OPINI

Indonesia Sudah Dikuasai Etnis Cina - PKI Akan Bangkit Kembali

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  ADA yang salah dalam mensikapi persatuan bangsa dan kemudian angkat senjata, ada yang sulit bersepakat dalam menentukan arah politik kedepan sehingga terpaksa berganti UUD sampai 4 kali. Bung Hatta terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden 1 Desember 1956 karena tidak sejalan dengan Bung Karno. Dan paling mengenaskan adalah ada yang berhianat terhadap Pancasila dan dengan biadab menumpahkan darah sesamanya dengan terjadinya \"Kudeta G 30 S PKI\". Dalam peristiwa itu melahirkan kecurigaan tentang keterlibatan etnis Cina yang boleh jadi kepanjangan tangan dari negara leluhurnya yang komunis dari RRC. Simaklah dialog antara Aidit dan Mao Tse Tung tanggal 5 Agustus 1965 di Zhongnanhai - Peking, menjelang Kudeta G 30 S PKI : \"Mao : Kami harus bertindak cepat  Aidit : Saya khawatir AD akan menjadi penghalang.\" \"Mao : Baiklah, lakukan apa yang saya nasihatkan kepadamu : habisi semua Jenderal dan para perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat lalu akan menjadi seekor naga yang tidak berkepala dan akan mengikutimu\" \"Aidit : itu berarti membunuh beberapa ratus perwira.\" \"Mao : Di Shensi utara saya membunuh 20.000 orang kader dalam sekali pukul saja.\" Saat ini justru terjadi lagi poros Jakarta - Peking, apalagi warga Cina sudah leluasa masuk dan ikut mengatur negara, bahkan sebagian mereka telah memiliki partai politik tersendiri dan beberapa etnis Cina sudah bisa sebagai pejabat negara sekelas Walikota dan lainnya. Bermacam-macam aturan telah memperkuat jaringan bisnis Cina lebih leluasa dalam mengembangkan modal sosial dan budaya yang dimiliki dengan \"bonding\" , yaitu memperkuat ikatan dan kohesi dalan kelompok jaringan sosial serta memperkuat \"brigding dan linking\"-nya di Indonesia. Jaringan bisnis Cina antara lain melalui naga Oligargi  makin kuat makin menggurita dan tentakelnya sudah menguasai seluruh wilayah Nusantara. Munculah konglomerat baru etnis Cina yang sukses menguasai sumber daya alam dan menguasai jalur informasi, produksi, dan distribusi barang . Bahkan etnis Cina sudah mampu menguasai dan memanfaatkan modal politik, sosial, budaya dan ekonomi bahkan sudah menguasai kebijakan politik pemerintah. Rezim saat ini benar benar lengah dan  ceroboh,  \"sebuah awal yang didambakan etnis Cina untuk tampil aktif dalam bidang bidang yang selama 32 tahun tertutup, telah jebol bahkan di jebol oleh rezim saat ini\" Begitu bodoh nya, sejak Pemilu 2004 lalu, ada kandidat Presiden dan Wakil Presiden menggunakan aksara Cina dalam selebaran kampanye untuk mengambil hati mereka. Saat ini gejalanya makin terang terangan. Tidak bisa dibayangkan saat ini sangat mengerikan justru terjadi akses pekerjaan yang berdalih investasi, mensyaratkan bahasa Cina untuk menerima pekerja pribumi. \"Saat ini negara telah jebol di serbu etnis Cina, tidak hanya fokus bidang bisnis, mereka telah bisa mendirikan partai politik, LSM dan Ormas.\" Keruntuhan negara sudah didepan mata tanpa disadari oleh para pemangku kekuasaan saat ini. Ironisnya dikembangkan bahkan dilindungi sekedar ikut mengais makan dari etnis Cina yang kekayaannya justru dengan jalan merampok dan merampas sumber daya alam kita. Hanya ada jalan untuk mengatasi pertempuran ini, negara mutlak harus segera kembali ke UUD 45. Kalau tidak warga negara pribumi dan anak cucu kita akan terbunuh, dibunuh dan terusir dari tanah airnya. (*)

