OPINI

Manusia K(otak) Kosong

Oleh: Ady Amar | Kolumnis MESKI Anies Baswedan punya elektabilitas tinggi memenangi kontestasi Pilkada Jakarta 2024 itu tak serta merta ia bisa berlaga jika tak ada partai yang mencalonkan. Perhelatan Pilkada Jakarta 2024 dibuat seakan menguncinya. Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mencoba merangkul partai yang saat Pilpres 2024 tergabung dalam Koalisi Perubahan dalam mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar--NasDem, PKB dan PKS. Gayung pun bersambut dalam memenuhi pinangan KIM tentu dengan argumennya masing-masing. Semua berharap masuk dalam lingkaran kekuasaan. Setidaknya ada kursi menteri bisa didapat. Tak perlulah ada partai yang bersungut-sungut tak hendak mengakui bagian dari persekongkolan jahat membegal Anies. Tabiat Partai NasDem dan PKB selama ini memang nyaman dalam kekuasaan. Sedang PKS selama ini dikenang menjunjung value  keadaban dalam berpolitik. Bagi PKS berada di dalam kekuasaan atau di luar kekuasaan sama mulianya. Tapi sayang di Pilkada Jakarta 2024 ini keadaban PKS justru luntur. PKS terjerembab memilih sikap pragmatis dengan meninggalkan Anies yang semula didukungnya. Tawaran Koalisi Indonesia Maju (KIM) mampu mengubah marwah PKS dengan bersepakat memilih bagian dari KIM sambil mengunci Anies agar tak berlaga dalam Pilkada Jakarta 2024. Jika ketidakikutsertaan Anies dalam Pilkada Jakarta 2024 itu terjadi, maka diakui atau tidak itu buah kerja partai yang bergabung dalam KIM termasuk PKS. Jagoan yang dimunculkan KIM di Pilkada Jakarta 2024--konon Ridwan Kamil (Golkar) yang berpasangan dengan Suswono (PKS) atau dengan Kaesang Pangarep. Tak disisakan lawan buatnya kecuali kotak kosong. Bisa dicarikan nama tertentu dari anggota KIM yang sudi pasang badan sebagai penantangnya.  Tepat jika disebut manusia kotak kosong. Siapa saja yang berperan menjadi kotak kosong sejatinya manusia tanpa otak, karenanya tanpa punya rasa malu diri yang diserupakan dengan kotak kosong. KPUD Jakarta konon (akan) mempersiapkan calon independen yang diloloskan semata untuk menantang kekuatan jagoan KIM Plus. Calon independen--yang dipersiapkan--itu pun bisa disebut manusia kotak kosong. Biasa pula disebut dengan calon boneka. Sebutan manusia kotak kosong sepertinya lebih pas disematkan pada mereka yang ditampilkan melawan nalar sempurna. Manusia kotak kosong dimunculkan guna menyiasati kotak kosong yang pertama-tama pernah dipakai dalam Pemilihan Wali Kota Makassar 2018. Kotak kosong yang justru keluar sebagai pemenangnya. Rakyat melawan dengan cara memilih kotak kosong. Belajar dari kasus Makassar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mau sang putra sulung Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakosa, yang maju di Pemilihan Wali Kota Solo ditandingkan dengan kotak kosong. Karena semua partai berebut mengusungnya, kecuali PKS. Maka dicarikan manusia kotak, atau calon boneka.  Adalah Bagyo Wahyu, yang berprofesi sebagai tukang jahit dipasangkan dengan FX Suparjo yang seorang Ketua RW. Dialah yang tampil sebagai manusia kotak kosong agar Gibran punya lawan berwujud manusia. Bukan melawan kotak kosong. Dan benar saja Gibran-Teguh Prakosa yang didukung 9 partai menang telak dengan 86,5% suara. Sedang lawannya si manusia kotak kosong dengan 13,5% suara.  Jika Pilkada Jakarta 2024 tak menyertakan Anies yang punya elektabilitas tinggi, maka yang muncul bisa dipastikan manusia kotak kosong. Tampil sebagai lawan yang tak sepadan dengan jagoan yang diusung KIM Plus. Demokrasi siasat terus dimainkan tanpa risih. Hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dijegal dengan kasar. Khususnya hak rakyat Jakarta untuk memilih calon yang diinginkan tak diberikan.  Bisa dipastikan partisipasi keikutsertaan warga Jakarta dalam Pilkada Jakarta 2024 akan menurun tajam. Tak mustahil pada saatnya rakyat Jakarta khususnya akan menghukum partai yang berlagak tuli yang tak mau mendengar aspirasi konstituennya. (*)

Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah Yang Mirip Airlangga Hartarto

Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN AIRLANGGA Hartarto resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Sejumlah kader Golkar punya peluang untuk menggantilkan Airlanggar Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Golkar. Sebut saja Bahlil Lahadalia, Agus Gumingwang Kartasasmita, Ahmad Dolly Kurnia Tanjung, Bambang Soesatyo, Ridwan Hisyam, Erwin Aksa dan lain-lain.  Penyebab Airlangga Hartarto mundur diduga kareka tekanan sejumlah kasus hukum yang menjeratnya. Namun yang paling menonjol adalah kasus ekspor minyak sawit mentah. Kasus ini menempatkan Dirjen Pedagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka. Indrasari Wisnu Wardhana dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman tujuh tahun penjara. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhlan hukuman 3 tahun penjara. Namun Mahkamah Agung mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi lima tahun penjara dipotong masa penahanan selama ditahan di penjara. Saat Airlangga Hartarto mengumumkan mundur dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar Sabtu kemarin, membuat publik terhentak. Banyak juga yang terkaget-kaget. Namun tidak sedikit juga yang bertanya-tanya, apa menjadi sebab-musabab sampai Airlangga Hartarto sampai mengundurkan diri?  Sebagian ada yang menduga-duga kalau Arlangga Hartarto mundur karena tekanan yang sangat kuat dan keras dari Istana Negara. Penguasa Istana marah besar kepada Airlangga Hartarto. Penyebabnya adalah Partai Golkar tidak mau mencalonkan Kaesang Pangarep sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Ridwan Kamil.    Diduga kalau Airlangga Hartarto tidak mundur dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, maka statusnya akan berubah menjadi tersangka. Bahkan kemungkinan bisa langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung cabang Salemba. Untuk itu, Airlangga cepat-capat membuat langkah penyelamatan, dengan mengundurkan diri. Untuk menggantikan Airlangga Hartarto, Istana Negara diperkirakan mendorong Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sayangnya, dua kader Golkar ini diduga memiliki permasalahan yang hampir yang sama seperti Airlangga Hartarto. Diduga beban skandal hukum ini setiap saat dipakai untuk menyandra Bahlil dan Agus Gumiwang.  Bahlil dilaporkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (KOMPAK) ke Komisi Pemberrantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi keputusan pencabutan Ijin Usaha Pertambangan (IUP). JATAM juga melaporkan Bahlil terkit Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dari tahun 2021-2023 (berita tempo.co Selasa 19 Maret 2024). Bukan hanya JATAM. KOMPAK juga melaporkan Bahlil ke KPK terkait tindak pidana korupsi suap IUP tambang (berita tempo.co Senin 25 Maret 2024). Namun sampai sekarang KPK belum juga menanggapi laporan dari JATAM dan KOMPAK. Beban yang dipikul Agus Gumiwang Kartasasmita adalah skandal mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginanjar Kartasasimita terkait izin PT Freeport Indonesia. Ketika itu Ginanjar sebagai Menteri Pertambangan dan Energi memparpanjang izin usaha PT Freeport yang belum berakhir atau jatuh tempo untuk diperpanjang.  Diduga telah terjadi hengky-pengky antara Ginajar Kartasasmita dengan Freeport terkait terbitnya perpanjangan izin baru. Agus Gumiwang akan menjadi beban residu masa lalu untuk Partai Golkar ke depan. Akhirnya Partai Golkar tidak bisa leluasa seperti sekarang. Partai Golkar akan menjadi barang sandraan yang tiada akhir. Publik tentu saja tidak bisa melupakan manuper Ginanjar Kartasasmita yang memimpin 14 Menteri Kabinat Pembangunan VII untuk berkhianat kepada Presiden Soeharto. Menusuk Pak Harto yang membesarkannya dari nol. Pengkhianatan 14 Menteri terkenal dengan nama “Deklarasi Bappenas”. Ketika itu Ginanjar Kartasasmita menjabat Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Bappenas. Andaikan Balil Lahadalia atau Agus Gumiwang Kartasasmita yang nantinya menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, maka nasib Golkar ke depan tidak beda-beda jauh dengan saat dipimpin oleh Airlangga Hartarto. Untuk itu, Partai Golkar jangan sampai dipimpin oleh kader yang berpotensi bermasalah dengan skandal korupsi. (*)

Golkar Harus Segera Keluar dan Bersihkan Kartel Politik Jokowi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  MENJELANG Pilpres Erlangga sudah dalam pengawasan kartel politik Jokowi untuk di tumbangkan. Keadaan mereda setelah Gihran bisa masuk markas DPP Partai Golkar. Sejak  Agustus  kekuatan kartel politik Jokowi kembali menyergap Erlangga  menggerakkan badut Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang Kartasasmita dengan agenda mencari tempat untuk Gibran,  kembali bergerilya  mempercepat pengunduran Erlangga Hartarto mundur sebagai Ketum Golkar. Ini bukan peristiwa mengagetkan hanya ini perilaku dungu dan tolol dari segerombolan budak politik atas perintah \"Bos Besar\" yang sedang menguasai Indonesia. Rasanya mundurnya  Erlangga tidak perlu jadi tebakan politik yang berputar kesana kemari tanpa bantuan dukun sudah bisa di pahami bahwa target bergerilya  Munaslub harus bisa di laksanakan sebelum Jokowi lengser, untuk memperlancar agenda putra mahkotanya. Kartel politik dengan kekuatan finansial yang sangat besar memiliki kekuatan dan kemampuan menjebol benteng politik sekuat apapun akan rontok. Kartel politik dilengkapi dengan kekuatan intelijen dan perangkat hukum sangat mudah menciptakan jebakan maut bagi siapapun sasarannya untuk menyerah sesuai target waktunya. Erlangga Hartarto makin terpojok dan jebol setelah Kejaksaan Agung dimainkan keluarkan  surat panggilan sebagai saksi kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah ahir pekan lalu. Surat panggilan itu yang diduga membuat Airlangga ciut nyalinya terpaksa mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar, adalah modus pengambilalihan kekuasaan. Sama sekali bukan dilatarbelakangi oleh adanya konflik internal Golkar. Masalahnya menjadi sangat sederhana, hanya caranya sangat kotor dan menjijikan Golkar akan dijadikan buffer politik Gibran.  Jokowi selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya,  untuk memenuhi hasrat kekuasaan semata. Ini adalah visualisasi dan potret kekuasaan politik barbar dan binal saat ini. Modus politik penyanderaan hukum dijadikan alat efektif untuk melengserkan Airlangga dari kursi Ketua Umum Golkar. Ini salah Erlangga sendiri masuk pada jebakan politik kartel Jokowi. Hampir sama dengan kasus Ketua KPU Hasyim Asy\'ari di pecat, setelah menolak mempercepat waktu pilkada. Harus menyerah dengan kekuatan hukum sebagai palu godamnya Hampir semua Ketum Parpol saat ini adalah pesakitan dari kartel politik dengan posisinya sebagai koruptor. Akan bertekuk lutut di hadapan penguasa. Politik penyanderaan merupakan fenomena politik yang memiliki implikasi buruk terhadap pembangunan demokrasi akibat petinggi parpol yang bermental koruptor. Semua Ketum Parpol yang sudah masuk dalam bejana jebakan politik kartel Jokowi sudah seperti bebek lumpuh. Kapan saja bisa di cincang menjadi santapan penguasa. Golkar rusak parah kendalikan anak anak muda buta sejarah arah dan tujuan berdirinya Golkar. Di tubuh Golkar masih tersisa tokoh lama yang sangat paham sejarah  kemana Golkar harus berlayar, mengembalikan kompas jalannya Golkar. GOLKAR harus segera keluar dan bersihkan  Golkar dari antek antek kartel politik  Jokowi. (*)

