OPINI
Prabowo Tamat, Jokowi tidak Akan Selamat
Oleh Sholihin MS | Pemerhati Sosial dan Politik Paslon 02 hampir dipastikan bakal kalah di Pilpres 2024.Jika tidak tereliminasi di putaran pertama, dipastikan akan kalah di putaran kedua. Sinyal-sinya kekalahan paslon 02 semakin Allah tampakkan. Segala daya upaya Jokowi untuk melakukan kecurangan tidak akan mampu menolongnya, karena kesetiaan orang-orang dekat Jokowi semakin hari semakin luntur dikarenakan kemenangan pasangan Anies tidak akan mampu dibendung dengan cara apa pun. Segala kebohongan lembaga-lembaga survey sewaan istana mulai terkuak satu persatu. Mereka mulai terdesak dan harus segera banting stir, sebelum akhirnya dibully oleh rakyat. Paling tidak ada 3 surveyor sewaan istana yang mulai buka kartu Yunarto Wijaya dari Charta Politica, Saiful Mujani dari SMRC, dan Burhanuddin Muhtadi dari indikator. Ketiga surveyor itu mulai mengungkap tentang kemungkinan Anies yang akan terpilih sebagai Presiden. Bahkan Saiful Mujani malah menginginkan agar pemilu bisa jurdil harus tanpa Jokowi (caranya Jokowi harus dimakzulkan dulu). Selama Jokowi ikut cawe-cawe karena memperjuangkan Gibran, kecurangan secara TSM tidak bisa dihindari. Bukan saja dari para surveyor yang mulai melakukan “pengingkaran” terhadap skenario Jokowi, tapi juga dari para pembantu Jokowi sudah mulai berpaling : para menteri, lembaga negara, parpol koalisi pemerintah, sampai kepada para pendukung fanatiknya. Para Menteri sudah berancang-ancang mundur tinggal menunggu momemtum. Faisal Basri menyebut ada 15 menteri segera mundur (cari selamat dari kapal yang hampir tenggelam?). Di antara menteri yang sudah mulai berani berbeda dengan Jokowi adalah : Mahfud MD, Sri Mulyani, menteri PUPR Basuki dan Retno Marsudi. Ada beberapa menteri lagi yang akan melakukan hal yang sama. Jika ditambah Menteri-menteri dari PDIP, PKB, dan Nasdem sekitar 15 orang. Jika mereka semua mundur dipastikan kabinet Jokowi bakal ambruk. Saat ini mulai muncul gerakan arus bawah yang sangat massif. Ada yang tersembunyi ada juga yang terang-terangan untuk menolak perintah Jokowi (untuk melakukan kecurangan). Gerakan mahasiswa dari 819 kampus di seluruh Indonesia sudah mulai bergerak. Selanjutnya bakal diikuti oleh buruh, ojol, emak-emak,dan umat Islam. Desakan pemakzulan yang dimotori oleh Petisi 100 tokoh bangsa sudah sampai di tangan DPR, tinggal menunggu momentum. Hampir dipastikan banyak dari kalangan arus bawah yang dipaksa mendukung paslon 02 mulai berontak dan tidak akan mematuhi perintah atasannya setelah makin jelas tanda-tanda kekalahan paslon 02. Sinyal kekalahan Paslon 02 semakin menjadi kenyataan. Beberapa indikator berikut sebagai sinyal kekalahan Paslon 02: Pertama, pengakuan lembaga-lembaga survey sewaan istana. Hampir semua lembaga survey bayaran sekarang mulai mengunggulkan Anies, kecuali lembaga survey Indo Barometer yang masih mengkhayal Paslon 02 bisa menang 1 putaran. Itupun sekarang sudah mulai goyah. Jika merujuk lembaga-lembaga survey indepemden (seperti ILC, Republika, Iwan Fals, Google Trend, Didin Damanhuri, dll) Anies bahkan bisa menang satu putaran. Kedua, Pasca debat capres kedua elektabilitas Paslon 02 menurun drastis. Trend penurunan elektabilitas Prabowo akan terus terjadi, ada yang memprediksi bisa turun sampai angka 11%, bahkan bisa jadi paslon 02 tidak lolos ke putaran kedua. Jika pun lolos, di putaran kedua, menurut para pengamat paslon 02 dipastikan kalah. Ketiga, karakter “sadis” Prabowo semakin banyak dibongkar, baik dari tokoh dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri tidak kurang dari Jenderal Wiranto, Agum Gumelar dan Hendropriyono yang mengungkap keburukan Prabowo. Dari luar negeri ada tiga media terbesar yaitu the guardian (Inggris Raya), the New York Times (Amerika) dan the falls friend (Belanda) yang juga membongkar karakter buruk Prabowo termasuk kongkalingkong di MK, dan gimmik gemoy hanya sebagai upaya untuk menutupi karakter aslinya. Demikian juga harian The Economist yang mengungkap kejahatan Prabowo yang terjadi di tahun 1998. Keempat, Prabowo ternyata capres yang emosional (dan pendendam). Orang yang emosional sangat berbahaya. Oleh karena itu tidak layak untuk memimpin Indonesia. Dia berbahaya untuk orang lain dan dirinya sendiri. Orang yang emosional akan membuat sakit hati banyak orang, sedang bahaya bagi diri yaitu bisa menyebabkan stroke. Oleh karena itu, Jusuf Kalla dan Sri Mulyani berpesan untuk tidak memilih pemimpin yang emosional. Kelima, usia yang sudah sepuh ditambah sering terserang sakit kaki dan pernah dua kali stroke, sangat mengkhawatirkan. Dari beberapa kali tampil di publik, Prabowo tidak bisa berjalan normal, jalan dengan tertatih-tatih. Bagaimana mungkin orang yang sakit-sakitan bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik? Bahkan dikabarkan Prabowo sudah dua kali terkena stroke. Keenam, dari segi daya tangkap terhadap pembicaraan orang lain sangat rendah dan sering tidak nyambung. Sudah berkali-kali tampil di hadapan publik seperti ketika di acara Kadin, debat capres, dll antara pertanyaan dan jawaban sering tidak nyambung dan gagasannya sangat