Kasus Rempang Merupakan Skandal Nasional

Oleh Syafril Sjofyan | Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78 Konflik warga etnis Melayu dengan aparat di Rempang pada tanggal (7/9) di Pulau Rempang merupakan Skandal Nasional yang memalukan martabat bangsa Indonesia di mata dunia. Tindakan sewenang-wenang rezim Jokowi melakukan pengosongan Pulau Rempang dengan memindahkan penduduk asli yang telah ada secara turun temurun ke Pulau Galang dengan “kekerasan” melalui pengerahan aparat gabungan.  Menggunakan perlengkapan taktis membombardir dengan gas airmata, seperti menghadapi huru hara para perusuh. Menyebabkan rakyat Melayu Rempang  termasuk anak-anak jadi korban baik secara fisik dan psikis. Merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi moral mengarah kepada pelanggaran HAM. Perbuatan ilegal  pemerintah Jokowi diawali “kebohongan” menyatakan investor dari China Xinyi Glass terbesar di dunia dan yang akan dibangun di Pulau Rempang menjadi pabrik terbesar no. 2 di dunia. Bla..bla disertai dengan janji muluk.  Ternyata Xinji Glass dari China bukan pabrik terbesar didunia. Ada sepuluh besar pabrik kaca di dunia tidak termasuk Xinji. Secara equity perusahaannya juga tidak mempunyai kemampuan untuk menggelontorkan investasi dana sebesar 170 Triliun apalagi 381 trilyun. Nah lho!. Aneh bin ajaib memang. Badan Pengelola Batam (BP Batam) yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah Pusat.  Telah menyerahkan pengelolaan pulau tersebut kepada PT MEG. Pada hal PT MEG pada tahun 2004 pernah diperiksa korupsi 3,6 Trilyun sampai saat ini belum ada kejelasan proses hukumnya. Penyerahan izin kepada PT MEG untuk mengelola \"Rempang Eco City\" jelas tidak memenuhi proses perizinan yang layak. Rekomendasi DPRD Batam 2023 yang merujuk pada kerjasama PT MEG tahun 2004 selain dipaksakan juga cacat hukum, berpotensi besar adanya tindak korupsi dan praktek-praktek tidak etik. Menurut Ombudsman RI sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau Rempang belum dimiliki BP Batam. Alias belum diterbitkan HPL dengan alasan lahan belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat, penduduk pribumi asli Melayu yang sudah menghuni secara turun temurun. Pertanyaannya, atas dasar apa BP Batam memberikan pengelolaan pulau Rempang kepada PT MEG.  Kemudian secara mendadak tanpa dasar hukum yang kuat. Keluar Kepmenko Perekonomian Airlangga Hartarto No. 7 tahun 2023 tanggal 28 Agustus 2023 menjadikan proyek “Rempang Eco City” sebagai Program Strategis Nasional (PSN). Tindak lanjut hasil pertemuan Presiden RRC  Xi Jinping dengan  Presiden Jokowi. Hanya untuk pendirian Pabrik Kaca dan Solarsel, tentu tidak mempunyai kebutuhan lahan seluas pulau Rempang.   MoU dengan China melalui Proyek kerjasama PT MEG dengan Xinyi Group, ternyata “bersyarat” dengan “pengosongan” pulau Rempang dengan adanya  batas waktu. Ini jelas sangat merendahkan kedaulatan bangsa Indonesia, serta patut dicurigai sebagai invasi China berkedok Investasi.  Hanya berdasarkan kerjasama investasi. Pemerintah Jokowi tega “memaksa” pengosongan pulau Rempang. “Mengusir” penduduk asli pulau Rempang  yang berada di 16 titik kampung tua. Mereka sudah ada sejak abad ke 18 menghuni dan menjaga pulau tersebut dari penjajahan Belanda dan pencaplokan dari  Negara tetangga.  Kemudian Pulau Rempang menjadi bagian dari NKRI sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai sekarang sudah  78 tahun. Mereka hidup secara tenteram aman dan damai. Sungguh keterlaluan mereka para penduduk pribumi pulau Rempang sekarang tidak lagi merdeka.    Mereka penduduk Rempang  “terusik/ tertekan” tidak tenteram dan “akan terusir” baik secara “pelan/ bujukan” maupun “paksaan” oleh ulah rejim Jokowi. Pemerintah  Jokowi memang sangat pro investasi  tanpa peduli terhadap lingkungan dan sosial kemanusiaan.  Konon pada Pilpres 2019 dengan janji manis tentang pemberian sertifikat Presiden Jokowi memenangkan suara yang besar di Batam khususnya pulau Rempang. Cara paksaan terhadap penduduk pulau Rempang berujung demo masyarakat Melayu di kantor BP Batam. Berikut karena “tekanan besar” dari berbagai ormas seperti Muhammadiyah, NU dan MUI yang menolak dan menghentikan “pengusiran rakyat Melayu dari pulau Rempang” serta banyaknya unjuk rasa masyarakat diberbagai kota besar di Indonesia mendukung perjuangan rakyat Rempang supaya tidak diusir dari tanah mereka.  Pemerintah Jokowi “terpaksa” sementara “mengalah” hanya mengeser 5 kampung tua, namun belajar dari nasib rakyat asli di pulau Komodo karena adanya investasi, lambat laun kehidupan mereka merana, karena mereka “sulit atau dibuat sulit” mencari nafkah akhirnya dengan “terpaksa” mereka meninggalkan pulau tersebut. Mengenaskan. Mereka swasta asing dimungkinkan bisa berbuat seenaknya terhadap pulau Rempang tanpa dapat di ketahui lagi oleh penduduk asli. Bahkan memungkinkan terjadinya tindak pidana pencucian uang/ money laundering oleh para taipan konglomerat hitam.   Hal ini, jika dikaitkan dengan keinginan rejim Jokowi mengajukan RUU untuk melegitimasi HGU 2 x 90 tahun. Selama 180 tahun HGU swasta asing akan hidup bebas “berkuasa” di pulau Rempang yang kosong.  Tenaga asing diatur oleh investor akan hadir dengan kemudian selama masa tersebut mereka  akan mempunyai banyak keturunan. Patut dicatat, jika pulau dikosongkan artinya pribumi sudah tidak ada. Sekian lama asing memiliki HGU yakni selama 180 tahun investor China membangun infrastruktur mereka  berbuat apa saja terhadap pulau tersebut. Secara lambat laun tapi pasti pemerintahan RI dikemudian hari (anak dan cucu) akan “terpaksa” melepas pulau Rempang tersebut. Karena tidak ada lagi pribumi berada dipulau tersebut. Tentu ini pelan tapi pasti merupakan Invasi China yang berkedok investor.  Sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI.   Sebenarnya keinginan rejim Jokowi dengan HGU yang sangat lama bagi para investor asing berusaha di pulau Rempang dan PSN daerah lainnya termasuk di IKN. Menetapkan HGU melalui  Kepres & Inpres melanggar dan bertentangan dengan UU No. 5 tahun 1960  dan putusan MK No. 21-22/ 2007 serta melanggar UUD 45. Namun karena ambisi. Maaf tidak terkendali. Melanggar Konsitusi. Bisa berakibat fatal bagi Indonesia akan “terjajah” kembali terutama oleh asing China. Sepertinya, banyak kebijakan Pemerintahan Jokowi yang telah melanggar konstitusi yang membahayakan keutuhan NKRI serta memberikan kemudahan bagi Negara Asing untuk mencaplok Indonesia.  Harus disadari sepenuhnya oleh para tokoh nasional, sehingga perlu memberdayakan para anggota lembaga legislatif dan partai untuk “punya keberanian” meminta pertanggungjawaban Presiden Jokowi. Sesegera mungkin. Bandung, 28 September 2023.

Memotret Integritas Khofifah

Oleh Tony Rosyid | Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa KONSISTEN. Mungkin ini kata yang tepat untuk menilai Khofifah. Matang sebagai pimpinan muslimat NU, Khofifah nampaknya berupaya menjaga integritasnya. Satu kata dengan perbuatan. Pagi A, siang dan sore tetap A. Teringat K.H. Miftahul Ahyar. Berjanji ketika terpilih menjadi Rois Am PBNU, beliau tidak ingin merangkap jabatan. Dan betul, beliau konsisten. Ini dibuktikan dengan mundur dari jabatannya sebagai ketua MUI. Berbagai bujuk rayu dan permintaan dari sejumlah pengurus MUI agar beliau tetap sebagai ketua MUI, tegas menyatakan untuk mundur. Sama sekali tidak goyah pendirian. Janji yang diucap harus ditunaikan. Nampaknya ini bagi beliau adalah hal prinsip. Beberapa bulan kemudian, datang tawaran dari partai besar kepada Sang Kiai untuk menjadi cawapres. Apa jawab beliau? Tetap mau fokus urus NU. Istiqamah. Inilah sosok Kiai NU yang layak menjadi teladan dan cermin, khususnya bagi warga Nahdhiyin. Dari dulu ingin saya menulis tentang beliau. Karena sosok ulama seperti ini jumlahnya tidak lagi banyak. Komitmennya kuat, dan kokoh dalam menjaga konsistensi. Satu ucapan adalah sabda yang tidak boleh diingkari. Begitu juga Khofifah. Gubernur Jawa Timur yang sekian lama menjadi ketua muslimat NU ini juga figur yang layak jadi teladan. Terutama dalam menjaga komitmen dan konsistensinya. Kabarnya, berulangkali tim Anies Baswedan meminta Khofifah untuk menjadi cawapres, Khofifah menjawab dengan elegan bilang: \"ingin fokus di Jawa Timur\". Khofifah nampaknya memilih untuk melanjutkan tugasnya di Jatim untuk periode kedua (2024-2029). Bulan lalu, kabarnya Khofifah diminta lagi untuk menjadi cawapres Anies. Jawabnya tetap sama: \"ingin fokus meneruskan tugasnya di Jawa Timur\". Tetap konsisten. Gagal meminta Khofifah, Anies Baswedan mendapatkan ganti yang tidak kalah menariknya yaitu Muhaimin Iskandar. Bukan saja sosok yang dinanti, Muhaimin punya mesin partai yang selama ini menjadi kebutuhan bagi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung Anies. KPP dapat cawapres dari NU Plus. Maksudnya tokoh NU, Plus Partai. Yaitu PKB. Anies dan KPP seperti \"ketiban pulung\". Setelah lama ditekan oleh Demokrat yang mau segera exit, Muhaimin Iskandar datang memberi solusi.  Menolak jadi cawapres Anies dengan alasan ingin tetap melanjutkan dan menuntaskan pengabdiannya di Jawa Timur, lalu datang tawaran dari tim capres lainnya. Infonya, ada pejabat tinggi yang menemui Khofifah untuk jadi cawapres calon lain. Khofifah pun menolaknya. Alasannya sama: \"ingin fokus di Jawa Timur\". Emang Khofifah gak takut ditekan atau dikriminalisasi? Demikian pertanyaan netizen. Biarlah Khofifah yang menjawab. Ini bukan wilayah otoritas pengamat dan analis politik. Ini wilayahnya Khofifah. Dari sini, nampak Khofifah masih terlihat konsisten. Ini soal integritas. Sebuah \"Harta karun\" yang dibangun dan dijaga amat lama oleh Gubernur Jawa Timur. Tidak disediakan ruang untuk menegosiasinya, meskipun itu  menggiurkan. Selain integritas, yang tentu ini menjadi pertimbangan utama Khofifah, Pertimbangan lain boleh jadi karena Khofifah tidak ingin hubungannya dengan Muhaimin Iskandar dan PKB rusak. Khofifah juga tidak ingin dituduh sebagai pemecah belah warga Nahdhiyin, khususnya para pemilih PKB yang saat ini sedang eforia mendukung Muhaimin Iskandar. Iya kalau menang. Kalau jadi cawapres, lalu Khofifah kalah? Ini akan jadi bumerang bagi karir Khofifah kedepan. Jabatan gubernur 2024-2029 di depan mata lepas, nyawapres gagal. Ini justru berpotensi jadi bullyan khususnya di kalangan warga Nahdhiyin sendiri.  Khofifah masih terus digerilya, kata sumber yang saya dapatkan. Akankah Khofifah pada akhirnya menyerah? Lagi-lagi ini soal bagaimana Khofifah menjaga integritasnya kaitannya dengan konsistensi yang selama dirawatnya. Jakarta, 29 September 2023