Agustus Berhembus Brutus

 Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  MARCUA Junius Brutus yang lebih dikenal Brutus, kini hidup kembali dan nyaman mendiami republik. Sifat dan agresifitasnya muncul dalam pengkhianatan dan konspirasi politik.  Telanjang bertubuh birokrasi dan politisi. Intelektual,  pemuka agama, partai politik dan pelbagai elemen aktifis pergerakan, mengekor dan  ramai-ramai menjadi pelacur sosial. Menjelang 17 Agustus 2024, memperingati hari ulang tahun ke-79 RI yang sakral. Di tengah kontradiksi makna kemerdekaan hakiki dengan pelbagai krisis multidimensi negara. Perayaan proklamasi kedaulatan Indonesia itu kian  terasa hambar, tanpa arti dan semakin semu. Wabah KKN, karut-marut IKN dan pelbagai bentuk penjajahan rakyat oleh bangsa sendiri, seolah-olah menegaskan kemerdekaan masih harus terus diperjuangkan.  Faktor fundamental kehilangan kesejatian kemerdekaan indonesia, tak semata karena faktor globalisme. Lebih dari itu, pengkhianatan dan kejahatan juga datang dari rakyatnya sendiri.  Penjajahan yang mampu diusir dari bumi pertiwi karena kepahlawanan, kini disambut terbuka  dengan sikap mental penghianatan. Bangsa Indonesia selayaknya bercermin pada sejarah Marcus Junius Brutus. Populer sebagai Brutus, seorang senator Romawi yang terlibat pembunuhuan Julius Caesar pada 44 SM. Brutus dikenal dunia menjadi representasi dari pengkhianatan dan konspirasi dalam kekuasaan dan pemimpin politik. Terlepas dari polemik substansi perilaku dan peristiwa yang terjadi pada Brutus termasuk oleh kalangan filsuf seperti JJ Rosseau, John Lock,  Thomas Hobber dll. serta tak luput oleh pengadilan sejarah. Seorang Brutus telah menjadi simbol  dari pengkhianatan dan kejahatan. Indonesia saat ini yang menjadi bagian dari pemerintahan satu dekade dalam kepemimpinan Jokowi.  Seperti telah memasuki fase puncak pengkhianatan dan kejahatan terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan dan keinginan para pendiri bangsa. Praktek-Praktek penyelenggaraan negara oleh rezim Jokowi, begitu kontradiktif dan destruktif dari tujuan kemerdekaan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Tujuan negara kesejahteraan (welfar state) bertolakbelakang dengan kenyataan. Mimpi-mimpi kemakmuran dan keadilan hanya mewujud penindasan dan kesengsaraan. Konstitusi hancur lebur dan demokrasi diberangus, rakyat menjadi korban yang hanya berselimut kemiskinan dan kebodohan. Kepahlawanan yang mahal, begitu berharga dan tak ternilai begitu murahnya ditukar dengan pengkhianatan dan kejahatan. Kemiskinan dan kebodohan “by design” yang dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif terus menyelimuti bangsa Indonesia. Keterbelakangan peradaban itu bahkan terjadi sejak dini usai proklamasi kemerdekaan Indonesia dilansungkan. Mental budak dan rendah diri begitu melekat pada bangsa Indonesia saat masih dalam kekuasan kerajaan (monarkhi), penjajahan dan  hingga bertransformasi ke bentuk negara republik kekinian. Kemunduran peradaban bangsa linear dengan semakin surutnya nasionalisme dan patriotisme para leluhur. Daya rusak para pemangku kepentingan publik yang menjelma pada trias politika, bersumber pada hasrat duniawi yang mengejar harta, tahta dan wanita. Birokrat dan politisi  yang berbenteng aparat penegak hukum terus mengumbar kebijakan yang distortif dan destruktif. Angkuh memaksakan kehendak dan arogan memanerkan kekuasaan. Sementara rakyat kesakitan menjadi alas pijakan, menjadi bulan-bulanan kekuasaan. Penyimpangan IKN dan pelbagai proyek strategis nasional yang korup dan menindas. Bertengger kokoh menyelimuti harga sembako melambung, pajak mencekik, biaya pendidikan tak terjangkau, harga BBM dan tarif listrik kian menjulang. Tak berhenti dalam masalah-masalah itu, manipulasi konstitusi dan demokrasi menjadi cara bobrok melanggengkan kekuasaan. Partai politik, intelektual, ulama dan pemuka agama serta komponen penyangga negara lainnya begitu mudah melacur dan murah dibeli. Rezim Jokowi sebenar-benarnya dan senyata-nyata telah membawa kerusakan di bumi pertiwi. 17 Agustus 1945 sepertinya telah menjadi dongeng semata. Pengorbanan keringat, darah dan nyawa para pejuang kemerdekaan sekonyong-konyong sia-sia. Segenap tumpah darah Indonesia menjadi tak berarti, ditelan Brutus-Brutus dari generasi penerus bangsa. Kepahlawanan telah digantikan posisinya olen penghianatan. Kemerdekaan sempurna diambil alih oleh kejahatan. 17  Agustus 2024 yang sedianya menjadi momen refleksi dan evaluasi bagi negara dan bangsa Indonesia. Menjadi antiklimaks kemerdekaan di penghujung kekuasaan Jokowi yang mengakhiri musim-musim kebiadaban. Ya, bulan kemerdekaan yang  penuh pengkhianatan. Agustus yang berhembus Brutus. (*)