terbatas. Ini bisa karena faktor usia, kecerdasan, atau mengidap penyakit tertentu. Ketujuh,Prabowo bukan seorang yang ikhlas tapi ambisius. Orang yang ikhlas tidak akan mencalonkan sampai 4 kali.Orang yang ikhlas itu bukan menginginkan jabatan, tapi diminta oleh rakyat. Orang yang ikhlas berkorban tidak akan mengungkit jasa-jasanya di masa lalu. Kedelapan, Prabowo bukan tipe yang menjunjung tinggi etika bernegara, termasuk membiarkan Jokowi melakukan kecurangan dan melanggar etika. Sudah terbukti Paslon 02 banyak melanggar berbagai aturan pemilu, mulai dari money politic, menyuap, menyalah-gunakan wewenang, melakukan intimidasi, dan melawan hukum. Jokowi sebagai sponsor paslon 02 sudah tidak peduli lagi hukum, aturan main, norma, etika dan menghalalkan segala cara demi ambisi kekuasaan. Masih percaya paslon 02? Kesembilan, Prabowo sebagai pelanjut Jokowi hampir dipastikan akan mempertahankan pembangunan dari berhutang. Bahkan Sri Mulyani memprediksi jika Prabowo jadi Presiden, hutangnya akan dua kali lipat dari era Jokowi. Hutang yang menggunung apalagi bukan untuk kegiatan produktif, akan membebani rakyat : berbagai bantuan dikurangi, harga-harga barang melambung, berbagai kemudahan dicabut sehingga rakyat semakin sulit dan menderita. Kesepuluh, Prabowo dan Gibran tidak punya prestasi dan rekam jejak sebagai seorang yang bersih, tidak mungkin mampu memberantas korupsi. Prabowo diduga terlibat korupsi di Kemenhan dan Gibran diduga terlibat banyak korupsi di berbagai kasus. Apa yang hendak ditawarkan kepada rakyat untuk membangun pemerintahan yang bersih? Itu hanya omong kosong. Kenyataan-kenyataan di atas menjadikan rakyat enggan memilih paslon 02. Tanpa kecurangan yang dilakukan oleh Jokowi melalui aparat-aparatnya dan KPU, mustahil Prabowo-Gibran akan menang. Jokowi akan sedaya upaya memenangkan paslon 02 dengan menghalalkan segala cara. Tapi, hanya Allah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Manusia membuat makar dan Allah pun membuat makar, dan makar Allah pasti yang akan menang. Tahun 2024 Prabowo kalah lagi, perjalanan politiknya pun tamat sudah. Bagaimana dengan Jokowi? Jika Prabowo kalah maka Jokowo tidak akan selamat. Penjara sudah menanti Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya. []
Moeldoko Versus Petisi 100
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KEPALA Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ikut menanggapi wacana pemakzulan Jokowi yang disampaikan Petisi 100 saat bertemu Menkopolhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu. Moeldoko menyebut isu pemakzulan itu kontra produktif. Ia minta agar pihak-pihak tidak membuat kegaduhan menjelang Pemilu bulan Februari 2024. Menurut Moeldoko Presiden Jokowi sedang fokus untuk menyukseskan Pemilu 2024 yang demokratis. Benarkah ? Tidak. Jokowi tidak berperilaku netral dan tidak menyiapkan Pemilu yang demokratis. Faktanya adalah Jokowi sedang meracuni Pemilu dengan perilaku oligarkis bahkan monarkis. Menggiring suara dengan suap bansos serta all out untuk sukses Gibran. Moeldoko menyatakan rakyat mengapresiasi kinerja Jokowi. Benarkah ? Tidak juga. Banyak kritik atas program pemerintahan Jokowi yang tidak tuntas, boros, elitis, bahkan jor-joran berhutang ke luar negeri. Rezim perusak alam dan pemburu rente. Harga kebutuhan hidup terus naik, serta jurang kaya miskin yang semakin dalam. Korupsi pun merajalela. Tidak percaya ? Hayo buat referendum. Rakyat mengapresiasi atau membenci ? Kepuasan atas kinerja pemerintah bernilai artifisial dan diduga kuat sebagai produk dari lembaga survey bayaran. Pada situasi \"uang bisa mengatur segalanya\", publikasi lembaga survey tidak dipedulikan rakyat. Rakyat tidak percaya kepada lembaga survey karena telah menjadi lembaga hoax yang legal. Ironi dari negara yang katanya menjunjung moral. Moeldoko minta agar tidak membuat gaduh dengan isu pemakzulan, siapa sesungguhnya yang menjadi sumber kegaduhan ? Jokowi sang pembuat gaduh. Sepanjang pemerintahannya kegaduhan demi kegaduhan terjadi. Jokowi menjadi rezim yang tidak pernah membuat rakyat tenang, tentram dan nyaman. Seperti ucapannya sendiri ruwet, ruwet, ruwet. Wajar saja Moeldoko membela Jokowi karena ia adalah Kepala Staf Kepresidenan, tetapi ia lupa bahwa Jokowi juga di saat mendekati Pemilu justru bertindak brutal menginjak demokrasi. Ia membangun politik dinasti. Politik yang dikualifikasi sebagai kriminal. Untuk sukses Gibran Jokowi mengerahkan Usman maupun Iriana. Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara menggugat Jokowi dan keluarga ke PTUN sedangkan Petisi 100 dan Forum Alumni Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli ( For Asli) melaporkan Jokowi dan keluarga ke Bareskrim Mabes Polri. Ini berarti pemakzulan di samping merupakan persoalan hukum tatanegara juga kini telah terkait erat dengan hukum administrasi negara dan pidana. Moeldoko yang awalnya hanya berhadapan dengan Petisi 100 soal serangan pemakzulan, kini harus berhadapan dengan rakyat yang melawan politik dinasti atau nepotisme. Jokowi dan keluarga telah menjadi musuh rakyat. Bandung, 23 Januari 2024
Tiga Capres, Siapa Berani Berantas Korupsi?