Anwar Ibrahim yang Membanggakan

Oleh Shamsi Ali | Imam Masjid New York, Diaspora Indonesia di Kota New York. Jum’at lalu, 22 September 2023, Pusat Kebudayaan Islam New York (Islamic Cultural Center of New York) atau juga dikenal dengan 96th Street mosque mencatat sejarah baru. Yang bertindak sebagai khatib adalah seorang Perdama Menteri yang beretnis Asia Melayu, Datu’ Dr. Anwar Ibrahim. Sejak berdirinya di tahun 70-an belum pernah ada pejabat tinggi setingkat PM yang menyampaikan khutbah. Tentu saja sebagai seorang muslim, yang juga beretnis Asia Melayu, apalagi pernah menjadi imam di masjid itu selama 14 tahun, sangat membanggakan. Sebagai putra Indonesia, Muslim Melayu, tentunya juga bermimpi suatu ketika ada pemimpin dari negara muslim terbesar dunia itu yang bisa menjadi khatib di kota dunia itu.  Bagi sebagian mungkin khutbah itu biasa. Iya memang biasa saja. Hanya ceramah dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai persyaratan sahnya Sholat Jumat. Tapi ketika seorang pemimpin bangsa, seperti Perdana Menteri Anwar Ibrahim, hal ini menjadi sangat “luar biasa” (extraordinary).  Pertama karena posisi Anwar sebagai salah seorang pemimpin dunia Islam. Tentu sebagai pemimpin dunia Islam ada harapan pemimpin itu punya pemahaman Islam yang mumpuni. Tingkatan keilmuan pemimpin itu akan terukur salah satunya dengan kemampuan menyampaikan khutbah Jumat. Dalam khutbah Jumat itu seorang khatib akan membacakan ayat-ayat dan hadits-hadits, membuktikan jika dia mampu membaca Al-Qur’an.  Apalagi ketika khutbah itu disampaikan di kota New York, dan di Minggu ketiga September pula. Kota New York adalah kota dunia. Di kota inilah Wall Street dan organisasi dunia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bertempat. Di Minggu ketiga September itu adalah momen ketika seluruh pemimpin dunia (minimal wakilnya setingkat Menteri) hadir. Sehingga khutbah di New York saat itu memiliki signifikansi besar, seolah  memberikan arahan moral kepada dunia.  Dengan tampilnya Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia, saya semakin memiliki harapan jika ke depan pemimpin Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dunia juga harus mampu. Karenanya bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, akan semakin tersadarkan jika ke depan memilih pemimpin baiknya atau harusnya pemimpin yang bisa mewakili wajah Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia. Bagi saya pribadi, aneh saja jika pemimpin negara Muslim terbesar itu minim ilmu Islam, bahkan boleh jadi tidak bisa baca Al-Qur’an.  Saya kemudian gembira melihat sebuah flyer yang sedang viral. Bahwa ada satu pasangan (memang baru satu saat ini) bacapres-bacawapres yang akan menjadi khatib dan Imam di Madura. Khatibnya adalah bacapres dan Imamnya adalah bawacapres. Tidakkah pada poin inipun saja sudah membanggakan? Apalagi jika nanti terpilih dan mampu tampil di gelanggang dunia global, termasuk di kota New York yang dikenal sebagai ibukota dunia.  Sebagai diaspora Indonesia yang telah menghabiskan hampir 2/3 umurnya di luar negeri tentu punya keinginan untuk mengenalkan kehebatan Indonesia dalam berbagai aspeknya. Dari aspek kulinari, budaya, seni (terima kasih Putrì), aspek ekonomi, poliitk bahkan militernya.  Kita bermimpi melihat restoran-restoran kulinari Indonesia di berbagai belahan dunia. Sayang, di Amerika misalnya, Indonesia jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Kalah dari Malaysia, Vietnam, Kamboja, apalagi Thailand.  Kita bermimpi melihat bisnis-bisnis milik warga Indonesia masuk bursa efek New York. Kita berharap Indonesia punya pengaruh politik global yang ikut menentukan kebijakan dunia. Bahkan kita ingin melihat Indonesia punya kharisma dan ditakuti dunia karena kekuatan militernya. Turki misalnya mampu masuk 7 kekuatan militer dunia sebagai anggota NATO.  Tapi bagi saya pribadi sebagai seorang Muslim dan pelaku dakwah, ingin rasanya melihat Indonesia diperhitungkan minimal oleh dunia Islam bahwa bangsa ini memang bangsa muslim terbesar dunia. Bukan sekadar secara kwantitatif. Tapi juga secara kwalitatif. Bahwa muslim Indonesia diperhitungkan karena berkwalitas keislaman yang mumpuni.  Dan semua itu akan lebih mengagumkan lagi ketika pemimpinnya punya kualitas keislaman yang dapat dibanggakan. Maka jika anda Muslim dan cinta Indonesia pastinya menginginkan hal yang sama. Right or wrong?  NYC Subway, 28 September 2023.

