OPINI

HUT TNI dan Dosa Menhan Prabowo

Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Trisakti Euforia peringatan HUT TNI ke 79 menggemakan nada suka cita di balik dosa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Terutama terkait, aksi gerak cepat naikkan anggaran pertahanan yang diduga disalahgunakan untuk modal suksesi kemenangannya pada ajang pilpres 2024 lalu.  Menjelang masa pencoblosan, data Kementerian Keuangan mengungkapkan terjadi kenaikan anggaran secara tertutup, mendadak, dan tak wajar di Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo menjelang pelaksanaan pilpres 2024.  Peningkatannya fantastis. Mencapai US$ 4 miliar (Rp 61,85 triliun) yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Kenaikan anggaran disepakati Presiden Jokowi dalam rapat tertutup bersama Menhan Prabowo di Istana Bogor 28 November 2023 lalu.  Secara prosedural, kenaikan anggaran ini tidak bermasalah karena dilakukan melalui upaya refocusing dan realokasi anggaran dari pagu belanja kementrian lembaga lainnya.  Namun yang jadi persoalan, untuk tujuan apa kenaikan anggaran dilakukan?  Kemenhan menjawab, kenaikan anggaran sudah sesuai kebutuhan untuk melanjutkan belanja prioritas dan strategis dalam rangka mendukung terwujudnya pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) dibarengi Confident Building Measures (CBM).  Jawaban basi. Hampir 4 tahun memimpin, alasan ini selalu diulang-ulang Prabowo sebagai kalimat pembenar kenaikan anggaran dan penarikan utang. Tapi hasil belanja dan kinerjanya, sangat mengecewakan.  Kementrian Keuangan mencatat, Pada tahun 2018–2021, realisasi anggaran fungsi pertahanan secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6%, dari Rp106,83 triliun menjadi Rp125,79 triliun.  Anggaran kembali dinaikkan menjadi Rp 133,3 triliun di 2022. Lagi-lagi meningkat menjadi Rp134,3 triliun pada 2023 kemarin.  Masalahnya, kenaikan anggaran belanja Kementerian Pertahanan, mayoritasnya, dipenuhi dari pinjaman luar negeri. Eksesnya, utang luar negeri Kemenhan pada periode tersebut meningkat tajam.  Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, utang Kementerian Pertahanan naik dari US$ 1,75 miliar di 2018 menjadi US$ 4,35 miliar pada 2019. Meningkat lagi jadi US$ 4,41 miliar pada 2020. Dua tahun berikutnya meningkat jadi US$ 5,96 miliar di 2022. Kembali meningkat tajam menjadi US$ 7,13 miliar per kuartal III/2023.  Namun apa yang dihasilkan Kementerian Pertahanan dari kenaikan anggaran tiap tahun diikuti utang yang menggunung?  Indikator kinerja pertahanan, rontok semua. Sejumlah data pertahanan dan sistem keamanan jungkir balik. Mulai dari global peace index (GPI) yang jatuh dari peringkat 41 pada 2014 ke peringkat 53 dari 163 negara dunia (Institute for Economics and Peace, 2023l).  Selain itu, global militarisation index (GMI) juga turun peringkat 95 di tahun 2019 ke peringkat 124 di 2023 (Bonn International Centre for Conflict Studies, 2023).  Termasuk minimum essential force yang hanya mencapai 65,49% di 2023, sulit capai target 100% (Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara, 2023).  Sejak 2019 memimpin, dengan kenaikan anggaran tajam tiap tahunnya, Prabowo gagal menaikan GPI, GMI dan MEF. Terhitung empat tahun memimpin, masih gagal.  Lalu bagaimana mungkin mampu membalikkan keadaan dalam sisa masa pemerintahan 7 bulan ke depan?  Tarik satu saja, persoalan meningkatkan MEF, mustahil bagi Prabowo untuk bisa mencapai target 100% sebagaimana yang dicita-citakan dengan adanya kenaikan anggaran fantastis di 2024 ini. Kegagalan itu terbukti. Diberi waktu empat tahun saja tidak mampu. Apalagi hanya 7 bulan ke depan.  Sulit untuk mengukur dan mencapai efektifitas kenaikan anggaran pertahanan yang dilakukan di penghujung masa pemerintahan yang akan segera berakhir. Apalagi saat ini Prabowo maju sebagai kandidat presiden sehingga tentunya akan sibuk mengurus urusan politik ketimbang urusan di Kementerian Pertahanan.  Maka tidak salah, jika publik mempertanyakan, apakah kenaikan yang mendadak ini betul-betul untuk kepentingan membangun pertahanan atau justru ada udang di balik batu?  Apalagi atas nama pertahanan anggarannya berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral 2024, sengaja dinaikkan untuk disalahgunakan mendukung-mendanai kemenangan Prabowo di pilpres 2024?  Wajar kami menduga seperti itu momentumnya sangat pas, jelang Pemilu 2024. Terlebih lagi, kenaikan anggaran ini terjadi pada kementerian yang menterinya adalah Prabowo yang waktu itu menjadi calon presiden yang berpasangan dengan anak dari presiden itu sendiri.  Belum lagi, di Kementerian Pertahanan sendiri terdapat sejumlah persoalan terkait pengelolaan anggaran negara, seperti program Food Estate yang gagal, bahkan justru merusak hutan. Belum lagi, terdapat dugaan korupsi besar di Kemhan pada proyek Komponen Cadangan dan Alutsista yang melibatkan perusahan kroni bentukan Prabowo PT TMI.  Apalagi sejauh ini, pertahanan merupakan sektor tertutup, jauh dari transparansi dan akuntabilitas khususnya terkait dengan penggunaan anggaran. Aparat penegak hukum lain, terutama KPK, tidak bisa masuk untuk mengusut dugaan penyimpangan atau korupsi di dalam sektor ini. Sehingga setiap dugaan penyimpangan anggaran khususnya terkait belanja alutsista sulit dibongkar karena alasan dan dalih rahasia negara. (*)

Diaspora Indonesia Dunia Mengecam Premanisme

Oleh Jon A.Masli, MBA | Diaspora USA, Aktivis FTA & Corporate Advisor Selama hampir  seminggu berbagai podcast, media elektronik dan medsos di Indonesia menyiarkan peristiwa biadab yang ditunjukan oleh para preman yang berinisial J dan FEK beserta belasan oknum preman yang membubarkan dengan  memporak porandakan acara silahturahmi Forum Tanah Air bersama para tokoh dan aktivis nasional di Hotel GrandKemang. Hal ini serempak telah memantik amarah para diaspora Indonesia yang berada di Amerika Serikat, Australia, Eropa, Timur Tengah bahkan Amerika Latin, yang lagi menonton live acara tersebut melalui youtube. Mereka mengutuk keras peristiwa berutal itu dan merasa malu betapa negeri kita yang katanya negara demokrasi ketiga terbesar didunia, tapi masih menunjukan adanya perilaku  premanisme seperti dinegara negara Amerika Latin yang pemerintahannya dikendalikan oleh bos2 kartel, preman2 narkoba. Para diaspora menyaksikan acara Forum Tanah Air, sebuah komunitas/forum diskusi yang beranggotakan ratusan bahkan ribuan diaspora diseluruh dunia. Mereka marah menyaksikan bagaimana para preman itu beraksi seakan negeri ini punya mereka, kekuasaan dan hukum berada ditangan mereka yang terang2an memperlihatkan arogansi mereka dengan gamblang. Lebih miris lagi ketika Mr.J berpelukan dengan para polisi seusai peristiwa itu. Hal ini menimbulkan berbagai polemik para netizen ada apa hubungannya para preman dan polisi? Padahal de facto, pada demo2 mahasiswa selama ini, mereka kerap dipukuli dan di bawa ke kantor polisi; bahkan ada yang disiksa, seperti adinda mahasiswa Iqbal, putra biologis salah seorang Menteri Kabinet Orba. Betul akhirnya Mr.J dan FEK jadi tersangka dari beberapa preman yang ditetapkan sebagai tersangka. Tapi masyarakat masih menduga apakah ini drakor yang kesekian ribu kalinya dengan ujung2 nya sirna tidak berbekas. Seperti cerita para koruptor yang jadi tersangka dipertontonkan oleh KPK atau polisi dilayar kaca, lalu hilang cerita buntutnya. Memang polisi terus mendalami kasus ini dan sudah memeriksa 30 polisi untuk diminta keterangannya, bahkan tersangkanya pun sudah bertambah menjadi 3 orang. Namun masyarakat berharap agar polisi benar benar segera menuntaskan kasus ini, dan membuka tabir siapa aktor intelektual dibelakang insiden tersebut. Kini Said Didu, Din Syamsudin, Jend (purn) Sunarko dan beberapa tokoh pejuang  perubahan nasional, konon akan dipanggil polisi untuk dimintai keterangan mengenai acara FTA tersebut. Persepsi negatif dan stigma peran kontroversial polisi yang terkesan memihak kekuasaan kini menguat dibenak para ribuan diaspora yang berharap Polisi akan berperan obyektif dipenghujung era kekuasaan Jokowi. Diaspora juga berharap besar kepada Forum Tanah Air terus berjuang menjalan misinya memberikan kontribusi positif kepada tumpah darah kita. Harapan besar mayoritas para diaspora terhadap pemerintahan baru Prabowo Subianto agar kehidupan demokrasi benar benar bisa di hidupkan dalam negara kita yang sudah memilih menjadi negara demokrasi. Jangan sampai potret Indonesia di mata dunia rusak hanya karena ulah segelintir preman yang dibayar, yang hasilnya akan berbuntut panjang tidak saja pada imvestasi tapi juga pariwisata yang terus kita dengungkan ke dunia luar. (*)

