OPINI

Air Mata Palestina, Air Mata Kita

Oleh Muhammad Akbar, S.Pd., M.Pd., C.ET - Aktivis Media Islam, Peneliti Madani Institute dan Kandidat Doktor UIN Alauddin Makassar. SERANGAN Israel terakhir ini terhadap rumah sakit Baptis di kota Gaza, seketika menewaskan sekitar 500 orang lebih dan menghampiri 1000 orang yang terluka. Bahkan data dari kementerian kesehatan Palestina hingga hari ini korban yang berada di Jalur Gaza sekitar 3.785 orang dan korban luka 12.500 orang. Menjadi sebuah peristiwa yang mengenaskan, merengguk nyawa anak-anak yang tak bersalah, meruntuhkan gedung-gedung yang kokoh, mensirnakan tawa dan riang gembira anak-anak gaza dengan kesedihan, tangisan, ketakutan dan kepedihan. Tangisan keras yang merengguk nyawa orang tua dan keluarganya, simpah darah yang tak ada langkah kaki lepas darinya, bahkan tubuh manusia menjadi hancur berkeping akibat bom dahsyat dari zionis laknatullah. Dalam sebuah peristiwa, terlihat seorang gadis kecil berdiri tegap di depan ribuan warga Palestina dengan mendendangkan syair Abdullah al-Tamimi. Suara gadis mungil itu tegas dan lantang, tapi tidak berteriak. Dia seperti merintih tapi tidak menangis. Suaranya keras tapi tidak marah. Dia bertanya tapi tak perlu jawaban. Tampaknya misi syair itu disampaikan untuk seluruh umat Islam. Inilah penggalan syairnya. \"Pinjamkan kepada kami...pinjamkan kepada kami senjata untuk kekebasan al-Aqsa. Wahai pemuda Islam...Bukankah kita saudara seagama? Apakah menyakitkanmu ketika kami di embargo? Apakah menggembirakanmu jika kami binasa? Apakah menggembirakanmu jika kami lapar? Apakah kalian harus menunggu sampai keberadaan masjid al-Aqsa dihilangkan, dan kita semua hilang? Wahai saudaraku seagama, beritahu kami kapan kalian marah? Apakah ketika kehormatan kita dirobek-robek? Apakah ketika masjid kita dihancurkan? Apakah ketika harga diri kita dibunuh? Apakah ketika kehormatan kita direndahkan? Di saat al-Quds marah, kamu juga belum marah. Kapan kamu marah? Jika karena Allah, harga diri, karena Islam kamu tidak marah. Maka beritahu kami kapan kamu marah?\" Ketika menyimak dan menelah syair itu, dengan penuh kesadaran mestinya kita terhentak. Mengapa orang Palestina minta dipinjamkan senjata. Tidakkah kita mengetahui bahwa mereka memiliki rudal-rudal canggih yang dikebambangkan oleh ilmuwan-ilmuwan mereka sendiri? Nampaknya bukan demikian maksudnya. Mereka merasa sendiri dan tidak banyak manusia yang membela mereka. Namun kini suasana itu berbeda, banyak Negara yang telah mengecam israel. Kaum terpelajar, non muslim dan para pemimpin negara, hati nurani kemanusiaan mereka mendukung kemerdekaan Palestina dan mengutuk keras kekejaman israel kepada rakyat Palestina. Nampaknya, jika rasa kemanusiaan itulah motif utamanya untuk mendukung Palestina, maka rasa iman dalam diri seorang muslim harus lebih membara untuk mendukung Palestina. Tampaknya, permintaan syair itu untuk meminjam senjata bukanlah rudal dan tank untuk mempertahankan Al-Aqsa, tapi pembelaan mereka secara diplomasi dan negosiator internasional. Bahkan perkembangan dunia digital hari ini memungkinkan kita untuk bersuara lebih lantang lagi dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Ketika syair itu memilih diksi \'saudara seagama\' untuk menuangkan rasa kebersamaan, kita menjadi seperti bersalah. Sebab ciri seorang mukmin menurut syariah adalah berukhuwwah dan saling marasakan, menguatkan, mendukung bagaikan satu anggota tubuh. Tapi mengapa, ketika saudara kita di Palestina diembargo, sehingga kelaparan dan dibunuh dengan senjata semena-mena, bahkan satu ledakan bom menewaskan 500 orang, dan kita tidak ikut merasakan? Penyair itu menuduh kita \'persaudaraan seagama macam apa yang kalian miliki ini?\' Jangan-jangan kita baru sekadar berislam dan hati kita belum beriman. Kata-kata \"...beritahu kami kapan kalian marah? sungguh merupakan kata-kata yang tajam menusuk lubuk hati kita. Seakan penyair ini berkata \'kami sudah alami seperti ini kalian belum juga marah? Kapan? Mungkin jika dilanjutkan akan berbunyi seperti ini: \'jika selama ini kalian merasa telah berjuang lillah, lil Islam, telah menjaga Islam dan memperjuangkan agama, tapi tidak marah melihat saudaramu ini ditindas dan dihabisi seperti ini, berarti kalian tidak benar-benar lillah dan tidak sungguh-sungguh lil Islam. Syair ini begitu indah namun menyakitkan hati kita, karena penderitaan mereka lebih sakit dan pedih dari sekedar ungkapan dalam bait-bait syair. Jika kita masih belum tersentuh, mari kita bayangkan. Seakan telunjuk sang penyair atau gadis cilik yang melantunkan syair itu mengarah ke muka kita dan suaranya memekik di telinga kita. Kata-katanya sekan menjadi seperti ini, \'Wahai saudaraku seagama, apakah anda baru akan marah ketika kehormatan anda atau keluarga anda dilecehkan? Setelah masjid anda dirobohkan? Setelah kemanusiaan anda diinjak-injak?\' Mari kita bayangkan, sadari, rasakan dan hayatai dalam hati sanubari kita. Jika bayangan di atas masih belum menyentuh hati dan menggetarkan jiwa kita dan kita juga belum marah, maka kita penting merenungi sabda Nabi, \"Barangsiapa tidak peduli dengan urusan umat Islam, maka ida bukan golongan Islam,\" (al-Hadits). Atau sindiran Buya Hamka, \"Jika agamamu dihina dan kamu tidak marah, maka ganti bajumu dengan kain kafan,\". Artinya, jika anda Muslim dan Mukmin tapi tidak mempunyai ghirah diniyyah, maka kematian adalah lebih baik bagi anda. Sejarah telah mencatat, bahwa Bumi Syam selalu menjadi penerang antara haq dan kebatilan, setiap zaman para pengusung kebatilan senantisa melakukan berbagai bentuk kedzalimannya, baik dengan penjajahan, pembunuhan dan penindasan. Setiap zaman itu pula, tetap Allah pilih golongan orang-orang yang tampil dengan penuh keberanian melawan setiap kebatilan dan kedzaliman bagi bangsa Palestina.  Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah menceritakan, \"Serangan-serangan pasukan Salib semakin agresif sehingga berhasil menguasai wilayah yang sangat luas. Pada tahun 491 H/1097 M, mereka menguasai Anthakiyah dan terus melakukan serbuan sehingga berhasil merebut Baitul Maqdis (Palestina) pada tahun 492 H/1098 M. Di setiap kota dan desa yang dilalui, pasukan Salib melakukan pembantaian terhadap penduduk dengan cara sangat keji. Kaki kuda-kuda mereka berlumuran darah korban-korban pembantaian yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Semua peristiwa ini terjadi di saat mayoritas masyarakat Muslim terlena dengan pertikaian dan perselisihan antara mereka sendiri. Para sultan dan penguasa tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan invasi pasukan Salib yang terus meluas,\" (al-Bidayah wa an-Nihayah, vol.12, hlm, 157). Beberapa buku sejarah Islam pada periode tersebut mencatat gambaran-gambaran ironis tentang sikap para penguasa dan masyarakat Muslim yang lebih mementingkan urusan pribadi daripada berusaha menghadapi bahaya yang sedang mengancam. Beberapa gambaran peristiwa dicatat oleh Ibnu al-Jauzi dalam buku sejarahnya, al-Muntazham, juga oleh Ibnu al-Atsir dan sejarawan lainnya, yaitu ketika pasukan Salib menguasai Ramallah, Quds, dan \'Asqalan. Mereka membunuh penduduk kota-kota tersebut dan membantai sekitar 70.000 (tujuh puluh ribu) kaum Muslimin di kawasan al-Aqsha yang meliputi masyarakat biasa, ulama, pelajar, ahli ibadah, dan ahli zuhud.\" (Ibnu Khaldun, Diwan al-Mubtada \'wa al-Khabar, vol. 5, hlm. 2). Kenyataan pahit ini mendorong Abu al-Muzhaffar al-Abiwardi untuk melantungkan syair, sebagaimana gadis mungil di atas mendendamkan syair atas kondisi tragis yang dialaminya, syair itu berbunyi:  \"Darah kami bercampur air mata yang tercucur Tidak ada lagi bagian tubuh yang tak berbalut luka. Senjata yang paling rapuh adalah air mata yang berderai Ketika perang semakin memanas dengan pedang yang saling beradu. Alangkah malangnya putra-putra Islam.. Di saat sekian bahaya besar mengancam anak keturunanmu.. Bagaimana mungkin mata ini bisa tidur lelap Ketika didera berbagai penderitaan yang membangunkan setiap orang yang tidur. Saudara-saudaramu di Syam. Tidur di atas bantalan pembantaian atau di dalam perut binatang-binatang buas. Tentara Eropa telah membuat mereka terhina, sementara engkau terus bergelimang nikmat dan hanya bisa bersikap pasrah. Jika ada orang yang menghindari perang-perang itu, justru akan menggigit jari di kemudian hari. Jasad suci yang terkubur di Thaibah Nyaris memanggil dengan suara lantang, \"Wahai keluarga Hasyim!\" Aku melihat umatku enggan menyerbu musuh, sedangkan sendi-sendi agama begitu rapuh. Mereka menghindari api karena takut mati, tanpa menganggap kehinaan sebagai akibat yang pasti. Apakah  pembesar-pembesar Arab rela dengan kehinaan, sehingga membuat seluruh masyarakat menjadi terhina pula.  Jika memang mereka enggan bangkit atas dasar menolong agama. Tidakkah mereka bangkit karena kecemburuan terhadap istri dan keluarga!. Jika memang mereka tidak peduli dengan pahala, ketika terjun di medan laga. Tidakkah mereka mau peduli karena harta rampasan di depan mata. Sebagai bangsa yang telah merdeka selama 78 tahun dan dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim, bangsa Indonesia memiliki catatan history yang erat dan kuat dengan Palestina, utamanya dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.  Syaikh Muhammad Amin Husaini, Mufti Besar Palestina, bersama KH Agus Salim. Setahun sebelum Indonesia merdeka, pada 6 September 1944, Syekh Amin memberikan dukungan secara terbuka bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di radio. Bukan sekedar itu, Palestina juga dilaporkan  ikut melobi sejumlah negara-negara di Timur Tengah untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Yang mana pada 22 Maret 1946 Mesir menyusul memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia, sebagaimana dikutip dari buku Indonesia, Islam, and Democracy yang ditulis oleh Azyumardi Azra. Dukungan yang diberikan oleh Palestina tidak hanya bersifat diplomatis, tetapi juga materi. Hal ini dilakukan oleh seorang pengusaha Palestina yang kaya raya dan sangat simpati terhadap perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher. Dengan tulus, ia menyerahkan seluruh uangnya yang berada di Bank Arabia kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan. Ia berkata, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia!” Dukungan tersebut disampaikan tanpa mengharapkan imbalan atau tanda bukti penerimaan. Sehingga tak heran, dalam UUD 1945 ditegaskan, \"Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.\" Begitulah pembukaan UUD 45, pernyataan awal cita-cita luhur Republik Indonesia, yang paham betul. Maka siapapun yang mendukung penjajah, dia tak layak menjadi Indonesia, bahkan bertentangan dengan fitrah manusia dan martabatnya sebagai seorang muslim. Faktanya, Israel itu penjajah, pendatang haram yang mengambil paksa tanah Palestina, membunuhi penduduk aslinya sejak Inggris memberinya ruang di tahun 1920. Entah sudah berapa ribu nyawa merenggang dibantai dengan sadis, baik dipertunjukkan terbuka, juga tertutup media dan berita hingga saat ini. Maka, air mata palestina adalah air mata kita. Hanya binatang dan manusia dengan level terendah yang diam dengan semua penjajahan, pembantaian dan kebiadaban Israel pada rakyat Palestina dan dunia, tapi menggonggong dan menyalak nyaring seolah Israel yang menjadi korban ketika rakyat Palestina melawan penjajahan dan pendudukan tanah dan hidup mereka. Maka perlawanan Hamas dan rakyat Palestina pada saat ini adalah sebuah keberanian dan kebenaran, didasarkan cita-cita luhur ingin merdeka, mempertahankan tanah, harga diri dan agamanya. Sebagaimana Indonesia dulu, dengan penuh upaya, kerja keras dan pertolongan Allah kita dapat meraih kemerdekaan bagi bangsa kita. Semoga tulisan ini menjadi renungan bagi kita, bahwa peperangan yang terjadi di Palestina adalah penegasan bagi dua golongan, antara haq dan batil. Maka sepatutnya kita memasukkan diri kita dalam golongan yang memperjuangkan kebenaran, sebab kita memiliki banyak dimensi yang menghubungkan diri kita dengan Palestina, kita bersaudara secara agama, amanat bangsa kita, dan rasa kemanusiaan atar sesama manusia.  Semoga Allah kuatkan saudara-saudara kita di Palestina, dan bagi kita, semampu mungkin membantu saudara-saudara kita di sana, meski lewat doa semata dan berbagai upaya yang lainnya. Mohon bacakan doa ini bagi para pejuang Palestina. اللّهُمَّ نَجِّ إِخْوَانَنَا الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فَلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ (*)

Indonesia Krisis Konstitusi: Akankah DPR Menggunakan Hak Angket?

