OPINI
IKN Karya Bandung Bondowoso
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Friedricch Neirzsche sebagai \"apollonian ideal\" hanya orang yang tidak sanggup melihat lebih jauh hidungnya sendiri maka jalannya akan sangat berat bisa menjadi bencana bagi dirinya. Proyek IKN Kegedhen empyak kurang cagak\" (keinginannya sangat besar tidak sesuai kemampuannya).\"Kebat kliwat, gancang pincang.\"(Tindakan yang tergesa - berahir pincang), karena kerja asal tayang. Pengesahan UU IKN yang tergesa gesa hanya 42 hari, alasan pindah ibu kotanyapun terkesan mengada ada hanya dengan pertimbangan dan perencanaan yang asal jalan Alasan pindah IKN dengan narasi yang indah dan memikat : \"untuk mengurangi beban Jakarta dan Bodetabek , mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur, mengubah mindset pembangunan dari Jawa Centris menjadi Indonesia Centris dan memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila\" Kalau masalahnya pemerataan dan dominasi pembangunan di Jawa, jawabannya tentu bukan dengan memindahkan ibu kota negara. Jalan keluarnya dengan memangkas ketimpangan pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa, melakukan pemerataan pembangunan di wilayah-wilayah luar Jawa. Alasan ingin memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan, dan penghayatan terhadap Pancasila, ini juga alasan yang terlalu naif dan absurd. Sejak awal mengumumkan proyek pemindahan ibu kota, sesuai janji yang pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi pada Mei 2019, tidak akan membebani APBN. Ditengah jalan Jokowi tak berdaya ingkar janji anggaran Rp. 501 triliun, 52.3 % di bebankan para APBN. Inkonsistensi Jokowi serupa dengan proyek kereta cepat Jakarta – Bandung yang pada awalnya pemerintah juga menyatakan tidak akan membebani APBN, faktanya pembengkakan biaya dari sebelumnya sekitar Rp. 86,67 triliun menjadi Rp. 114, 24 triliun, 4,3 triliun dibebankan pada APBN. Presiden yang licik dan culas kepercayaan rakyat akan sirna, distrust makin luar biasa. Polemik dan penolakan pindah ibu kota meluas Membanhun IKN mengundang banyak kontroversi bahkan seperti mimpi Jokowi meniru Roro Jonggrang meminta Bandung Bondowoso untuk membangun Candi Prambanan dalam satu malam. Naskah akademik UU IKN tak satu pun yang bersumber dari akademisi Indonesia, lebih percaya pada Bandung Bondowoso suhu kuning dari utara dengan ramalannya membangun ibu kota dengan datangnya seribu investor, \"sim salabim semalam jadilah ibu kota\" Jokowi penyesat yang tersesat terjebak permainan sangat rapih dan sistematis atas kebijakan pindah ibu kota negara, dan kepentingan dominan tersebut adalah kepentingan kaum oligark dan RRC. Jokowi \" Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang\" ( menemui musibah yang tidak disangka - sangka), IKN akan berantakan dan gagal total, menjadi bencana bagi dirinya***
Lima Alasan Muhammadiyah Alihkan Dana Dari BSI
Oleh Djony Edward I Wartawan Senior FNN Industri perbankan syariah dikejutkan dengan pengalihan dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebesar Rp13 triliun dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI). Bak petir di siang bolong, isu itupun menjadi perbincangan publik, terutama di lingkungan aktivis dan praktisi bank syariah di tanah air. Dana Muhammadiyah tersebut seperti diketahui dialihkan ke sejumlah bank syariah lain, termasuk Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan bank syariah lain yang selama ini melakukan kerja sama dengan ormas Islam terbesar tersebut. Apakah penarikan dana Rp13 triliun itu akan membuat BSI oleng? Tidak juga, per kuartal I-2024 dana pihak ketiga BSI mencapai Rp297 triliun, artinya dana yang ditarik hanya 4,37% dari total likuiditas BSI. Pengalihan dana itu tertuang dalam Memo Muhammadiyah Nomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024. Tentu saja pengalihan dana itu bukan tanpa sebab, pasti ada sesuatu yang tidak beres, atau setidaknya tidak sesuai harapan, sehingga PP Muhammadiyah mengalihkan dananya dari BSI. Namun jika dilihat dari total pembiayaan yang disalurkan BSI pada kuartal I-2024 mencapai Rp247 triliun, atau 83,16%. Maka kalau ditarik lagi oleh PP Muhammadiyah sebesar Rp13 triliun, maka sisa likuiditas BSI, Rp50 triliun dikurangi Rp13 triliun, atau sebesar Rp37 triliun. Maka jika dana PP Muhammadiyah ditarik secara tiba-tiba tentu akan merepotkan likudiitas BSI. Tentu perlu waktu yang tepat dan penjadwalan yang bijak agar tidak mengganggu likuiditas BSI. Kalau ditarik mendadak bisa repot juga. Masih segar dalam ingatan, ketika Bank Century kalah kliring sebesar Rp15 miliar. Tapi dampak kalah kliring hanya sebesar Rp15 miliar, tapi lambat dalam menangani, sehingga membuat bank hasil merger itu collapse sehingga harus direkaplitalisasi Rp6,7 triliun. Jangan sampai pengalaman Bank Century tertular di BSI karena dana jumbo PP Muhammadiyah ditarik sebesar Rp13 triliun. Pimpinan Muhammadiyah lewat ketua umumnya Haedar Nashir dan sejumlah jajaran PP Muhammadiyah dalam siaran persnya menyampaikan, tujuan penarikan karena alasan untuk meratakan keadilan ekonomi dan mengurangi risiko persaingan tidak sehat dengan menarik dananya yang tadinya hanya terpusat disimpan di BSI lalu membaginya dengan disimpan ke beberapa bank syariah lainnya terpisah secara merata. Tapi tentu saja itu cuma bahasa diplomatis. Bahasa tingkat tinggi kaum intelektual yang tak dipahami semua kalangan awam yang tujuannya untuk meredam kesan konflik dan menjaga marwah intitusi lain walau sudah tak sepihak sejalan. Menanggapi fenomena tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal, Anwar Abbas mengatakan pengalihan dana ini dilakukan agar meminimalkan persaingan antara bank-bank syariah lainnya. Pasalnya, selama ini pusat penyimpanan dana ormas tersebut terlalu terkonsentrasi di BSI, sedangkan di bank lain masih terbilang sedikit. Hal inilah yang dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk) dan bisnis. Ibarat filosofi investasi, jangan taruh investasi di keranjang yang sama atau dalam satu keranjang. \"Bila hal ini terus berlangsung, maka tentu persaingan di antara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan,\" kata Anwar beberapa waktu lalu. Sementara itu, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk selalu melayani dan mengembangkan ekonomi umat dengan berkolaborasi bersama mitra strategis dan pemangku kepentingan. Selain itu, dia juga menyebut BSI terus berupaya untuk memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat sesuai dengan syariat Islam. \"Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stake-holder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat. Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa,\" kata Wisnu dalam pernyataan persnya. Wisnu menyebut BSI terus berkomitmen menjadi lembaga perbankan yang melayani semua kalangan masyarakat, baik institusi maupun perorangan dan memberikan pelayanan terbaik sekaligus berkontribusi dalam pengembangan ekonomi Indonesia. Pihaknya juga berupaya menjadi bank yang modern dan inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah. Komentar OJK Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae memastikan tidak ada masalah yang terjadi antara bank BSI dan juga Muhammadiyah di balik penarikan dana tersebut. Menurutnya, bank syariah di Indonesia tidak hanya BSI saja, tapi karena nominalnya besar hal tersebut langsung menjadi sorotan publik. Dia menilai penarikan dana tersebut lumrah terjadi. Dia bilang bank mempunyai dana yang cukup untuk mengembalikan dana yang sesuai. \"Karena apapun yang terjadi sekarang menjadi sorotan utama padahal bank syariah nggak cuma BSI, karena size yang berbeda sendiri menjadi persoalan. Ingin meyakinkan masyarakat tentu saja tidak ada isu terkait dengan BSI dan tidak terkait isu masalah bank syariah secara umum,\" kata Dian dalam Konferensi Pers RDK OJK yang disiarkan secara daring, Senin (10/6). Lebih lanjut, pihaknya tidak mengetahui secara detail mengenai alasan penarikan dana oleh Muhammadiyah. Dia bilang hal tersebut hanya diketahui oleh pihak terkait. Dia mendorong kedua belah pihak, Muhammadiyah dan BSI untuk melaku-kan komunikasi. Apabila ada kesalah-pahaman untuk segera diselesaikan sehingga tidak menimbulkan spekulasi-spekulasi di publik. \"Terkait isu berkeembang hubungan antara BSI dengan nasabahnya Muham-madiyah ini di luar konteks kita. Kita itu tugasnya manajemen untuk profiling sesama komunikasi yang lebih baik dan intens, sehingga dianggap kesalah-pahaman perlu segera diselesaikan,\' jelasnya. Di sisi lain, dia melihat BSI dapat bersaing secara sehat, baik dengan bank konvensional maupun sesama bank syariah. Dia berharap perkembangan bank syariah dalam negeri dapat dipercepat sehingga banyak bank syariah yang tumbuh besar selevel dengan BSI. Kinerja Bank Syariah Indonesia Per Kuartal I-2024 Lima Alasan Tidak ada asap kalau tidak ada api, begitu pepatah mengatakan. Bleid pengalihan dana Muhammadiyah dari BSI ke bank syariah lain tentu ada latar belakang yang menjadi alasannya. Sumber FNN di pengurus teras PP Muhammadiyah menyebutkan, sedikitnya ada lima alasan mengapa Muham-madiyah mengalihkan dana dari bank hasil merger bank BUMN syariah tersebut. Pertama, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ditengarai sulit mendapat pembiayaan dari Bank BSI, sementara visi misi Muhammadiyah jelas, yakni peduli dan beripihak kepada UMKM. Terutama UMKM yang berafiliasi ke Muhammadiyah agak sulit mendapatkan pembiayaan dari BSI. Sampai-sampai dikatakan, Muhammadiyah royal menaruh dana ke BSI, sementara BSI pelit memberikan kepada UMKM Unit Anak Usaha Muhammadiyah. Kalaupun dapat pembiyaan, tetapi dikenakan margin pembiayaan yang kurang bersahabat. Kedua, ada kecenderungan BSI lebih besar memberikan pembiayaaan kepada konglomerat, tentu saja pernyataan ini perlu dibuktikan. Total pembiayaan BSI sebesar Rp247 triiliun pada kuartal I-2024 atau tumbuh 15,89% dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Dari nilai tersebut, sebesar 54,62% disalurkan pada segmen consumer, kemudian sebesar 27,81% disalurkan ke segmen wholesale dan 17,56% ke segmen retail. Pada segmen konsumer sendiri, pembiayaan terbesar disalurkan untuk pembiayaan griya, mitraguna, pensiun, bisnis emas, oto, cicil emas dan hasanah card. Adapun untuk pembiayaan berkelan-jutan, BSI telah menyalurkan Rp59,2 triliun yang didominasi oleh sektor UMKM sebesar Rp46,6 triliun (18,86% dari total kredit), sustainable agriculture Rp4,9 triliun, energi terbarukan Rp0,9 triliun, dan proyek green lainnya sebesar Rp0,6 triliun. Ketiga, dana Corporate Social Respon-sibility (CSR) BSI disinyalir lebih banyak disalurkan ke amal sosial ormas sebelah daripada ke amal sosial di bawah Muhammadiyah, padahal Muham-madiyah royal menempatkan dana Rp13 triliun di BSI, sementara ormas tetangga tidak diketahui apakah menempatkan dananya di BSI. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dari ormas Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut. Keempat, jajaran komisaris BSI sama sekali tidak ada dari unsur PP Muhammadiyah, walaupun pernah meng-usulkan, tapi tidak digubris sama sekali. Padahal petinggi Muhammadiyah—Sekretaris Umum Abdul Mu’ti--diadopsi sebagai Komisaris Independen di Bank KB-Bukopin Syariah. Sedangkan Anwar Abbas dijadikan Dewan Pengawas Syariah Bank Mega Syariah. Kerenggangan hubungan Muham-madiyah-BSI berawal karena dipicu oleh permintaan BSI ke PP Muhammadiyah untuk duduk dalam jabatan Dewan Pengawas Syariah dan Komisaris di BSI. Lewat surat No. 145/I.0/A/2024, Muham-madiyah lantas menyodorkan nama Jaih Mubarak sebagai calon Dewan Pengawas Syariah dan Abdul Mu’ti sebagai calon Komisaris. Namun dalam RUPS BSI pada 17 Mei 2024, Abdul Mu’ti tidak diterima RUPS sebagai Komisaris, justru RUPS BSI mengangkat FelicitasTallulembang seba-gai Komisaris yang notabene politisi Partai Gerindra. Felicitas bersama politisi Partai Golkar Nurdin Halid, melengkapi dua politisi yang duduk di jajaran Komisaris BSI. Kelima, kabarnya ormas itu sedang menyiapkan BPRS Muhammadiyah, sebuah bank kecil dengan modal Rp15 triliun yang didedikasikan untuk sepenuh-nya pembiayaan UMKM. Tentu saja ini niat mulia, apalagi dikabarkan Muham-madiyah sedang menyiapkan dan mematangkan SDM BPRS tersebut. Tentu saja niat mulia Muhammadiyah ini akan menggenapkan amal usaha sekaligus niat mulia untuk mengangkat ekonomi kerakyatan lewat pembiayaan UMKM. Dimasa lalu Muhammadiyah pernah memiliki Bank Persyarikatan dengan Dawam Raharjo sebagai lokomotif bisnisnya. Tapi bank itu gagal sehingga harus diambil alih oleh Bank Bukopin Syariah. Tentu saja isu-isu di atas bukan dimaksudkan untuk dikonfrontir atau saling diperhadapkan, adalah lebih baik kalau Muhammadiyah maupun BSI sebagai bagian dari perjuangan pemberdayaan umat bisa saling introspeksi. Yang dibutuhkan dari keduanya adalah saling ta’awanu alal birri wat taqwa, tapi bukan ta’awanu ‘alal itsmi wal udwan...!
