Rp. 8,04 Triliun. Angka tersebut terlalu peka untuk ditampilkan rinciannya, karena masih dinegosiasi antar pihak yang terlibat untuk suksesi kudeta yang sedang berjalan. Akan muncul protes tentang rambu rambu seseorang tidak bisa menduduki jabatan Ketua Umum sebelum pernah menjadi pengurus hanyalah kendala kecil. Jangankan hanya AD / ART , UU saja bisa dirubah sesuai kehendak penguasa. Indikasi kuat Gibran yang akan di posisikan sebagai Ketua Umum Partai Golkar karena alasan politik bahwa : - Gibran harus menjadi Ketua Umum partai Golkar- mengamankan lancarnya suksesi dinasti Jokowi.- mengamankan Jokowi paska lengser dari kekuasaannya- menangkal kekuatan Prabowo yang dirasakan Jokowi akan ingkar janji.- Gibran tidak akan memiliki kekuatan apa apa sekalipun menjadi Cawapres tanpa kekuatan partai politik besar.- memperlancar Koalisi Indonesia Maju ( KIM ) plus yang sedang dibangun. Pergolakan politik di Golkar sangat kasar bukan datang dari internal partai Golkar tetapi ada kudeta dari luar. Dalam sejarah partai Golkar baru pernah terjadi. Kudeta Ketua Umum Partai Golkar saat ini bukan terjadi karena perebutan di internal partai, melainkan direbut secara paksa oleh penguasa atau orang powerfull. Di tubuh Golkar masih ada tokoh lama yang telah memisahkan diri, sangat paham sejarah kemana Golkar harus berlayar, mengembalikan kompas jalannya Golkar. Akan mampu menyelamatkan Partai Golkar atau ikut larut tenggelam didalamnya Semua skenario kudeta sedang berjalan nasib apa yang akan menimpa Partai Golkar, waktu yang akan menjawab dan membuktikan. Akan jaya atau akan hancur. (*)
Manusia K(otak) Kosong
Oleh: Ady Amar | Kolumnis MESKI Anies Baswedan punya elektabilitas tinggi memenangi kontestasi Pilkada Jakarta 2024 itu tak serta merta ia bisa berlaga jika tak ada partai yang mencalonkan. Perhelatan Pilkada Jakarta 2024 dibuat seakan menguncinya. Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mencoba merangkul partai yang saat Pilpres 2024 tergabung dalam Koalisi Perubahan dalam mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar--NasDem, PKB dan PKS. Gayung pun bersambut dalam memenuhi pinangan KIM tentu dengan argumennya masing-masing. Semua berharap masuk dalam lingkaran kekuasaan. Setidaknya ada kursi menteri bisa didapat. Tak perlulah ada partai yang bersungut-sungut tak hendak mengakui bagian dari persekongkolan jahat membegal Anies. Tabiat Partai NasDem dan PKB selama ini memang nyaman dalam kekuasaan. Sedang PKS selama ini dikenang menjunjung value keadaban dalam berpolitik. Bagi PKS berada di dalam kekuasaan atau di luar kekuasaan sama mulianya. Tapi sayang di Pilkada Jakarta 2024 ini keadaban PKS justru luntur. PKS terjerembab memilih sikap pragmatis dengan meninggalkan Anies yang semula didukungnya. Tawaran Koalisi Indonesia Maju (KIM) mampu mengubah marwah PKS dengan bersepakat memilih bagian dari KIM sambil mengunci Anies agar tak berlaga dalam Pilkada Jakarta 2024. Jika ketidakikutsertaan Anies dalam Pilkada Jakarta 2024 itu terjadi, maka diakui atau tidak itu buah kerja partai yang bergabung dalam KIM termasuk PKS. Jagoan yang dimunculkan KIM di Pilkada Jakarta 2024--konon Ridwan Kamil (Golkar) yang berpasangan dengan Suswono (PKS) atau dengan Kaesang Pangarep. Tak disisakan lawan buatnya kecuali kotak kosong. Bisa dicarikan nama tertentu dari anggota KIM yang sudi pasang badan sebagai penantangnya. Tepat jika disebut manusia kotak kosong. Siapa saja yang berperan menjadi kotak kosong sejatinya manusia tanpa otak, karenanya tanpa punya rasa malu diri yang diserupakan dengan kotak kosong. KPUD Jakarta konon (akan) mempersiapkan calon independen yang diloloskan semata untuk menantang kekuatan jagoan KIM Plus. Calon independen--yang dipersiapkan--itu pun bisa disebut manusia kotak kosong. Biasa pula disebut dengan calon boneka. Sebutan manusia kotak kosong sepertinya lebih pas disematkan pada mereka yang ditampilkan melawan nalar sempurna. Manusia kotak kosong dimunculkan guna menyiasati kotak kosong yang pertama-tama pernah dipakai dalam Pemilihan Wali Kota Makassar 2018. Kotak kosong yang justru keluar sebagai pemenangnya. Rakyat melawan dengan cara memilih kotak kosong. Belajar dari kasus Makassar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mau sang putra sulung Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakosa, yang maju di