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Krisis konstitusi adalah sebuah kondisi di mana konstitusi tidak bisa lagi memberi solusi atas kondisi dan permasalahan yang ada. Antara lain, karena terjadi perbedaan pandangan antar lembaga negara dalam menjalankan konstitusi, yang pada akhirnya bisa memicu konflik politik. Benih-benih krisis konstitusi sudah mulai terlihat ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan gugatan tentang batas usia capres dan cawapres yang kontroversial, dengan menambah norma “… atau berpengalaman sebagai kepala daerah”. Putusan ini ditanggapi oleh beberapa anggota DPR, bahwa Putusan MK tersebut tidak serta merta berlaku. https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/10/17/12161381/pimpinan-komisi-ii-dpr-sebut-putusan-mk-tidak-berlaku-pada-pemilu-2024 Anggota DPR berpendapat, Putusan MK tersebut harus diproses di DPR, dengan mengubah Pasal dimaksud ke dalam UU Pemilu. Sebelum Pasal itu diubah maka Putusan MK belum berlaku. Bersamaan dengan pendapat ini, mereka juga mengatakan KPU tidak bisa mengubah Peraturan KPU (No 19 tahun 2023) yang menetapkan persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden berdasarkan UU Pemilu yang sekarang berlaku, yaitu batas usia capres dan cawapres paling rendah 40 tahun. Alasannya, karena rujukan Peraturan KPU adalah UU Pemilu, bukan Putusan MK. Oleh karena itu, Putusan MK harus diadopsi terlebih dahulu di dalam UU Pemilu, agar KPU dapat menyesuaikannya. https://nasional.sindonews.com/newsread/1228623/12/soal-putusan-mk-kpu-diminta-tak-ubah-pkpu-sebelum-ada-revisi-uu-pemilu-1697584201 Salah satu pakar hukum tata negara yang juga berpendapat bahwa Putusan MK kontroversial dan problematik adalah Yusril Ihza Mahendra. https://news.detik.com/video/231017110/kalau-jadi-gibran-yusril-tak-maju-cawapres-karena-putusan-mk-problematik Di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa Putusan MK adalah final dan mengikat, dan langsung berlaku. Mereka berpendapat KPU dapat mengubah Peraturan KPU berdasarkan Putusan MK, yaitu capres-cawapres “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah”. Di sini terjadi perselisihan menuju krisis konstitusi yang bisa memicu konflik politik. Selain itu, banyak pakar hukum dan masyarakat juga berpendapat bahwa Putusan MK sangat kontroversial, melampaui wewenang MK, cacat hukum, dan tidak sah. https://news.solopos.com/yusril-putusan-mk-batas-usia-capres-cawapres-problematik-dan-cacat-prosedur-1770076/amp Dengan berpegang, Putusan MK diduga cacat hukum dan melanggar konstitusi, dikhawatirkan DPR akan melakukan tindakan koreksi dengan membentuk hak angket, untuk menyelidiki apakah MK telah melanggar peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya melakukan uji materi, sampai menetapkan Putusan. Karena, menurut Yusril, pendapat dua hakim konstitusi seharusnya masuk kategori dissenting opinion, sehingga skor Putusan seharusnya 6-3: 6 menolak gugatan. Tetapi, dua pendapat dissenting opinion tersebut kemudian dibuat menjadi concurring opinion, sehingga seolah-olah menyetujui frasa “…. atau pengalaman sebagai kepala daerah”, yang seharusnya “…. atau pengalaman sebagai kepala daerah SETINGKAT PROVINSI / GUBERNUR”. Sehingga membuat skor Putusan MK menjadi 5-4: 5 mengabulkan gugatan. Kalau sampai DPR menggunakan hak angket, maka krisis konstitusi akan menjadi semakin nyata dan semakin dekat. Konflik politik sepertinya tidak terhindarkan. #IndonesiaKrisisKonstitusi —- 000 —-

Israel Go to Hell, Jokowi Go to Jail

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan ISRAEL yang terus membombardir Gaza dikutuk dunia, khususnya dunia Islam. Serangan ke Gaza menggambarkan bahwa ini bukan perang tetapi pembantaian bahkan genosida. Israel memang binatang buas, predator, haus darah dan pembuat teror. Israel adalah adalah negara teroris yang sedang berlari menuju neraka. Israel go to hell.  Zionis Israel penyembah setan yang mempersetankan dunia. Seruan, kutukan, apalagi sekedar pernyataan, tidak akan didengar.   Arogansi dengan sandaran lobby Yahudi mampu mengendalikan Amerika, Inggris dan Uni Eropa. Di medan diplomasi perjuangan Palestina sulit untuk meruntuhkan Israel yang sukses didukung oleh kekuatan lobby tersebut.  Meskipun demikian serangan 7 Oktober ternyata mengejutkan dan merepotkan. Fenomena baru dari gerakan kemerdekaan Palestina telah muncul. Serangan membabi buta Israel adalah bentuk kepanikan. Berbeda dengan perang sebelumnya pada tahun 1967 dan 1973 yang berbentuk negara seperti gabungan Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania yang faktanya selalu kalah. Kini dilakukan oleh sebuah gerakan atau kelompok perlawanan. Harakat Al Muqowama Al Islmamiya (Hamas) adalah sebuah kekuatan.  Israel membuat neraka di Gaza tetapi jadi surga bagi muslim teraniaya dan mujahid pejuang. Pejuang Hamas juga mampu membuat neraka di Israel. Kematian yang memang jalan menuju neraka bagi kaum zalim, kafir, dan keji. Israel go to hell.  Di wilayah domestik arogansi pemerintahan Jokowi juga sedang ditunjukkan. Tidak malu mensentralisasi kekuasaan menjadi domein keluarga. Membombardir demokrasi dengan dukungan penuh lobby oligarki. Diujung masa jabatan Jokowi panik hingga langkahnya membabi buta. Terlalu banyak kegagalan dan dosa politik yang telah diperbuat. Jokowi go to jail. Berhasil menyetir MK untuk buka peluang Gibran. Mengolah MK agar memutuskan perbaikan UU Cipta kerja demi Perppu. Mendikte DPR untuk selalu ketuk palu pada kemauan, upaya kudeta pimpinan partai politik, menempatkan anak menjadi Ketum partai secepat kilat, mengkultuskan diri melalui Jokowisme, dan menghukum tergantung tingkat kesetiaan. Menyandera Menteri dan Ketum partai.  Agenda Jokowi banyak gagal atau tersendat. Ingin menambah periode tidak sukses, perpanjangan setahun dua tahun mendapat tantangan, proyek IKN meski telah diobral masih tidak laku, kereta cepat tak jelas prospek, yang jelas hutang besar, dalam kasus Rempang seperti Israel saja main usir dan pengosongan.  Xi Jinping adalah Jokowi besar dan Jokowi adalah Xi Jinping kecil.  Gilanya di China Jokowi bilang IKN merupakan bagian dari program jalur Sutera China. Waduh ujug ujug Jokowi memasukkan IKN ke dalam program BRI, sehat pak  ? Ditambah kasus Km 50, korupsi, kecurangan Pemilu, serta tidak jelas soal ijazah, maka Jokowi memang layak untuk masuk penjara. Go to jail.  Sebagaiman Israel dimana para pejuang kemerdekaan Hamas, Jihad Islam, Fatah dan lainnya terus mengadakan perlawanan, maka di Indonesia rezim Jokowi yang zalim, serakah dan korup juga mendapatkan perlawanan dari mahasiswa, buruh, purnawirawan, agamawan, emak-emak, kelompok profesi dan aktivis lainnya. Oposisi terus meneriakkan dan melakukan aksi dalam melawan ketidakadilan dan ketidakpedulian rezim Jokowi. Rezim buta tuli.  Teriakan pantas untuk Zionis adalah \"Israel go to hell\". Sementara watak \"jail\" Jokowi yang selalu menyakiti rakyat Indonesia berkonsekuensi pada teriakan \"Jokowi go to jail !\".  Penjara sudah tidak sabar menanti dan menjadi tempat yang sangat layak untuk Jokowi beserta kroni.  Bandung, 23 Oktober 2023.