Presiden di Luar Ambang Kesadarannya
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEORANG peserta diskusi Kajian Politik Merah Putih pada malam Minggu 09.06 tanpa prolog langsung presentasi, layaknya seorang ahli memaksa teman diskusi harus menuruti idenya. Terjaga karena disiplin saling menjaga, menghormati dan menghargai pendapat, presentasinya terus berjalan. Sasarannya pada prilaku Presiden bahwa di ahir masa jabatannya makin kacau. Bukan hanya kesan tetapi benar benar di rasakan, bukan katanya tetapi benar benar fakta, sebagian rakyat merasa kesal, muak menyaksikan polah tingkah Presiden sebagai pengendali pengelola negara tanpa pakem dan liar. Jangankan terkait norma, etika, sopan santun, adab kendali konstitusi di mainkan se enaknya. Semua yang menghalangi kepentingan diri, keluarga, kroni dan geng nya di rombak. Bahkan Presiden buka lapak grosir Keppres, Perpres, Inpres dan instrumen hukum dalam kekuasaannya di obral murah sebagai amunisi pertahanannya. Kendali dan tata kelola negara amburarul, Presiden sama sekali tidak peduli dengan kririk, petisi, demo, semua di anggap remeh. Peserta diskusi dari fakultas sastra menghela nafas panjang, mengungkapkan rasa kesal pada Presiden yang tidak lagi peduli dengan konstitusi. Abai dengan pertimbangan rasa dan nuraninya. Jokowi seorang jawa yang tidak njawani. Kita pakai sindiran atau sanepo jawa, untuk mewakili perasaan kesal dan muak atas prilaku Jokowi yang sudah mengeras hati dan perasaanya Presiden memilliki watak dan prilaku ; \"Kementhus ora pecus\" (Orang yang banyak membual tanpa bukti dan bodoh). \"Kakehan gludhug kurang udan\" (terlalu banyak bicara namun tidak pernah memberi bukti). \"Kegedhen empyak kurang cagak\" (keinginannya sangat besar tidak sesuai kemampuannya). \"Adigang Adigung Adiguna\" (suka menyombongkan kekuatan dan kekuasaannya). \"Lambe satumang kari samerang\" (orang yang sudah berkali-kali dinasehati tapi tak juga didengarkan. \"Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang\" (akan menemui musibah yang tidak disangka-sangka). Menghadapi Presiden seperti gambaran di atas, peserta diskusi sepakat dua jalan pilihannya. Melakukan perlawanan total sekali bergerak rezim harus rontok. Kalau itu belum mampu, sementara istirahat total menunggu Jokowi habis masa jabatannya, begitu turun selesaikan dengan tuntas.***
Dugaan Market Manipulation Saham BREN Milik Prajogo Pangestu (Bagian-3)
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN JAKSA Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung sebaiknya jangan hanya terfokus pada kasus PT Timah Tbk. Apalagi dugaan potensi kerugian negara koruspsi di PT Timah Tbk. hanya Rp. 300 triliun. Ada lagi dugaan potensi kerugian negara lebih besar di pasar modal Indonesia. Bisa mencapai ribuan trilun rupiah. Kalau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator pasar modal tidak bisa dipercaya. Begitu juga dengan PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku otoritas bursa efek. Kedua regolator pasar saham ini diduga sengaja membiarkan terjadinya market manipulation saham dengan kode BREN tersebut. Saham BREN yang ketika listing pasar modal tanggal 9 Oktober 2023 dihargai dengan Rp. 780 per satu saham. Saham BREN sempat naik hingga mencapai Rp. 11.250 per satu saham tanggal 20 Mei 2024. Kenaikan tersebut, diduga akibat kerjama cipta kondisi market manipulation antara OJK dan PT. BEI dengan pemegang saham pengendali saham BREN. Dengan kondisi ini, sudah waktunya untuk Jampidsus Kejaksaan Agung masuk melakukan penyelidikan. Kerugian akibat diduga adanya market manipaltion saham PT Barito Renewables Energi Tbk. mencapai ribuan triliun rupiah. Saham milik Prajogo Pangestu tersebut diguga digoreng-goreng, sehingga kenaikan harga saham BREN diduga tidak normal. Dugaan adanya cipta kondisi goreng-menggoreng di antara para anggota bursa dengan pemegang saham pengendali. Dugaan itu mendekati benar, karena jumlah saham diperdagangkan di lantai bursa hanya 3-5%. Sangat mudah untuk dikendalikan dengan aksi goreng-menggoreng harga saham. Kondisi adanya dugaan market manipulation saham BREN tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu indikator ekonomi nasional. Pasar modal merupakan salah satu indikator ekonomi nasional. Indikator ekonomi nasional lainnya adalah moneter dan fiskal. Untuk itu, perlunya Jampidusus Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan agar membuat efek jera kepada anggota, pemegang saham pengendali dan regulator. Dugaan skandal serupa pernah terjadi pada perdagangan saham PT Semen Gresik Tbk. Namun market manipulation dan goreng-menggoreng saham PT Semen Gresik ditutup oleh Ketua Bapan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang ketika itu dijabat Jusuf Anwar. Padahal pelakunya sudah ditangkap oleh tim intelijen market Bapepam. SRO Wajib Bikin Penyelidikan BEI sebagai Self Regulatory Organisation (SRO) mempunyai kewenangan mutlak untuk melakukan penyelidikan. PT BEI harus memeriksa semua anggota bursa yang terlibat melakukan transaksi harga saham BREN yang tidak wajar tersebut. Adanya Unusual Market Activity (UMA) atas saham milik Prajogo Pangestu itu nyata dan fakta. Tidak bisa terbantahkan dengan alasan apapun. Otoritas bursa tidak bisa bilang tidak ada UMA atas saham BREN, sehingga belum perlu melakukan penyelidikan kepada semua anggota bursa yang melakukan transkasi saham BREN. PT BEI sebagai SRO juga tidak bisa hanya bilang sedang melakukan pemantauan khusus. Adanya UMA atas saham BREN itu nyata dan fakta. Tidak bisa dinafikan begitu saja oleh SRO. Apalagi kenaikan saham BREN itu sampai 1.342%. Seharusnya begitu terjadinya