Seandainya Fufufafa Menjadi Wakil Presiden

Oleh Laksma TNI Pur Ir Fitri Hadi S, MAP | Analis Kebijakan Publik SUKA atau tidak suka, namun saatnya menatap kedepan, Prabowo dan Gibran telah resmi dinyatakan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih setelah memenangkan Pemilu 2024. Pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 menjadi momen yang sangat dinantikan yang hanya tinggal menunggu hari. Presiden terpilih, Prabowo Subianto akan menggantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober 2024. Sementara itu, Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka akan menggantikan KH. Ma\'ruf Amin. Namun apa mau dikata, menjelang saat pelantikan tersebut, bangsa Indonesia dihebohkan oleh munculnya akun Fufufafa.  Nama Fufufafa terus menjadi perbincangan publik di media sosial hingga trending di X (dulu Twitter) dan turut menyeret nama anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka karena diduga pemilik akun fufufafa tersebut. Hebohnya akun fufufafa yang diduga milik Gibran sang calon Wakil Presiden tersebut karena menyerang bahkan secara pribadi calon Presiden Prabowo Subiato pada hal yang paling pribadi dan hina. Tidak akan menjadi masalah bila akun fufufafa tersebut tidak ada kaitannya dengan Gibran sang calon wakil presiden, namun bila ternyata benar bahwa wakil presiden dari presiden Prabowo Subiato adalah pemilik akun fufufafa, orang yang menghina diri Presiden Prabowo  pada ucapan yang paling kasar dan kotor, maka sulit untuk disangkal hal ini akan menjadi duri dalam daging ditubuh bapak Prabowo Subianto. Bayangkan bapak Prabowo seorang yang telah matang asam garam kehidupan begitu direndahkan oleh seorang anak  yang naik kepanggung calon wakil presiden dengan predikat anak haram konstitusi. Inilah salah satu beban yang harus dipikul oleh Presiden kita bapak Prabowo bila benar akun fufufafa pemiliknya adalah Gibran wakilnya sendiri. Presiden Prabowo sebagai orang yang berpengalaman, tentu dapat mengesampingkan perilaku buruk si fufufafa ini. Pintu maaf dari presiden Prabowo mungkin terbuka lebar bagi si Fufufafa, apapun yang dibuat oleh Fufufafa presiden Prabowo dapat mengabaikannya, Prabowo dapat menganggapnya bukan saja sekedar ban serep, tapi dapat pula menganggapnya tidak ada. Meskipun demikian ini menjadi hal yang berat bagi Presiden dalam mengemban amanah rakyatnya, presiden akan bekerja sendirian. Presiden Prabowo tentu dapat saja membiarkan Fufufafa terkubur oleh tingkah lakunya sendiri. Namun akan berbeda dengan si Fufufafa, loyalitasnya pada Presiden tentu menjadi amat diragukan, bahkan bukan hal yang mustahil Fufufafa sedang menyiapkan pukulan pamungkasnya bagi penghalang ambisi kekuasaan ayahandanya. Hal inilah yang harus benar benar diperhatikan oleh para loyalis presiden Prabowo Subianto. Bahwa musuh dapat menyerang dari mana saja. Disisi lain fakta bahwa keberadaan Fufufafa tidak bisa diabaikan. Presiden selaku pimpinan membawahi wakil presiden sehingga dapat mengabaikan keberadaan Fufufafa, namun apakah para menteri dan jajaran dibawahnya dapat mengesampingkan keberadaan Fufufafa? Ini akan menjadi masalah yang harus diperhatikan sejak dini. Itulah seadainya fufufafa benar benar menjadi wakil presiden, loyalitasnya terhadap presiden diragukan, bahkan dapat menjadi musuh dalam selimut. Disisi lain keberadaan Fufufafa bila menjadi wakil presiden akan dapat mempengaruhi atau mengganggu kebijakan para menteri menterinya serta jajaran dibawah hierarki wakil presiden. Persoalan Fufufafa bila menjadi wakil presiden akan menjadi lebih berat mengingat ambisi Jokowi selama ini dan tidak berhenti. Hanya dalam waktu kurang dari 10 Tahun Jokowi benar benar berupaya mengentaskan anak anak dan menantunya serta keluarga besarnya untuk memperoleh jabatan yang tinggi dinegeri ini. Bahkan apabila perlu aturan main atau undang undang dirubah demi meloloskan kepentingan keluarganya. Mengingat kerja keras Jokowi, kerja kerja dengan semua cara dalam wujud cawe cawe Jokowi, maka bukan hal yang mustahil akan muncul matahari lain disisi Presiden Prabowo Subianto. Indonesia berpotensi memiliki matahari kembar atau sebagai manusia Gibran tentu masih punya hati, apalagi bapaknya bukan lagi Raja Jawa, tentu ada rasa takut atas segala perbuatannya selama ini termasuk pada Presiden Prabowo Subianto yang telah dihujatnya. Semoga analisi ini tidak terjadi dan Fufufafa bukan wakil presiden Republik Indonesia. (*)

Preman Pengeroyok Diskusi FTA Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara

Oleh Juju Purwantoro | Aktivis UI Watch POLISI adalah profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.Seperti yang tercantum dalam asal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa \"Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum\". Sementara itu tugas pokok Kepolisian RI tercantum dalam \"UU No. 2 Tahun 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Pasal 13 ;Tugas Pokok Kepolisian Negara  adalah: a. \"memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat\".  Sedangkan konstitusi Pasal 28 UUD 1945 juga menegaskan bahwa  \"kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul\" ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, \"UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia\" memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Norma hukum tersebut adalah bertolak belakang, bila kita kaitkan dengan Peristiwa memalukan dan memilukan yang terjadi pada tanggal 28 September 2028 di Ball Room Grand Kemang Hotel, Jakarta Selatan. Sekelompok preman (bayaran) yang  seluruhnya bermasker, tiba-tiba menyerbu ruangan tempat yang akan digunakan untuk berdiskusi. Gerombolan tersebut langsung mencabuti dan merusak atribut atau fasilitas diskusi yang sedianya diselenggarakan oleh Diaspora Forum Tanah Air (FTA) yang bermarkas di New York USA. Kejadian itu juga didahului dengan insiden keributan kecil di depan hotel, antara pihak gerombolan dengan Satpam Hotel. Sebagian tamu dan para tokoh nasional yang hadir tampak kaget dengan serbuan brutal dan tiba-tiba tersebut. Mereka tampak merusak dan membawa serta fasilitas terkait, di ruang diskusi. Walaupun acara diskusi belum dimulai, tapi gerombolan tersebut sambil berteriak-teriak memerintahkan acara diskusi dibubarkan.  Tampak aneh, aparat kepolisian disekitar kejadian sepertinya membiarkan seolah tidak terjadi apa-apa. Pimpinan gerombolan juga sempat mengatakan kepada aparat kepolisian bahwa tindakannya adalah atas \'perintah atasan\'.Tentu kita bisa pahami siapakah yang dimaksud dengan perintah atasan tersebut. Lucunya lagi setelah kejadian penyerbuan, pimpinan gerombolan tampak akrab berangkulan dengan petugas Kepolisian. Pihak kepolisian tampak melakukan pembiaran, seharusnya bisa mencegah sebagai upaya tindakan preventif. Sejak awal memang menjadi tugas kepolisian, untuk melarang gerombolan tersebut yang jelas terindikasi berbuat tidakan kriminal. Dihadapan kepolisian pula mereka mulai merangsek secara brutal ke ruang Forum diskusi tersebut.  Padahal Forum diskusi tersebut dihadiri oleh antara lain ; Tata Kesantra (Ketua FTA), Prof Dien Syamsuddin, Jendral Purn. Fahru Rozi, Mayjen.Purn Soenarko, Said Didu, Refly Harun,  Marwan Batubara, Abraham Samad, Rizal Fadillah, dll. Acara diskusi yang di relay ke berbagai negara di lima benua itu, merupakan pelanggaran demokrasi, hukum dan HAM yang sungguh sangat mencoreng (memalukan) wibawa dan kedaulatan negara.  Adalah sangat kontroversial jika seorang Kapolsek Mampang Prapatan (Kompol Edy Purwanto mengatakan), tidak mengetahui adanya rencana kegiatan diskusi tersebut. Padahal setiap ada acara/kegiatan yang melibatkan publik (massa) maka pihak manajemen hotel harus menginformasikan ke pihak kepolisian setempat.  Persekusi (violence of law) oleh para gerombolan (preman ) perusuh yang berjumlah sekitar 30 orang tersebut harus dijerat dan ditindak dengan hukuman maksimal. Hal itu sesuai Pasal 170, 351 dan 406 KUHP tentang pengeroyokan, penganiayaan dan perusakan dengan ancaman penjara 7 tahun 6 bulan.  Sedangkan terhadap semua anggota kepolisian yang bertugas dan terindikasi (terlibat) kasus tersebut, haruslah dikenakan tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI sesusai PP No.2 tahun 2003. Proses hukum (due process of law)  dan penindakan hukum (law enforcement) haruslah dijalankan dan berlakukan kepada setiap orang yang terlibat tanpa pandang bulu.Presiden Jokowi diujung masa jabatannya, serta Kapolri Listyo Sigit, Kapolda Metro Jaya, harus ikut bertanggung jawab atas kejadian terhadap FTA ini, kita tidak sedang dalam negara kekuasaan (machtstaat).  Walaupun sebagian besar pelaku pidana sudah tertangkap, terpenting kepolisian haruslah menyidik dan mengungkap sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1, siapa dalang (otak) yang menyuruh melakukan (doenplegen), yang melakukan (pleger) dan yang turut serta melakukan (medepleger), semua pihak yang telibat wajib diproses hukum. (*)

Muncul Kekuatan Pura-pura Berjuang Kembali ke UUD 1945

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  DALAM mewujudkan tujuan negara dalam pembangunan dewasa ini sangat lemah, tidak terencana secara sistematis dan tidak menunjukkan adanya konsistensi secara kesinambungan bahkan terkesan benturan satu dengan lainnya. Sangat dirasakan negara merindukan hadirnya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan kita. Kehadirannya hanya bisa terwujud apabila negara kembali ke UUD 45 sebagai dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara. Munculnya wacana melakukan kembali amandemen terbatas akan sia sia dan kalau itu dilaksanakan justru akan menambah ketidak konsisten dengan kaidah sistem tertib hukum Indonesia. Karena akan muncul persoalan bagaimana konsekuensi yuridis atas dasar hukum GBHN. UUD 2002 semakin memperkuat fakta bahwa inkonsisten dan inkoherensi dengan UUD 45 dan Pancasila sebagai sebagai sumber segala sumber hukum telah membawa bencana di Indonesia. Hukum sebagai suatu sistem mengandung arti bahwa hukum yang berlaku di Indonesia merupakan sistem nilai terdiri atas bagian -bagian yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan merupakan keseluruhan/kesatuan. Hukum bukan merupakan suatu institusi teknis yang kosong dengan moral atau steril terhadap moral. Sebaliknya hukum harus berbasis pada nilai yang berkembang dan dijunjung tinggi dalam masyarakat. UUD 2002 tidak lagi meletakkan musyawarah mufakat sebagaimana terkandung dalam budaya filosofi Pancasila. UUD 2002 sudah tidak ada hubungannya dengan Revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945. Bahkan merupakan tindakan pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945.  UUD 2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 45 pada Alinea IV, namun dalam penjabaran pasal pasalnya di UUD 2002 yang 97 % sudah dirubah berisi paham liberalisme - individualisme. Nilai nilai filosofis Pancasila serta asas - asas \"Staatsfundamentalnorm\" telah dimarjinalkan dengan filosofis liberalisme, individualisme, dan pragmatisme. Dampaknya sumber sumber strategis kesejahteraan rakyat di kuasai kapitalis asing. Dalam pelaksanaan demokrasi Pemilu / Pilpres bukan hanya bangsa ini terbelah, juga di kuasai oleh oligarki dan asing. Sampai disini akan memberikan gambaran khususnya saat negara berdasar UUD 2002  Presiden Joko Widodo bersama kekuatan Taipan Oligarki dan kekuatan asing bebas melakukan apapun di Indonesia. Joko Widodo harus menanggung akibatnya sebagai korban UUD 2002 dan siapapun presidennya selama masih berlaku UUD 2002 akan menjadi korban berikutnya.  Anehnya akhir akhir banyak kekuatan yang seolah olah sedang berjuang kembali kembali ke UUD 45 asli tetapi perilaku terbaca dengan jelas dan terang sedang mempertahankan paham liberalisme, individualisme dan prakmatisme.(*)