Biarkan Gibran Jadi Presiden

Oleh Joko Sumpeno Memang salah, anak lurah mencalonkan atau dicalonkan jadi lurah? Ya nggak ada yang salah. Wajar - wajar saja. Namanya hak setiap warganegara ingin berbakti Kenapa negeri yang dikenal gemah ripah loh jinawi. Kenapa harus dihalang-halangi.  Biarkan saja ...... Politik tidak hanya butuh orang pinter atau menolak yang goblok. Terpenting adalah soal keberanian. Termasuk berani untuk menafikan malu.  Pernah dicatat oleh sejarah suksesi Mataram yang dikenal hiruk-pikuk, dibanjiri air mata dan digenangi darah. Bahkan sempat ayah dan anak di istana itu berebut satu  perempuan yang katanya cantik pada zamannya. Mataram ( katanya telah Islam ) yang berpusat di Surakarta - Jogjakarta diketahui sebagai kerajaan Gung binatara disesaki suksesi yang kemudian melibatkan kompeni ( VOC ). Urusan dagang dan politik saling berkait dan berkelindan. Dan, VOC cerdik memanfaatkan kehausan kuasa dan kelaparan uang. Apa bedanya dengan kekinian yang kekuasaan hanyalah jalan atau saling berpasangan antara harta, tahta dan wanita dibungkus dengan jalinan kata-kata bertuah penuh warna normatif. Takut pada kedatangan hari esok dengan resiko pertanggungjawaban berpadu dengan kerakusan, mendorong tetap ingin memeluk kekuasaan selama hayat dikandung badan. Gibran meski belum memenuhi syarat untuk berkuasa, namun oleh kekuasaan dibuatlah syarat bagaimana supaya terpenuhi. Akulah hukum, memang kamu mau apa ....( saya membayangkan cengar cengir sang  kuasa mencibir ). Mungkin saja, inilah justru bukan jalan melama-lamakan kuasa, melainkan tersembunyi hikmah yang mempertontonkan politik secara telanjang: perpaduan pedang, uang dan doa suka-suka. Bukankah politik hanyalah jalan kemungkinan.  Jsp, Oktober 2023 yang kian panas.

Alarm Lampu Merah Dari Cina , Benar Benar Telah Nyala

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  KONFERENSI Tingkat Tinggi Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), di Beijing, China, Rabu (18/10), Presiden China Xi Jinping berpidato eh berencana akan menambahkan dana sebesar US$ 100 miliar atau setara Rp 1.577 triliun untuk program Belt and Road Initiative (BRI), lintas negara. Presiden Jokowi yang hadir dalam forum tersebut, tampak terkesima. Berhalusinasi bagaimana uang tersebut bisa dimiliki semua masuk ke Indonesia dengan dalih investasi. Tidak di sia siakan Jokowi saat berbicara dalam Konferensi tersebut,  berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia terus diperkuat.  Pada forum tersebut, hilang harga dirinya sebagai pedagang amatiran mengulang kembali menawarkan pembangunan Ibu Kota Negara ( IKN ) sebagai komoditas jualan yang penting laku dan terjual. Presiden Jokowi menyatakan harapannya agar BRI ikut mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Bahkan tanpa pikir panjang mengatakan antara lain meminta agar program IKN merupakan program BRI China. Lagi lagi  berdalih menanam investasi dengan menjual kedaulatan. Jokowi menyerahkan lehernya ke RRC, tidak sadar atau tidak paham bahwa BRI program Jalur Sutra Xi Jinping itu merupakan kebangkitan imperium Cina, dalam bentuk penjajah gaya baru. Telah diingatkan bahwa  pinjaman besar-besaran ini telah dikritik beberapa pihak di negara Barat, dengan mengatakan BRI membebani negara-negara miskin dengan utang yang besar. Dalam beberapa kasus, tunggakan telah menyebabkan China mengambil kendali atas aset-aset tersebut. Presiden terkesan mengabaikan bahkan tanpa seleksi dan pengaman terkait dengan keamanan wilayah,  menawarkan sejumlah proyek kepada pengusaha China dengan bebas yang penting investasi masuk, agar ada kesan dirinya telah bisa melakukan pembangunan di Indonesia. Tidak peduli itu uang hutang yang berbahaya aset negara bisa disita China apabila tidak mampu mengendalikan pinjamannya. Berbusa busa dalam pidatonya menjual penawaran maut bahwa investasi di Indonesia menjadi pilihan tepat karena mudah dan aman. Pernik pernik lain meluncur dengan buas bahwa  sejumlah indikator ekonomi positif dan stabilitas sosial politik aman. Semua sumber daya alam ditawarkan dengan dalih  sebagai pasokan dunia, yang penting sama sama menguntungkan dan dapat cuan. Seakan akan Indonesia sudah tidak memiliki kedaulatan dan terkesan Indonesia akan berakhir kiamat maka semua harus dijual, di ahir masa jabatannya yang tinggal menghitung har, tidak peduli resikonya dimasa depan. Investasi yang   terseleksi dengan ketat tetap diperlukan, dengan tetap membangun kekuatan ekonomi secara mandiri didalam negeri, tidak hanya mengandalkan hutang, yang berbahaya. Jokowi terus bertindak ceroboh, belepotan dan makin eror dan berbahaya. Tidak sadar bahkan makin nekad menjual kedaulatan negara, dengan kesan posisi dirinya hanya sebagai boneka Xi Jinping. Merusak kehidupan masa depan negara, terus melakukan akrobat, licik meracik diksi pembenaran  tanpa pedulikan  akibat dan bahayanya bagi masa depan bangsa ini. Alarm lampu merah dari China benar benar telah nyala. (*).