UMA, otoritas bursa harus bergerak melakukan penyelidikan. UMA terjadi akibat pergerakan kenaikan harga saham BREN yang tidak wajar hingga mencpai 1.342%. Padahal saat IPO tanggal 9 Oktober 2023 lalu, saham BREN ini hanya dihargai Rp 780 per satu saham. Kalau PT BEI sebagai SRO tidak melakukan penyelidikan dan pemeriksaan mendalam, menjadi wajar kalau masyarakat dan pemeharti pasar modal menduga-guga otoritas pasar modal sengaja menutup mata terhadap adanya UMA atas saham BREN. SRO jangan menutup mata terhadap adanya UMA di depan mata. Kondisi bisa berdampak negatif terkait kepercayaan publik terhadap busra Indonesia. Penyelidikan yang menyeluruh penting dan strategis. Tujuannya untuk menapis dugaan negatif terhadap bursa Indonesia di mata investor dan masyarakat pasar modal. Apa saja hasil penyelidikan yang didapat SRO tetap saja menjadi positif, bagus, dan hebat untuk nama baik bursa Indonesia. Tampilan PT BEI sebagai SRO menjadi berkelas, top markotop dan mengagumkan sebagai regulator bursa. Apabila hasil penyelidikan yang menyeluruh menunjukkan dugaan kuat terjadi market manipulation, maka segera dilaporkan ke OJK. Pelaku bersama barang bukti dokumen-dokumen pendukungnya segar diserahkan kepada OJK sebagai otoritas pasar modal untuk ditindaklanjuti. Bisa berupa pelanggaran pidana pasal 91 dan 92 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Bisa juga berupa hukuman administratif saja. UMA adalah aktivitas pasar saham yang tidak biasanya. Umumnya UMA merupakan aktivitas perdagangan atau pergerakan harga suatu efek yang tidak bisa pada kurun waktu tertentu. Pihak bursa setiap saat membuat penilaian kalau UMA dapat berpotensi mengganggu terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien. Nilai perdagangan saham BREN di lantai bursa setiap hari diperkirakan antara Rp 2-3 triliun rupiah. Nilai transaksi sebesar ini hampir dipastikan melibatkan mereka yang masuk katagori spesialis goreng-menggoreng saham kelas kakap besar di pasar modal Indonesia. Bukan hanya kakap, tetapi kakap yang besar. Penggoreng utama yang kelas kakap dan besar ini diduga masih pemain lama. Mereka masih itu-itu saja. Tidak susah dan sulit untuk melacak pergerakan dan kebiasaan mereka. Kalau saja otoritas bursa efek punya keinginan untuk melacak mereka, maka sangat mudah dan gampang. Apalagi nyata-nyata telah terjadinya UMA di lantai bursa. Masyarakat dan pemerhati pasar modal tentu saja belum lupa siapa-siapa yang terlibat ketika menggoreng saham PT Semen Gresik Tbk. Saat itu Ketua Bapepam dijabat Putu Ary Suta. Saat pelaku market manipulation harga saham PT. Semen Gresik hampir saja ketangkap basah akibat penyelidikan yang dilakukan tim Bapepam. Namun Putu Ary Suta diganti oleh Jusuf Anwar sebagai Ketua Bapepam. Kasus terjadinya market manipulation saham PT. Semen Gresik Tbk. akhirnya ditutup oleh Ketua Bapepam Jusuf Anwar. Akibatnya para pelaku utamanya melenggang bebas sampai sekarang. Padahal ancaman pidana pasal 91 dan 92 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sudah menanti mereka. (bersambung). *) Penulis Mantan Pendiri Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Capital Market Jounalist Club (CMJC)
Pergumulan dan Dinamika Pemikiran Politik Salim Said
Oleh Fathorrahman Fadli l Wartawan Senior FNN Kegelisahan dan keprihatinan Salim Said atas bangsa ini sesungguhnya masih panjang. Untungnya, keprihatinan itu terputus oleh umurnya sendiri. Jika beliau masih hidup, tentu saja keprihatinan itu akan bertambah setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan batas usia kepala daerah yang diubah begitu rupa demi menampung ambisi pribadi seorang penguasa yang merasa dirinya berkuasa, bak seorang raja. Sebelumnya, ada pelemahan KPK, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres RI, perampokan dan korupsi di PT Timah Rp271 triliun, praktik jual beli emas palsu BUMN ANTAM, pembobolan dana ASABRI, kasus judi online yang melibatkan Sambo, investasi telkomsel ke Go To ketika merger, dan kasus-kasus korupsi lain yang menyesakkan dada kita sebagai anak bangsa. Dengan berbagai peristiwa itu, sempurnalah sudah prediksi Salim Said akan buruknya tata kelola bangsa ini. Bagi Salim Said, keprihatinan tidak boleh dipendam dalam pikiran kaum intelektual dan kaum terdidik lainnya. Namun justru menjadi tugas kaum intelektual-lah keprihatinan tersebut harus dilempar ke tengah-tengah publik agar rakyat tahu akan masalah yang sedang dialami oleh bangsanya. Menurut Salim Said, keberanian untuk membawa keprihatinan itu penting--- tidak saja untuk memberi tahu khalayak ramai, namun lebih jauh dari itu sebagai penanda bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Meskipun demikian, Salim menyadari betul, bahwa untuk menyuarakan kebenaran itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Namun yang penting harus tetap ada yang melakukannya, sebagaimana yang telah beliau contohkan berpuluh tahun lamanya. Salim mengajari kita semua untuk berkata jujur mengenai kondisi bangsa yang sangat besar ini. Ketidakjujuran kita, ketidakberanian kita, dan kesantunan kita yang overdosis mendiamkan kedholiman dan ketidakadilan atas prilaku kekuasaan pada rakyatnya sendiri, sejatinya kita ikut memberi sumbangsih pada semakin rusaknya negeri ini. Sebagai kaum intelektual bergelar profesor, Salim Said selalu mengajak kita berfikir, mencari tahu akar berbagai masalah yang muncul dalam masyarakat. Untuk kemudian dianalisis berdasarkan metode ilmiah guna menarik kesimpulan sementara yang mungkin masih terbuka kemungkinan untuk diperdebatkan. Cara itu menurut Salim akan lebih dapat dipertanggungjawabkan secara lebih baik. Itu pula bedanya orang yang berfikir dan tidak berfikir dalam menghadapi masalah. Salim sangat menghargai kegiatan berfikir seseorang. Terlalu sering beliau mencari kawan dan teman berfikir. Caranya beliau terkadang memberi saya buku tentang Sutan Syahrir, Polemik Kebudayaan Sutan Takdir Alisyahbana, atau mengajak diskusi siapa sebenarnya politisi PDIP, RibkaTjibtaning itu. Untuk mendiskusikan soal Ribka Tjiptaning, saya diminta mencari atau membeli buku, \"Saya bangga menjadi Anak PKI.