Oleh Yusuf Blegur | Ketua Umum BroNies UNTUK menilai siapa di antara ketiga capres yang punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi, sesungguhnya bukan perkara yang sulit. Sebelum bicara komitmen pemberantasan korupsi saat terpilih menjadi presiden, rakyat perlu tahu siapa yang saat menjadi capres masih terlibat atau setidaknya terindikasi ikut menikmati kejahatan korupsi. Ada capres yang masih diselimuti polemik keterlibatannya dalam korupsi. Sebut saja soal pengelolaan anggaran Kemenhan dengan pembelian alutsista bekas dan proyek food eastate yang gagal bahkan berimbas menjadi kejahatan lingkungan. Ada juga capres yang disinyalir terlibat E-KTP dan kasus Wadas. Mana mungkin capres terlibat korupsi bisa punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi?. Malah seharusnya, capres yang diduga terlibat korupsi harus diusut tuntas terlebih dulu kasusnya sebelum resmi ditetapkan KPU menjadi capres. Jangan karena menjadi bagian atau irisan rezim kekuasaan, capres-capres bermasalah itu bisa melenggang bebas menjadi capres. Jadi capres, yang sesungguhnya tidak layak dan tidak terhormat, tapi bisa ikut kontestasi pilpres 2024 karena dilindungi dan didukung rezim kekuasaan yang memang juga terstigma publik sarat korupsi. Bahkan selain diterpa isu korupsi, ada capres yang tidak memenuhi syarat etika dan moral kepemimpinan. Selain temperamen dan emosional, pasangan cawapresnya juga dinilai cacat hukum saat pamannya yang ketua MK mendongkraknya. Jadi 2 capres yang ada hanya capres abal-abal dan rongsokan. Dua capres bermasalah yang mengandalkan cawe-cawe presiden dan bergantung pada dukungan kekuasaan yang mengendalikan aparat, disinyalir melakukan pencucian uang dan beraroma korupsi untuk memenangkan capresnya. Dua capres yang terlanjur dianggap publik sebagai boneka dan budak oligarki yang ikut andil besar dalam merusak tatanan konstitusi dan demokrasi di Indonesia. Jadi jelas, hanya satu capres yang bisa diharapkan punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Tolok-ukurnya adalah pada rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi selama kepemimpinannya dalam pemerintahan. Hanya capres yang memiliki kapasitas dan integritas dengan beragam prestasi dan penghargaan yang bisa optimal dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Capres yang sukses memimpin Jakarta itu telah membuktikan keteladanan diri untuk tidak terlibat korupsi sehingga bisa disematkan pemimpin bersih dan berwibawa (clean and Clear). Capres dan cawapres yang memiliki nomor urut satu itu, secara lugas dan terbuka menyatakan akan bertindak tegas pada koruptor, selain penjara, capres yang didukung rakyat itu juga mengkampanyekan memiskinkan para koruptor sebagai agenda penting juga saat terpilih menjadi predsiden. Alhamdulillah dan in syaa Allah. Aamiin. Tak mungkin badan berlumur kotor mengaku bersih. Sekali koruptor selamanya akan menjadi koruptor. (*)
Anak Songong
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih DALAM percapakan sehari-hari songong sering diartikan sombong, suka meninggikan diri, dan suka merendahkan orang lain, dalam KBBI songong artinya adalah tidak tahu adat. “Arti songong adalah sombong atau tinggi hati.” “Asal kata songong dari bahasa gaul anak-anak remaja.” Dalam waktu tidak kurang dari 24 jam \"songong\" langsung merajai media sosial. \"Songong\" dibahas sebanyak 13.500 lebih. Topik ini melampaui tagar debat Cawapres. Banyak nitizen yang menyayangkan sikap Gibran yang seakan-akan paling pintar dan menguasai materi debat Cawapres Seperti ingin tampil lebih prima dari cawapres lainnya yang pasti lebih senior dalam keilmuan dan jam terbangnya di belantara politi Tentor Timses yang memandu Gibran dalam persiapan masuk dalam debat Cawapres ada kesan terlalu memaksakan diri agar Gibran harus bisa tampil prima, yang muncul jutsru kesan anak ideot atau songong. Tampilan tingak tinguk seakan akan mencari barang hilang untuk mengcounter Cawapres Machfud MD adalah contoh paling fulgar atas kesombongan, songong dan ideotnya. Bagi Timses atas kejadian tersebut sangat berat untuk mengembalikan citra Gibran yang memang masih dalam keterbatasan kemampuannya yang sangat minim (bahkan kosong) untuk masuk dalam dunia politik yang sangat ganas dan keras. Rentetan stigna hitam, busuk dan negatif terus menerpannya dari sebutan anak haram konstitusi, lahir sungsang sampai anak songong dan sangat mungkinkah akan muncul stigma lainnya karena kebodohan dan ketololannya akan muncul di kemudian hari. Stigma dengan predikat anak \"songong\" sangat dekat dengan kalimat tokoh komunis \"Stalin\' tentang \"useful ideot\" (si dungu yang bermanfaat). Inilah akibat anak yang masih ingusan di paksakan untuk menempati posisi sebagai Cawapres yang sangat tidak logis dan melanggar nilai nilai kepatutan dan hanya akan merusak harga diri bangsa dan kerusakan negara. Ada saudara kandung dari \"useful ideot\" (si dungu yang bermanfaat) yaitu \"fellow traveller\" (kawan seperjalanan) suka pasang badan kelompok ini sebenarnya sama sama ideot dan tolol. Bisa jadi saudara kandung ini ada pada peran Tim Suksesnya karena harus berperan hanya sebagai kawan seperjuangan atau seperjalanan. Modal aksinya kesetiaan total tanpa reserve asal pasang badan, tugasnya adalah membuat skenario asal asalan dengan semangat membabi buta. Inilah dampak pemaksaan dari praktek politik dinasti yang membabi buta. Role model para pejabat pemburu jabatan untuk memuaskan syahwat berkuasa harus tampil totalitas malah terjerembab di got dan kubangan comberan. Dusta, bohong, licik, menipu menjadi menu hariannya sebagai kawan seperjalanan dan seperjuangan. Mereka beternak para ediot, tolol dan dungu bersekongkol sebagai peliharaan para bandar dan bandit politik yang harus terus berkuasa secara absolut ... bagi kehancuran bangsa dan NKRI..***