Kudeta Halus Airlangga dari Kursi Panas Ketum Golkar

Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa S3 Hukum Trisakti Hanya ada dua pilihan kepada Airlangga. Ambil kesempatan untuk terlibat kawal proses transisi dari Jokowi ke Prabowo atau dipenjarakan.  Apa yang menimpa Airlangga Hartato, bukanlah pengunduran diri dari kursi panas ketum Golkar. Melainkan kudeta halus yang bersumber dari tekanan eksternal.  Tekanan eksternal yang dimaksud bersumber dari dorongan arus politik Istana yang saat ini jadi mesin penggerak utama suksesi transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo.  Teknananya powerfull. Airlangga tak kuasa menolak. Skenarionya sama seperti badai ancaman yang dilayangkan Istana saat menekan Airlangga berhenti mencalonkan diri sebagai Capres atau Cawapres dan menyerahkan Golkar sebagai partai koalisi pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu.  Kekuatan cawe-cawe Jokowi menggunakan politik premanisme. Jebak, sandera lalu hantam Airlangga dengan sejumlah kasus dugaan korupsi.  Di pilpres lalu, Airlangga ditekan gunakan dugaan korupsi izin ekspor Crude Palm Oil. Airlangga diseret ke meja Kejaksaan Agung, dicecar 46 pertanyaan selama 12 jam. Keluarnya Airlangga loyo, menunduk pasrah ikuti arahan Jokowi.  Kini Airlangga dipukul lewat dugaan kolusi bersama importir terkait pelepasan 26.415 kontainer barang yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.  Airlangga dilaporkan ke Bareskrim pada Jum\'at 9 Agustus. Sehari berikutnya, 10 Agustus Airlangga meneken surat pengunduran diri. Di hari yang sama, Airlangga juga mengahadap Jokowi ke Istana sambil memegang map. Agenda pertemuan dadakan karena tidak terjadwal sebelumnya. Hari berikutnya, Minggu 11 Agustus, Airlangga umumkan pengunduran dirinya ke publik.  Dulu, menjelang pilpres, Airlangga dipukul Jokowi agar berhenti calonkan diri sebagai capres atau cawapres dan bersedia serahkan Golkar. Jokowi tekan Airlangga serahkan Golkar ke dalam koalisi pendukung pasangan calon yang ditukanginya: Prabowo-Gibran.  Lebih detail lagi untuk suksesi kelanjutan dinasti politik keluarga yang diteruskan anaknya Gibran yang dipasangkan sebagai wakil Prabowo.  Akhirnya, mimpi Jokowi jadi nyata. Prabowo-Gibran menang.  Kini, Airlangga dikudeta dengan tujuan yang lebih strategis lagi. Golkar harus berada di bawah kendali full Jokowi untuk memastikan dirinya punya kekuatan dalam menjaga eksistensi dinasti politiknya setelah transisi kekuasaan ke tangan Prabowo.  Tidak ada pilihan lain. Harus ada partai besar yang digunakan Jokowi sebagai alat politik untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan dinasti politiknya ke depan.  Posisi Gibran sebagai wakil presiden saja tidak cukup untuk menjaga kelanjutan dinasti politik Jokowi. Ke depannya sangat berpotensi dimandulkan Prabowo seperti kasus Ma\'ruf Amin yang disimpan Jokowi layaknya \"baby doll\" selama hampir 5 tahun.  Saat ini, Prabowo masih menurut apa kata Jokowi. Prabowo berhutang kasa besar kepada Jokowi yang sukses membuat mimpi Prabowo jadi nyata setelah 4 kali gagal capres.  Ke depannya, saat Prabowo dilantik, seluruh kendali kekuasaan berada di tangannya. Jokowi bukan lagi siapa-siapa. Jika keretakan hubungan keduanya menguat-memuncak, Prabowo tidak akan segan memukul Jokowi.  Lalu siapa yang akan melindungi Jokowi? Mengendalikan salah satu partai besar adalah pilihan terbaik. Meskipun pilihan itu juga tidak absolut kuat. Karena arus politik transaksional antara DPR dan eksekutif yang kuat di Indonesia, ketentuan presidential threshold serta pembentukan koalisi yang berlebihan di parlemen,  memberi peluang berlebih kepada presiden mengikat dan memukul ketua partai.  Sulit bagi ketua partai menandingi cawe-cawe presiden. Hal ini sudah dibuktikan Jokowi ketika memukul banyak ketua partai selama menjabat.  Di satu sisi Airlangga pasti tidak mau ambil risiko besar. Lebih baik bagi Airlangga menuruti desakan Jokowi dan menjadi bagian penting yang dilibatkan dalam proses transisi kepemerintahan Prabowo.  Dari pada didiskreditkan, dipidanakan, dikirminalkan, masuk penjara. Jauh lebih baik bagi Airlangga menerima kompensasi yang sudah disiapkan Jokowi dan Prabowo. Boleh jadi, lanjut sebagai menteri lagi.  Lihat saja perilaku Airlangga, setelah mengundurkan diri, Airlangga cabut ke IKN, nikmati \"candle light dinner\" bareng Jokowi. Kemudian ikuti rapat kabinet pertama di gedung Istana \"Kelelawar\" Nusantara (IKN) dengan agenda utama: mempersiapkan transisi ke pemerintahan Prabowo.  Asik. Seperti dikatakan Bahlil saat menyahut candaan Airlangga dan Sri Mulyani dalam sesi foto bersama setelah rapat di IKN: \"Masuk Barang Itu, saya punya kursi spesial\"  Inilah perilaku politik elit Indonesia. Lucu dan menggemaskan! Saya sepakat dengan kalimat Pak JK, dalam kasus ini, tidak ada kecamuk konflik internal di balik pengunduran diri Airlangga.  Bagi saya, desakan internal Golkar terhadap Airlangga jelang Pilpres 2024 lalu, udah melunak bersamaan pencapaian Airlangga yang berhasil membawa Golkar meraih 102 kursi DPR RI di Pemilu 2024, meningkat signifikan dari pada Pemilu 2019 yang hanya 85 kursi.  Mundurnya Airlangga adalah peristiwa kudeta halus yang didalangi aktor eksternal, yakni Presiden Jokowi.  Lalu siapa yang akan dipasang sebagai pengganti Airlangga pimpin Golkar pada Munas di Akhir Agustus mendatang?  Entahlah, pastinya proses harus diselesaikan sampai akhir. Pimpinan baru harus manusia dibawah kendali Jokowi. Bisa jadi Bahlil, Gibran dan calon kuat lainnya. Atau boleh jadi Jokowi sendiri yang jadi ketuanya, atau jadi ketua dewan pembinanya. Entahlah. Waktu akan menjawab. (*)

