OPINI
Hanya Kembali ke Pancasila dan UUD 1945 Negara Ini Terhindar dari Perang Baratayudha
Oleh Prihandoyo Kuswanto | Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila PERTARUNGAN politik dalam suksesi kali ini sudah semakin terbuka ketiga kontestan sudah mulai semakin seru dan semakin beringas hasil survei yang menempatkan pasangan Prabowo Gibran teratas sudah distikma curang ,maka pasangan 01,dan 03 mulai melakukan koalisi untuk menghambat 02. Begitu juga PDIP mulai resa dengan mencuat nya Gerindra sudah berada di atasnya . Di samping pertarungan pilpres juga muncul isu pemaksulan oleh petisi 100 terhadap Jokowi yang diterima Menkopohukam ,dan Ketua DPR memberi tanggapan tentang pemaksulan . Diksi Pemilu tanpa Jokowi yang menjadi jargon petisi 100 dianggap akan terjadi kecurangsn jika Jokowi masih ikut cawe-cawe. Jika Jokowi berhasil dimaksulkan maka akan terjadi kekosongan kekuasaan dan akan timbul kegoncangan dan bisa saja TNI akan masuk sebab sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 Dan MPR di gradasi menjadi lembaga tinggi maka Negeri ini sudah tidak mempunyai pintu darurat. Tidak adanya pintu darurat akan memicu perebutan kekuasaan dan tentu tidak sesederhana yang kita bayangkan dua kelompok pendukung antar yang mendukung Jokowi dan memusuhi Jokowi akan terjadi perang Brontoyudo. Chaos ini akan terjadi kalau para negarawan tidak mampu mengembalikan tatanan mula Indonesia merdeka yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Para pengusung Neo Liberalisme harus nya mulai sadar bahwa bangsa ini bukan bangsa yang individualisme . Kesalahan terbesar para pengusung Neo Liberalisme memaksakan pikiran pikiran barat yang basis Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme pikiran seperti ini dianggap kemajuan dan UUD 1945 dianggap Mitos oleh Deny Indrayana dan banyak teman teman mereka yang menganut dan mendukung untuk mengamandemen UUD 1945.ternyata akibat menganggap UUD 1945 Itu mitos digantilah UUD 1945 Dengan UUD 2002,Sementara Pembukaan UUD 1945 tidak diganti apa akibat nya rusaklah tatanan bernegara sebab hubungan pembukaan dan batang tubuh itu adalah hubungan sebab akibat. Dan di dalam pembukaan UUD 1945 itu ada pokok pokok-pikiran pembukaan UUD 1945 Yang berupa Pancasila . Pokok pokok pikiran itulah sebagai desain negara berdasarkan Pancasila yang kemudian di uraikan didalam batang tubuh UUD 1945. Maka batang tubuh UUD 1945 itulah Praksis nya Pancasila jadi masih banyak yang ngomong bagaimana Pancasila itu di jalankan Padahal pendiri negeri ini sudah menerjemahkan dan memberi kan tafsir secara praksis untuk menjalankan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila. Maka yang di sebut dengan Ideologi Pancasila itu ya UUD 1945.Ketika UUD 1945 diganti dengan UUD ,2002 maka yang diamandemen itu adalah Ideologi Pancasila. Jika kita tidak waspada akan terjadi perang saudara Brontoyodo sudah mendekati kenyataan karena Indonesia sudah pecah akibat dari neo Liberal .Akumulasi dari berbagai elemen yang kalah pilpres akan berkolaborasi ,yang ingin menjatuhkan Jokowi,PDIP yang diprediksi akan kalah mulai ditinggalkan oleh tokoh dan pendukung nya , sementara Jokowi masih kuat dengan dukungan rakyat yang hampir 75% ,isu dinasti politik ,politik cawe cawe ,UU Omnibuslaw, yang menciptakan ketidak adilan ,isu oligarki. Akan bermuara menuju chaos jika tidak ada lagi kesadaran berbangsa dan bernegara sementara sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 Negeri ini tidak mempunyai pintu darurat penyelamatan .Sejak kedaulatan rakyat diamandemen menjadi kedaulatan partai politik Kerusakan negeri ini tentu tidak hanya ditimpahakan hanya pada Jokowi saja sementara PDIP yang hampir 10 tahun tidak disentuh bahkan tinggal glanggang colong playu. Yang lebih mengherankan yang mengusung jargon perubahan justru akan berkolaborasi dengan PDIP .Ini menjadi ukuran perubahan yang bagaimana jika orang alim berkolaborasi dengan kaum akhli maksiat