Jokowi Berkhianat, Mega dan PDIP Paling Sakit Hati
Oleh Anthony Budiawan | Managing Director PEPS JOKO Widodo “dibesarkan” Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Siapa yang bisa bantah? Menjadi Walikota Solo dua periode, dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Gubernur Jakarta, juga dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Presiden dua periode, juga dicalonkan oleh PDIP. Tidak hanya Joko Widodo, anak dan mantunya juga mulai dibesarkan PDIP. Gibran, anak belum cukup umur, bisa menjadi Walikota Solo karena PDIP. Begitu juga Bobby Nasution, menjadi Walikota Medan juga karena PDIP. Memang tidak salah pernyataan Megawati, ketua umum PDIP. Tanpa PDIP, Joko Widodo bukan siapa-siapa. Benar. Joko Widodo bukan tokoh nasional, bukan tokoh pemikir, bukan pemuka agama. Joko Widodo, memang bukan siapa-siapa. Joko Widodo hanya penikmat reformasi, penikmat demokrasi hasil reformasi. Tetapi, Joko Widodo lupa daratan. Pepatah Indonesia bilang, kacang lupa kulit. Tidak ingat asal-usulnya. Joko Widodo kini berkhianat. Berkhianat terhadap reformasi dan demokrasi, terhadap rakyat, terhadap partai politik yang membesarkannya. Joko Widodo cawe-cawe politik, cawe-cawe pemilu dan pilpres, mematikan demokrasi, untuk kepentingan dirinya dan keluarganya. Joko Widodo mau minta perpanjangan masa jabatan presiden, sampai 2027, tapi untungnya kandas. Mau tambah periode jabatan menjadi tiga periode, juga kandas. Terakhir, Gibran dijadikan calon wakil presiden dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi, melalui bantuan adik ipar Jokowi di Mahkamah Konstitusi, dengan melanggar hukum, etika dan moral. Gibran dicalonkan sebagai wakil presiden oleh Golkar, mendampingi Prabowo, melawan calon presiden dari PDIP, partai yang membesarkannya. Padahal status Gibran ketika itu masih sebagai anggota PDIP, dan masih sebagai Walikota dari PDIP. Apa namanya kalau bukan pengkhianat? Bahkan Bobby Nasution menyatakan mendukung Prabowo-Gibran. Sehingga dipecat dari PDIP. Lengkap sudah pengkhianatan Joko Widodo dan keluarga terhadap PDIP. Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak kebijakannya yang menyusahkan rakyat, khususnya kelompok bawah. Tingkat kemiskinan naik. Tapi Joko Widodo “membeli” popularitas dengan bantuan sosial!? Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar partai politik. Karena mau mengatur urusan internal partai, dengan memasang ketua umum boneka yang bermasalah korupsi untuk mendukungnya. Pilpres 2024, Joko Widodo mendukung Prabowo sebagai calon presiden 2024. Bukan hanya mendukung, bahkan terkesan menjadi tim pemenangan, dengan memberdayakan kekuasaannya. Dukungan kepada Prabowo tentu saja bukan untuk kepetingan Prabowo atau rakyat Indonesia. Tetapi, untuk kepentingan Joko Widodo dan keluarganya sendiri. Prabowo mungkin hanya alat saja untuk menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden, dan untuk melindungi dirinya setelah tidak menjabat lagi. Prabowo juga pernah dikhianati Joko Widodo. Prabowo dan Gerindra ikut mendukung Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Tapi akhirnya Joko Widodo melawan Prabowo di pilpres 2014. Ketika itu, Joko Widodo baru menjabat 2 tahun sebagai gubernur DKI Jakarta. Memang Joko Widodo sekarang mendukung Prabowo, meninggalkan Megawati. Itu karena Joko Widodo tidak ada pilihan lain. Prabowo saat ini dianggap paling menguntungkan untuk dirinya. Pada saatnya, kalau tidak menguntungkan lagi, Prabowo akan ditinggal Joko Widodo lagi. Karena politik Joko Widodo sepertinya hanya untuk kepentingan dirinya saja. Tanda-tanda kesitu mulai nampak. Setelah ditinggal banyak pihak, Joko Widodo sekarang terlihat melemah. Banyak partai politik mulai bangkit meninggalkan Jokowi. Bahkan partai politik yang tergabung Koalisi Indonesia Maju terlihat setengah hati mendukung Prabowo-Gibran. Hampir semua baliho dan papan reklame partai politik pendukung Prabowo-Gibran tidak memasang gambar mereka. Bahkan ada baliho yang hanya menampilkan gambar Prabowo sendiri, tanpa Gibran. Semua ini menunjukkan Gibran tidak populer. Kalau populer, pasti gambar Gibran dipasang di mana-mana, di setiap sudut baliho dan papan reklame. Tetapi, anehnya, sudah tidak populer, pendukungnya malah teriak menang satu putaran. Ilusi. Joko Widodo paham sekali, kontestasi pilpres kali ini tidak menguntungkan posisinya. Prabowo-Gibran, pada akhirnya, diperkirakan akan kalah di putaran kedua pilpres. Untuk mencari selamat, Joko Widodo berupaya mendekati Megawati lagi. Seperti diungkap Tempo, dan Bocor Alus. Demi kepentingannya sendiri, mungkin Prabowo akan ditinggal lagi, untuk kedua kalinya, oleh Joko Widodo. Mungkin juga, upaya bertemu dengan Megawati sekaligus untuk memohon agar PDIP tidak menerima permintaan pemakzulan Joko Widodo yang sedang bergaung sampai pelosok Indonesia. Kali ini, Megawati sepertinya menolak untuk bertemu Joko Widodo. Pengkhianatan Joko Widodo kepada PDIP sudah di luar batas normal. Bagaimana selanjutnya? Rakyat berharap DPR dapat segera mengevaluasi keberlanjutan jabatan Joko Widodo: lanjut atau diberhentikan? https://nasional.tempo.co/read/1823650/jokowi-minta-politikus-pdip-untuk-dimediasi-bertemu-megawati?utm_source=WhatsApp Jakarta, 22 Januari 2024. (*)