TRITURA 23: (2) Bagi Pribumi yang Tidak Sontoloyo, PEMILU dan PILPRES Bukan Segala-galanya

Oleh Sri-Bintang Pamungkas | Politisi Senior ORANG bisa berkilah apa saja dengan mengatasnamakan Daulat Rakyat sebagai pembenaran keharusan melaksanakan Pemilihan Umum atau Pemungutan Suara Rakyat. Tapi banyak kenyataan menunjukkan bahwa adanya Pemungutan Suara tidak mengakibatkan Rakyat bertambah sejahtera. Bahkan sebaliknya, menjadi semakin sengsara. Apa pun alasannya, itu terjadi di mana-mana di dunia, sebagai negara-negara yang menyatakan dukungannya kepada Daulat Rakyat. Di negara-negara kerajaan yang tidak mengenal \"demokrasi\" (Daulat Rakyat) ataupun \"konstitusi\" (Negara Hukum), rakyat dan bangsanya bisa hidup sejahtera dengan adil dan makmur seperti pernah kita alami di zaman Sriwijaya dan Majapahit, tentu dengan segala pasang-surutnya. Tentu juga tidak bisa diabaikan apa yang terjadi di Mesir semasa Firaun di satu pihak, dan semasa Nabi Yusuf di lain pihak. Di satu pihak kita melihat bagaimana manusia berbondong-bondong mempertaruhkan jiwa dan raganya dengan mengarungi lautan luas, jalan yang terjal serta kawat berduri, bahkan peluru dari senjata api, untuk mencapai tanah harapan di Eropa dan Amerika Serikat yang konon adalah negara-negara demokratis. Mereka dengan segala keterpaksaannya meninggalkan derita di tanah-airnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin yang terbukti tidak memberikan harapan hidup. Di lain pihak kita juga tahu, bagaimana para negara kolonialis yabg bertopeng demokrasi dan konstitusi tersebut mencapai kesejahteraannya melalui perang dan penjajahan pada masa lalu. Mereka mendapatkan pemimpin-pemimpin yang \"cakap\" lewat pemungutan suara, setelah bertahun-tahun bergelimang \"dengan darah dan besi\" (durch blut und eisen, kata Bismarck dalam Perang Dunia-2 mengulangi orang-orang Portugis ketika menjajah Maluku pada 1500-an), sebagai alat kampanye untuk menjajahi rakyat di benua lain. Bahkan sampai sekarang dengan kehadiran ribuan tentara NATO di mana-mana di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Memang belum nyaman betul sepuluh tahun sesudah kita merdeka, dan baru mencoba-coba dan meniru-niru melakukan Pemilu pada 1955, sebagai sebuah \"budaya politik\" baru yang diimpor juga dari para penjajah. Para mantan penjajah itu juga yang menyampaikan pendapatnya, bahwa Pemilu 55 itu adalah yang \"terbaik sepanjang sejarah Indonesia\". Tentu yang dimaksud adalah almost \"semua bisa menyampaikan suara\" dan almost \"tidak ada kecurangan\". Tetapi Pemilu yang \"parlementer\" seperti yang dipakai para mantan penjajah dari Eropa itu pun tidak menghasilkan apa-apa, bahkan gagal menyusun konstitusi baru dan kemudian kita kembali memberlakukan UUD Asli 1945 pada 5 Juli 1959 kembali kepada jati diri kita sendiri. UUD Asli buatan Republik Proklamasi 45 itu menjelaskan kepada kita adanya negara berkedaulatan rakyat dan sekaligus negara hukum. Akan tetapi tidak ada satu kata pun tentang Pemilu disebut-sebut. Tidak pula ada satu kata partai politik. Tentulah itu tidak berarti NKRI melarang Pemilu dan melarang partai politik. Pasal 28 UUD 45 asli sudah jelas menyatakan itu sebagai hak-hak asasi, bahkan sebelum ada Deklarasi Human Rights PBB. Melainkan, bahwa partai politik dan Pemilu itu bisa sewaktu-waktu diadakan dan tidak mesti wajib dilakukan apalagi dilakukan secara regular. Tentu saja, kecuali sudah ditentukan begitu dalam Undang-undang. Sekalipun begitu, Undang-undang tentang partai politik dan Pemilu itu pun bisa dicabut dan diubah sewaktu-waktu. Rezim Soeharto adalah rezim pertama yang memulai kerusakan dalam menjalankan negara. Janjinya melaksanakan UUD 45 secara murni dan konsekwen ternyata sebuah kebohongan besar terhadap rakyat, bangsa dan negara. Para wakil rakyat \"dicekik\" dan \"ditamparinya\", sehingga MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara berada di ketiaknya. Dia mainkan MPR, sehingga bisa terpilih menjadi Orang Nomor 1 berkali-kali sebagai calon tunggal. Dibuatnya pula sedemikian rupa, sehingga alat negara bersenjata boleh membunuh rakyat dengan alasan demi keamanan dan stabilitas. Akhirnya dia pun jatuh karena ulahnya sendiri, tanpa meninggalkan secuilpun kesejahteraan kepada rakyat banyak.Melainkan berbagai kerusakan perilaku yang hanya bisa dicontoh oleh para penjahat, yaitu, rezim-rezim selanjutnya: korupsinya, utang-utangnya, sumberdaya alamnya, Hak Guna Usaha Lahan-nya, KKN-nya, Kelahiran Cina-cina Konglomeratnya, dan ... Kecurangannya dalam Pemilu. Karena kecurangan Soeharto dalam Pemilu-pemilu itulah, maka dia dicap sebagai Diktator Negara Kekuasaan. Oleh Asing dan Aseng, serta para Pengkhianat Domestik yang bermaksud menguasai Indonesia, Negara Kekuasaan Soeharto itu dijadikan alasan untuk mengubah UUD 45 ASLI menjadi UUD PALSU... yang sekarang berlaku. Dimasukkanlah Paham Demokrasi Barat dengan Kekuasaan ada di tangan para Oligarki yang berlindung di balik Partai-partai Politik dan Pemilu. Maka Pemilu menjadi Wajib sekalipun dicurangi... Dan Daulat Partai Politik menggantikan Daulat Rakyat. Para Guru Besar saja tidak sadar, bahwa itulah yang terjadi... Apalagi para Pribumi Sontoloyo...  Maka dimulailah babak NKRI yang Baru, yaitu NKRI yang dikuasai para Penjahar Asing, Aseng dan Pengkhianat Domestik... dan dihuni oleh para Pribumi Sontoloyo. Seperti manusia-manusia yang dinina-bobokkan oleh Paham Demokrasi Barat dan Konstitusi Palsu, mereka masih menganggap Indonesia ada dalam keadaan baik-baik saja. Ketika orang-orang Cina menggusur tanah-tanah Rakyat, mereka berujar \"nanti akan diperbaiki lewat Pemilu\"... Ketika Angkatan bersenjata ikut menyiksa Rakyat, mereka bilang keadaan akan berubah setelah Pemilu... Ketika Utang Luar Negeri menggurita, mereka mengira Pemimpin Hasil Pemilu akan bisa menutup Utang-utang itu... Ketika PKI Gaya Baru merajalela, mereka tidak mengira bahwa paham Komunis telah merasuki jiwa mereka sendiri, sehingga tidak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak sadar sedang ikut menarikan genderang rezim UUD PALSU. Tapi tak ada kejahatan yang bisa menandingi kejahatan Rezim Jokowi. Firaun pun tidak mengundang Tentara Asing untuk mencederai dan menyiksa Rakyatnya sendiri... Tetapi Rezim Jokowi mengundang Bangsa Asing untuk mengambil-alih Indonesia.... sebuah Kejahatan Yang Amat Dahsyat. Dan Rezim ini pun mau menyelenggarakan Pemilu demi kemenangan Asing dan Aseng... dan demi mengelabuhi Rakyat... Seakan-akan Pemilu dan Pemimpin Baru yang terpilih lewat UUD PALSU nanti akan menyelesaikan semua persoalan Rakyat, Bangsa dan Negara... Tidak mungkin Pemilu yang diselenggarakan Penjahat akan menghasilkan manfaat... Apalagi sudah diketahui para Calonnya adalah Boneka Rezim dan Boneka Asing dan Aseng... para pendukung UUD PALSU. Para Pribumi Sontoloyo itu tidak sadar, bahwa Allah Swt sedang menjatuhkan Adzab dengan mengirim Rezim yang lebih jahat daripada Rezim Firaun yang juga dikelilingi oleh para Oligar seperti Haman dan Qarun... Tentunya lebih banyak Pribumi yang Tidak Sontoloyo dan memilih TIDAK IKUT PEMILU... Hanya saja mereka takut... melebihi takutnya kepada Allah! Jakarta, Hari Maulid 2023. (*)