Kalau Gibran Cawapres Prabowo, Waspadailah Kecurangan

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior PARA pakar hukum berpendapat putra sulung Jokowi, Girban Rakabuming Raka, tidak mungkin bisa ikut pilpres. Sebab, putusan MK yang membukakan jalan bagi Gibran harus dibawa ke DPR untuk dibahas dan diputuskan apakah diterima atau ditolak. Akan tetapi, Prabowo tampaknya akan mengumumkan Gibran sebagai cawapresnya. Tak peduli apakah putusan MK itu akan dibahas DPR atau tidak, ditolak atau tidak. Mengapa Prabowo nekat mau mengumumkan Gibran sebagai cawapres? Dan, kalau benar, mengapa Jokowi juga nekat mendorong Gibran maju bersama Prabowo? Pertama, Prabowo dan para pendukungnya yakin dia akan menang pilpres 2024 bersama Gibran. Karena mereka percaya Jokowi pasti akan habis-habisan demi Gibran.  Ini ada benarnya. Misalnya saja, sekian banyak parpol bisa digiring Jokowi untuk ikut koalisi Prabowo. Kedua, Jokowi percaya Prabowo akan melindungi dia dan keluarganya setelah turun dari kursi presiden. Jokowi mencemaskan kejaran hukum terhadap dia dan keluarganya. Banyak yang melihat kemungkinan besar Jokowi dan keluarganya terjerat masalah hukum. Ketiga, Jokowi tidak bisa menitipkan keinginannya kepada Ganjar Pranowo. Sebab, Ganjar dipastikan akan berada di bawah kontrol PDIP, terutama Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Keempat, Golkar sudah resmi mencalonkan Gibran untuk mendampingi Prabowo. Tentu Jokowi merasa tidak mungkin mementahkan keinginan Golkar itu. Sebab, kalau Jokowi dan Gibran mundur dari skenario Golkar itu maka suasana koalisi bakal rumit. Jadi, Prabowo hampir pasti akan mengumumkan Gibran sebagai calon wapres. Meskipun banyak pakar hukum dan politisi yang memberi peringatan bahaya Gibran sebagai wapres terpilih, Prabowo tidak menghiraukan itu. Yang penting menang pilpres. Nah, mungkinkah Prabowo-Gibran menang? Ini cerita lain lagi. Ada beberapa hal. Pertama, publik Indonesia gamang kalau Gibran harus naik menjadi presiden jika Prabowo berhalangan sebagai presiden. Potensi ini sangat besar. Usia dan konsisi Prabowo tidak meyakinkan. Karena itu, Prabowo-Gibran tidak mudah untuk menang. Tidak seperti keyakinan Prabowo dan pendukungnya bahwa Gibran adalah faktor penting untuk menang. Tapi, Presiden Jokowi dengan kekuasaan dan pengaruhnya bisa saja menjadikan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres. Jokowi memiliki peralatan lengkap untuk itu. Untuk menghadapi kemungkinan ini, maka hal yang terpenting adalah mengantisipasi penipuan suara. Manipulasi hitungan cepat (quick count) harus menjadi kecurigaan yang konstan. Rakyat tak boleh lengah.  Antusias dan preferensi publik pada Anies Baswedan yang hari-hari ini diterjemahkan sebagai kemenangan, bisa dengan mudah dibalik oleh tangan-tangan kekuasaan. Skenario busuk Pilpres 2019 masih segar dalam ingatan. Sebab itu, kalau Gibran jadi mendampingi Prabowo maka waspadailah kecurangan.[]

Presiden Makin Eror dan Berbahaya

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  KONFERENSI Tingkat Tinggi Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), di Beijing, China, Rabu (18/10), Presiden China Xi Jinping berpidato eh berencana akan menambahkan dana sebesar US$ 100 miliar atau setara Rp 1.577 triliun untuk program Belt and Road Initiative (BRI), lintas negara. Presiden Jokowi yang hadir dalam forum tersebut, tampak terkesima. Berhalusinasi bagaimana uang tersebut bisa dimiliki semua masuk ke Indonesia dengan dalih investasi. Tidak disia siakan Jokowi saat berbicara dalam Konferensi tersebut,  berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia terus diperkuat.  Pada forum tersebut, hilang harga dirinya sebagai pedagang amatiran mengulang kembali menawarkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai komoditas jualan yang penting laku dan terjual. Presiden Jokowi menyatakan harapannya agar BRI ikut mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Bahkan tanpa pikir panjang mengatakan antara lain meminta agar program IKN merupakan program BRI China. Lagi lagi  berdalih menanam investasi dengan menjual kedaulatan. Jokowi menyerahkan lehernya ke RRC, tidak sadar atau tidak paham bahwa BRI program Jalur Sutra Xi Jinping itu merupakan kebangkitan imperium Cina, dalam bentuk penjajah gaya baru. Telah diingatkan bahwa  pinjaman besar-besaran ini telah dikritik beberapa pihak di negara Barat, dengan mengatakan BRI membebani negara-negara miskin dengan utang yang besar. Dalam beberapa kasus, tunggakan telah menyebabkan China mengambil kendali atas aset-aset tersebut. Presiden terkesan mengabaikan bahkan tanpa seleksi dan pengaman terkait dengan keamanan wilayah,  menawarkan sejumlah proyek kepada pengusaha China dengan bebas yang penting investasi masuk, agar ada kesan dirinya telah bisa melakukan pembangunan di Indonesia. Tidak peduli itu uang hutang yang berbahaya aset negara bisa disita China apabila tidak mampu mengendalikan pinjamannya. Berbusa busa dalam pidatonya menjual penawaran maut bahwa investasi di Indonesia menjadi pilihan tepat karena mudah dan aman. Pernik pernik lain meluncur dengan buas bahwa  sejumlah indikator ekonomi positif dan stabilitas sosial politik aman. Semua sumber daya alam ditawarkan dengan dalih  sebagai pasokan dunia, yang penting sama sama menguntungkan dan dapat cuan. Seakan akan Indonesia sudah tidak memiliki kedaulatan dan terkesan Indonesia akan berakhir kiamat maka semua harus dijual, di ahir masa jabatannya yang tinggal menghitung har, tidak peduli resikonya di masa depan. Investasi yang   terseleksi dengan ketat tetap diperlukan, dengan tetap membangun kekuatan ekonomi secara mandiri didalam negeri, tidak hanya mengandalkan hutang, yang berbahaya. Jokowi terus bertindak ceroboh, belepotan dan makin eror dan berbahaya. Tidak sadar bahkan makin nekad menjual kedaulatan negara, dengan kesan posisi dirinya hanya sebagai boneka Xi Jinping. Merusak kehidupan masa depan negara, terus melakukan akrobat, licik meracik diksi pembenaran  tanpa pedulikan  akibat dan bahayanya bagi masa depan bangsa ini. Alarm lampu merah dari China benar benar telah nyala. (*)