Bravo Iran, Bravo Sinwar

Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Universitas Trisakti SELAMA 75 Tahun arogansi Israel di Timur Tengah, terutama di Palestina, inilah kali pertama Israel berbalik menerima pukulan telak yang memalukan. israel menghadapi situasi yang sangat mengkhawatirkan sepanjang sejarah. Dihantam sekitar 500 rudal hipersonik Iran.  Semua orang, terutama masyarakat Gaza dan Lebanon, menyambut gembira. Termasuk masyarakat dunia lainnya yang selama ini mengutuk arogansi Israel. Pastinya, detik-detik serangan masif rudal Iran ke Israel, sudah sangat lama dinantikan.  Iran benar-benar mewujudkan janjinya. Mengejutkan dunia, terutama Israel, Amerika dan sekutu lainnya. Lewat operasi \"Janji Setia 2\", ratusan rudal disasarkan secara terorientasi ke target-target utama.  Iran melesatkan rudalnya ke titik-titik pangkalan militer Israel di sekitar Tel Aviv: Nevatim, Netzarin Tel Nof. Meskipun wilayah ini dilindungi sistem pertahanan (Iron Dom) paling canggih di Israel, tapi suksesi serangan mencapai 90% merusak target.  Selain Tel Aviv, rudal Iran juga terlibat jatuh di beberapa kota lainnya dan berhasil merusak fasilitas vital termasuk gedung pencakar langit. Suasana horor begitu mencekam, raungan sirine dan teriakan histeris warga sahut-menyahut. Iron Dom yg dibangga-banggakan, tak berdaya mencegah serangan rudal Iran.  Paling fenomenal dari serangan Iran, sampai detik ini, meskipun berhasil mengahncurkan fasilitas militer dan vital lainnya, tapi tidak satupun jatuh korban dari kalangan sipil Israel.  Netanyahu tampil dalam konfrensi pers dengan kondisi tangan dan suara yang terlihat gemetar tanpa henti. Antara menahan rasa takut, rasa marah dan rasa malu. Menyatakan siap melangsungkan serangan balasan yang lebih dahsyat.  Begitupun Amerika dan Prancis yang langsung mengutuk dan mendorong Dewan Kemanan PBB menggelar rapat darurat pukul 10 WIB pagi tadi.  Presiden Biden menyatakan dukungan penuh ke Israel. Tengah didiskusikan bersama Netanyahu terkait rancangan serangan balasan Israel ke Iran. Amerika memastikan konsekuensi berat akan segera diterima Iran. Juru bicara Gedung Putih, Jack Sullivan juga menegaskan, pihaknya, bersama Israel dalam waktu dekat akan memastikan terjadinya serangan balasan.  Iran meresponnya dengan kalimat elegan. Untuk saat ini, untuk sementara, serangan rudal balistik kami selesai. Namun jika Israel, Amerika dan sekutu melakukan serangan balik, maka kami akan merespon serangan berikutnya dengan kehancuran yang lebih besar terhadap infrastruktur Israel.  Iran juga mengancam akan menargetkan aset-aset regional sekutu Israel yang selama ini terlibat bersama Israel.  Serangan Iran membuka alternatif baru dalam wajah konflik di kawasan. Menjadi pemicu meningkatnya ketagangan regional dengan potensi akselerasi eskalasi menuju perang terbuka yg lebih masif dan meluas. Hal ini bergantung pada langkah balasan yang nnti dilakukan Israel dan Amerika.  Semakin tinggi intensitas balasan Israel dan sekutu, semakin besar respon Iran, semakin dahsyat eskalasi konflik. Artinya, potensi kecamuk perang makin tidak terkendali dan akan menyeret banyak pihak.  Pernyataan Iran, selain membalas kematian petinggi Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, pemimpin sayap milisi luar negeri Iran yang paling tua (dibentuk 1982) yang tewas dalam akibat rudal Israel di Lebanon, serangan terbaru ini juga untuk membalasa provokasi, serangan dan genosida Israel di Palestina, terutama di Gaza yang berlangsung hampir setahun.  Di sinilah titik menariknya. Sejauh ini, Iran hanya mampu merealisasikan dukungannya secara tertutup kepada kelompok pejuang Hamas di Gaza.  Bahkan hingga kasus kematian Ismail Haniyeh, Iran hanya mampu berjanji akan balik menyerang Israel. Masyarakat dunia, terutama oposisi di Iran dan warga Gaza, berharap Iran lewat IRGC akan balik menyerang israel dalam waktu dekat.  Tapi kenyataannya, Iran hanya mampu bermain lewat sayap milisi IRGC di Lebanon, Irak dan Houthi di Yaman. Dimana konsentrasi serangannya berpusat di Lebanon.  Belakangan, Pemimpin Hamas terbaru, Yahya Sinwar, sukses merajut komunikasi lebih intens, strategis dengan Hassan Nasrallah sehingga mempengaruhi pola serangan Hizbullah menjadi lebih agresif dan masif terhadap Israel.  Pola lebih agresif yang dipraktikan Hizbullah dari perbatasan Lebanon, sukses menyulut Netanyahu melakukan serangan yang lebih masif ke Lebanon. Eskalasi serangan yajg meningkat, dilakukan secara random tanpa ada target yang terorientasi.  Bukan hanya menyasar milisi Hizbullah, kebanyakan justru berdampak terhadap kerusakan fasilitas publik, perumahan dan ribuan korban jiwa dari kalangan sipil Lebanon. Didalamnya termasuk ekses terbunuhnya pemimlin Hizbullah, Hassan Nasrallah dan komandan Garda Revolusi Iran, Abbas Nilforoshan.  Hanya berselang sepekan, pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei memerintahkan langsung serangan terbuka dari Iran ke Israel.  Ali Khamenei mengatakan: \"Dengan pertolongan Allah, pukulan front pemberontakan akan semakin kuat dan menyakitkan bagi tubuh rezim Zionis yang sudah usang dan membusuk. Serangan garis depan perlawanan terhadap tubuh rezim Zionis yang sudah usang dan membusuk akan lebih dahsyat lagi\".  Pola komunikasi Yahya Sinwar dengan para pendukungn regionalnya, terutama dengan Hizbullah dan Pimpinan Iran sangat efektif, mampu mendorong Kesediaan Iran melancarkan serangan langsung ke Israel.  Eksesnya, telah membuka babak baru yg sedikit memberi kelegaan bagi warga palestina dan Hamas hadapi intensitas gempuran Israel di Gaza.  Saat ini Israel dibuat sibuk, harus berfikir keras, membentuk pertahanan anti rudal yang lebih canggih untuk cegah serangan lanjutan rudal Iran, meningkatkan kemampuan alustistanya, belanja perangnya, termasuk mengorinetasikan perang secara masif di dua front selain Gaza, yakni Lebanon dan Iran sebagai sumber ancaman terbesarnya.  Sinwar berusaha keras memanfaatkan papun yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi intensitas serangan Israel ke Gaza. Termasuk memanfaatkan Iran dan seluruh froxy milisinya yang juga sangat berguna untuk mengisi kelemahan strategis-alustista Hamas dalam melawan Arogansi Israel.  Sinwar sadar, smanatomi kepemimoinan tertinggi dan militer Iran juga banyak pengkianat, kaki tangan-informan Israel. Tapi secara mayor, Sinwar juga mengerti, pola relasi Iran dan Israel saat ini berada dalam fase ke-4, permusuhan terbuka, setelah periode Ambivalen, persahabatan dan memburuk yang berakhir pada revolusi Iran 1979.  Sinwar sadar, negara Arab di sekitar Palestina, hampir semuanya, termasuk Yordania dan Mesir udah masuk perangkap Jongos, dengan model mutakhir basis Abraham Accords buatan Amerika. Mendorong seluruh negara arab normalisasi hubungan dengan Israel. Ini alasan kenapa negara-negara Arab, mayoritasnya tetap diam, hanya sebatas ngoceh doang.  Di sisi lain, iran juga mendapatkan manfaat yang berbeda dengan mendukung Hamas dan warga Palestina. Dengan membela Palestina, Iran bisa mempolitisasi dukungan dan kemarahan umat Islam dunia dalam rangka menggoyang konstrasi dan tindak lanjut Abraham Accords menyeret negara-negara Arab ber-makmum pada Israel menjadikan Iran sebagai common ennemy.    Eksistensi Iran sebagai sandaran kekuatan militer utama di Gaza, tidak berdiri sendiri. Di belakang Iran berdiri Rusia, Cina dan beberapa koalisi lainnya. Iran sejalan kepentingan dan mewakili kepentingan oposisi Amerika dan Barat di kawasan regional.  Artinya yang terjadi sekarang adalah perang froxy beserta milisi turunan. Perang kepentingan pengaruh dan dominasi adidaya dunia.  Dalam konteks ini, Hamas di bawah pimpinan Sinwar, pasti memilih memanfaatkan kekuatan Iran yang mewakili kelompok oposisi Amerika, Barat, Israel. Memanfaatkan kelompok oposisi, membuat Hamas punya banyak kesempatan untuk menahan laju genosida dan ambisi Israel yg memang sudah sangat ngotot kuasai tanah Palestina lebih cepat.  Pastinya, melihat Israel dihajar tak berdaya seperti ini adalah impian, harapan, cita-cita mayoritas manusia di dunia, terutama warga Palestina. Dan yang melakukannya adalah negara Syiah terbesar dunia Iran, bukan negara Sunni yang se-aqidah dengan warga Palestina.  Sungguh hina negara-negara muslim Arab Sunni di sekitar Palestina, mampunya hanya menjadi jongos, sekutu Israel, Amerika dan Barat.  Apapun motif serangannya, Iran patut diapresiasi. Banyak emosi dan kemarahan umat Islam dunia terbalaskan lewat aksi serangan Iran ke Israel. Semoga, serangan balasan berikutnya lebih dahsyat lagi..(*)