Mengintip Elektabilitas Anies-Cak Imin

Oleh Tony Rosyid | Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa MUHAIMIN Iskandar, atau orang sering memanggilnya dengan sebutan Cak Imin mengaku kalau elektabilitas Anies Baswedan naik pesat. Bahkan paling tinggi di antara bakal capres yang ada. Cak Imin menyebut sumbernya dari Polmark. Lembaga Survei milik Eep Syaefullah Fatah ini memang diminta oleh Cak Imin untuk mendampingi PKB dengan melakukan survei di 78 dapil. Masing-masing dapil diambil samplingnya 800. 800x78= 62.400 sample. Margin of error \"Nol Koma\" persen.  Rumus survei, makin besar sample yang dipetik, maka makin kecil tingkat errornya. Lebih akurat hasil surveinya. Dibanding misalnya sample yang diambil itu kecil. Umumnya 800, 1.200, 1600, dst. PolMark ambil sample 62.400. Berapa elektabilitas Anies Baswedan di survei PolMark? Cak Imin rupanya masih menyimpannya. Mungkin ini bagian dari strategi pemenangan. Satu sisi perlu diumumkan untuk memberi motivasi bagi para relawan Anies-Cak Imin. Di sisi lain, tetap disimpan angkanya agar tidak dibaca lawan. Bikin penasaran juga ! Masuk akal juga jika elektabilitas Anies-Cak Imin naik. Ini analisisnya. Pertama, sebelumnya stigma negatif terhadap Anies, terutama di kalangan warga Nahdhiyin, sangat masif. Khususnya di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Setelah deklarasi Anies-Cak Imin, stigma negatif itu mulai menghilang. Ada datanya yang bisa anda baca di google. Dengan hilangnya stigma negatif, Anies mulai terbuka pintunya. Sekarang, kehadiran Anies mulai diterima di kalangan Nahdhiyin. Dengan sendirinya elektabilitasnya naik. Ini kata kuncinya. Kedua, mesin politik PKB bergerak. PKB adalah partai dengan semua konstituennya, menginginkan Cak Imin cawapres. Bahkan sejak pilpres 2014. Tahun 2022 kemarin ada Ijitima\' Ulama Nusantara, yaitu ulama yang menjadi basis pendukung PKB, merekomendasikan Cak Imin cawapres. Ini menjadi faktor yang membuat seluruh elemen di PKB semakin antusias bergerak dan melakukan kerja-kerja politik lebih masif dan terstruktur untuk memenangkan Cak Imin. Ketiga, PKB adalah partai. Punya mesin politik dari tingkat pusat sampai tingkat ranting kelurahan. Mereka bergerak dalam satu komando untuk memenangkan Anies-Cak Imin. Kompak dan solid. Operasi penggembosan terhadap PKB ternyata belum kelihatan efektif. Keempat, PKB sudah cukup lama merawat pesantren, ulama dan mereka yang berada di struktur NU daerah. Umumnya, mereka adalah para tokoh yang punya pengaruh di pemilih. Pilihan dan fatwa politik ulama itu diikuti oleh ribuan hingga ratusan ribu santri, alumni dan jama\'ahnya. Ini menjadi cukup signifikan untuk menambah elektabilitas Anies-Cak Imin. Kelima, selama ini ada keterbelahan serius di kalangan Umat Islam yang menjadi basis pemilih terbesar dalam setiap pemilu. Yaitu antara mayoritas warga Nahdhiyin dengan kelompok Islam lainnya. Ketika Cak Imin bergabung dengan Anies, kelompok-kelompok umat yang terbelah ini menyatu. Dari sini terjadi gelombang dukungan kepada Anies-Cak Imin yang semakin masif. Lima hal ini diprediksi menjadi faktor yang membuat geliat naiknya elektabiltas Anies-Cak Imin secara drastis. Ini akan terus naik jika tidak muncul variable baru yang bisa menghambat laju elektabilitas Anies-Cak Imin. Muncul pertanyaan: mungkinkah pergerakan elektabilitas Anies-Cak Imin akan dihambat oleh munculnya cawapres lain yang direkrut dari tokoh Nahdhiyin? Semua tetap ada kemungkinan. Tapi, ada satu hal. Tokoh NU yang lain tidak punya mesin partai seperti Cak Imin. Ini juga akan diragukan efektifitasnya. Apalagi saat ini, antusiasme sebagian besar warga Nahdhiyin sedang tumbuh pasca Cak Imin maju sebagai cawapres. Jakarta, 26 September 2024.

Visi-Misi Pemerintahan Jokowi Gagal Total: Mau Diteruskan?