Palestina Butuh Militer bukan Obat-obatan

Oleh Ust. Dwi Condro Triono Dulu pernah sewaktu kuliah di Malaysia, saya diminta berpidato dalam acara pengumpulan dana untuk membantu rakyat Palestina yang tengah dibombardir Israel. Semangat warga Malaysia untuk mengumpulkan dana sangat besar. Antusias sekali. Terkumpul dana yang lumayan banyak. Setelah beberapa pembicara selesai, tiba giliran saya. Saya bertanya pada hadirin: ”Dana ini mau kita belikan apa?” ” Obat-obatan …!” jawab hadirin. ”Tuan-tuan dan puan-puan, dengan mengirim obat-obatan ke Palestina, kita membantu atau mendzalimi rakyat Palestina ?” tanya saya lagi. ” Membantuuuu …!” ”Sekali lagi saya tanya, dengan mengirim obatan-obatan, kita membantu atau mendzalimi rakyat Palestina ?” ” Membantuuu ..!” Terlihat wajah yang keheranan dengan pengulangan pertanyaan saya. Sekali lagi saya bertanya:”Dengan mengirim obat-obatan, kita membantu atau mendzalimi rakyat Palestina ???” ” Membantuuuu …!” dijawab dengan agak kesal. ” Salah..! Dengan mengirim obat-obatan, kita justru menzalimi mereka.” Semua terdiam kebingungan. Kemudian saya menyampaikan satu analogi. ”Jika ada seseorang yang didatangi orang jahat ke rumahnya dan kemudian memukuli dan menganiaya orang tersebut, dan kemudian kita mengobati luka-lukanya untuk kemudian kita tetap tinggalkan dia di dalam rumah dimana di dalamnya si penganiaya tetap ada dan kembali menganiayanya, dan kembali kita obati dan kita tinggalkan lagi dia dalam rumah dimana si penganiaya akan kembali menganiayanya, itu perbuatan membantu atau menzalimi?\" Hadirin terdiam. ” Tuan-tuan dan puan-puan, jika kita ingin membantu orang itu, yang pertama kita lakukan adalah mengusir si penganiaya dari dalam rumah. Percuma mengobatinya berkali-kali selama si penganiaya tetap ada di dalam rumah. Jadi jika ingin menolong rakyat Palestina, kita minta pada negara untuk mengerahkan militer untuk mengusir Israel dari bumi Palestina. Percuma mengirim obat-obatan jika bom-bom Israel tidak pernah berhenti melukai rakyat Palestina.” Pertanyaanya: Kenapa Negara-Negara Arab tidak berani Menyerang Israel? Kita semua sering bertanya-tanya kenapa Negara-negara Arab hingga saat ini masih tetap tidak mau menyerang negara Israel, padahal Israel melakukan Extraordinary Crime (kekejaman yang luar biasa) kepada rakyat Palestina. Bahkan ada yang menganggap bahwa negara Israel akan melakukan Genosida (pemusnahan etnis) di Palestina. Sebut saja negara yang berada di kanan kiri Palestina seperti Turki, Arab Saudi, Mesir, mereka tidak pernah berani melanggar kedaulatan (baca: perang) terhadap negeri Yahudi ini. Ada apa gerangan dengan negara-negara Arab? Semuanya hanya bisa mengecam tanpa bisa berbuat apa-apa. Seperti Mesir contohnya, di saat penduduk Palestina hendak menyelamatkan diri melalui perbatasan Mesir-Gaza, malah aparat keamanan Mesir dengan pasukan anti huru-haranya menghalau mereka dan menutup perbatasan. Apa sebabnya? Yang pertama, dan menjadi penyebab utama adalah dikarenakan adanya kekhawatiran (baca: takut) jika sekutu Israel yakni Amerika Serikat marah terhadap negaranya. Mereka meyakini bahwa jika Amerika marah terhadap negaranya, maka negara mereka akan diboikot, diinvansi, atau bahkan diserang dengan nuklir, yang mana itu semua mengancam keselamatan diri mereka. Coba kita buka pikiran kita. Kenapa Tank-tank Israel bisa berjalan, pesawat-pesawat tempur Israel bisa terbang, dan roket-roket Israel bisa meluncur? Itu karena minyak dari negara-negara Arab. Tanpa minyak, tank, pesawat tempur, dan roket Israel takkan bisa berjalan. Israel tidak punya ladang minyak. AS justru kekurangan minyak. Ada pun Arab Saudi, Mesir, Irak, dan negara-negara Arab lainnya adalah eksportir minyak dan gas alam terbesar ke Israel. Tanpa minyak dari negara Arab, Israel tak akan mampu membantai ummat Islam di Palestina. Padahal Tahun 1970-an negara-negara Arab bisa membuat AS dan Israel mundur dengan embargo minyak. Namun kini, negara-negara Arab dipimpin oleh mereka yang pro atau takut dengan kebijakan Amerika, tak berani melakukan apapun yang dapat merugikan Israel. Bahkan Palestina mengalami krisis energi dan minyak selama berpuluh-puluh tahun, tak seorangpun dari negara tersebut yang berani menyalurkan minyaknya ke Gaza. Yang kedua, adalah terpecah belahnya kaum Muslimin oleh perjanjian Sykes Pycot. Padahal dalam surat Ali ‘Imran ayat 103 Allah melarang ummat Islam bercerai-berai. Saat ini ummat Islam diseluruh dunia terkotak-kotak dalam banyak negara yang tidak jarang satu sama lain saling bermusuhan bahkan perang seperti Iraq, Kuwait, Arab Saudi, Mesir, dan sebagainya. Padahal ketika ummat Islam bersatu, ummat Islam mampu mengalahkan musuhnya dengan mudah. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ummat Islam mampu menghalau kaum Yahudi serta menundukkan kerajaan Romawi dan Persia. Pada zaman Sultan Salahuddin Al ‘Ayubi, ummat Islam mampu mengalahkan negara-negara Eropa yang bersatu dalam perang merebut Yerusalem. Negara-negara Islam seperti Mesir, Turki, dan Yordania selain berasaskan Sekuler ciptaan Yahudi juga membina hubungan diplomatik dengan Israel. Selama puluhan tahun Presiden Mesir, dari Hosni Mobarak hingga Al Sisi, bahkan menutup perbatasan Gaza-Mesir sehingga rakyat Palestina tidak bisa melarikan diri ke sana. Makanan dan obat-obatan pun tidak bisa masuk hingga sebagian rakyat Gaza ada yang sampai memakan rumput karena lapar. Dengan terpisah-pisahnya kaum muslimin dan mengakui batas-batas negara yang diciptakan Sykes Pycot, membuat umat Muslim antar negara jadi tidak punya rasa persaudaraan Islam. Kaum Muslimin bahkan diberi hambatan jika ingin membantu saudara-saudara mereka, seperti peraturan paspor, visa, ekspor impor, bahkan sampai keluar larangan untuk berjihad. Bahkan yang paling parah adalah syubhat, yakni “lebih baik membantu dengan harta, obat-obatan, makanan, diplomasi, negosiasi” daripada mengerahkan aksi militer. Di mana itu semua telah dilakukan sejak 40 tahun, dan tidak pernah berhasil mengatasi kelaparan, krisis minyak, dan membebaskan Palestina. Kaum Muslimin di sana tidak memiliki tentara, pesawat tempur, dan tank-tank. Yang memiliki itu semua adalah Negara, bukan individu. Yang mana mereka (tentara, tank, pesawat tempur) hanya bergerak sesuai instruksi Negara. Lalu apa jadinya jika negara-negara Arab tersebut disetting sedemikian rupa, agar tunduk terhadap PBB yang diciptakan Yahudi, melalaikan kaum Muslimin dengan hiburan-hiburan dan kesibukan duniawi, mengganti Ukhuwah Islamiyah dengan Nasionalisme, dan pemimpin-pemimpin Arab yang pro Palestina dikudeta. Maka Israel akan terus berjaya, dan setiap tahun kita hanya bisa menonton Gaza yang dibombardir, setiap tahun kita hanya bisa menggalang dana dan demonstrasi di jalan-jalan. Maka benarlah perkataan para Mujahidin, “Palestina tidak akan pernah bebas, selama negara-negara Arab belum ditaklukkan.” Dan benarlah perkataan sang Al Haq, Rasulullah saat bernubuat, “Sesungguhnya kalian akan memerangi jazirah Arab (terlebih dahulu)... ” Kita butuh sebuah umat, sebuah kepemimpinan, yang berani untuk tidak mengakui perjanjian sykes pycot, yang berani untuk melawan jazirah Arab, yang berani untuk tidak bernegosiasi dengan kafir Amerika, yang berani melakukan itu semua tanpa takut ancaman nuklir, boikot, dan lain sebagainya, dan hanya takut kepada Allah. Adakah yang seperti itu? In Syaa Allah ada dan akan segera datang. #savepalestina