Karikatur Babi Panggang

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Di salah satu Group WA ada karikatur lucu dan menusuk yang mungkin berhubungan dengan peristiwa penyerangan acara silaturahmi dan diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang 28 September 2024 lalu.  Ada tiga blok gambar karikatur tersebut, yang pertama berjudul \"DatangTak Diundang..\". Ada beberapa ekor babi hutan liar dan beringas menyeruduk dan mengobrak-abrik fasilitas sekitarnya, sementara di depannya ada orang-orang duduk mengelilingi meja yang terkaget-kaget memperhatikan serudukan babi-babi tersebut. Tertulis pada layar di pinggir meja \"Diskusi Tanah Air\". Blok kedua berjudul \"Salam Salaman..\". Tergambar babi-babi beringas tadi kini santai bersalaman dan berpelukan dengan figur-figur yang mirip dengan aparat Kepolisian. Blok ketiga berjudul \"Dipanggang..\" disini aparat Kepolisian berjajar bersiap duduk untuk Konperensi Pers sementara dibelakangnya bergantungan tontonan lima babi yang dipanggang. Di bawah jajaran aparat Kepolisian tertulis \"jadi pahlawan\". Karikatur di atas mendekati gambaran peristiwa penyerbuan dan perusakan atribut Diskusi Kebangsaan FTA di Grand Hotel Kemang pada hari sabtu lalu. Peristiwa yang berspektrum mulai sikap anti demokrasi, pelanggaran hukum, keterlibatan aparat hingga dalang di balik penyerbuan. Gerombolan itu membuat perangkap lalu terjebak dalam perangkapnya sendiri. Terkuak lagi melalui video baru yang tersebar, ternyata sebelum aksi dilakukan, ada pembicaraan di suatu ruangan hotel antara anggota tim penyerbu dengan pihak Kepolisian yang diduga Polsek Mampang. Tampak ketidaksabaran para gerombolan untuk segera bertindak atau bergerak. Pihak Kepolisian menenangkan khawatir mengganggu kenyamanan tamu-tamu hotel.  Dengan fakta ini maka semakin terbukti bahwa semua gerak gerombolan diketahui oleh pihak Kepolisian.  Diduga pihak Polsek bukan instansi \"dalang\" penggerakan aksi, ada intansi yang lebih tinggi yang \"menguasai\" gerombolan tersebut. Tidak ada alasan kuat bahwa gerombolan itu bertindak sendiri. Ada kerjasama dan fasilitasi. Tekanan publik yang kuat atas \"blunder\" aksi ini  memaksa plan B dijalankan. Babi-babi itu harus dipanggang dan dipertontonkan.  Pekerjaan dengan mengorder etnis tertetu telah memancing ketersinggungan elemen betawi dan organisasi keagamaan.  Konsolidasi dukungan dan perlawanan atas perlakuan biadab kepada tokoh-tokoh kritis merupakan keniscayaan. Tokoh yang hadir bukan orang sembarangan. Benar ucapan Said Didu \"mereka salah pilih lawan\". Mungkin jika karikatur berlanjut akan muncul blok kermpat, aparat Kepolisian sedang dibriefing atau diarahkan oleh \"invicible hands\" hitam untuk mengatasi dampak hebat akibat  perbuatan bodoh penyerbuan kegiatan diskusi di sebuah hotel. Demonstrasi di depan hotel saja sudah salah kaprah, apalagi menyerbu ke dalam lalu mengobrak-abrik fasilitas hotel. Tindakan itu dibilang nekad dan gambaran dari kepanikan tingkat dewa.  Tidak ada pilihan lain selain menuntaskan secara obyektif faktor penyebab perbuatan nekad atas sebuah organisasi berjaringan internasional tersebut. Membongkar aktor di belakang atau dalang yang ternyata berujung pada babi-babi panggang yang dipertontonkan. Sampai tahap sekarang publik belum percaya aparat melakukan langkah yang obyektif dan serius.  Kasus Sambo dan Km 50 dengan disain tipu-tipu publik jangan diulangi dan dibudidayakan. Negara Pancasila itu berasas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bukan Kebinatangan Yang Kerdil dan Biadab. (*)

Membaca Pikiran Sukarno tentang Komunisme

Oleh Joko Sumpeno, Pemerhati Sejarah dan Hukum   Presiden Sukarno dalam bukunya berjudul  \"Di bawah Bendera Revolusi\" berkata sebagai berikut: \"... maka, walaupun sosialisme atau komunisme itu diperangi sehaibat-haibatnja atau ditindas sekeras-kerasnja, walaupun pengikut-pengikutnja dibui, dibuang, digantung, didrel atau dibagaimanakan djuga: walaupun oleh penindasan jang keras dan pemerangan jang haibat ia kadang-kadang seolah-olah bisa binasa dan tersapu sama sekali, maka tiada henti-hentinjalah ia muntjul lagi dan muntjul lagi dinegeri jang kapitalistis, tiada henti-hentinjalah ia membikin gemparnja kaum jang dimusuhinja, menjatakan diri didalam riwajat dunia, sebagai ditahun 1848, ditahun 1871, ditahun 1905 dan ditahun 1917, — tiada henti-hentinja ia memperingatkan djurus riwajat jang menulis tambonja negeri-negeri Perantjis, Djerman, Inggeris, Rusia, Amerika, dan lain-lain negeri kapitalistis didalam abad kesembilanbelas dan abad kedua puluh, bahwa riwajat dunia-kapitalistis, tak dapatlah tertulis djikalau riwajat itu tidak dihubungkan dengan riwajatnja dan pengaruhnja pergerakan sosialisme atau komunisme tahadi. Selama kapitalisme sendiri belum lenjap, selama sumber-asalnja sosialisme atau komunisme sendiri masih mengalir, selama aturan jang memeras tenaga dan kehidupan kaum buruh itu belum berhenti, maka ...\"  Begitulah Bung Karno meyakini paham komunisme adalah sebagai kenyataan pilar perlawanan terhadap penjajahan kolonialis Belanda di tanah Hindia Belanda pada dua dekade abad XX. Namun ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang didahului dengan Sidang-sidang BPUPKI sejak 29  Mei sampai dengan 16 Juli 1945 dilanjutkan oleh PPKI 10-19 Agustus 1945, jelas tak ada peran PKI. Mantan Ketua PKI 1926, Tan Malaka yang telah berubah menjadi pemimpin nasionalis yang sekaligus komunis,  melalui gerilya politik  oleh kaki tangannya seperti Sukarni, Chairul Saleh , Wikana dan beberapa pemuda Menteng 31 Jakarta menolak hasil kerja BPUPKI dan PPKI, disebabkan itu merupakan proses dan hasil dari kaum fasis dan pengikutnya. Maka dari itu, datanglah Muso sejak Agustus 1948 dengan bersatunya kaum komunis Indonesia memberontak dan mendeklarasikan Negara Soviet di Madiun. Pasca kericuhan politik sepanjang 1950-1959, maka Bung Karno melahirkan konsep Nasakom atas obsesinya Persatuan Nasional dengan memberikan ruang bergerak bagi kekuatan kiri, khususnya bagi PKI . Bung Karno selalu mendorong agar PKI  diterima oleh kaum Nasionalis dan Agama ke dalam  Kabinet. Namun partai-partai Islam (Masyumi, NU dan PSII ....Perti diam saja) menolaknya, juga PNI terpaksa enggan menerima PKI. Bagi kekuatan Islam politik, PKI hanya berpura-pura menerima Pancasila.