\" Seperti tugas dosen pada mahasiswanya, saya pun berusaha membelinya via online. Saya membeli buku itu dua eksemplar, satu untuk sang profesor dan satu lagi untuk saya. \"Ok, kita sama-sama baca, minggu depan kita diskusi ya Ong,\" pintanya. Salim Said memang terkenal kutu buku. Buku Ribka anak PKI itu dibacanya tuntas dengan coretan-coretan khas beliau. Saya tahu karena Rabu, seperti yang dia janjikan ia serahkan buku itu kepada saya. \"Ini buku anda, saya sudah baca. Kesimpulan saya, dia memang anak PKI yang sangat militan. Dugaan saya dia masih menyimpan agenda tersendiri,\" cetusnya sambil merebahkan tubuhnya di kursi roundtable discussion yang ia pimpin setiap Rabu siang hingga menjelang adzan magrib tiba. Bahkan jika beliau sedang on fire, istrinya, Ibu Herawati yang menunggu di ruang sebelah lupa bahwa sedang mengajaknya pulang. Begitulah Profesor Salim Said yang sering mengingatkan teman diskusinya dengan kalimat, “Saya ini profesor politik, yang melihat politik dari perspektif sejarah dan sosiologi\". Inti Keprihatinan Salim SaidNamun apa yang sejatinya menjadi inti keprihatinan Salim Said atas perjalanan bangsa ini. Dibawah ini perlu kiranya saya sarikan agar tidak memenuhi ruangan buku ini terlalu banyak. Pertama, soal Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Di soal ini saya sempat berdialog cukup intens dengan Salim Said. Menurut Salim Said, masih terdapat masalah yang sangat prinsipil di seputar Pancasila sebagai dasar negara. Pada praktiknya, Pancasila belum sepenuhnya dipahami secara baik oleh para penguasa di negeri ini; mulai Bung Karno, Soeharto, hingga Jokowi. Oleh karena itu, Soekarno hingga Jokowi selalu gagal dalam memahami siapa rakyatnya. Kegagalan memahami rakyatnya itulah yang kemudian membuat para penguasa itu tidak pernah menjadikan Pancasila sebagai rujukan utama saat mereka berkuasa. Oleh karena itu wajar jika suatu saat Soekarno dengan seenaknya mengubah-ubah Pancasila menjadi Trisila, ubah lagi menjadi Ekasila, membuat Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang menurut Salim Said justru telah menggelincirkan Soekarno sendiri dari singgasana kekuasaan. Lagi-lagi ini dikarenakan Soekarno dinilai tidak memahami akan rakyatnya sendiri. Tafsir saya atas pemikiran Salim Said itu adalah bahwa Pancasila di tangan Soekarno tidak benar-benar menjadi rujukan utama dalam mengawal kekuasaan. Pancasila dalam derajat yang cukup tinggi hanya menjadi alat untuk kepentingan dirinya sendiri saat berkuasa. Nasakom tidak mungkin dipersatukan karena ketiganya tumbuh dalam \"basic values\" yang sama sekali berbeda. Apalagi dalam derajad tertentu ketiganya tidaklah saling berhubungan. Sejak Soekarno berkuasa, ia memang terlihat terlena dengan kekuasaannya. Bahkan seorang Tokoh Pendiri HMI yang dikenal dekat dengan Soekarno yaitu Dahlan Ranuwihardjo berpendapat bahwa Intelektualitas Soekarno itu terhenti sejak ia berkuasa (interview penulis dengan DRW, red). Kedua, soal cita-cita bangsa ini menjadi Indonesia. Menurut Salim Said, Indonesia ini tidak akan bertahan dalam 100 tahun jika tata kelola negara ini masih seperti sekarang. Apa sebab? Di mata Salim Said, Indonesia bukanlah suatu bangsa. Ia hanyalah suatu bangsa yang diimpikan oleh Soekarno dan Hatta. Jadi Indonesia sekarang ini sedang berada dalam posisi, \"on going process\". Seolah merujuk pada konsep Imagine Communities-nya, Ben Anderson, Salim Said kemudian bilang begini. \"Jadi kita ini masih belum menjadi Indonesia. Oleh karena itu dalam perjalanan dan proses menjadi Indonesia itu kita harus hati-hati. Ini betul-betul saya berpesan. Jangan sampai semua suku bangsa yang berhasil disatukan secara fisik oleh Soekarno dan Hatta itu bubar di tengah jalan,\" tegas Salim Said. Lihatlah, Uni Sovyet (USSR) tambah Salim, mereka bubar dan berantakan tidak sampai usia 70 tahunan. USSR justru hancur ditangan Presiden Michael Gorbachev sendiri yang seharusnya mampu menjaga keutuhan bangsa. Program Glasnost dan Perestroika yang digembar-gemborkan Gorbachev justru membuat Uni Sovyet hancur berkeping-keping. \"Hal yang terjadi di Sovyet, sangat bisa terjadi di negeri kita jika tata kelola negara ini amburadul seperti sekarang,\" cetusnya mengingatkan. Kekhawatiran itu tidak hanya diresahkan oleh Salim Said, namun hal yang sama juga disampaikan Pakar dan Ilmuan Politik pertama di Indonesia yaitu Profesor Deliar Noer. Menurut Deliar Noer, kenyataan sosial Indonesia selama 70 tahun lebih merdeka, rakyat masih belum menikmati apa yang dahulu mereka dambakan yakni kesejahteraan sosial yamg merata. Deliar melihat disparitas sosial yang sangat lebar, jurang pemisah si kaya dan si miskin sangatlah memprihatinkan. Kondisi ini menurut Deliar membutuhkan usaha yang serius dari pemerintah agar betul-betul sadar dan menyadari akan pentingnya tujuan kita berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. \"Seluruh tingkah laku negara harus mengacu kesana,\" demikian Deliar Noer mengingatkan kita semua sebagai anak bangsa. Ketiga, soal eksistensi umat Islam. Salim Said juga memendam kerisauan tak terperikan akan kondisi umat Islam Indonesia. Ia melihat muslim di Indonesia masih sangat tertinggal dari sisi meraih pendidikan dan akses terhadap tingkat kesejahteraan mereka. Sebab dalam pandangan Salim Said, wajah Indonesia itu sangat ditentukan oleh wajah umat Islamnya. Semakin buruk wajah umat Islam akan semakin buruk wajah Indonesia. Mengapa? Karena Indonesia didiami oleh mayoritas umat Islam yang mencapai 244 juta dari 280 juta jiwa. Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi Umat Islam adalah persoalan bangsa Indonesia. Disinilah seorang pemimpin nasional dari mana pun datangnya, dia berlatar belakang agama apapun, penting kiranya memahami Islam dan aspirasi umat Islam. Memahami Islam adalah penting karena Islam telah menjadi sumber nilai dan pedoman hidup Umat Islam Indonesia. Seorang pemimpin yang tidak paham nilai-nilai Islam adalah sama dengan tidak memahami apa dan bagaimana rakyatnya yang mayoritas itu. Memahami aspirasi Umat Islam adalah sama pentingnya dengan memahami seperangkat nilai yang tumbuh dan berkembang serta bersemayam dalam pikiran Umat Islam. Kegagalan dalam mengartikulasi aspirasi umat Islam adalah sama dengan kegagalan memimpin Indonesia. Mengapa demikian? Sebab Islam dan Umat Islam tidak bisa dipisahkan dari denyut nafas perjuangan bangsa Indonesia ini. Indonesia merdeka adalah buah dari perjuangan panjang para Syuhada yang rela mati demi kemerdekaan Indonesia. Pengabaian pada aspirasi Umat Islam mesti dibaca sebagai bagian integral darii pengkhianatan pada sejarah Indonesia itu sendiri. Menyadari hal itu Salim Said tergerak untuk menulis buku mengenai \"Tafsir Sosial Islam\" yang telah lama dirintisnya. Ia berharap melalui buku itu dapat memberi pemahaman yang lebih baik bagi umat Islam dalam melihat relasi antara Islam sebagai ajaran yang dipeluknya dengan interaksi dan dinamika sosial politik dan kebudayaan masyarakatnya. Hingga beliau wafat, ternyata buku itu belum juga selesai.Keempat, adalah soal rendahnya literasi bangsa. Menurut Salim Said, rendahnya semangat untuk membaca buku dan literatur dalam masyarakat kita masih sangat rendah. Kondisi ini ikut memperburuk kualitas dan daya saing bangsa dikancah pergaulan internasional. Rendahnya literasi juga berakibat pada rendahnya kegiatan berpikir masyarakat. “Jika membaca saja tidak mau, mana mungkin kita bisa berpikir maju. Bangsa yang maju itu karena mereka berpikir jauh ke masa depan, cilakanya, banyak doktor yang sudah berhenti membaca,” ujarnya dengan nada prihatin.
Lawan Penguasa Licik, Tak Boleh Ada Kompromi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Qui desiderat pacem, praeparet bellum (barang siapa menginginkan perdamaian, ia harus siap perang). Banyak orang berpendapat bahwa konflik dengan penguasa licik, jangan dilawan dengan kekerasan tapi dengan kompromi, negosiasi dan kebaikan. Pendapat ini sama sekali tidak masuk akal, sama saja dengan menghalangi mengatasi manusia licik dengan penderitaan. Penguasa licik akan lebih agresif, sadis dan kejam melakukan apa saja dengan kekerasan tidak peduli rasa kemanusiaan, memanusiakan manusia sebagai manusia. Menyerah, tidak siap membela diri dan melawan terhadap tipe orang seperti ini adalah kehancuran. Manusia pengecut kalau terpaksa menyerah dengan manusia licik dan biadab. Menghindari konflik di hadapan serigala semacam ini justru merupakan sumber tragedi dan bencana penderitaan berkepanjagan. Penampilan lembut Jokowi, basa basi dipermukaan tampak damai persis di bawah permukaan tersebut sifat kejam, sadis dan tidak peduli dengan penderitaan orang lain (rakyaknya). Program Srategis Nasional (PSN) terus merampas tanah rakyat, mengusir penghuni dan memaksa harus keluar dengan paksa dari tempat tinggalnya adalah kebiadaban. Rakyat tak berdaya melawan dan harus menanggung rasa pedih dengan luka menganga . Mustahil ada kesejahteraan, kedamaian, kebersamaan, kesetaraan, kebaikan hidup yang manusiswi, sebelum penguasa licik dan biadab harus lawan, di perangi, di musnahkan dengan kekuaatan perlawanan rakyat semesta. Rakyat harus bisa keluar dari penindasan bangsanya sendiri yang licik, sadis dan biadab. Rakyat harus mendapatkan palatihan penjadi pejuang strategis , mengelola situasi sulit melalui manuver perlawanan yang meras, cerdik dan cerdas. Bannyak psikolog dan sosilog berpendapat bahwa melalui konflik masalah sering kali terpecahkan dan kebiadaban bisa di hentikan. Apapun alasannya pemimpin pergerakan menghindari konflik dengan berbagai alasan adalah sifat pengecut akan memperparah keadaan dan penderitaan. Hindari pemimpin pengecut yang menghindari konflik dengan penguasa licik, biadab dengan berbagai alasan , bahkan mengarahkan komproni, negosisi dan damai dengan luka menganga adalah pemimpin buruk, lemah dan pengecut. Dia akan selalu menebar ketakutan yang datang dari dirinya sendiri dan membesar besarkan musuh dari sikapnya yang pengecut dan penakut. Tidak ada kompromo, negosiasi dan perdamaian dengan penguasa licik, termasuk dengan Jokowi yang sudah di ambang kehancurannya. Bahwa pejuang sejati, diri sendiri adalah kekuatan maha dahsyat untuk melawan dan menerjang, namun bagi seorang penakut dan pengecut dirinya sendiri adalah musuh yang mematikan.(*)
Dinasti Jokowi Makin Sontoloyo