Tujuh Catatan Debat Cawapres
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan | Sabang Merauke Circle Debat Cawapres 21/1/24 dengan tema: pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Ada 7 (tujuh) catatan penting yang perlu dipahami, yakni: 1. Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD berusaha serius membahas tema debat dalam tingkat \"policy debate\", sementara Gibran terlihat belum cukup mengerti dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk debat tingkat kebijakan. Misalnya ketika Gibran menyinggung soal istilah Litium, tidak jelas pertanyaan Gibran dalam konteks persoalan dan solusi yang dibutuhkan pada level kebijakan nasional. Begitu pula pada isu \"Greenflation\" yang ditanyakan pada Prof. Mahfud, tidak jelas persoalan apa yang ditunjukkan, apakah degradasi lingkungan dalam konteks ekonomi lingkungan atau konteks apa. Mahfud kecewa dengan Gibran yang sangat \"recehan\", tidak berkelas dalam berdiskusi. Satu hal lagi isu bio-regional yang diangkat Muhaimin sebagai basis pembangunan, dijawab Gibran dengan isu pemerataan Indonesia secara umum, bukan \"bio-regional based Planning\". 2. Muhaimin dan Mahfud MD. menyoroti kegagalan pembangunan Jokowi. Keduanya mengatakan Jokowi gagal dalam kemandirian pangan, redistribusi lahan, menjaga kemandirian desa dan mengejar transisi energi. Mahfud dan Muhaimin sepakat terjadi kegagalan dalam pembangunan agraria, baik merujuk pada UUPA maupun fakta terjadinya konflik agraria yang semakin besar. Muhaimin mempersoalkan agenda redistribusi lahan yang tidak ada, Mahfud menyinggung kesenjangan kepemilikan lahan konglomerat dibandingkan petani. Namun, Gibran menjawab kesuksesan Jokowi dengan pembagian sertifikat (sertifikasi lahan). Tentunya ini bukan jawaban Reformasi Agraria. Untuk persoalan agraria, Muhaimin dan Mahfud, sama-sama menyarankan agar dibuat badan khusus di bawah presiden untuk mengatasi dan menyelesaikan isu reformasi agraria. Muhaimin menambahkan persoalan hak-hak adat yang harus dilindungi dengan mempercepat UU terkait hukum adat. Jangan seperti rezim yang selalu menampilkan seremonial penggunaan baju adat secara periodik, namun masyarakat adat disingkirkan. 3. Mahfud dan Muhaimin setuju perusakan hutan atau deforestasi terjadi sangat buruk di era Jokowi. Sampai saat ini Jokowi tidak melakukan upaya serius mencegah deforestasi. Jumlah penggundulan hutan mencapai 12 juta Ha selama 10 tahun terakhir. Bahkan, menurut Mahfud, saat ini aktifis lingkungan ditangkap jika mengkritik pemerintah. 4. Mahfud MD. menyoroti kegagalan Jokowi dalam kemandirian pangan. Hal itu bertentangan dengan janji Jokowi pada debat capres 2014 bahwa tidak ada lagi impor pangan jika dia presiden. Mahfud mengatakan justru Jokowi ingkar atau tidak sesuai janji, karena impor terus menggunung. Beberapa data impor pangan tersebut disampaikan Mahfud dalam debat, yakni beras, kedelai, susu, daging sapi, dsb. Gibran dalam menjawab isu impor ini tidak jelas. Malah membicarakan food estate yang membutuhkan waktu panjang dalam mengevaluasi keberhasilan. Gibran malah menuduh Mahfud dan Muhaimin menakut-nakuti rakyat dengan narasi buruk. Muhaimin, selanjutnya, mengatakan bahwa swasembada pangan kita gagal bahkan tanpa memasukkan isu krisis iklim. Sebab, petani diabaikan, sebaliknya korporasi besar diutamakan. Kegagalan pengadaan pupuk, harga dan keterjangkauan, merupakan fenomena nyata. 5. Dalam hal konflik agraria dan berkembangnya illegal mining, Mahfud menekankan bahwa semua ini tanggung jawab pemerintah dan kususnya aparatur yang membiarkan mafia-mafia berkuasa. Kerusakan iklim dengan deforestasi jutaan hektar lahan terus berlanjut di era Jokowi. Tidak ada keinginan perbaikan. Muhaimin, di sisi lain, juga menyinggung tidak adanya political will pemimpin. Urusan mafia-mafia penguasaan lahan tersebut dikatakan Mahfud untuk menjawab kegampangan Gibran menjawab \"cabut saja hak tanah atau IUP yang ilegal\". Mahfud mengatakan bahwa justru pemerintah saat ini melindungi mafia-mafia tambang dengan menghalangi prinsip-prinsip keterbukaan informasi dan pembiaran oleh aparat. Menurut Mahfud, langkah penting adalah negara harus membuka siapa-siapa pemilik lahan-lahan di Indonesia, termasuk yang melakukan penguasaan illegal. Kedua, pedang hukum jangan lagi tumpul. 