Prank Gibran Menuju 2024: Anak Muda Kok Gitu?!

Oleh: Achmad Nur Hidayat - Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute dan Ekonom UPNVJ INDONESIA negara yang penuh dengan dinamika politik, sedang menyaksikan peristiwa mengejutkan yang melibatkan sosok Gibran Rakabuming Raka, putra sulung dari Presiden Joko Widodo, yang saat ini tengah menjalani perjalanan politik yang penuh dengan kontroversi. Dalam apa yang tampaknya menjadi serangkaian tindakan yang tidak konsisten, Gibran telah menjadi sorotan utama dalam dunia politik Indonesia, dan perbuatannya menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas politiknya. Salah satu insiden yang paling mencolok adalah apa yang kita sebut sebagai \"Prank Gibran terhadap PDIP dan Golkar. Sebelumnya Prank MK demi Gibran sudah dilakukan. Prank Gibran ke PDIP Gibran, setelah bertemu dengan perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tampaknya telah sepakat untuk menjadi juru kampanye nasional dan juru bicara dari pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Ia mengeluarkan janji tegak lurus kepada Ibu Megawati, ketua PDIP, namun tindakan ini segera disusul dengan kejutan yang mencengangkan. Hanya sehari setelahnya, Gibran menerima tawaran untuk menjadi calon wakil presiden dari partai lain, yaitu Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Situasi ini menggambarkan ketidak konsistensi yang mencolok dalam karir politik Gibran. Di satu sisi, dia menerima tugas khusus dari Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, untuk mendukung Ganjar-Mahfud MD, tetapi di sisi lain, dia dengan cepat berpaling dan menerima tawaran dari Prabowo. Tindakan ini tidak hanya merusak reputasi Gibran sebagai politisi yang dapat diandalkan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan kejujurannya dalam berpolitik. Prank Gibran Ke Golkar Namun, Gibran tidak berhenti hanya sampai di situ. Dia juga terlibat dalam \"Prank ke Golkar\" yang lebih membingungkan lagi. Saat Permintaan Golkar masuk ke Partai melalui keanggotaannya di AMPI (Angkatan Muda Partai Indonesia), Gibran dengan tegas menyatakan kesediaannya menjadi calon wakil presiden dari Partai Golkar. Namun, yang lebih mengejutkan lagi, dia masih tetap berstatus sebagai anggota PDIP pada saat yang sama. Tindakan ini menjadi luar biasa, mengingat dalam sejarah politik Indonesia, sangat jarang terjadi bahwa seorang politisi dari satu partai mencalonkan diri dari partai lain. Bahkan, rivalnya, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, harus menjadi kader Golkar karena akan dicalonkan menjadi calon wakil presiden oleh partai tersebut. Prank yang dilakukan oleh Gibran ini tidak hanya menunjukkan kurangnya kesetiaan partai, tetapi juga menghancurkan prinsip-prinsip dasar dalam politik yang berintegritas dan konsisten. Namun, di balik semua permainan politik yang dilakukan oleh Gibran, yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana dia bisa melakukannya. Kekuatan politik ayahnya, Presiden Joko Widodo, nampaknya telah memberinya kebebasan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan dalam dunia politik. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana nepotisme dan penggunaan kekuasaan politik secara tidak etis dapat mempengaruhi jalannya politik negara. Dampak Prank Gibran Buruk Baik Untuk Gibran Maupun Untuk Jokowi Prank-prank yang dilakukan oleh Gibran membawa persepsi buruk terhadap generasinya, bahwa anak muda yang seharusnya menjadi pemimpin masa depan justru tampil sebagai sosok yang tidak konsisten, manipulatif, dan tidak dapat dipercaya. Ini adalah pesan yang sangat merugikan untuk generasi muda Indonesia yang seharusnya menjadi harapan bagi masa depan bangsa. Dalam menghadapi Prank Gibran Menuju 2024, Indonesia perlu mempertimbangkan kembali nilai-nilai integritas, konsistensi, dan kejujuran dalam politik. Politik yang sehat memerlukan pemimpin yang dapat dipercaya dan memiliki prinsip yang kokoh, bukan pemimpin yang menjadikan politik sebagai alat untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Dengan demikian, kita dapat memastikan masa depan politik Indonesia yang lebih baik, yang didasarkan pada integritas dan konsistensi, bukan sekadar tindakan dramatis dan pranks yang merugikan. (*)