Tujuh Tafsir Pengunduran Diri Airlangga Hartarto

Oleh Djony Edward l Wartawan Senior FNN Bak petir di siang bolong, tetiba Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengundurkan diri dengan sukarela dari posisinya. Pengunduran diri ini sontak saja membuat geger jagad politik dan bikin panas suasana internal partai beringin ini, sebab pengunduran diri Airlangga berlangsung di tengah keberhasilannya memimpin. Airlangga yang menjabat Ketum Partai Golkar sejak 13 Desember 2017 itu seharusnya mengakhiri masa jabatannya sampai akhir tahun ini. Tepatnya pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada Desember 2024, sebagaimana ditetapkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar pada 2021. Memang ada tuntutan internal agar Munaslub dipercepat pada September atau Oktober 2024. Airlangga mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (11/8). Namun, surat pengunduran dirinya sudah diteken sejak Sabtu (10/8). Dalam video resmi yang beredar Minggu pagi, dia menyatakan pamit dari jabatannya. “Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat maka dengan mengucapkan Bismillahirohmanirohim dan atas petunjuk Tuhan yang maha besar, maka dengan ini menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP Partai Golkar,” ujar Airlangga dengan nada agak gamang di rumah dinasnya di Jl. Widya Chandra. Dia menegaskan, DPP Partai Golkar akan menyiapkan mekanisme organisasi sesuai ketentuan AD/ART. “Semua proses ini akan dilakukan dengan damai, tertib dan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” tegasnya. Dia menambahkan, demokrasi harus terus dikawal dan partai politik adalah pilarnya. Partai Golkar selama 60 tahun telah membuktikan hal ini. Tentu saja pengunduran diri Airlangga ini mengejutkan, karena pengunduran diri itu terjadi di tengah prestasinya memimpin Golkar sedang moncer-moncernya. Bayangkan, pada Pileg 2024, Golkar menenangkan 102 kursi DPR RI, ratusan bahkan ribuan kursi parlemen di berbagai tingkat dari Sabang sampai Merauke juga diraihnya. Itu artinya ada tambahan 17 kursi DPR RI dibandingkan hasil Pileg 5 tahun sebelumnya yang hanya meraih 85 kursi. Praktis menempatkan Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu peringkat kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Airlangga juga dinilai begitu gigih sehingga berhasil dalam memperjuangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Bahkan partainya adalah partai terbesar dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung pasangan ini. Disamping itu Airlangga dinilai sukses dalam memimpin Kementerian Koordinator Perekonomian RI selama dua periode berturut-turut dan berhasil meraih pertumbuhan ekonomi rerata 5%, di tengah krisis ekonomi. Sungguh menakjubkan. Doli mengatakan, pihaknya baru tahu Airlangga mundur pada Sabtu (10/8) malam, pengunduran diri tersebut pun mengejutkan elite-elite partai berlambang pohon beringin itu. \"Tadi saya katakan. Kita pertama sangat terkejut dengan pengunduran diri Pak Airlangga. Tadi saya jelasin lagi, kami tahunya pengunduran diri itu tadi malam,\" ujar Doli di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu (11/8) malam. Doli yang berada di Pontianak pun diminta untuk kembali ke Jakarta dan menemui Airlangga di rumah dinas di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. Selain Doli, ada juga beberapa elite Golkar di rumah Airlangga pada Minggu siang tadii, antara lain Erwin Aksa dan Maman Abdurrahman. \"Kami tadi yang diundang sekitar 5 orang,\" ucap Doli. Dalam pertemuan itu, Airlangga menjelaskan bahwa ia mengundurkan diri dari ketua umum Partai Golkar karena alasan pribadi. Doli menyebutkan, keputusan itu diambil Airlangga setelah rapat bersama keluarga.  \"Jadi alasan yang sangat pribadi. Sebelum kami diundang, itu sudah ada rapat keluarga Pak Airlangga dengan istri tercinta, anak-anak, adik, segala macam. Dan keputusan pengunduran diri itu sudah dirapatkan dan menjadi keputusan keluarga,\" kata dia. Oleh sebab itu, ia mengajak publik untuk menghormati keputusan Airlangga mengundurkan diri dari jabatan ketua umum Partai Golkar. \"Jadi saya mohon kita hormati keputusan Airlangga yang personal dan sangat pribadi dan kita tidak usah mengkaitkan apa latar belakang dan seterusnya atau mengaitkan dengan siapa saja,\" kata Doli. 7 Tafsir Liar Karuan saja, pengunduran diri Airlangga di tengah puncak karirnya ini mengundang tanda tanya besar. Ada apa sebenarnya? Adakah tekanan dari kekuasaan dimana ia sendiri berada di dalamnya? Adakah tekanan dari luar yang membuatnya harus mundur, atau ada peristiwa hukum apa yang harus dijalani Airlangga. Walaupun ada alasan formil yang disampaikan Airlangga, bahwa mundurnya dari puncak pimpinan Partai Golkar untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dan memastikan stabilisasi transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat, tapi publik tetap percaya ada sesuatu yang tersembunyi di balik pengunduran diri itu. Paling tidak kalau melihat kronologi menjelang pengunduran