6. Hilirisasi Jokowi yang dibanggakan Gibran sebagai program strategis dalam memajukan bangsa serta menciptakan lapangan kerja, menurut Muhaimin dilakukan secara ugal-ugalan, tidak mensejahterakan penduduk lokal, dan mendatangkan tenaga kerja asing yang banyak. Muhaimin mengatakan bahwa eksploitasi alam untuk pembangunan perlu, namun harus menghitung sisi ekologisnya. Terkait transisi ke arah energi terbarukan, Muhaimin justru mengatakan bahwa rezim Jokowi tidak serius. Target penurunan emisi karbon 2025 berkurang 23% jadi 17% dan pajak karbon ditunda. 7. Pembangunan ke depan harus dengan paradigma Bottom up. Desa harus di tempatkan sebagai sentral dalam pembangunan. Pembangunan jangan ugal-ugalan dan sekarepmu dewe, namun harus beretika dan harus tobat ekologis. Renungan Secara nyata Muhaimin dan Mahfud MD menunjukkan kebobrokan Jokowi dan rezimnya. Meski Mahfud dalam konpres paska debat berusaha menganulir itu dengan mengatakan berterimakasih pada Jokowi, namun \"the damage has been done\". Rakyat sudah mendengar testimoni Mahfud bahwa Jokowi dapat disimpulkan sebagai pemimpin buruk, yang bertanggung jawab atas kehancuran lingkungan, berkembangnya mafia tanah dan tambang, rusaknya aparatur negara, deforestasi berkelanjutan, hilirisasi yang tidak menguntungkan, dlsb. Jutaan rakyat yang mendengar pemaparan Mahfud, seorang menteri Jokowi, dan Muhaimin, seorang wakil ketua DPR-RI menunjukkan adanya ketidakjelasan Atau ketidak sinkronan antara fakta yang diketahui elit dengan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi dalam berbagai survei. Tentu saja rakyat dapat mempertimbangkan, mana yang lebih kredibel dan masuk akal. Saya termasuk orang yang berterima kasih pada Muhaimin dan Mahfud yang membedah kegagalan rezim Jokowi ini. (*)
Pilpres Pasti Curang, Makzulkan Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETUA DPR RI Puan Maharani yang merespons usulan pemakzulan Jokowi dengan pernyataan akan melihat urgensinya adalah bijak. Agar obyektif memang DPR harus mengagendakan segera waktu untuk menerima aspirasi dari rakyat Indonesia, khususnya yang disampaikan oleh kelompok \"pemakzulan\" Petisi 100. Surat pengajuan ulang untuk penyampaian aspirasi sudah dikirimkan. Salah satu urgensi yang patut dipertimbangkan adalah kecurangan yang dilakukan Jokowi. Sebagai Presiden ia mampu menggalang dan mengkonsolidasikan banyak hal untuk menyukseskan Capres/Cawapres dukungannya. Pernyataan bahwa ia akan bersikap netral tidak terbukti dalam kenyataan. Publik menilai pernyataannya itu bullshit, omong kosong. Jokowi munafik. Jokowi merekayasa MK melalui adik iparnya Anwar Usman yang menjabat Ketua MK untuk meloloskan anaknya Gibran sebagai Cawapres. Ini adalah produk kecurangan. Anak haram Konstitusi. Gibran pun berkeliaran sebagai Cawapres pasangan Prabowo. Sanksi plintat-plintut Ketua MK membuka peluang untuk kecurangan berkelanjutan. Jokowi deklarasi akan cawe-cawe dan itu ia buktikan. Membuka ruang Istana sebagai \"posko pemenangan\", memobilisasi Kepala Desa dan aparatur di daerah agar menyokong Prabowo-Gibran, penurunan baliho secara tidak adil, pertemuan spesial dengan Prabowo dan Ketum partai pendukung, serta Bansos sumber APBN juga diarahkan untuk mendukung Prabowo-Gibran. Jokowi telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Pilpres 2024 bukan diprediksi akan curang, tetapi sudah mulai curang. Akan bermain pada otak atik jumlah suara. Kecurangan berkelanjutan Jokowi jelas membahayakan demokrasi, mempraktekan prinsip menghalalkan segala cara, serta menginjak asas Pemilu jujur dan adil. Jokowi menjadi biang keladi dari kehancuran Pemilu khususnya Pilpres. Jokowi adalah penjahat politik dan penghianat bangsa. Pemilu tanpa Jokowi sangat urgen jika ingin Pemilu berjalan demokratis. Pemulihan asas kedaulatan rakyat dapat dimulai. Jokowi harus dimakzulkan sebelum Pemilu. Mendesak dan menciptakan kondisi agar Jokowi mundur adalah opsi terbaik. Konfigurasi kekuatan politik kepartaian dapat mendorong Jokowi mundur atau dimundurkan. Rakyat pasti mendukung. Jika Pemilu berjalan tanpa Jokowi atau Jokowi sudah dimakzulkan, maka iklim politik bergerak ke arah yang lebih sehat. Beberapa aspek konstruktif yang diakibatkan, yaitu : Pertama, kontestan Pilpres tetap dapat bertarung \"apa adanya\" tidak ada pihak yang bisa secara licik memanfaatkan fasilitas negara. Korupsi dan penborosan terantisipasi. Jokowi sudah \"mati\" dan politik dinasti terhenti. Kedua, partai politik dan Ketum yang tersandera dapat terbebas dari cengkeraman Jokowi. Bahkan, sebaliknya dapat mulai untuk membongkar kejahatannya. Menyeret Jokowi ke meja hijau, memproses hukum agar ia dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Ketiga, TNI dan Polisi kembali pada tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tidak menjadi alat kepanjangan tangan dan kepentingan politik seorang Presiden. Pelaksanaan asas jujur dan adil Pemilu lebih terjamin. Rakyat sulit berharap Pemilu akan jujur dan adil atau terbebas dari kecurangan selama Jokowi menjadi Presiden. Ini karena ada putera tercinta yang harus dibantu kemenangannya serta keinginan untuk melanggengkan kekuasaan melalui tangan pelanjutnya. Pilpres sudah pasti curang, karenanya sangat mendesak untuk segera memakzulkan Jokowi. Jokowi adalah malapetaka bagi rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Bandung, 20 Januari 2024
Sayonara, Amerika Telah Meninggalkan Lembaga Survei, Kenapa?