Gibran Cawapres Prabowo, dan Perang Dingin Megawati Versus Jokowi pun Dimulai

Oleh Ady Amar - Kolumnis HARI ini, Sabtu (21/10) jika tidak ada halangan yang sangat, rencana diumumkannya bakal calon wakil presiden (Bacawapres) pendamping Prabowo Subianto. Kemungkinan diumumkan setelah Rapimnas Partai Golkar hari ini, yang mengumumkan siapa cawapres yang dipilihnya. Konon pada Rapimnas itu pula Gibran Rakabuming Raka diputuskan memakai jaket kuning (Golkar), dan otomatis menanggalkan baju merah (PDIP), yang sebelumnya dipakainya. Itu artinya Gibran resmi menjadi kader Golkar. Itu artinya secara resmi Gibran telah meninggalkan PDIP, dan bergabung dengan Golkar. Bisa pula putusan Rapimnas itu juga mendaulat Gibran sebagai Bacawapres yang diusung Golkar. Sebelumnya  yang digadang sebagai cawapres dari Golkar adalah ketua umumnya, Airlangga Hartarto. Jangan tanya mengapa itu bisa terjadi, seorang Ketua Umum Golkar bisa tergantikan oleh kader yang baru bergabung, Gibran Rakabuming Raka. Gibran menjadi kader yang diistimewakan, itu tidak lain karena ia anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga kemustahilan yang tak bisa dinalar itu bisa dijelaskan tanpa perlu perdebatan keberatan dari eksponen Golkar lainnya. Semua menjadi sepakat sampai tingkat ketidakmungkinan menjadi dimungkinkan. Buat anak Jokowi tak ada yang tidak mungkin. Sebelumnya, sang adik Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, mendapat keistimewaan yang cuma perlu 2 hari menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI) langsung didaulat menjadi Ketua Umumnya. Istimewanya lagi, Kaesang diangkat sebagai Ketua Umum PSI cukup lewat pertemuan kopi darat beberapa pengurusnya dengan Kaesang. Semua tampak seperti main-main, bahkan tidak peduli melanggar AD/ART partai itu tentang keanggotaan. Terpenting dapat ketua umum anak presiden. PSI memanglah partai gurem, pantas jika berharap banyak dengan kehadiran Kaesang. Berharap ada tuah Jokowi di sana, dan bisa merasakan nikmatnya masuk sebagai penghuni Senayan. Tapi menjadi heran jika Golkar sebagai partai 2 besar, ikut memberi karpet merah buat kader barunya, dan lalu menjadikannya wakil partai sebagai cawapres yang disandingkan dengan Prabowo Subianto. Golkar partai besar dan punya jam terbang tinggi seperti tak punya marwah sebagai partai besar. PSI dan Golkar dalam konteks yang sama, seperti perlu menampakkan citra sebagai partai yang berkhidmat pada Jokowi. Sekali lagi, itu jika benar, Golkar mendorong Gibran menjadi cawapres mendampingi Prabowo, itu pastilah mengikuti arahan Jokowi langsung tidak langsung menafsir apa yang diinginkan Jokowi, dan itu tentang di-cawapreskannya Gibran. Itu pun tentu disadari Jokowi, bahwa keinginannya itu akan bersinggungan dengan PDIP, yang telah resmi mendeklarasikan pencalonan Ganjar Pranowo dan Prof Mahfud MD. Konsekuensi untuk Jokowi, yang sebagai petugas partai (PDIP), itu tentu sudah diperhitungkannya dengan matang. Diperhitungkan segala konsekuensi yang bakal diterimanya. Dan, jika Gibran sudah resmi disandingkan dengan Prabowo, maka mustahil Jokowi bisa berkelit bermain dua kaki di antara Prabowo dan Ganjar, yang selama ini mampu melenakan PDIP. Tergagap setelah permainan Jokowi dengan \"Politik Dinasti\" nyaris disempurnakan. Jangan tanya lagi bagaimana rasa kecewa seorang Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP pada Jokowi yang dibesarkannya dengan \"kasih sayang\" berlebih. Memberi tiket yang menjadikannya Wali Kota Solo (2 tiket/2 periode), Gubernur DKI Jakarta (1 tiket), dan lalu Presiden RI (2 tiket/2 periode). Artinya, 5 tiket diberikan untuk Jokowi. Tidak cukup di situ, PDIP memberi juga tiket pada Gibran sebagai Wali Kota Solo (1 tiket), dan juga pada anak menantu Jokowi, Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan (1 tiket). Total 7 tiket diberikan pada Jokowi dan keluarga. Tiba-tiba di ujung pemerintahan Jokowi, suguhan yang diberikan pada PDIP, seperti apa yang akan kita lihat--sekali lagi jika Gibran jadi diusung Golkar atau dengan cara apa pun itu, Gibran menjadi pendamping Prabowo--bagaimana Megawati/PDIP menyikapinya. Pastilah penyikapan yang serius, dan tidak mustahil pecah kongsi bisa saja terjadi. Tapi apakah sampai pemecatan pada Jokowi akan dilakukan, sepertinya itu tidak akan \"berani\" dilakukan. Sebagai petugas partai, Jokowi tentu berbeda dengan Budiman Sudjatmiko yang sama-sama petugas partai, tapi beda nasib karena beda status sosial. Budiman Sudjatmiko yang terang-terangan mendukung Prabowo langsung dipecat sebagai anggota PDIP. Perang memang sedang dimulai. Perang yang pastinya menyertakan segenap elemen istana di satu pihak, dan itu yang akan diantisipasi Megawati agar tidak menambah kepedihan yang bisa saja dimainkan Jokowi--kasus yang menjerat menantu Megawati (Kasus BTS), Happy Hapsoro, dan bisa jadi kasus lainnya akan dibuat terang benderang--agaknya itu yang mengerem Megawati untuk tidak memperlakukan Jokowi dengan pemecatan. Tak mungkin pula Megawati akan menarik para menterinya dari kabinet Indonesia Maju, dan menggelorakan semangat meng-impeach di parlemen dengan mengajak partai lain, itu hal mustahil. Ajakan yang tak mungkin disambut, karena itu persoalan internal PDIP dengan petugas partainya. Menghadapi petugas partai yang dibesarkannya, dan yang saat ini tengah memiliki seluruh perangkat yang bisa mengobrak-abrik kemapanan PDIP, itu yang tak mungkin dihadapi PDIP saat ini. Maka memilih sikap seperti biasa-biasa saja melihat \"tusukan\" Jokowi, itu sepertinya cara yang akan dilakukan PDIP. Seperti perang dingin saja. Tapi tentu tidak membiarkan selamanya, tapi lebih memilih waktu yang tepat untuk membalaskan dahaga kemarahan Mamak Megawati, tentu dengan caranya. Dan, itu tidak penting untuk dianalisa. Biarkan saja...**