diri Airlangga ada tanda-tanda keras akan terjadi sesuatu, dan sesuatu itu adalah pengunduran dirinya. Setelah pengunduran diri Airlangga, ada kejutan apa lagi. Kita belum tahu. Kalau merunut kronologi dalam pencairan berita dalam sepekan terakhir, ada empat tonggak kejadian penting terkait Partai Golkar. Pada 6 Agustus 2024, beredar berita yang mengatakan bahwa Partai Golkar akan dicuri, berita itu melitnas di grup-grup whatsapp maupun di aplikasi X, Instagram, website berita dan Facebook, begitu massif. Pada 8 Agustus 2024 Pembina Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan dan Aburizal Bakrie meminta fungsionaris Partai Golkar harus tetap solid, jangan mau diatur-atur oleh orang luar, penggantian pimpinan Golkar harus berlangsung terbuka, seluruh kader harus mempersiapkan diri dalam perebutan pimpinan puncak dengan baik, Rapimnas Partai Golkar harus sesuai Rapimnas 2021 yaitu pada Desember 2024. Tanggal 10 Agustus 2024, Airlangga dipanggil oleh Presiden Jokowi di Istana Negara. Entah apa yang dibicarakan, tapi dugaan publik adalah terkait posisi Airlangga di Partai Golkar. Pada tanggal 11 Agustus 2024, Airlangga lewat podcast pribadinya, didampingi sejumlah pengurus inti mengumumkan pengunduran dirinya. Tentu saja publik ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Penulis sendiri mencoba meraba-raba, apa gerangan yang sebenarnya terjadi? Setidaknya ada tujuh tafsir dibalik pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar, di tengah-tengah puncak karirnya. Pertama, Airlangga akan menghadapi perkara hukum terkait kasus izin ekspor minyak sawit mentah di Kejaksaan Agung. Sebelumnya ia sempat diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi selama hampir 13 jam pada 18 Juli 2023 lalu. Ke depan bisa saja status Airlangga akan ditetapkan sebagai tersangka, sehingga kalau posisinya tetap sebagai Ketua Umum Partai Golkar, proses hukum itu akan mengganggu keutuhan Partai Golkar. Kedua, desakan dari konflik internal yang memintanya mengundurkan diri karena dinilai gagal memposisikan diri sebagai capres atau setidaknya cawapres pada Pilpres 2024 lalu, sebagaimana amanat putusan Munas 2021. Komunikasi politik Airlangga dinilai kurang canggih, dimana ia seharusnya bisa maju menjadi capres atau minimal cawapres, ternyata hanya memposisikan diri sebagai penggembira pasangan Prabowo-Gibran. Atas kegagalan itu dia diminta kalangan internal Partai Golkar untuk mengundurkan diri. Ketiga, ada kekuatan yang lebih besar ketimbang kekuatan mesin Partai Golkar yang memaksanya untuk mundur. Kekuatan itu diduga adalah permintaan Presiden Jokowi, dimana jika Airlangga mundur maka Bahlil Lahadalia akan mulus menggantikannya pada Munaslub mendatang, atau bisa jadi Gibran yang diminta menggantikan Airlangga sebagaimana rumors yang berkembang. Jokowi sendiri dikabarkan akan menduduki posisi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, posisi yang nyaman buat sang presiden pasca lengser pada 20 Oktober 2024 mendatang. Keempat, adanya tekanan kartel politik KIM lantaran Airlangga dinilai agak rewel karena menuntut posisi 5 menteri di kabinet Prabowo-Gibran, sementara partai koalisi lain tidak minta posisi menteri sebanyak itu. Alasannya, Partai Golkar adalah partai terbesar dalam koalisi yang memperjuangkan menangnya pasangan Prabowo-Gibran, tapi kartel politik KIM tidak suka dan memaksanya mengundurkan diri. Kelima, polemik di KIM lantaran Airlangga ingin mempertahankan Ridwan Kamil (RK) sebagai calon Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2024 dengan alasan sebagai incumbent, posisi RK sangat kuat dan pasti menang. Tapi KIM menginginkan RK mencalonkan diri sebagai calon gubernur di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk melawan Anies Baswedan, sementara posisi calon gubernur Jawa Barat sudah diserahkan kepada Dedi Mulyadi yang nota bene kader Partai Gerindra. Jadi Airlangga dianggap tidak mendukung RK dalam kerangka KIM Plus di DKJ. Keenam, pengunduran diri Airlangga sebagai hukuman yang tertunda karena dimasa lalu, dimasa pencapresan 2024, Airlangga kedapatan bertemu dengan Anies Baswedan dan itu membuat Jokowi dan Prabowo marah, walaupun akhirnya ia tetap mendukung pasangan Prabowo-Gibran, tapi Airlangga tetap dipersalahkan. Ketujuh, dalam pencalonan kepala daerah di beberapa kota, kabupaten dan provinsi di Indonesia, Airlangga banyak keluar dari kesepakatan KIM, sehingga calonnya dari Partai Golkar melenggang sendiri karena menganggap posisinya kuat, hal ini tentu membuat Prabowo tidak senang, sehingga mengancam keutuhan KIM. Tentu saja ketujuh tafsir tersebut hanyalah sebuah pemikiran sempit penulis, fakta sebenarnya yang mengetahui mengapa Airlangga harus mengundurkan diri adalah Airlangga sendiri. Tapi setidaknya penulis mencoba merangkum beberapa kejadian, hubungan antar partai, komunikasi politik partai-partai, rumors yang berkembang di masyarakat beberapa pekan terakhir antara Airlangga dengan orang-orang disekitarnya. Semoga bermanfaat! 