Pemilihan Wali Kota Solo ditandingkan dengan kotak kosong. Karena semua partai berebut mengusungnya, kecuali PKS. Maka dicarikan manusia kotak, atau calon boneka. Adalah Bagyo Wahyu, yang berprofesi sebagai tukang jahit dipasangkan dengan FX Suparjo yang seorang Ketua RW. Dialah yang tampil sebagai manusia kotak kosong agar Gibran punya lawan berwujud manusia. Bukan melawan kotak kosong. Dan benar saja Gibran-Teguh Prakosa yang didukung 9 partai menang telak dengan 86,5% suara. Sedang lawannya si manusia kotak kosong dengan 13,5% suara. Jika Pilkada Jakarta 2024 tak menyertakan Anies yang punya elektabilitas tinggi, maka yang muncul bisa dipastikan manusia kotak kosong. Tampil sebagai lawan yang tak sepadan dengan jagoan yang diusung KIM Plus. Demokrasi siasat terus dimainkan tanpa risih. Hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dijegal dengan kasar. Khususnya hak rakyat Jakarta untuk memilih calon yang diinginkan tak diberikan. Bisa dipastikan partisipasi keikutsertaan warga Jakarta dalam Pilkada Jakarta 2024 akan menurun tajam. Tak mustahil pada saatnya rakyat Jakarta khususnya akan menghukum partai yang berlagak tuli yang tak mau mendengar aspirasi konstituennya. (*)
Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah Yang Mirip Airlangga Hartarto
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN AIRLANGGA Hartarto resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Sejumlah kader Golkar punya peluang untuk menggantilkan Airlanggar Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Golkar. Sebut saja Bahlil Lahadalia, Agus Gumingwang Kartasasmita, Ahmad Dolly Kurnia Tanjung, Bambang Soesatyo, Ridwan Hisyam, Erwin Aksa dan lain-lain. Penyebab Airlangga Hartarto mundur diduga kareka tekanan sejumlah kasus hukum yang menjeratnya. Namun yang paling menonjol adalah kasus ekspor minyak sawit mentah. Kasus ini menempatkan Dirjen Pedagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka. Indrasari Wisnu Wardhana dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman tujuh tahun penjara. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhlan hukuman 3 tahun penjara. Namun Mahkamah Agung mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi lima tahun penjara dipotong masa penahanan selama ditahan di penjara. Saat Airlangga Hartarto mengumumkan mundur dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar Sabtu kemarin, membuat publik terhentak. Banyak juga yang terkaget-kaget. Namun tidak sedikit juga yang bertanya-tanya, apa menjadi sebab-musabab sampai Airlangga Hartarto sampai mengundurkan diri? Sebagian ada yang menduga-duga kalau Arlangga Hartarto mundur karena tekanan yang sangat kuat dan keras dari Istana Negara. Penguasa Istana marah besar kepada Airlangga Hartarto. Penyebabnya adalah Partai Golkar tidak mau mencalonkan Kaesang Pangarep sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Ridwan Kamil. Diduga kalau Airlangga Hartarto tidak mundur dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, maka statusnya akan berubah menjadi tersangka. Bahkan kemungkinan bisa langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung cabang Salemba. Untuk itu, Airlangga cepat-capat membuat langkah penyelamatan, dengan mengundurkan diri. Untuk menggantikan Airlangga Hartarto, Istana Negara diperkirakan mendorong Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sayangnya, dua kader Golkar ini diduga memiliki permasalahan yang hampir yang sama seperti Airlangga Hartarto. Diduga beban skandal hukum ini setiap saat dipakai untuk menyandra Bahlil dan Agus Gumiwang. Bahlil dilaporkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (KOMPAK) ke Komisi Pemberrantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi keputusan pencabutan Ijin Usaha Pertambangan (IUP). JATAM juga melaporkan Bahlil terkit Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dari tahun 2021-2023 (berita tempo.co Selasa 19 Maret 2024). Bukan hanya JATAM. KOMPAK juga melaporkan Bahlil ke KPK terkait tindak pidana korupsi suap IUP tambang (berita tempo.co Senin 25 Maret 2024). Namun sampai sekarang KPK belum juga menanggapi laporan dari JATAM dan KOMPAK. Beban yang dipikul Agus Gumiwang Kartasasmita adalah skandal mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginanjar Kartasasimita terkait izin PT Freeport Indonesia. Ketika itu Ginanjar sebagai