Filosofi Kantong Bolong dan Politisi Kantong Kosong
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih
Di tangan Petruk selalu menggantung kantong kecil yang disebut kantong bolong. Ini bukan sembarang properti, melainkan icon yang mengandung filsafat pengorbanan dalam pengabdian. Bersama Semar, Gareng, dan Bagong, Petruk menjadi abdi dan penasihat tokoh-tokoh ksatria Pandawa.
Dalam kisah pewayangan Petruk adalah pemilik harta berlimpah, meninggalkan semua kekayaannya. Semua yang dia miliki diberikan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan dari kekayaannya, hingga kantongnya menjadi kosong.
Petruk justru merasa lebih kaya ketika tidak punya apa-apa. Karena itulah, dia memiliki julukan Petruk Kantong Bolong yang artinya adalah Petruk sudah merasa kaya dengan kantong bolong tanpa isi. Hidup Petruk sudah dicurahkan untuk mengabdi kepada para raja dan Sang Pencipta.
Petruk memiliki julukan kantong bolong karena kepribadiannya yang suka menolong. Ia suka menolong orang tanpa pamrih. Hal ini diibaratkan dengan kantong yang bolong. Dimana setiap barang yang dimasukkan, akan langsung keluar karena kantong yang bolong. Sama halnya dengan kebaikan petruk yang mengalir terus tanpa henti seperti kantong bolong.
Konon semua adalah cara Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah. Karenanya, sebagian menyebutkan bahwa Petruk berasal dari kata “Fatruk” — Fat-ruk kulla maa siwallahi (tinggalkan semua apapun selain Allah). Karenanya itu disebut Kantong Bolong.
Artinya ilmu kantong bolong adalah ilmu tentang kedermawanan dan keikhlasan. Orang yang menguasai ilmu kantong bolong tidak akan pernah takut dan bersedih, sebab ia sudah sampai pada maqam haqqul yaqin bahwa dirinya hanyalah “alat” atau “saluran” yang dipakai dan digerakkan Allah untuk memenuhi Kehendak-Nya
Kilas balik kisah tersebut ada manusia tidak sadar karena ditipu oleh ego, nafs dan setan, sehingga mereka “menutup kantong”. Mereka berusaha memenuhi kantong-kantong diri dan keluarganya (yakni mengikuti hawa nafsunya ) , “mengklaim” telah dan bisa “memiliki” segala sesuatu karena dirinya
Mereka terus mengejar kekuasaan dan kekayaan, merasa memiliki sesuatu dan karenanya berhak “menyimpannya” dalam kantong tertutup. Tidak peduli dari mana hartanya di peroleh, tidak sadar bisa menjadi siksa dan bencana. Hartanya akan ditinggalkan ketika harus kembali ke alam baka dengan segala resikonya.
Itulah sebabnya, ilmu Kantong Bolong ini termasuk ajaran yang penting dalam tradisi kesufian yang disimbolkan dalam idom-idiom Jawa: sekali lagi ajaran tentang kedermawanan , keikhlasan, untuk berbuat baik sesamanya.
Salah dan keliru kantong bolong dimaknai -"kantongnya kosong" nungsang sana sini sebagai tim sukses Cawapres, siang malam mengejar remah remah dari para bandar Politik yang sedang menebar uang recehan untuk membius dan membeli suara.
Mereka semua larut dalam kegelapan, bersama penguasa "kantong kosong" menjadi hina dan menjijikan kering kerontang dari makna sufi tentang makna "kantong bolong" berubah makna menjadi "penguasa dan politisi kantong kosong"
Bersama para buzer yang telah dibutakan, dikerahkan semua anak, menantu, ponakan untuk terus mengejar kekuasaan dan pundi pundi kekayaan.
Terbaca hidupnya hanya untuk hidup, tak sadar prilakunya seperti iblis, hanya membuat kerusakan dalam kesesatan dan kegelapan.***