PKS Menuju Partai Munafik

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan DALAM agama Islam munafik itu perbuatan yang hina dan dikutuk Allah. Orang yang kafir terang-terangan ternyata \"lebih terhormat\" dibandingkan orang yang mengaku muslim bahkan mu\'min, namun hatinya berpindah-pindah. Karakter yang tidak ajeg. Terggoda oleh urusan dunia baik harta maupun tahta. Munafik namanya. QS An Nisa 145 mengingatkan posisi paling buruk dari perilaku munafik itu. \"Innal munafiqiina fied darkil asfali minannaar. Walan tajida lahum nashiiro\". (Sesungguhnya orang munafik itu berada di tempat paling bawah dari Neraka. Dan kamu tidak mendapatkan seorang pun penolong bagi mereka). Kita tentu bukan berbicara tentang PKS di Neraka tetapi sikap mental istiqomah senantiasa diperlukan sebagai keyakinan bahwa pertongan itu datang dari Allah, bukan selainnya.  Ayat di atas mengingatkan jangan sampai kemunafikan itu membawa siapa dan apapun ke tempat yang terhina. PKS disorot karena mengecewakan rakyat atau umat atas sikap teguh yang biasanya mampu berlawanan dengan arus utama. Kini berubah menjadi ikut bersama arus itu seolah lupa pada keyakinan bahwa ketika lepas pegangan dari Allah, maka Allah akan melepas pegangan-Nya. Abu Hanifah saat kecil berdebat dengan atheis dewasa, menjawab tentang bukti Tuhan ada  dan berkuasa. Untuk Tuhan ada tapi dimana, maka jawaban Abu Hanifah adalah apakah tuan Dahria hidup ? Ya karena ada nyawa. Nah dimana nyawa ada, di kepala, dada, paha ? Dahria tak mampu menjawab. Tuhan itu ada meski tanpa tahu di mana. Saat debat Dahria berdiri di mimbar, Abu Hanifah di bawah. Abu Hanifah meminta \"gantian\" dia yang di mimbar, Dahria di bawah. baru ia akan menjawab tentang kekuasaan Allah. Dahria setuju berganti. Abu Hanifah dari mimbar mengatakan \"Inilah bukti kekuasaan Allah\",  kini anak kecil di atas mimbar, Dahria atheis di bawah. Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya. PKS yang bagus dan sudah berada \"di atas\" dalam keteguhan prinsip, dikhawatirkan dengan mudah Allah jungkirkan menjadi \"di bawah\". PKS yang kehilangan simpati dari akar rumput.  Tiga fenomena \"perubahan\" PKS, yaitu di Sumut mendukung Bobby Nasution mantu Jokowi, di Solo berakrab-akrab dengan PSI Kaesang, anak Jokowi, dan di Jakarta PKS cenderung melepas Anies dan bergabung dengan KIM untuk dukung Ridwan Kamil. Tentu PKS memiliki sejumlah alasan, akan tetapi fenomena politik yang terjadi tersebut telah  mengubah simpati umat atau pendukung.  PKS masuk dalam ruang \"hitung-hitungan\" murahan sejalan dengan isu-isu \"mahar\" yang sering diajukan PKS untuk dukungan partainya. Inilah yang dimaksud pergeseran dari keajegan yang selama ini dipertahankan. Kini keajegan itu telah runtuh. PKS pun sedang bergerak menuju partai munafik.  Sukses menyelamatkan kepercayaan rakyat kepada partai politik untuk tetap menjadi kekuatan infrastruktur politik, penyalur aspirasi rakyat dan umat. Sekarang rontok dan  berubah untuk bersama-sama partai politik lain menempatkan diri pada kedudukan bagian dari suprastruktur politik. Bahkan telah menjadi alat dari kepentingan politik pemerintah. Rakyat yang semakin dijauhi. Secara keseluruhan partai-partai politik telah merebut kedaulatan dari rakyat. Mencuri bahkan menjadi perampok. Menipu untuk sokongan suara setelah itu kabur dan berkhianat. Mungkin telah sampai saatnya bahwa partai politik bersama rezim itu berposisi sebagai musuh rakyat. Khusus Jakarta, menjegal Anies untuk maju dalam Pilkada adalah kejahatan politik. PKS yang menjadi bagian dari penggagalan tersebut dinilai telah ikut berkontribusi dalam melakukan kejahatan politik. Masih ada waktu untuk konfigurasi politik sehat PKS. Kembali kepada khitah perjuangan mewakili aspirasi rakyat yang tertindas oleh kekuasaan zalim.Ketika PDIP disandera rezim sehingga tidak mampu berkata dan berbuat banyak, ketika Airlangga didesak mundur atas sandera hebat dirinya dan Partai Golkar, maka saat itu PKS justru sedang menyodor-nyodorkan diri agar disandera. Jika tidak kembali dan bertaubat, PKS sedang bergerak dan meluncur menuju status sebagai partai munafik. (*)

Jokowi Menerkam Golkar

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  POLITIK Jokowi selalu mempertontonkan kekumuhan terus menerus mempertontonkan praktek politik gorong-gorong. Sosok presiden yang sakit dan terganggu  jiwa dan pikirannya. Beberapa yanyg termasuk kategori ini adalah Gangguan Bipolar,  Delusi, Skidzofrenia, Dimensia & Delirium. Perilaku politiknya hanya hanya fokus transaksional  mengejar kalah dan menang,  lalu lupa akan substansi dari mengapa orang berpolitik yakni untuk membangun bonum commune (kebaikan bersama). Jokowi sedang menciptakan skenario  politik kartel baru untuk mengamankan anaknya sekaligus mengamankan dirinya, di ujung kekuasaannya yang penuh resiko akan di gantung di monas atau di kubur di IKN. Politik kartel sesungguhnya memiliki fungsi yang lebih luas dengan ciri cirinya:  - melemahkan bahkan akan memusnahkan ideologi partai.- sikap permisif dalam pembentukan kartel koalisi - melumpuhkan oposisi- pemilu / pilkada dan pilpres hanya formalitas- parpol hanya menjadi pelengkap kartel koalisi Dalam kaca mata politik polarisasi  semacam ini hanya akan dilakukan oleh orang terganggu jiwanya, karena akan sangat mengganggu dan merusak program dan jalannya roda pemerintahan membangun bonum commune Gibran akan menduduki  jabatan Wakil Presiden harus memiliki parpol sebagai kelengkapan terlibat pembentukan kartel politik. Jokowi wajib bertindak cepat sebelum habis masa jabatannya harus bisa membajak atau mengkudeta salah satu parpol besar untuk Gibran. Kita sudah mulai melihat  manuver politik Jokowi untuk menjaga Gibran, menyergap Golkar dan Ketum Golkar harus mundur sebelum habis masa jabatannya digantikan putra mahkotanya Gibran sang Wakil Presiden mendatang. Skenario  politik  Jokowi  terang benderang akan mempertahankan kartelisasi oligarkis  kawin silang antara politik kartel dan oligarki yang saat ini menjadi nyawa kekuasaan Jokowi. Upaya kudeta terebut seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi untuk penguatan posisi Wakil Presiden  dan untuk meneruskan kawin silang politik kartel dangan oligarki di bawah kendali Gibran meneruskan peran ayahnya sebagai boneka oligarki. Posisi Gibran selepas Jokowi lengser tanpa memiliki posisi sebagai ketum parpol besar perannya bisa hanya sebagai pupuk bawang, fungsi utama melindungi ayahnya setelah lengser dari segala mara bahaya akan lumpuh total. Spekulasi skenario Jokowi menerkam Golkar kalau benar benar terjadi bukan jaminan Jokowi akan aman dari sergapan hukum setelah lengser dari jabatannya. (*)