Oleh Anthony Budiawan |  Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) JOKOWI akhirnya buka suara mengenai ‘Perubahan’, mengenai Visi-Misi Presiden. Jokowi mengeluh, kalau setiap ganti pemimpin harus ganti visi lagi, kapan bisa naik kelas. “Ganti pemimpin balik lagi kita harus mulai lagi dari SD lagi. Kapan kita S1, S2, S3 dan seterusnya?\", Kata Jokowi. https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/09/20/19375541/jokowi-jangan-sampai-ganti-pemimpin-ganti-visi-lagi Pernyataan Jokowi tersebut sangat tidak bermakna. Menunjukkan Jokowi tidak mengerti bahwa seorang pemimpin harus visioner, mempunyai Visi dan Misi untuk membawa bangsa ini menjadi lebih maju dan sejahtera, di tengah perubahan geopolitik, teknologi, dan seterusnya. Yang lebih memprihatinkan, Jokowi terlihat antara ada dan tiada Visi-Misi. Artinya, Visi dan Misi Jokowi hanya hiasan rangkaian kata, yang terputus dengan realisasi pelaksanaan. Bahkan bertolak belakang. Pada pilpres 2014, Jokowi mengusung Visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”. Visi ini jelas hanya ilusi, dan tidak bermakna. Karena, semua orang tahu, Indonesia pada saat itu, pada saat Pilpres 2014, sudah sangat Berdaulat dan Mandiri. Jadi, untuk apa lagi “Mewujudkan Indonesia Berdaulat dan Mandiri”? Jelas, Visi seperti ini kosong belaka, tidak ada arti sama sekali bagi Bangsa yang sudah Berdaulat dan Mandiri. “Berkepribadian dan Berlandaskan Gotong Royong?” Boro-boro Gotong Royong, Indonesia sekarang malah menjadi negara kapitalisme oligarki ala kolonial. Yaitu, kebijakan yang memiskinkan rakyat di satu sisi, dan memberi penguasaan sumber ekonomi kepada segelintir pengusaha oligarki di lain sisi. Kebijakan tersebut, antara lain, Jokowi mencabut subsidi BBM, subsidi listrik dan subsidi kereta kelas ekonomi tidak lama setelah dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2014. Harga bensin premium dan solar naik lebih dari 30 persen per 18 November 2014, di tengah harga minyak dunia turun lebih dari 40 persen. Kemudian, tarif listrik dan harga 20 kereta kelas ekonomi jarak jauh dan jarak sedang naik per 1 Januari 2015. https://www.beritasatu.com/ekonomi/213932/januari-2015-pemerintah-hapus-subsidi-20-kereta-ekonomi Sebaliknya, per April 2015, Jokowi memberi stimulus triliunan rupiah kepada segelintir pengusaha sawit, dengan alasan meluncurkan program biodiesel B20, B30, etc. Tentu saja, rakyat ikut menanggung harga biodiesel non-subsidi campuran minyak sawit yang menjadi lebih mahal. Kebijakan ala kolonial lainnya, seperti pengusiran atau penggusuran warga di daerah pertambangan, demi oligarki tambang. Program pengusiran ini berjalan sangat lancar, dikawal polisi dan tentara. Sebagai contoh kasus Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara pada April 2015. Para petani yang mempertahankan lahannya dari ekspansi perusahaan tambang malah mendapatkan tembakan dan teror. https://www.mongabay.co.id/2015/05/12/dari-pulau-wawonii-lahan-warga-terampas-tambang-protes-berbuah-aniaya-dan-penangkapan/ Visi Jokowi 2014 tersebut dikemas lebih rinci menjadi tujuh Misi, dan sembilan agenda aksi, disebut Nawa Cita. Semuanya ternyata hanya cerita kosong. Visi, Misi, Program atau Aksi, tidak ada yang tercapai. Bahkan, realisasinya bertolak belakang. Misalnya, Misi “Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara hukum”, secara nyata tidak terwujud. Sebaliknya, demokrasi tenggelam. Indonesia menjadi semakin otoriter. “Berlandaskan Negara hukum” hanya omong kosong! Hukum di era Jokowi secara transparan membela kepentingan kekuasaan dan pemilik uang. Mobil Esemka menjadi program musiman. Lima tahun tidak terdengar. Kemudian ramai lagi ketika memasuki Pilpres 2019. Misi “Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera”, juga menjual kebohongan saja. Jumlah penduduk miskin menurut garis kemiskinan nasional (BPS) hanya turun 1,37 persen selama 2014-2019. Jauh lebih buruk dari prestasi presiden-presiden sebelumnya. Jumlah penduduk miskin 2019, menurut garis kemiskinan internasional untuk negara berpendapatan menengah atas, dengan pendapatan di bawah Rp893.000 per orang per bulan, tercatat 141,3 juta penduduk atau 52,2 persen dari total penduduk. Data Bank Dunia ini jelas menunjukkan Jokowi gagal mewujudkan Indonesia maju dan sejahtera. Kegagalan Jokowi selama periode 2014-2019 berlanjut hingga kini. Jokowi mempertahankan Visi 2014, yang merupakan rangkaian kata tanpa banyak arti, pada Pilpres 2019. Tetapi, Jokowi mencoba merealisasikannya dengan sembilan Misi baru, yang lagi-lagi hanya mengecoh publik. Misi tersebut semuanya gagal total, tidak terwujud. Misi 1, “Peningkatan kualitas manusia Indonesia”, sangat tidak jelas. Kualitas apa? Kualitas hidup? Pendidikan? Teknologi? Penelitian? Faktanya, hampir semua faktor stagnan dan lebih buruk. Misalnya, sektor Penelitian terdegradasi. Misi 2, “Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing”, juga hanya bualan besar dan gagal. Faktanya, ekonomi semakin tidak berdaulat dan tidak mandiri. Pemerintah mengejar investor asing sampai ke Timur Tengah, Eropa, Amerika Serikat, tanpa hasil. Cukup memalukan, Tidak ada negara di dunia berperilaku seperti itu. Ekspansi ekonomi sektor ekstraktif komoditas mineral seperti nikel diserahkan kepada investor asing dengan insentif fiskal yang sangat tidak masuk akal. Misi 3, “Pembangunan yang merata dan berkeadilan” hanya isapan jempol. Semua pihak tahu, pembangunan ekonomi sangat tidak adil. Oligarki mendapat banyak kemudahan dan insentif. Sedangkan ekonomi masyarakat tertindas.Antara lain, kebijakan penanganan Covid-19 (test PCR) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Atau, kenaikan tarif pajak PPN dan harga BBM ketika pemerintah dan oligarki menikmati kenaikan harga komoditas dunia. Misi 4, “Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan” juga hanya bicara besar. Pencemaran lingkungan di daerah pertambangan dan perkebunan sawit semakin tidak terkendali. https://www.mongabay.co.id/2017/11/19/tambang-nikel-merahkan-laut-konawe-utara-nelayan-sengsara/ https://www.mongabay.co.id/2023/06/06/krisis-air-bersih-hantui-pulau-wawonii-kala-tambang-nikel-mulai-beroperasi https://www.mongabay.co.id/2022/03/03/kebun-dan-pabrik-sawit-wilmar-diduga-cemari-sungai-di-kalimantan-barat/ Misi “Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya” menjadi lelucon paling tidak lucu. Sepertinya, Jokowi tidak tahu lagi apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan. KPK dilemahkan. Korupsi merajalela. Indeks korupsi turun dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022). Sangat bruruk. Lebih dari 10 kementerian dan lembaga terlibat korupsi. Berdasarkan fakta di atas, Visi dan Misi Jokowi hanya bagus di atas kertas. Realisasinya nihil besar. Realisasi kebijakan pemerintahan Jokowi bertentangan dengan kepentingan masyarakat banyak. Apakah kegagalan ini yang mau diteruskan oleh pemimpin yang akan datang? --- 000 ---

P. Lurah Tersesat tetapi Tidak Merasa Tersesat

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  YANG kurang ajar pasti penasehat spiritualnya. Dengan bergaya sebagai spiritual tingkat dewa, memberikan petuahnya:\"Tuan harus ritual di tempat sakral tempat para raja raja dulu kala\" untuk menjaga kekuasaan dan menambah kesaktiannya. Dalam kondisi pikiran kosong dan menyerah tidak satu patah pun bertanya tentang kebenaran petuah sang spiritual. Pikiran normal sesuai akal sehat sudah tersumbat tersisa hanya mengikuti perintahnya dengan keyakinan semua perintah nya benar. Perilaku umum terjadi pada seseorang yang sedang meminta bantuan dukun atau apapun namanya, yang dipercaya memiliki kelebihan dalam ilmu spiritual. Tanpa seleksi dan tidak peduli itu dukun cabul atas dukun bersertifikat palsu Dalam catatan para spiritualis pulau Karang Majetih itu tempat sakral dimana dulu raja - raja jawa bersemedi. Berapa waktu lalu atas anjuran seorang pemangku adat tanah jawa, sang Lurah yang sering mengaku diri sebagai raja datang ke sana untuk mencari wangsit dan menambah kesaktiannya.  Menurut Habib Jansen Boediantono ( spiritualis dari Jogjakarta ) menjelaskan: \"Perjalanan menempuh waktu 6 jam dari kota Cilacap ke Karang Mejetih dengan dikawal para  pengawal diantar seorang nelayan yang langsung pulang setelah sampai, untuk kemudian menjemput esok hari. Rupanya nelayan tersebut takut bila harus ikut nginap di sana terlaku beresiko\" \"Karang Majetih ini memang unik, luasnya kurang lebih cuma 3.000 meter persegi. Sebelum masuk terdapat dua pertemuan arus laut yang membentuk pintu gerbang. Arus laut pasang tenggelam, tapi anehnya ada cerukan yang berisi air tawar dan ditumbuhi pohon jenis \"Wijaya Kesuma\" di beberapa sudut.\" Masuk waktu  isya mereka mulai berendam, terasa air mulai pasang sampai sedada. Dingin, sunyi hanya deburan ombak yang terdengar. Semua di lalui sampai pagi, sembari menunggu nelayan kembali menjemput di pagi hari. Selesai ritual mereka mendarat kembali ke Cilacap dan menerus perjalanan ke Solo menemui suhunya sekaligus sebagai pemangku adat untuk komplain karena tak mendapatkan apa - apa, kecuali badan masuk angin.  Kali ini baru protes ternyata tidak mendapatkan wangsit atau pentunjuk dan virasat apapun. Sang suhu yang diduga kuat hanya manusia bahlul asal ngawur dan ngarang, coba komat kamit agar bisa tetap terkesan sakti, hanya diam. P Lurah dalam kondisi masuk angin, otak masih kosong, bergaya pasrah meninggal kan lokasi, setelah menjadi korban tipuan dukun bahlul, koplak dan sinting . Dia di jalan sesat dan tersesat tetapi tetap tetap saja tidak menyadari bahwa dirinya tersesat. (*)