DN Aidit, Ada Apa dengan Jawa Tengah dan Reinkarnasi PKI ke Depan

Oleh : Joko Sumpeno, Pemerhati Sejarah dan Hukum  Dipa Nusantara Aidit adalah sebuah nama pengesahan di sebuah Kantor Notaris Batavia dari nama Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit bin Abdullah Aidit. Ketika ia berusia 17 tahun.  Achmad Aidit alias DN Aidit lahir pada 30 Juli 1923,  hari Senin Pahing di Tanjungpandan Belitung.  Kelak dikenal sebagai Ketua CC PKI/ Menko - Wakil Ketua MPRS, penerima Bintang Mahaputera  R. Ipada Agustus 1965. Sobron Aidit, adik Aidit menyapanya Bang Mamat. Pada 23 November 1965 dini hari ,Selasa Legi di Boyolali , tokoh PKI yang amat dekat dengan Bung Karno pada kurun 1960-1965 ini, menemui ajalnya  di hadapan eksekusi  regu tentara dari Brigade IV ( Tiga Batalyon F, G dan H ) di bawah Komandan Letkol Yasir Hadibroto di Boyolali Jawa Tengah.  Entah secara kebetulan atau tidak, jelas pada 23 November 2019 , Sabtu Pahing,  sekitar 55 tahun kemudian ini berlangsunglah Pertemuan Bedah Buku: PKI, Dalang dan Pelaku G30S/ PKI  karya sejarahwan Prof. Dr Aminudin Kasdi, di Jakarta. Revolusi yang ia terus  dengungkan di panggung sejarah R.I terutama.pada kurun 1960-1965, nampaknya memakan Aidit sendiri di akhir pelariannya di Jawa Tengah, khususnya di segitiga Jogja- Solo- Semarang, lebih khusus lagi di Solo- Klaten - Boyolali, sekitar hampir dua bulan diburu tentara  ( 2 Oktober  sampai dengan 22 November 1965 ). Ada apa kaitan pelarian dan atau persembunyian Aidit dengan nasib PKI dan pilihannya ke Jawa Tengah ?  Tentu bisa ditelisik dari sepakterjang Aidit dengan PKI dan Jawa Tengah sebagai \"daerah basis\" kaum merah, khususnya lahir dan besarnya PKI di kawasan ini. Aktivis Ketika usia Aidit menginjak dewasa, di Batavia kemudian Jakarta, Aidit dikenal sebagai pemuda aktivis yang dengan sadar memilih jalur kiri. Sempat menjadi murid Mohammad Hatta. Aidit hanya menyelesaikan di Sekolah Dagang di Jakarta. Aktif di Barisan Pelopor, juga di Angkatan Pemuda Indonesia ( API ). Pada masa Revolusi Agustus, Aidit beserta teman-teman kiri - sosialis dan komunis - memilih bergerak di bawah tanah yang kemudian muncul pasca Proklamasi sebagai relawan pemuda pengawal Bung Karno, khususnya ketika berlangsung Rapat Akbar September 1945 di Lapangan Ikada Jakarta, sebagai ungkapan tekad: Merdeka atau Mati. Sejalan dengan kepindahan ibukota R.I sejak awal Januari 1946, maka PKI pun juga memindahkan pusat aktivitasnya ke Jogja dan sekitarnya. Nampaknya, PKI lebih semarak dan bergairah di kawasan ini, khususnya di Surakarta.  Pada Kongres  PKI ke empat di Solo  Juli1946, Aidit mulai masuk jajaran CC  ( Central Committee ) PKI atau Pengurus Pusat, sekaligus Ketua Fraksi Komunis dalam keanggotaanya di KNIP ( Komite Nasional Indonesia Pusat, semacam MPR/ DPR, lengkap dengan Badan Pekerja KNIP = DPR ).  Sebelumnya, Aidit dianggap berjasa kepada PKI ber kaitan cuci-tangannya partai dalam Peristiwa Tiga Daerah  ( Brebes, Tegal dan Pemalang ) yang berlangsung 3 bulan ( Oktober-November dan Desember 1945/) sebagai kesembronaan aktivis PKI antara lain Widarta dan Ali Archam cs menangani Revolusi Sosial yang gagal. Sedangkan Revolusi Sosial di Surakarta dianggap berhasil dengan penghapusan Daerah Istimewa Surakarta, sejak Juli 1946.   Pada aktivitasnya di Solo inilah, DN Aidit menemukan jodohnya dengan menikahi Sutanti binti Mudigdo yang dokter dan anggota KNIP juga. Yang menikahkan adalah ideolog Komunis- Islam bernama Achmad Dasuki,  alumni Sekolah Islam ( Mamba\'ul Ulum Surakarta Acmad Dasuki adalah ideolognya  Islam yang miring ke komunis, pernah dibuang ke Digul bersama KH Misbach, sebelum menjadi aktivis SI merah Surakarta, KH Misbach  adalah orang Muhanmadiyah seangkatan dengan Fahrudin murid KHAchmad Dahlan. Sedangkan Mudigdo adalah  mantan Kepala Polisi di Semarang, asal Tuban, pernah aktif di Partindo / searah juang dengan PKI pula, mengajar di MULO Muhammadiyah Solo, dan terlibat Peristiwa Madiun yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Pada Agustus 1948, terbentuklah fusi kekuatan politik kaum kiri  ( PKI, Partai Buruh - Setiajid, Partai Sosialis Amir Syatifudin, dll ) kedalam front bersama : FDR - Front Demokrasi Rakyat yang diketuai Musso, tokoh senior komunis I ndonesia yang lama bermukim di Moskow;  seangkatan Semaun, Darsono dan Alimin. Di FDR ini, Aidit sebagai Sekretaris Dewan Eksekutif.  FDR tak berumur panjang, menyusul kemudian meletus Peristiwa Madiun 18 September 1948 yang diawali pemogokan buruh  kapas dan goni pada   Mei sampai Juli di Delanggu, kekacauan antar lasykar (/Pesindo/ PKI dan Hizbullah/ Masyumi; antar kesatuan tentara  Divisi Pasopati yang kiri melawan Siliwangi  tentara reguler  yang hijrah ke daerah Republik ( Jogja - Soloa - Kedu sampai Kediri akibat perjanjian Renville Juli 1946.  Kegagalan PKI di FDR membawa tewasnya Musso, Amir Syarifudin (mantan Perdana Menteri/ Menhan di Kabinet yang dilimpinnya ), Setiajid dll. Selepas kegagalan PKI pada 1948, para aktivisnya yang sebagian tewas - bahkan Tan Malaka  dan Menteri Soepeno yang tak terlibat Peristiwa Madiun, menemui ajal di hadapan sekelompok tentara, masing-masing di Tulungagung dan Nganjuk Jawa Timur - kekuatan kiri kocar kacir. Para aktivis tua dan muda yang tak terbunuh melarikan diri/ bersembunyi. Bersembunyi Pada 7 Januari 1951 Aidit muncul dari persembunyiannya antara Matraman  Raya - Kramat Raya-  Gondangdia, namun di koran Sinpo dan sempat dirumorkan, seolah-olah Aidit dan MH  Lukman melarikan diri ke RRT. Itu kreasi Syam, agen ganda sejak dengan  kelompoknya di Patuk Jogja. Rupanya, hoax pun sudah ada  sejak dulu.  Pada saat itulah, Aidit disebut sebagai Sekretaris Jenderal CC PKI dengan beberapa deputy yang mereka sebut Pendowo Limo ( DN Aidit, MH Lukman, Nyoto, Sakirman dan Sudisman ). Sakirman kakak kandung Jenderal S. Parman ( terbunuh pada 30 September 1965 ) pada awal 1950an menjadi Ketua Fraksi PKI di DPR. Pada tahun 1953 berakhirlah karir tokoh tua komunis Alimin dan Tan Ling Jie, digantikan Pendowo Limo di atas. Mulailah PKI agresif kembali, dengan puncak pencapaian pada Pemilu 1955 berhasil menjadi salah satu Empat Besar  kekuatan politik di Indonesi:  PNI 22,1 %, Masyumi 20,9 %, NU 18,4 %/dan PKI 16,3 %. Bagi PKI , hasil pemilu 1955 itu semakin menebalkan kepercayaan diri sebagai kekuatan politik yang harus diperhitungkan. Peristiwa Madiun, aksi-aksi pemogokan 1950-1951, seakan tidak mempengaruhi penampilan PKI sebagai partai yang rusuh dan  pernah memberontak R.I. Bahkan Aidit malah berorasi dalam pembelaaan PKI atas keterlibatan apada Peristiwa Madiun 18 September 1948 sebagai reaksi atas pernyataan Mr Syamsudin dari Masyumi yang membandingkan kekecauan di berbagai daerah dengan petualangan PKI itu. Mr Syamsudin adalah mabatan Walikota Sukabumi, kini namanya diabadikan di RS Samsudin Sukabumi.  