Jokowi Berkhianat, Mega dan PDIP Paling Sakit Hati
Oleh Anthony Budiawan | Managing Director PEPS
JOKO Widodo “dibesarkan” Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Siapa yang bisa bantah? Menjadi Walikota Solo dua periode, dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Gubernur Jakarta, juga dicalonkan oleh PDIP. Menjadi Presiden dua periode, juga dicalonkan oleh PDIP.
Tidak hanya Joko Widodo, anak dan mantunya juga mulai dibesarkan PDIP. Gibran, anak belum cukup umur, bisa menjadi Walikota Solo karena PDIP. Begitu juga Bobby Nasution, menjadi Walikota Medan juga karena PDIP.
Memang tidak salah pernyataan Megawati, ketua umum PDIP. Tanpa PDIP, Joko Widodo bukan siapa-siapa. Benar. Joko Widodo bukan tokoh nasional, bukan tokoh pemikir, bukan pemuka agama. Joko Widodo, memang bukan siapa-siapa.
Joko Widodo hanya penikmat reformasi, penikmat demokrasi hasil reformasi.
Tetapi, Joko Widodo lupa daratan. Pepatah Indonesia bilang, kacang lupa kulit. Tidak ingat asal-usulnya.
Joko Widodo kini berkhianat. Berkhianat terhadap reformasi dan demokrasi, terhadap rakyat, terhadap partai politik yang membesarkannya.
Joko Widodo cawe-cawe politik, cawe-cawe pemilu dan pilpres, mematikan demokrasi, untuk kepentingan dirinya dan keluarganya.
Joko Widodo mau minta perpanjangan masa jabatan presiden, sampai 2027, tapi untungnya kandas. Mau tambah periode jabatan menjadi tiga periode, juga kandas. Terakhir, Gibran dijadikan calon wakil presiden dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi, melalui bantuan adik ipar Jokowi di Mahkamah Konstitusi, dengan melanggar hukum, etika dan moral.
Gibran dicalonkan sebagai wakil presiden oleh Golkar, mendampingi Prabowo, melawan calon presiden dari PDIP, partai yang membesarkannya. Padahal status Gibran ketika itu masih sebagai anggota PDIP, dan masih sebagai Walikota dari PDIP. Apa namanya kalau bukan pengkhianat? Bahkan Bobby Nasution menyatakan mendukung Prabowo-Gibran. Sehingga dipecat dari PDIP. Lengkap sudah pengkhianatan Joko Widodo dan keluarga terhadap PDIP.
Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak kebijakannya yang menyusahkan rakyat, khususnya kelompok bawah. Tingkat kemiskinan naik. Tapi Joko Widodo “membeli” popularitas dengan bantuan sosial!?
Joko Widodo juga menjadi musuh sebagian besar partai politik. Karena mau mengatur urusan internal partai, dengan memasang ketua umum boneka yang bermasalah korupsi untuk mendukungnya.
Pilpres 2024, Joko Widodo mendukung Prabowo sebagai calon presiden 2024. Bukan hanya mendukung, bahkan terkesan menjadi tim pemenangan, dengan memberdayakan kekuasaannya.
Dukungan kepada Prabowo tentu saja bukan untuk kepetingan Prabowo atau rakyat Indonesia. Tetapi, untuk kepentingan Joko Widodo dan keluarganya sendiri. Prabowo mungkin hanya alat saja untuk menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden, dan untuk melindungi dirinya setelah tidak menjabat lagi.
Prabowo juga pernah dikhianati Joko Widodo. Prabowo dan Gerindra ikut mendukung Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Tapi akhirnya Joko Widodo melawan Prabowo di pilpres 2014. Ketika itu, Joko Widodo baru menjabat 2 tahun sebagai gubernur DKI Jakarta.
Memang Joko Widodo sekarang mendukung Prabowo, meninggalkan Megawati. Itu karena Joko Widodo tidak ada pilihan lain. Prabowo saat ini dianggap paling menguntungkan untuk dirinya.
Pada saatnya, kalau tidak menguntungkan lagi, Prabowo akan ditinggal Joko Widodo lagi. Karena politik Joko Widodo sepertinya hanya untuk kepentingan dirinya saja.
Tanda-tanda kesitu mulai nampak. Setelah ditinggal banyak pihak, Joko Widodo sekarang terlihat melemah. Banyak partai politik mulai bangkit meninggalkan Jokowi.
Bahkan partai politik yang tergabung Koalisi Indonesia Maju terlihat setengah hati mendukung Prabowo-Gibran. Hampir semua baliho dan papan reklame partai politik pendukung Prabowo-Gibran tidak memasang gambar mereka. Bahkan ada baliho yang hanya menampilkan gambar Prabowo sendiri, tanpa Gibran.
Semua ini menunjukkan Gibran tidak populer. Kalau populer, pasti gambar Gibran dipasang di mana-mana, di setiap sudut baliho dan papan reklame.
Tetapi, anehnya, sudah tidak populer, pendukungnya malah teriak menang satu putaran. Ilusi.
Joko Widodo paham sekali, kontestasi pilpres kali ini tidak menguntungkan posisinya. Prabowo-Gibran, pada akhirnya, diperkirakan akan kalah di putaran kedua pilpres.
Untuk mencari selamat, Joko Widodo berupaya mendekati Megawati lagi. Seperti diungkap Tempo, dan Bocor Alus.
Demi kepentingannya sendiri, mungkin Prabowo akan ditinggal lagi, untuk kedua kalinya, oleh Joko Widodo.
Mungkin juga, upaya bertemu dengan Megawati sekaligus untuk memohon agar PDIP tidak menerima permintaan pemakzulan Joko Widodo yang sedang bergaung sampai pelosok Indonesia.
Kali ini, Megawati sepertinya menolak untuk bertemu Joko Widodo. Pengkhianatan Joko Widodo kepada PDIP sudah di luar batas normal.
Bagaimana selanjutnya?
Rakyat berharap DPR dapat segera mengevaluasi keberlanjutan jabatan Joko Widodo: lanjut atau diberhentikan?
https://nasional.tempo.co/read/1823650/jokowi-minta-politikus-pdip-untuk-dimediasi-bertemu-megawati?utm_source=WhatsApp
Jakarta, 22 Januari 2024. (*)