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan JOKOWI sukses lakukan revolusi mental? Preet..! Semakin tidak jelas apa yang diprogram, apa yang dikerjakan, dan apa yang dihasilkan. Inilah fase kegelapan dalam penyelenggaran pemerintahan RI. Sejarah kelam dipimpin oleh Presiden yang butut. Terbutut adalah nekad tidak malu-malu mengorbitkan anak cucu. Diawali dengan mengacak-acak Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Paman Usman untuk meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Selanjutnya menolong Kaesang agar dapat memenuhi syarat untuk maju sebagai Cagub di planet manapun. Mahkamah Agung (MA) diperalat untuk menggeser syarat umur 30 tahun dari Penetapan Calon ke saat Pelantikan. Kaesang tentu bahagia diloloskan. Alasan bahwa labrakan aturan itu semata memberi peluang agar anak muda dapat maju terpaksa preet..lagi. Yang nyata dan terbaca ini adalah membuka peluang bagi anak anak pejabat, khususnya pejabat Presiden. Presiden lho bukan Pesinden. Jokowi lho bukan Joko lain. Rupanya dalam rangka menyongsong Indonesia Emas. Mas Gibran dan Mas Kaesang. Kini dinasti berikut menyusul. Jan Ethes anak Gibran sudah mulai kampanye juga. Di SD Negeri Margorejo VI Surabaya Gibran membagi-bagi buku tulis bersampul foto Jan Ethes. Pakai baju adat berblangkon sedang memainkan wayang kulit. Bagi buku atau kampanye membangun popularitas sedini mungkin? Agar orang tahu ia adalah Jan Ethes bin Gibran bin Joko Widodo bin Notomiharjo. Beberapa pendukung menyatakan bahwa ini bukan politik dinasti tapi kewajaran saja. Ada pula yang berpendapat politik dinasti itu tidak apa-apa. Mereka berkilah apa salahnya? Rupanya banyak yang lupa bahwa politik dinasti atau nepotisme itu suatu kejahatan atau kriminal. Apa dasarnya? Dasarnya adalah UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN. Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 menyatakan : \"Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)\" Petisi 100 bersama Forum Alumni PT Bandung Berijazah Asli (For Asli) telah melaporkan atau mengadukan Jokowi, Iriana, Usman dan Gibran ke Mabes Polri atas perbuatan Nepotisme, namun hingga kini tidak jelas juntrung prosesnya. Mungkin menunggu Jokowi nanti ketika sudah tidak berkuasa lagi. Tanpa ada langkah pihak Kepolisian yang konkrit, maka Jokowi akan semakin jumawa dan seenaknya menjalankan politik dinasti atau nepotisme. Kini gerak sontoloyo telah sampai ke tingkat Jan Ethes. Klip lawas yang beredar pada platform medsos instagram tayangan wawancara awak media dengan Jan Ethes \"Cita-cita Jan Ethes nanti kalau sudah besar mau jadi apa ?\" Jawabnya : \"Mau jadi Presiden\" Rupanya itu sudah teramal oleh Ria Enes dan boneka Susan. Weleh. Cita-cita ku menjadi anak pinterCita-cita ku ingin jadi PresidenSusan : Boleh Kak Susan? Ria : Boleh. Cita-cita memang harus setinggi langit. Susan : Iya nanti kalau Susan engga jadi Presiden, ya wakilnyaRia : Lho, kok nawar Ha ha yang jadi wakil malah bapaknya. (*)
Prabowo Kembalilah pada Jati Dirinya, sebagai Prajurit Sejati
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Adagium Thucydides, sejarawan Yunani kuno yang hidup 2.500 tahun lalu, mengatakan bahwa strong will do what they can, and the weak suffer what they must. Yang kuat akan berbuat sekehendaknya yang lemah harus menderita. Untuk keluar dari penindasan penguasa tiran yang sadis, diperlukan strategi yang taktis untuk melawan dan melumpuhkannya. Strategi pasif agesif paling efektif adalah dengan cara sementara besembunyi di balik penampilannya yang berpura pura patuh bahkan seringkali di sertai pujian bahkan mengasihi. Dengan penyamarannya yang rapi sebelum tiba waktunya untuk menyerang. Prabowo pasti sudah sangat mengenal kekuatan dan kelemahan Jokowi, sangat mudah di untuk mengendalilan dan melumpuhkannya. Lawan terberat adalah oligarki dan Xi Jinping karena masing masing sudah mengetahui kelebihan dan kelemahamnya. Pada posisi seperti ini Prabowo pasti berhitung kekuatan lawan dan dirinya. Strategi pasif agresif mempunyai konotasi negatif bagi sebagian orang, sebagai strategi sadar perilaku pasif agresif menawarkan cara yang tidak kentara memiliki kekuatan luar biasa untuk memanipulasi keadan sebagai jalan menuju perjuaannya. Sebelum Jokowi lengser bisa saja di luaran tampak akur , mengikuti ide ide, energi dan kehendaknya tiba waktunya Jokowi dan Gibran harus di singkirkan. Saat ini Prabowo seperti mengalirkan sungai bukan membendungnya. Pura pura tunduk dan menyerah, bisa untuk memancing lawan politik pada posisi yang berbahaya dan sebagai Presiden Prabowo harus memainkan dan memgendalilan kendalinya sebagai tentara ahli perang. Demikianlah prestasi nyata kebijakan Metternich, mematikan liberalisme Rusia dan mencapai dominasi atas pesaing Austria yang paling berbahaya itu dengan pura pura tunduk kepadanya. (Henry Kissinger, A Word Resrored , 1957). Prabowo harus memiliki strateginya yang lebih baik untuk mengendalikan oligarki dan bahaya kuning dari utara seperti yang di lakukan Sukarno dan Suharto. Penggunaan \"agresi pasif Dessalines\" berakar dari strategi militer dengan apa yang di sebut pura pura menyerah. Prabowo sebagai ahli perang harus kembali pada jati dirinya sebagai prajurit sejati dengan prototipe seorang dengan wajah tersenyum namun sesungguhnya \"Harimau Tersenyum\" untuk mengembalikan negara kembali ke UUD 45 dan Pancasila yang telah di rusak pendahulunya dan lebih parah di hancurkan oleh Jokowi. Sebaliknya apabila benar benar tunduk dengan Jokowi, oligarki dan Xi Jinping maka Prabowo akan tamat riwayatnya sebagai negarawan dan menyandang sebagai jongos, budak, pecundang dan penghianat negara lebih buruk dari Jokowi. ***
Jokowi Salah di Awal, Derita di Akhir