Lawan Oligarki, Mega dan Anies Harus Bersatu 

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  Sama-sama dikhianati dan didzolimi Jokowi. Mega dan Anies ditantang sanggup memasuki fase “vivere pericoloso” demi menyelamatkan Indonesia dari cengkeraman oligarki dan politik dinasti. Atmosfer politik nasional diprediksi akan mengalami turbulensi dan tumbukan di Jakarta. Pilgub Jakarta sepertinya tidak akan mengulang hasil pilpres 2024, dimana cawe-cawe presiden berkuasa dan politik dinasti mengangkangi konstitusi dan demokrasi. Indonesia bisa dipastikan akan  mencapai titik jenuh pada dominasi pragmatisme atas kedaulatan rakyat. Pilgub Jakarta perlahan membuka ruang bagi lahirnya perlawanan kekuatan spiritual terhadap hegemoni material. Rezim tirani mengalami antiklimaks kekuasaan, geliat perubahan tak terbendung lagi. Adanya Megawati Soekarno Putri dan Anies Baswedan dalam realitas kekuasaan tirani dibawah kepemimpinan Jokowi. Membuka peluang upaya melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi atas distorsi akut penyelenggaraan negara selama satu dekade ini. Mega yang ikut berdosa bersama Jokowi, meski tersandera namun tegas menginsyafi keyakinan oposisinya. Pernah bersama Jokowi merajut kekuasaan, kini Mega melakukan perlawanan. Begitupun Anies Baswedan, berkali-kali menjadi bulan-bulanan kekuasan rezim Jokowi, tetap istiqomah dalam gerakan perubahan.  Mega dan PDIP memerlukan trigger politik pada pemimpin yang bisa menjadi representasi kekuatan arus bawah. Sementara Anies harus memenuhi kebutuhan elektoral yang menopang gerakan perubahan dalam jalur konstitusional dan demokratis. Kohesifitas politik Mega dan Anies akan menjadi manuver signifikan dalam pilgub jakarta, terlebih dalam menegasikan upaya melanggengkan kekuasaan rezim Jokowi yang konspiratif Megawati Soekarno Putri dengan kebesaran PDIP yang memiliki rekam jejak historis, ideologis dan empiris. Anies Rasyid Baswedan dengan politik integritas yang mengedepankan moral, etika dan spiritualitas. Keduanya figur pemimpin strategis itu, dapat membangun sinergi, kolaboritas dan bahkan kontrak politik jangka panjang untuk memulihkan Indonesia yang karut-marut. Dengan mengusung Anies sebagai calon gubernur Jakarta, Mega melalui PDIP telah mulai membuka tabir kegelapan kekuasan oligarki dan politik dinasti. Api kesadaran progressif revolusioner itu telah dihidupkan di Jakarta, ibukota negara yang terpinggirkan. Diliputi maraknya orientasi uang, kekuasaan dan jabatan serta politik sandera terutama tang terjadi pada kebanyakan pemimipin dan partai politik.  Mega dan Anies bisa melakukan inisiasi dan  berpotensi membangun simbiosis mutual demi keselamatan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Momentum pilgub Jakarta yang mendesak, sesungguhnya bisa menghidupkan politik perubahan melalui simbiosis mutual Mega dan Anies. Semoga. Saat kedua anak-cucu pahlawan nasional bersatu. Bukan hal mustahil Mega dan Anies menghidupkan kembali api nasionalisme dan patriotisme  dalam dekadensi Indonesia. (*)

Halusinasi Indonesia Emas

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  PADA Kamis Pahing  tanggal 08 Agustus 2024 ( malam Jumat ) peserta Kajian Politik Merah Putih, setelah bertadarus bersama sekedarnya. Dilanjutkan berdiskusi rutin dengan acuan  thema ternyata sudah di sepakati : Solitudinem faciunt pacem appellant (mereka menciptakan kehancuran dan menyebutnya perdamaian) danThe wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism(Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah). Muncullah percikan pikiran bebas antara lain : Selama sepuluh tahun kita tertipu dipimpin seorang yang dikira pahlawan rakyat kecil, merakyat  ternyata penghianat negara bisa berbuat apa saja dan kita tak berdaya menghentikannya. Simpul simpul perlawanan di mandulkan, penguasa jadi  bebek piaraan taipan Oligarki,  kenyataan hidup bangsa ini seperti dalam dongeng. Keadaan ini seperti tidak masuk akal tetapi terjadi sebagai realitas. Penipuan, kebohongan, kelicikan Jokowi berjalan mulus, telah menimbulkan bencana kemanusiaan, tata kelola negara terburuk dan porak poranda, kita semua jadi korbannya Salah seorang peserta diskusi begaya spiritual mengatakan : \"Arwah  Deng Xiaoping tersenyum bangga doktrinku tetap bejalan: Sembunyikan kemampuan kita dan tunggu saat yang tepat lumpuhkan dan kuasai mereka\". Kita ini bangsa yang tolol, tidak menyadari strategi dagang Tiongkok juga didasarkan pada seni perang  kontemporer tidak selalu terungkap seperti : Deklarasi bahwa Tiongkok tidak akan pernah mencari hegemoni, strategi Tiongkok itu jelas menipu. Kita lengah melihat niat dan perilaku mereka yang sebenarnya. Lebih tolol lagi sang  penguasa menangkap  tipuan rersebut  diamini sebagai kebenaran bahkan berbunga bunga mengira  sebagai berkah.  Tidak sadar atau memang sudah dungu bahwa taipan oligarki Cina sudah menguasai politik dan sumber daya ekonomi di Indonesia. Ini sasaran utama untuk menguasai Indonesia, tidak peduli dengan pasal 33 UUD 45. Kita bertarung siang malam di berbagai media sosial sementara taipan oligarki strateginya sangat senyap tetapi mematikan tetap di dasarkan pada tipu daya, dan itulah doktrinasi saudagar etnis Cina. Terlihat sangat jelas sama dengan tampilan prilaku Jokowi,  dengan segala tipu daya, licik dan pembohong. Pemimpin RRC biasanya menyebutkan ide kerjasama saling menguntungkan sebagai jebakan maut hutang di tawarkan gila gilaan. Jokowi menangkap perangkap  tersebut sebagai anugerah dan keberuntungan. Tiongkok telah memberikan bantuan hutang yang sangat besar kepada Indonesia.  Perang non-senjata  meliputi perang dagang, perang finansial. Ketika tidak mampu mengembalikan hutangnya ini ancaman sangat besar pulau pulau di jual ke asing dengan dalih disewakan. Ide penakluk disintegrasi mencakup politik, ekonomi, budaya, psikologi, ancaman militer, konspirasi, propaganda media, hukum, informasi, dan intelijen. Semua konsep ini jelas dibangun di atas ide-ide Sun Tzu tentang penipuan, gangguan, dan menaklukkan musuh tanpa berperang. *Indonesia sudah  masuk dalam perangkap politik dan skenario hegemoni ekonomi  Taipan Oligarki dan RRC adalah petaka dan bahaya besar, Jokowi masih menebar impian dan halusinasi Indonesia Emas 2045, lagi lagi kita terbius mengamininya, persis didepan mata kuburan siap mengubur NKRI*. (*).