Oleh Agusto Sulistio | Pendiri The Activist Cyber Dalam setiap perhelatan kontestasi khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres) selalu saja ada berbagai pandangan analisis Tim Survey. Dengan segala argumennya tim survei menyajikan berbagai temuannya, yang kesemuanya dapat dimaknai sebagai upaya mempengaruhi publik. Namun ironisnya, lembaga survei yang menggunakan berbagai rurmus logic soal menghitung logika dari hasil jajak pendapat dilapangan menyimpulkan sendiri dengan meninggalkan aturan disiplin ilmu survey. Alhasil banyak analisa lembaga survey subjektif, alias tergantung yang bayar. Alhasil tak semua hasil survei sesuai faktanya. Bisa dibilang mengecewakan publik, lantaran hasil survey tak sesuai fakta, malah cenderung mengikuti kemauan yang bayar survei. Di banyak negara survei sudah tak lagi digunakan, sebab selain tidak akurat karena tendensius, analisis survey menyimpang dari disiplin ilmu yang semestinya. Lembaga survei dalam konteks analisis pemilihan presiden telah menghadapi kritik dan penolakan di beberapa negara, hal ini diakibatkan oleh adanya beberapa hal utama. Lembaga Survey berendensi Subjektif, beberapa lembaga survei dapat memiliki kecenderungan subjektif atau bias tertentu dalam pengumpulan data atau penilaian responden. Sehingga hasil survey memengaruhi akurasi hasil dan menghasilkan gambaran yang tidak seimbang. Perubahan Dinamika Pemilih, pilihan pemilih dapat berubah dengan cepat, terutama di tengah perhelatan kampanye. Lembaga survei kesulitan menangkap dinamika dan perubahan opini yang terjadi dalam waktu singkat. Kesulitan Memprediksi Partisipasi Pemilih, survei sulit memprediksi tingkat partisipasi pemilih, yang dapat memiliki dampak signifikan pada hasil pemilihan. Kondisi eksternal, seperti isu-isu politik atau faktor-faktor sosial, yang mempengaruhi partisipasi pemilih. Kesulitan akibat keragaman Pemilih,termasuk kelompok minoritas atau kelompok demografis yang sulit dijangkau, menjadi tantangan. Hal ini menyebabkan hasil survei kurang mewakili seluruh populasi. Meedia Sosial dan pegaruh digital, perkembangan media sosial dan pengaruh digital telah mengubah cara informasi disebarkan dan opini dibentuk. Pemilih dapat lebih dipengaruhi oleh sumber-sumber informasi non-tradisional, yang tidak selalu tercakup dalam survei. Ketidakpastian dan ketidakakuratan Metode Survei, metode survei tradisional kurang mampu mengatasi ketidakpastian dan ketidakakuratan yang muncul dalam proses pengumpulan data, terutama dengan pertumbuhan variasi cara komunikasi dan akses informasi. Ole karena itu, beberapa negara telah menilai kembali penggunaan lembaga survei sebagai alat utama untuk menganalisis perhitungan pemilihan presiden. Pemilihan metode yang lebih canggih dan beragam serta penggunaan data alternatif dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan yang terkait dengan lembaga survei tradisional. Lembaga survey kelas dunia sudah ditinggalkan apalagi lembaga survey kelas lokal. Tidak ada lembaga survei tunggal yang dianggap sebagai yang paling terkenal dan kredibel di seluruh dunia karena pandangan terhadap kredibilitas dapat bervariasi. Namun, beberapa lembaga survei terkemuka dan dihormati secara internasional seperti: Gallup adalah lembaga survei yang sangat dikenal, beroperasi di berbagai negara dan terkenal dengan pemetaan opini masyarakat dan penelitian kebijakan. Pew Research Center melakukan penelitian opini masyarakat global dan menyediakan data tentang berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik. IPos MORI adalah lembaga riset pasar global dengan fokus pada survei opini dan penelitian kebijakan. YouGov adalah lembaga survei internasional yang mengkhususkan diri dalam penelitian opini dan perilaku konsumen menggunakan metode daring. CNN/ORC (sekarang SSRS):, sekarang dikenal sebagai SSRS (Social Science Research Solutions), sering kali digunakan oleh CNN untuk melakukan survei terkait kebijakan dan pemilihan. National Election Pool (NEP), adalah konsorsium lembaga-lembaga media utama di Amerika Serikat, seperti ABC, CBS, NBC, dan CNN, yang bekerja sama untuk melaporkan hasil pemilihan. Kata kuncinya, bahwa sementara lembaga-lembaga ini dianggap terkemuka, kredibilitas suatu survei juga tergantung pada metode penelitian yang digunakan, pengambilan sampel yang tepat, dan transparansi dalam pelaporan hasil. Namun semuanya tidak berarti jika tidak mempertimbangkan konteks dan metode di balik hasil survei. Kesimpulan Meskipun lembaga survei dapat memberikan kontribusi penting dalam memahami opini publik, kredibilitasnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk oleh pihak yang membiayainya. Keberlanjutan kredibilitas lembaga survei sering kali tergantung pada independensinya dan metodologi yang digunakan, bahkan ironisnya tergantung \"siapa yang membayar\". Beberapa negara besar telah mengalami skeptisisme terhadap lembaga survei dan telah mencari pendekatan analisis hasil pemilihan dengan cara2 yang kurang tepat dan lebih beragam. Contoh negara besar yang telah meninggalkan analisa perhitungan pilpres melalui lembaga survey adalah Amerika Serikat. Amerika telah mempertanyakan tentang akurasi lembaga survei dan metode polling yang digunakan. (*)
Filosofi Kantong Bolong dan Politisi Kantong Kosong