Istana Sedang Berhadapan dengan Rakyat

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan SEMAKIN santer kawin paksa Prabowo dengan Ganjar. Meski belum jelas siapa Capres di antara keduanya, akan tetapi mengingat sampai kini Jokowi masih berada di belakang Prabowo, maka potensialnya adalah Prabowo Capres dan Ganjar Cawapres. Artinya Megawati harus mengalah. Sebenarnya kekalutan ini karena Prabowo maupun Ganjar sudah lama \"kalah\" oleh Anies Baswedan.  Gerakan palsu survei luar biasa masif untuk terus konsisten menjadikan Prabowo tertinggi dan Ganjar runer up. Misi oligarki dan Jokowi adalah merendahkan Anies. Sungguh aneh Anies ditempatkan \"buncit\" tetapi ditakuti kemenangannya. Memang sebenarnya tingkat popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan adalah tertinggi.  Lembaga survei bayaran sudah tidak dapat dipercaya lagi. Kelak akan terbukti keberadaan lembaga hoax terjahat dalam sejarah politik Indonesia. Jika saja ada aturan UU maka banyak lembaga survey yang layak dipidana.  Santernya isu kawin paksa Prabowo-Ganjar untuk menghadapi gerakan dahsyat dan dukungan besar Anies Baswedan di kalangan rakyat menjadi bukti bahwa Istana memang panik. Karena di samping beban dosa politik yang besar juga Jokowi sesungguhnya khawatir Prabowo atau Ganjar jika berjalan sendiri-sendiri dipastikan akan kalah. Disain dua pasangan yang bertarung adalah pilihan Istana yang \"ideal\". Permainan \"curang\"  seperti tahun 2019 bisa diulangi karena pasangan jagoan dapat diproteksi oleh \"alat kelengkapan\" Istana. Nah Jokowi memang bersemangat untuk mengawinkan Prabowo dengan Ganjar sebagai dua figur \"pengaman\" pasca lengsernya.  Bahwa Prabowo sebagai Capres adalah mutlak, tinggal kesiapan Ganjar untuk menjadi Cawapres. Hal ini tergantung Megawati sang Ketum PDIP yang telah terlanjur mengorbankan Puan Maharani untuk digantikan Ganjar Pranowo. Masalahnya adalah siapkah Megawati untuk mengalah ? Ini pertanyaan seriusnya. Meskipun demikian untuk Pemilu Pilpres 2024 kekuatan rakyat akan lebih nyata. Kontrol atas kecurangan dan potensi untuk perlawanan lebih besar. Andai pun terjadi kawin paksa Prabowo dan Ganjar Pranowo maka potensi untuk kalah juga tetap besar.  Empat yang hal mendasari, yaitu: Pertama, akan terjadi polarisasi pertarungan antara \"status quo\" Prabowo-Ganjar Pranowo melawan \"perubahan\" Anies Baswedan-Muhaimin. Rakyat lebih menginginkan perubahan bukan hanya karena bosan tetapi rezim Jokowi memang zalim.  Kedua, isu kuat yang akan mengemuka adalah kompetisi kelompok \"tirani oligarki\" melawan \"demokrasi\". Mengembalikan kepada asas demokrasi menjadi semangat tersendiri dalam menegakkan ideologi dan konstitusi. Basis perjuangan ini sulit dikalahkan. Prabowo-Ganjar Pranowo merepresentasi kelompok \"tirani oligarki\". Ketiga, ketika umat beragama khususnya Islam dinilai sebagai pemilih potensial maka citra \"abangan\" dan \"Islam\" menjadi dasar penting pilihan. Meski Anies sering disudutkan pada identitas keagamaan tetapi sulit dinafikan bahwa agama menjadi hal penting untuk kemenangan. Jokowi waktu itupun butuh KH Ma\'ruf Amin. Kini AMIN yang berpotensi untuk menjadi pemenang.  Keempat, kawin paksa Prabowo-Ganjar berbeda dengan canangan terdahulu Prabowo-Puan. PDIP tidak terbelah jika pasangan itu Prabowo-Puan. Megawati dipastikan akan setengah hati untuk berada di kubu Prabowo. Dahulu mengorbankan Puan untuk Ganjar lalu kini harus berjuang demi Prabowo, bukan Ganjar. Ironi dan tragis sekali. Suasana sebenarnya kubu Istana sedang mengalami guncangan luar biasa tentang pilihan langkah itu. Belum lagi menghadapi gerakan pemakzulan sebelum 2024 yang juga cukup keras. Petisi 100 \"Makzulkan Jokowi\" bergerak terus untuk perubahan lebih cepat.  Apapun itu, gerakan \"people power\" merupakan gerakan strategis untuk menumbangkan \"status quo\" baik sebelum 2024 maupun mendukung hancurnya \"status quo\" pada Pilpres 2024.  Istana kini sedang berhadapan dengan eskalasi kekuatan rakyat.  Bandung, 28 September 2023.