Hasil suara untuk PKI, sebagian besar berasal dari penduduk di Pulau Jawa ( 89 % ), sisanya disumbang oleh Sumatera ( 8,6 % ) dan sisanya lagi dari pulau lain. Meskipun PKI memperoleh suara lebih kecil ketimbang Masyumi, NU dan PNI di Jakarta Raya dan Jawa Barat, namjn PKI boleh bangga di Jawa Tengah, PKI nomor dua setelah PNI dengan prosentase 25,8 %. Suara PKI di Jawa Tengah meningkat lagi pada pemilu DPRD Provinsi dan Kab/ Kotapraja bulan September 1957, sehingga PKI Jawa Tengah menggeser PNI. PKI  menjadi partai nomor 1, dengan prosentase suara 34 %, PNI menjadi nomor 2, disusul NU dan terakhir Masyumi. Bahkan di Jawa Timur, meskipun NU tetap nomor satu namun jarak prosentasenya menipis. Semula NU 34,1% dan PKI 23,3 %...pada 1957 itu, jaraknya tinggal 3 %, dengan PNI hanya nomor 3 disusul Masyumi nomor 4. Nampaklah, bahwa Jawa Tengah merupakan daerah basis \" PKI khususnya dan Merah pada umunya. Suara PKI Jawa Tengah menyumbang 38,1 % suara nasionalnya PKI. Ditujuh kabupaten yakni Klaten (/prosentase terbesar  dengan hampir 55 %  sejumlah 204.128 suara bagi PKI  dari semua suara yang masuk sejumlah 387.640 ), Cilacap, Boyolali, Grobogan dan Sukoharjo, PKI menang mutlak dengan suara lebih dari 50 %. Di beberapa kabupaten dan kota lainnya di Jateng, suara PKI juga mengesankan dan sebagai juara 1 yakni di Kabupaten -kabupaten  Semarang, Kota Semarang, Temanggung, Blora, Gunung Kidul, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Dengan demikian, PKI dan Aidit pasti tahu bahwa Jawa Tengah adalah harapan besar di atas kenyataan yang menggembirakannya. Kelak terbukti pada 1965, ketika Jakarta gagal memimpin kudeta, Jawa Tengah terutama di Segitiga Solo- Klaten dan Boyolali, Aidit melarikan diri dan bergerak di kawasan tersebut.  Bahkan setelah terbunuhnya Aidit pada 23 November 1965 dinihari  lalu di Boyolali itu, pengurus CC PKI lainnya ( Rewang Cs ) memilih Blitar Selatan Jawa Timur sebagai kelanjutan gerpolisasi PKI. Blitar adalah peraih suara PKI terbesar di Jawa Timur - seperti halnya Klaten di Jawa Tengah - dengan 179.810 suara dari jumlah p suara semua yang masuk 386.355 suara. Bersiasat Pada 30 September 1965, malam Jum\'at Legi itu,  PKI berharap merebut kemenangan revolusi di balik kewibawaan dan kekuasaan Soekarno yang merapuh. Kendati Aidit cs plus Subandrio cs bersiasat  dengan manipulasi politiknya menuduh keberadaan Dewan Jenderal dan  semata sebagai masalah intern Angkatan Darat, tetapi gagal sudah. Bahkan Aidit harus menyudahi kehidupannya melalalui pengejaran oleh tentara ( RPKAD dan Brigade  IV Kodam Diponegoro ) dan tertangkap  hampir tengah malam di rumah seorang buruh kereta api bernama Kasim,  di Kampung Sambeng, Kelurahan Banjarsari - Kota Solo atas kerja intelijen Sriharto orangnya Jenderal Nasution yang disusupkan lama di Solo kemudian menjadi salah satu ajudan Aidit di Solo. Kemudian pada 23 November/dini hari,Selasa Wage 1965, Aidit tewas diujung letusan senjata api regu penembak dari Brigade  Yasir Hadibroto di Boyolali.   Sementara Soekarno ingin mengambil tindakan penyelamatan PKI sebagai partai yang revolusioner melalui penafian G30S/ PKI dan mengantikannya sebagai Gestok ( Gerakan Satu Oktober berdalih pada teknis perwaktuan, 30 September dinihari dianggapkan sebagai 1 Oktober ) ;  disusul pembentukan Barisan Soekarno dan hampir perang antar Angkatan ( RPKAD dan Angkatan Darat pada umumnya versus AURI dan KKO serta AKRI Jatim ) serta tak tertahankannya aksi pemuda dan mahasiswa KAMI/ KAPPI di Jakarta, Bandung, Solo dan Jogja yang merupakan himpunan gerakan kaum muda Muslim plus angkatan muda Katholik dan Kristen  serta Nasionalis kanan di bawah Osa Maliki dan Usep Rabuwiharjo berhadapan dengan massa PKI plus Nasionalis kiri Ali Sastroamijoyo dan Surahman ( ASU ), namun nasib sejarahnya  kian meluncur ke jurang kehancuran. Berbulan- bulan kemudian, sejak Oktober 1965 sampai dengan 1968  dengan dualisme kekuasaan antara Istana dan Markas Kostrad  ( Soeharto dan AH Nasution ) yang memuncakkan suhu politik dan menjatuhkan kursi kepresidenan Soekarno, maka akibatnya kian jelas bahwa PKI kalah di hadapan tentara dan rakyat yang tak mau dengan PKI.  Muhammadiyah dan NU bersatu melawan PKI yang kian limbung di hadapan sejarah. Bahu membahu dengan teman-teman dari Partai Katholik dan Parkindo , menggumpalah kekuatan melawan PKI di bawah kepemimpinan Angkatan Darat blok Kostrad  : Jenderal Soeharto dan Jenderal A.H Nasution. Aidit dalam usia yang sebenarnya merupakan awal kehidupan manusia yang sesungguhnya ( 42 tahun ) dan berhasil membawa PKI pada kurun 1955-1965 sebagai kekuatan politik yang disegani dan selangkah lagi masuk Istana, ternyata tragis di akhir kehidupannya. Kantor CC PKI di Jalan Kramat Raya nomor 57  dan paling megah dibanding Kantor Masyumi, NU, PNI dan Parkindo  di kawasan Kramat Raya. Bahkan, PKI juga telah menyiapkan lahan ( kini dipakai Kemparpostel R. I dan Indosat ). Mendekati lokasi Istana Negara.  Lubang Hitam Hampir saja juga menenggelamkan R.I ke lubang hitam. Akibat tragedi G30S/ PKI itu hingga kini masih meninggalkan jejak dendam yang setiap waktu bisa memicu keretakan sebagai bangsa dalam menegara. Diantara media sosial yang mengecam PKI dengan Aidit sebagai gembong pemberontakan, kini merembes pula pembelaan yang justru menempatkan PKI sebagai korban perang dingin, dikambinghitamkan oleh Angkatan Darat yang sejak 1950 -an akhir menakutkan Bung Karno sendiri. Berkelit dan berkelindan pula  pembelaan terhadap Bung Karno seakan bersih dari noda sejarah kelam itu. Itu hak para pembelanya, namun didepannya juga harus diakui bahwa  para  korban kekiri-kirian politik Soekarno yang ditopang  progresif revolusionernya PKI sejak 1960-1965 pun punya hak sejarah menuduh PKI dan kekuatan militer tertentu yang pejah-gesang nderek Bung Karno dengan segala manifestasnya terhadap kekuatan Islam.  Hebat...juga PKI dan pendukungnya mengaku Pancasila yang sila pertamanya Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Bukankah mereka anti agama, sebutlah anti Islam dalam doktrin dan getol memusuhi kekuatan pelajar Islam ( PII dan HMI ). Menyerangnlatihan kader PII di Kanigoro Kediri, minta pembubaran HMI. Hal itu kini terulang kebencian terhadap Islam dibalik tuduhan politik identitas, Kadrunisasi dan kebijakan yang ingin mengubur politik dan eksistensi Islam di tanah air. Sinyal itu telah jelas ditunjukkan sebagaimana PKI pada era pasca Pemilu 1955 sampai gagal meledakkan revolusi kaum tani dengan sokongan Mao dan PKC. Kawan, ideologi tak pernah pernah akan mati.  Terjadi revitalisasi, pribumisasi, inkarnasi di atas basis kontradiksi yang menjadi alat utamanya. Bukankah pada Revolusi Agustus yang PKI bersembunyi kemudian bangkit lagi sejak 1946 dan berkuasa melalui kekuatan kiri yang sehaluan. PKI memang tak pernah berkuasa. Selalu ditentang oleh kekuatan politik Islam dan nasionalis kanan meski main mata dengan nasionalis kiri. Kehebatan PKI adalah kekuatan infiltrasi dan parasitologi yang hampir merebut kekuasaan dengan bertopengkan pada konflik internal Angkatan Darat. Memakan korban sejak 1960-1965, tapi mengaku sebagai korban. Padahal itulah konsekuensinya atas revolusi yang mereka kobarkan sendiri.  Mao bersedih Di hari-hari setelah kematian Aidit, Mao yang menjadi tutor bagi PKI Indonesia yang lebih memilih RRC ketimbang Uni Sovyet sebagai pelindungnya, Mao bersedih dan berharap juga, suatu saat PKI hidup dan semerbak lagi kelak di kemudian hari, sebagaimana diungkapkan Mao dalam pusinya yang dipersembahkan kepada Aidit di bawah ini. BELASUNGKAWA UNTUK AIDIT ( dalam irama Pu Saun Zi ) Di jendela dingin berdiri reranting jarangberaneka bunga di depan semarak riangapa hendak dikata kehembitaan tiada bertahan lamadimusim semi malah jatuh berguguran Kesedihan tiada terhinggamengapa gerangan diri diri mencari kerisauanBunga telah berguguran, di musim semi nanti pasti mekar kembali simpan harum wanginya hingga di tahun mendatang Nah, Anda  bisa berintrepetasi : Apa dan bagaimana potensi Jawa Tengah sebagai kantong tebal bagi suara yang merah dan kiri itu....? *