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih Di tangan Petruk selalu menggantung kantong kecil yang disebut kantong bolong. Ini bukan sembarang properti, melainkan icon yang mengandung filsafat pengorbanan dalam pengabdian. Bersama Semar, Gareng, dan Bagong, Petruk menjadi abdi dan penasihat tokoh-tokoh ksatria Pandawa. Dalam kisah pewayangan Petruk adalah pemilik harta berlimpah, meninggalkan semua kekayaannya. Semua yang dia miliki diberikan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan dari kekayaannya, hingga kantongnya menjadi kosong. Petruk justru merasa lebih kaya ketika tidak punya apa-apa. Karena itulah, dia memiliki julukan Petruk Kantong Bolong yang artinya adalah Petruk sudah merasa kaya dengan kantong bolong tanpa isi. Hidup Petruk sudah dicurahkan untuk mengabdi kepada para raja dan Sang Pencipta. Petruk memiliki julukan kantong bolong karena kepribadiannya yang suka menolong. Ia suka menolong orang tanpa pamrih. Hal ini diibaratkan dengan kantong yang bolong. Dimana setiap barang yang dimasukkan, akan langsung keluar karena kantong yang bolong. Sama halnya dengan kebaikan petruk yang mengalir terus tanpa henti seperti kantong bolong. Konon semua adalah cara Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah. Karenanya, sebagian menyebutkan bahwa Petruk berasal dari kata “Fatruk” — Fat-ruk kulla maa siwallahi (tinggalkan semua apapun selain Allah). Karenanya itu disebut Kantong Bolong. Artinya ilmu kantong bolong adalah ilmu tentang kedermawanan dan keikhlasan. Orang yang menguasai ilmu kantong bolong tidak akan pernah takut dan bersedih, sebab ia sudah sampai pada maqam haqqul yaqin bahwa dirinya hanyalah “alat” atau “saluran” yang dipakai dan digerakkan Allah untuk memenuhi Kehendak-Nya Kilas balik kisah tersebut ada manusia tidak sadar karena ditipu oleh ego, nafs dan setan, sehingga mereka “menutup kantong”. Mereka berusaha memenuhi kantong-kantong diri dan keluarganya (yakni mengikuti hawa nafsunya ) , “mengklaim” telah dan bisa “memiliki” segala sesuatu karena dirinya Mereka terus mengejar kekuasaan dan kekayaan, merasa memiliki sesuatu dan karenanya berhak “menyimpannya” dalam kantong tertutup. Tidak peduli dari mana hartanya di peroleh, tidak sadar bisa menjadi siksa dan bencana. Hartanya akan ditinggalkan ketika harus kembali ke alam baka dengan segala resikonya. Itulah sebabnya, ilmu Kantong Bolong ini termasuk ajaran yang penting dalam tradisi kesufian yang disimbolkan dalam idom-idiom Jawa: sekali lagi ajaran tentang kedermawanan , keikhlasan, untuk berbuat baik sesamanya. Salah dan keliru kantong bolong dimaknai -\"kantongnya kosong\" nungsang sana sini sebagai tim sukses Cawapres, siang malam mengejar remah remah dari para bandar Politik yang sedang menebar uang recehan untuk membius dan membeli suara. Mereka semua larut dalam kegelapan, bersama penguasa \"kantong kosong\" menjadi hina dan menjijikan kering kerontang dari makna sufi tentang makna \"kantong bolong\" berubah makna menjadi \"penguasa dan politisi kantong kosong\" Bersama para buzer yang telah dibutakan, dikerahkan semua anak, menantu, ponakan untuk terus mengejar kekuasaan dan pundi pundi kekayaan. Terbaca hidupnya hanya untuk hidup, tak sadar prilakunya seperti iblis, hanya membuat kerusakan dalam kesesatan dan kegelapan.***
Memilih Presiden
Oleh Djohermansyah Djohan | Guru Besar IPDN PEMERINTAHAN itu tak sempurna, \"no perfect governance\". Tidak terkecuali pemerintahan Presiden Jokowi. Ada saja kekurangan, kekeliruan, kealpaan, dan ketidakberhasilannya. Tak semua janji-janjinya dalam pemilu lima tahun lalu bisa dipenuhi. Itu manusiawi. Bagi rakyat yang penting adalah penjelasannya. Dan, hal itu bukan untuk dirahasiakan atau ditutup-tutupi. Melainkan, untuk dikoreksi, diperbaiki, dan diatasi oleh presiden berikutnya sesuai asas, bahwa pemerintahan itu suatu kontinuitas. Tersebab pemerintahan itu tujuannya untuk kebaikan orang banyak di seluruh negeri, dan di dalam sistem demokrasi elektoral suksesi kepemimpinan bersifat terbuka lewat pemilu LUBER dan JURDIL, presiden pengganti tidak harus orang-orangnya atau kerabatnya Presiden Jokowi sendiri (the President\'s man). Tapi bisa berasal dari luar istana asal terpenuhi syarat-syarat pencalonan dan di dalam diri orang itu berlabuh segudang kebaikan. Rakyat dibilik suaralah pada akhirnya yang akan menentukannya nanti. Hal ini penting digarisbawahi, karena pemimpin pemerintahan itu macam-macam tipenya. Ada yang betul-betul baik, ada yang pura-pura baik khususnya pada masa pemilu, dan ada pula yang jauh dari baik atau di bawah standar. Presiden pengganti yang baik, menurut pendapat saya, pertama-tama adalah orang yang prima fisiknya, sehat dan kuat mengelilingi seantero negeri, Sabang hingga Merauke, dan sanggup menghadiri pertemuan-pertemuan internasional di ujung-ujung dunia. Kedua, dia memiliki integritas tinggi dan menegakkan penuh etika tanpa toleransi, yaitu bersih dari korupsi, tak terkait pelanggaran etik serius, dan tak pernah melanggar hak asasi manusia (extra-ordinary crime). Ketiga, dia mempunyai kompetensi (skills & knowledges) yang mumpuni berbasis rekam jejak lapangan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Keempat, dia seorang generalis tapi juga seorang spesialis yang memahami manajemen pemerintahan negara, baik menyangkut urusan multi-sektoral, hubungan antar pemerintahan pusat-daerah, dan hubungan antar lembaga tinggi negara. Kelima, dia seorang pemimpin yang mampu bermitra, \"mengewongke\", dan menggerakkan birokrasi dalam mewujudkan program-program strategis untuk memajukan kehidupan rakyat secara merata. Bukan yang doyan melakukan politisasi pegawai negeri dan abai terhadap kesejahteraan ASN serta kaum pensiunan. Semoga pada pilpres 2024 mendatang, orang baik serupa itulah yang akan memenangi kontestasi. Dengan demikian, pemerintahan yang bertujuan untuk memberi kebaikan kepada seluruh rakyat, diisi oleh pemimpin yang baik pula. (*)