Menteri Pertambangan dan Energi memparpanjang izin usaha PT Freeport yang belum berakhir atau jatuh tempo untuk diperpanjang. Diduga telah terjadi hengky-pengky antara Ginajar Kartasasmita dengan Freeport terkait terbitnya perpanjangan izin baru. Agus Gumiwang akan menjadi beban residu masa lalu untuk Partai Golkar ke depan. Akhirnya Partai Golkar tidak bisa leluasa seperti sekarang. Partai Golkar akan menjadi barang sandraan yang tiada akhir. Publik tentu saja tidak bisa melupakan manuper Ginanjar Kartasasmita yang memimpin 14 Menteri Kabinat Pembangunan VII untuk berkhianat kepada Presiden Soeharto. Menusuk Pak Harto yang membesarkannya dari nol. Pengkhianatan 14 Menteri terkenal dengan nama “Deklarasi Bappenas”. Ketika itu Ginanjar Kartasasmita menjabat Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Bappenas. Andaikan Balil Lahadalia atau Agus Gumiwang Kartasasmita yang nantinya menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, maka nasib Golkar ke depan tidak beda-beda jauh dengan saat dipimpin oleh Airlangga Hartarto. Untuk itu, Partai Golkar jangan sampai dipimpin oleh kader yang berpotensi bermasalah dengan skandal korupsi. (*)
Golkar Harus Segera Keluar dan Bersihkan Kartel Politik Jokowi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih MENJELANG Pilpres Erlangga sudah dalam pengawasan kartel politik Jokowi untuk di tumbangkan. Keadaan mereda setelah Gihran bisa masuk markas DPP Partai Golkar. Sejak Agustus kekuatan kartel politik Jokowi kembali menyergap Erlangga menggerakkan badut Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang Kartasasmita dengan agenda mencari tempat untuk Gibran, kembali bergerilya mempercepat pengunduran Erlangga Hartarto mundur sebagai Ketum Golkar. Ini bukan peristiwa mengagetkan hanya ini perilaku dungu dan tolol dari segerombolan budak politik atas perintah \"Bos Besar\" yang sedang menguasai Indonesia. Rasanya mundurnya Erlangga tidak perlu jadi tebakan politik yang berputar kesana kemari tanpa bantuan dukun sudah bisa di pahami bahwa target bergerilya Munaslub harus bisa di laksanakan sebelum Jokowi lengser, untuk memperlancar agenda putra mahkotanya. Kartel politik dengan kekuatan finansial yang sangat besar memiliki kekuatan dan kemampuan menjebol benteng politik sekuat apapun akan rontok. Kartel politik dilengkapi dengan kekuatan intelijen dan perangkat hukum sangat mudah menciptakan jebakan maut bagi siapapun sasarannya untuk menyerah sesuai target waktunya. Erlangga Hartarto makin terpojok dan jebol setelah Kejaksaan Agung dimainkan keluarkan surat panggilan sebagai saksi kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah ahir pekan lalu. Surat panggilan itu yang diduga membuat Airlangga ciut nyalinya terpaksa mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar, adalah modus pengambilalihan kekuasaan. Sama sekali bukan dilatarbelakangi oleh adanya konflik internal Golkar. Masalahnya menjadi sangat sederhana, hanya caranya sangat kotor dan menjijikan Golkar akan dijadikan buffer politik Gibran. Jokowi selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, untuk memenuhi hasrat kekuasaan semata. Ini adalah visualisasi dan potret kekuasaan politik barbar dan binal saat ini. Modus politik penyanderaan hukum dijadikan alat efektif untuk melengserkan Airlangga dari kursi Ketua Umum Golkar. Ini salah Erlangga sendiri masuk pada jebakan politik kartel Jokowi. Hampir sama dengan kasus Ketua KPU Hasyim Asy\'ari di pecat, setelah menolak mempercepat waktu pilkada. Harus menyerah dengan kekuatan hukum sebagai palu godamnya Hampir semua Ketum Parpol saat ini adalah pesakitan dari kartel politik dengan posisinya sebagai koruptor. Akan bertekuk lutut di hadapan penguasa. Politik penyanderaan merupakan fenomena politik yang memiliki implikasi buruk terhadap pembangunan demokrasi akibat petinggi parpol yang bermental koruptor. Semua Ketum Parpol yang sudah masuk dalam bejana jebakan politik kartel Jokowi sudah seperti bebek lumpuh. Kapan saja bisa di cincang menjadi santapan penguasa. Golkar rusak parah kendalikan anak anak muda buta sejarah arah dan tujuan berdirinya Golkar. Di tubuh Golkar masih tersisa tokoh lama yang sangat paham sejarah kemana Golkar harus berlayar, mengembalikan kompas jalannya Golkar. GOLKAR harus segera keluar dan bersihkan Golkar dari antek antek kartel politik Jokowi. (*)