Presiden Joko Widodo Wajib Berhenti Dalam Masa Jabatan, Ini Alasannya (Bagian 2)

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) SELAMA menjabat Presiden dua periode 2014-2019 dan 2019-2024, Jokowi telah melakukan banyak pelanggaran peraturan perundang-undangan dan Konstitusi. Ada tiga modus pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan rezim Jokowi. Pertama, Peraturan Presiden melanggar sejumlah Undang-Undang (UU) dan Konstitusi. Kedua, Undang-Undang melanggar sejumlah Undang-Undang lainnya dan Konstitusi. Ketiga, pelaksanaan pemerintahan melanggar sejumlah Undang-Undang yang berlaku dan Konstitusi. Peraturan Presiden yang melanggar sejumlah UU dan Konstitusi sudah dijelaskan di bagian 1 dari tulisan ini. Pelanggaran modus kedua, UU melanggar sejumlah UU lainnya dan Konstitusi, menjadi topik bahasan dalam tulisan ini, sebagai berikut: 1. PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 …”. Selanjutnya disebut PERPPU Covid-19. Pertama, PERPPU Covid-19 yang “mewajibkan” Bank Indonesia membeli Surat Utang Negara di pasar perdana, melanggar peraturan tentang independensi Bank Indonesia, seperti diatur di dalam Konstitusi, Pasal 23D UUD 1945, yang berbunyi “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”. Yang kemudian diatur dan ditegaskan di dalam Pasal 55 ayat (4) UU No 17 Tahun 2003: “Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara … kecuali di pasar sekunder.” Artinya, bentuk dari independensi Bank Indonesia, antara lain “tidak boleh membeli surat utang negara, kecuali di pasar sekunder”, yang merupakan bagian dari kebijakan moneter. Kedua, PERPPU Covid-19 mengatur APBN ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Hal ini melanggar Pasal 23 ayat (1) UUD, yang berbunyi: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang …. PERPPU Covid-19 juga melanggar Pasal 3 ayat (2) UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara yang menegaskan, “APBN dan Perubahan APBN setiap tahun ditetapkan dengan UU”. 2. Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), melanggar sejumlah UU dan Konstitusi. UU IKN menetapkan Pemerintah Daerah IKN dinamakan Otorita, dengan Kepala Daerah dinamakan Kepala Otorita, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, serta tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). UU IKN ini melanggar Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (6) UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia dibagi atas, atau terdiri dari, daerah-daerah Provinsi, dan daerah Provinsi terdiri dari Kabupaten dan Kota, dengan Kepala Daerah masing-masing dinamakan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. UU IKN juga melanggar UU Pemerintahan Daerah No 23/2014, bahwa pembentukan daerah baru (provinsi, kabupaten atau kota) melalui pemekaran daerah, dan wajib mendapat persetujuan dari DPRD pemerintah daerah yang dimekarkan, serta wajib memenuhi persyaratan administrasi lainnya. Dampak atas pelanggaran ini, sebagian teritori milik dua kabupaten di Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur, direbut alias “dianeksasi” oleh pemerintah pusat, melalui Otorita IKN (setara Kementerian atau Lembaga) yang merupakan bagian dari pemerintah pusat. Artinya, pendapatan asli daerah yang seharusnya masuk APBD kedua Kabupaten tersebut direbut dan diakui sebagai pendapatan Otorita, dan masuk APBN. Kenekatan Jokowi memanipulasi bentuk Pemerintahan Daerah menjadi Otorita didasari niat jahat agar Pembangunan Daerah Otorita IKN dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan dana APBN. Laporan BPK menunjukkan banyak masalah dalam proyek pembangunan IKN, indikasi terjadi banyak kebocoran. Sebagai konsekuensi, maka semua pengeluaran negara terkait Otorita IKN yang cacat hukum ini menjadi tidak sah, dan harus diakui sebagai penyimpangan APBN dan menjadi kerugian negara. Apalagi kalau proyek pembangunan Otorita IKN ini benar-benar menjadi mangkrak. 3. Undang-Undang Cipta Kerja dan PERPPU Cipta Kerja, melanggar sejumlah UU dan Konstitusi. PERPPU Cipta Kerja memanipulasi faktor “Kegentingan Memaksa”, dengan alasan akan ada “krisis ekonomi global”, untuk memaksakan penerbitan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang menjadi dasar ditetapkannya Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini melanggar Pasal 22 UUD terkait “Kegentingan Memaksa”, yang pada prinsipnya tidak boleh berdasarkan prakiraan, tetapi harus berdasarkan fakta nyata, bahwa peristiwa genting sedang berlangsung.  Dalam hal PERPPU Cipta Kerja, faktor genting “krisis ekonomi global” harus sedang terjadi, dan di samping itu tidak ada UU yang bisa mengatasi peristiwa genting “krisis ekonomi global” tersebut, sehingga terjadi kekosongan hukum, dan karenanya diperlukan UU (atau PERPPU) dalam waktu secepatnya untuk mengisi kekosongan hukum tersebut. Faktanya, tidak ada “krisis ekonomi global”. Tidak ada kegentingan memaksa. Karena itu, penetapan PERPPU Cipta Kerja tidak sah, menipulatif, karena tidak memenuhi persyaratan “Kegentingan Memaksa” Pasal 22 UUD. Kemudian, pelaksana PSN seharusnya adalah negara (pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD). Tetapi kemudian dimanipulasi dengan mengikutsertakan proyek swasta, seperti Rempang, PIK-2 atau BSD, dan karena itu melanggar PERPPU Cipta Kerja tersebut. Selain itu, penetapan PSN dalam PERPPU Cipta Kerja juga melanggar Konstitusi terkait Hak Asasi Manusia, Pasal 28H ayat (4) UUD yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.”  Sedangkan status PSN disalahgunakan untuk mengusir dan “merampas” lahan milik masyarakat secara paksa, seperti yang terjadi di Wadas, Rempang, PIK-2, BSD, dan lainnya. Masih banyak UU yang dibuat rezim Jokowi yang bertentangan dengan UU lainnya dan Konstitusi. Antara lain, Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mewajibkan masyarakat untuk menabung, melanggar hak masyarakat untuk memilih apakah konsumsi sekarang atau nanti (menabung). Mengingat pelanggaran peraturan perundang-undangan yang sudah begitu banyak, Jokowi tidak layak lagi menjabat Presiden, dan harus diberhentikan. (*)