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEKALIPUN sudah di ujung akhir kekuasaannya Jokowi, terus mengejar kekuasaan untuk mengamankan diri dari resiko politiknya yang sangat berbahaya. Tetap ingin pegang kendali kekuasaan menjadi lebih dimensional masuk pada politik dinastinya ingin tetap bisa tertawa di ahir masa jabatannya. Jokowi tampak tidak memiliki visi yang rasional, sering di bayangi oleh sifat hewan yang reaktif tidak peduli aturan konstitusi dan tidak peduli dengan efek korbannya. Friedricch Neirzsche sebagai \"apollonian ideal\" hanya orang yang tidak sanggup melihat lebih jauh hidungnya sendiri maka jalannya akan sangat berat bisa menjadi bencana bagi dirinya. Capaian kekuasaan yang hanya untuk diri dan kelompoknya sering kali dalam prosesnya terpecah belah karena selalu akan menabrak aturan kemanusiaan dan ahirnya jatuh karena berubah menjadi tiran, sadis dan kejam. \"Kemenangan dengan tidak sewajarnya akan di hakimi oleh pengadilan rakyatnya, adalah kemenangan yang akan berahir buruk dan nista\" Pohon membutuhkan dua lengan untuk menggapainya, tumbuh dari yang tidak berarti. Menara berlantai sembilan di mulai dengan sedikit tumpukan tanah. Perjalanan sejauh seribu kilometer harus di mulai satu langkah. Jokowi keliru menafsirkan bahwa kemenangan dengan segala cara akan bisa melumpuhkan lawannya. Rakyat tidak akan bisa di lumpuhkan sekalipun tampak tidak berdaya. Setelah MK mampu memenangkan Gibran dengan mengubah batas usianya, muncul kembali MA memgubah batas umur waktu mendaftar sebagai cawagub. Semuanya akan sia sia karena akan menjadi potensi perlawanan rakyat untuk selamanya. Jebakan Jokowi pasti akan menjebak dirinya. Politik penyesatannya akan menyesatkan dirinya. Politik bisa di menangkan ketika masih memiliki kekuasaan tetapi ketika kekuasaan sudah lepas, kekuatan politik berikutnya akan memukul balik dirinya. Menurur Von Clauswitz: \"kegagalan sebagai penguasa adalah kegagalan dari kebijakannya\". Yaitu kebijakan yang suka menabrak konstitisi, mengubah dan membuat aturan hanya karena keinginan dan nasfsunya, tidak realistis, tidak pantas dan tidak pernah berhitung dengan dampak politik ikutannya. Ketika kekuasaan sudah lepas, akan datang penderitaan, untuk menyalahkan dirinya sendiri, bergelimang dalam penyesalan dan rasa bersalah tidak lagi berguna semua akan sia sia. Jakowi akan mengalami penderitaan karena awal yang keliru akan berahir bencana bagi dirinya.***
Uji Nyali Prabowo
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KONON sejak masuk dalam Kabinet Jokowi kemudian memuji habis-habisan dan mengambil Gibran sebagai Cawapres semua itu adalah \"strategi\" dan \"taktik\" menuju kursi Presiden. Tidak penting tudingan maupun cara-cara curang pokoknya harus jadi Presiden, masa gagal terus. Nanti kalau sudah jadi Presiden akan kembali ke jati diri untuk membela rakyat, jujur serta mengutamakan nasionalisme. Benarkah? Ini pertanyaan serius dan butuh pembuktian sekaligus nyali. Hingga saat ini setelah ditetapkan KPU tanda-tanda Prabowo punya nyali itu tidak ada. Konon belum dilantik, katanya. Nah, setelah dilantik maka akan ada lompatan revolusioner ? Harus difahami bahwa hukum rakyat adalah \"tidak percaya sebelum dibuktikan sebaliknya\". Jadi hingga kini masih dianggap bullshit alias omon omon. Lima uji nyali Prabowo yang jika ia mampu maka akan mengubah citra dan kepercayaan, yaitu : Pertama, melepas China sebagai teman dekat dan memutus semua kesepakatan Xi Jinping dengan Jokowi. Artinya pertemuan Xi Jinping dengan Prabowo di Beijing saat Sidang MK kemarin harus dianulir atau sekurangnya dievaluasi. Prabowo melawan \"Kaisar\" Xi Jinping. Kedua, mencabut Keppres 17 tahun 2022 dan Inpres No 2 tahun 2023 serta Keppres No 4 tahun 2024 yang seluruhnya dinilai memihak kepada PKI dan keturunannya. Menempatkan PKI sebagai korban dari pelanggaran HAM berat pada peristiwa G 30 S PKI tahun 1965. Ketiga, membuka kembali kasus-kasus 2019-2023 mulai dari tewasnya hampir 900 petugas Pemilu 2019, pembunuhan 9 pengunjuk rasa 21-22 Mei 2019, pembantaian 6 pengawal HRS, serta peristiwa Kanjuruhan. Buktikan Prabowo tidak toleran terhadap pelanggaran HAM. Tidak terganggu oleh tudingan atas pelanggaran HAM tahun 1998. Keempat, berkomitmen membangun ekonomi kerakyatan dan siap untuk melawan kapitalisme. Membatasi hegemoni sembilan naga dengan memproteksi kegiatan usaha Koperasi dan UMKM. Secara bertahap melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Pendewaan investasi harus diakhiri. Kelima, membentuk Kabinet Kerja bukan politik bagi-bagi kursi. Membebaskan diri dari jeratan atau kendali partai politik serta mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. MPR berdaulat dan oposisi dihargai sebagai kekuatan penyeimbang dan mitra. Tentu masih banyak indikator bahwa Prabowo adalah harapan sebagai \"macan\" bukan \"meong\" seperti mau memproses hukum kejahatan Nepotisme, mendorong KPK agar bergigi, menekan Israel, bersahabat dengan umat Islam, reformasi agraria demi rakyat, membebaskan mahasiswa dari penjara pragmatisme, Jakarta tetap Ibu Kota serta fungsi TNI dan Kepolisian yang lebih proporsional dan bersahabat. Ambisi ingin menjadi Presiden harus bermisi mulia bukan nafsu semata untuk berkuasa. Kepemimpinan itu amanah yang dapat mencelakakan, kecuali bagi yang jujur dan adil. Beban itu akan menjadi kayu bakar yang membakar di akherat nanti sebagai konsekuensi dari kenikmatan sesaat yang terus dikejar dan dikejar. Ketika Rosulullah SAW Isra dan Mi\'raj maka Beliau diperlihatkan di Neraka ada orang tua yang lemah memikul kayu bakar, ia sudah tidak kuat, tetapi beban kayu yang dipikul terus saja ditambah. Malaikat Jibril menjelaskan bahwa itu adalah orang yang serakah pada jabatan. Bagi Prabowo dan para pendukungnya serta pengharap \"taubat\" atas kesalahan masa lalu, patut untuk mendorong agar Prabowo siap masuk dalam fragmen \"uji nyali\" dan lulus dari ujian tersebut. Satu modal kesiapan mental untuk itu ialah rela untuk bertaruh jabatan, yakni tidak menjadi Presiden !. (*)