Kebijakan Neoliberal, Pembelian LPG 3 Kg Wajib Pakai KTP

Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa S3 Hukum Trisakti  PEMERINTAH resmi mewajibakan masyarakat membeli LPG 3 kg menggunakan KTP/KK per 1 Oktober 2023 mendatang. Data pembeli akan didaftarkan ke dalam data base Pertamina untuk penarapan skema subsidi LPG 3 Kg secara efektif per 1 Januari 2024.  Kebijakan yang pasti menyulitkan masyarakat ini, dijalankan Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga berdasarkan surat tugas yang diterbitkan Dirjen Migas kementrian ESDM.  Saat pembeli menunjukkan KTP/KK, agen penyalur resmi akan mencocokannya dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dinput di website Subsidi Tepat milik Pertamina.  Jika data KTP/KK tidak termasuk dalam daftar P3KE, maka pembeli tidak terkategori miskin. Tidak boleh membeli LPG tabung melon. Sebaliknya, jika terdaftar sebagai masyarakat miskin, maka boleh membeli LPG 3 kg.  Pembelian menggunakan KTP dan KK hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi. Tingkatan paling bawah adalah sub penyalur. Konsekuensinya, masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga, tidak bisa lagi membeli di warung-warung pengecer dekat rumah.  Mau masak, gas habis, harus cari agen resmi, tunjukin KTP/KK baru bisa beli. Meskipun hanya berlaku satu kali, tapi cukup bikin repot masyarakat.  Di lain sisi, sulit membayangkan bagaimana caranya penjual di tingkat sub agen mencocokan KTP/KK setiap pembeli dengan data P3KE di website Pertamina. Koplak !!!  Masa agen penyalur disuruh main lepotop atau pegang hp sambil online, lalu nge-cek data identitas setiap pembeli di website Pertamina. Kan ngaco !!!  Bagaiamana juga dengan sistem pengawasannya ? Sejauh mana kesiapan pemerintah jamin efektifitas pelaksanaan di 243.852 penyalur resmi se-Indonesia ?  Di balik kerumitan masalah teknis tersebut, pemerintah ngotot berlakukan pendataan konsumen menggunakan KTP/KK untuk menjamin penyaluran subsidi jadi lebih akurat. Tidak bocor ke orang kaya.  Pandai sekali memutar kata. Namun dibalik bahasa pemerintah yang manis itu, sesungguhnya kebijakan ini adalah wujud pembatasan kuota LPG 3 Kg untuk kendalikan besarnya impor dan biaya subsidi LPG 3 Kg yang ditanggumg APBN.  Benar saja, subsidi LPG 3 Kg dalam APBN 2023 sudah dipangkas jadi Rp 113,27 triliun. Turun dari alokasi APBN 2023 Rp 117.84 T dan APBN 2022 Rp 134.78 T.  Sungguh langkah frustasi yg menegaskan: pemerintah dan DPR Indonesia malas dan tidak kreatif. Enjoy the power. Power and glory. Memalukan. Rakyat kembali dikorbankan.  Padahal sumber daya gas alam melimpah. Melampaui total kebutuhan nasional. Tapi karena pemerintah tidak becus mengelolah. Rakyat yang harus jadi korban.  SKK Migas menyebut, Produksi LPG nasional 2022 hanya1,9 juta meter kubik. Sementara kebutuhan Konsumsi 8 juta meter kubik. Mines-nya 6,1 juta meter kubik.  Untuk menutupi kekurangan pasokan tersebut, negara harus impor 6,4 juta meter kubik.  Pertamina beli impor di spot market dengan harga global. Dijual kembali ke masyarakat dalam negeri dengan harga rugi. Kerugian Pertamina itu selanjutnya dibayar pemerintah lewat tanggungan subsidi dari APBN.  Ditelusuri lebih dalam, masalah rendahnya produksi dan besarnya impor LPG adalah masalah klasik yang sengaja dipelihara kementrian ESDM, komisi VII DPR RI, mafia serta oligarki impor.  Kenapa saya sebut sengaja dipelihara ?  Karena ketika Kementerian ESDM menyatakan produksi LPG kita lemah, bagi saya, itu kalimat yg sangat tidak pantas.  Bukankah data Kementerian ESDM sendiri yang menyebut, per 31 Desember 2021, produksi Gas alam nasional tembus 59,29 juta meter kubik.   Lalu kenapa proses konversi ke LPG  untuk memenuhi kebutuhan 8 juta meter kubik sebagaimana alokasi yg ditetapkan dalam APBN saja tidak bisa ?  Otak menteri ESDM taruh dimana, dari total produksi Gas alam 59,29 juta, yang berhasil dikonversi ke LPG hanya 1.9 juta meter kubik ?  Kalau 59,29 juta produksi digunakan untuk bayar konversi LPG 1.9 juta, masih menyisahkan 57,39 juta meter kubik.  Kalaupun digunakan lagi untuk membayar konversi ke LPG sesuai kebutuhan masyarakat 8 juta meter kubik, masih menyisahkan 51,29 juta meter kubik.  Artinya Indonesia surplus produksi dan pasokan Gas alam !!!  Surplusnya berapa ? 51,29 juta meter kubik !!!  Lalu kenapa Indonesia harus bergantung tinggi terhadap pasokan impor LPG?  Apa juga alasan pemerintah tidak mampu menyanggupi konversi produksi gas alam ke LPG sesuai kebutuhan yang hanya 8 juta kubik meter?  Jawaban pemerintah adalah: lemahnya konversi gas alam jadi LPG karena kita lemah dalam produksi kandungan campuran propane C3 dan butane C4.  Jawaban klasik ini selalu diulang-ulang setiap tahun. Padahal solusinya sederhana. Bangun kilang. Beres masalah. Kalau tidak mampu bangun kilang, upgread kapasitas kilang. Terutama kilang LPG Bontang yang potensial.  Mirisnya, bukannya di-upgread, di 2023 ini, pemerintah justru memutuskan menunda pembangunan proyek kilang Bontang dan menghapus proyek tersebut dari daftar proyek pembangunan kilang. Alasannya, Pertamina gagal melanjutkan kerja sama dengan Oman Overseas Oil and Gas (OOG).  Bukan cuma masalah kilang Bontang, sejauh ini, upaya tingkatkan produksi LPG berbasis pada bangun kilang dan akselerasi kapasitas kilang memang tidak menjadi orientasi pemerintah.  Kenapa? Kalau negara berhasil tingkatkan produksi sesuai kebutuhan rakyat, lalu bagaimana caranya koruptor di Kementrian ESDM, Komisi VII DPR, SKK Migas serta mafia dan oligarki impor bisa mencuri keuntungan lewat perburuan rente impor ?  Indonesia kaya akan cadangan gas alam. Silahkan buka website kementrian ESDM atau SKK Migas lalu sharcing Proven Gas alam.  Akan muncul tulisan, per 31 Desember 2021, cadangan gas terbukti 34, 64 triliun meter kubik.  Kalau digabungkan dengan unproven atau potensial reserves, total cadangan capai 60,61 juta meter kubik. Sementara total produksi capai 59,29 juta meter kubik.  Lalu kenapa konversi ke konversi ke LPG cuma 1.9 juta meter kubik? Memang sengaja dipelihara kelemahan itu. Biar Indonesia tetap bergantung pasokan impor. Mafia berbaju pejabat dan wakil rakyat, serta oligarki impor bisa terus mencuri keuntungan.  SKK Migas dan Kementrian ESDM kompak melaporkan, sampai saat ini, di tengah produksi gas alam yang capai 59,29 juta meter kubik itu, justru diikuti dengan rendahnya serapan gas domestik. Hanya mencapai 68.66% dari total produksi.  Mirisnya, jumlah produksi gas alam yg dikonversi ke LPG prosentasinya hanya 1.51% dari total produksi. Sementara mayoritas 31% diekspor negara ke pasar global untuk cari duit.  Dasar Bahlul !!!  Kejar ekspor tinggi, tapi kebutuhan dalam negeri diabaikan.  Mirisnya lagi, gas alam Indonesia yg diekspor keluar dengan jumlah mayoritas, diolah di luar jadi LPG, lalu diimpor kembali ke Indonesia dengan harga yg memiskinkan. Sehingga memicu lonjakan tanggungan subsidi untuk menutupi kerugian Pertamina.  Impor dan tanggungan subsidi yang tinggi, pada akhirnya bikin pemerintah teriak: Hai rakyat APBN tersandera, pertamina rugi. Tidak ada jalan lain, harus dilakukan pembatasan kuota LPG 3 Kg.  Lalu muncul wacana kebijakan KOPLAK: maksimalisasi alokasi subsidi tepat sasaran lewat pembelian LPG 3 Kg dengan menggunakan KTP/KK  Shame On You....