rupanya akan menghalalkan segala cara. Petisi 100 ini tujuannya awalnya mulia ingin kembali ke UUD 1945 dan ingin melengserkan Jokowi sebelum pilpres ini. Sah saja tetapi ketika banyak anggotanya mendukung 01 masih ikut copras-capres bahkan ketuanya menjadi tim sukses, saya melihat sudah tidak murni kembali ke UUD1945 sebab bagaimana bisa berkolaborasi dengan Neo Liberal. Padahal yang diperjuangkan UUD 1945 dan Pancasila tetapi masih mendukung copras capres yang berdasarkan UUD 2002 dengan sistem liberal . Karut marut negeri ini akibat UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 dan Pancasila diganti dengan individualisme, liberalisne, kapitalisme harus diakhiri dan para tokoh bangsa ini harus duduk bersama sebagai negarawan untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancuran nya harus segerah melakukan gerakan mempersatukan bangsa Indonesia dengan kesadaran penuh kembali pada titik kordinat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan Visi Merdeka,Bersatu ,Berdaulat,Adil dan Makmur .kembali pada UUD1945 dan Pancasila jika bangsa ini akan selamat.(*)
CAPER Catatan Permana (Part 3), Cara Efektif Rakyat Melawan Pemilu Curang: Laporkan dan Viralkan
Oleh Dr. Anton Permana | Pengamat Politik Halloooo Guys, Saudara-Saudariku di seluruh Nusantara di manapun berada. Bertemu kembali dalam tajuk CAPER (Cari Perhatian/Catatan Permana) part yg ke-3… Pemilu dan Pilpres tinggal menghitung hari. Sebuah proses sakral dalam ritual demokrasi untuk menentukan siapa pemimpin negeri ini lima tahun ke depan. Bangsa kita adalah bangsa yang sangat besar dan kaya raya. Semuanya kita punya, tapi sayang semuanya bukan punya kita. Bagaimana bangsa ini kembali berdaulat ? Tentu dengan cara memilih pemimpin yang baik dan benar. Pemilu yang jurdil (jujur dan adil) insyaAllah pasti akan melahirkan pemimpin yang jujur dan adil juga sesuai slogan “Vox populi Vox Dei” (Suara rakyat adalah suara Tuhan). Tapi kalau Pemilu curang ? Otomatis juga pasti akan melahirkan Pemimpin yang curang. Kalau pemimpin curang ? Jangan harap akan ada rakyat dan kepentingan nasional bangsa kita di dalam dadanya. Untuk itu, mari bersama kita kawal dan jaga secara serius Pemilu ini. Kalau ada kecurang jawabannya hanya Dua “Lapor dan Viralkan !” Kalau dulu nenek moyang kita menggunakan senjata bahkan bambu runcing bertempur mengusir penjajah, hari ini mari kita gunakan Hand Phone kita sebagai senjata ampuh untuk merekam, memvideokan, memotret setiap gejala dan kecurangan yang terjadi di sekitar lingkungan kita. Rakyat harus menjadi pejuang-pejuang tangguh penjaga demokrasi Pemilu dari upaya kejahatan Pemilu Curang. Ada aparat negara yg mobilisasi pegawai dan anak buahnya memilih salah satu Paslon ? Lapor dan Viralkan ! Ada oknum pejabat yg gunakan fasilitas negara untuk kampanye kan kelompok dan kandidat tertentu ? Laporkan dan Viralkan! Ada oknum partai politik, tokoh agama, tokoh adat, perangkat desa, aparat negara, serta perangkat pemerintah lainnya membagi-bagikan uang dan Sembako pemerintah lalu mengajak, mengarahkan untuk memilih Paslon dan Parpol tertentu ? Lapor dan Viralkan ! Kalau perlu, sesuai serua mantan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantiyo, bangun posko-posko Indonesia Siaga, Siskamling Pemilu di kampung-kampung, warung-warung, rumah sebagai posko perjuangan untuk melawan kecurangan. Ingat, nasib bangsa kita, anak cucu kita ditentukan melalui pintu Pemilu dan Pilpres 14 Februari 2024 nanti. Sekali kita salah pilih dan lalai mengawalnya ?? Maka lima tahun bahkan puluhan tahun ke depannya kita juga yang akan sengsara dan menderita.. Ayooo, Lapor dan Viralkan setiap gejala dan potensi kecurangan Pemilu di sekitar anda. Laporkan kepada pihak yang berwajib baik Panwaslu dan Polisi setempat, lalu Viralkan melalui Hand Phone dan sosial media yang kita miliki. Mari kita selamatkan Indonesia, dengan cara melawan Pemilu curang agar memang lahir Pemimpin-Pemimpin negara dari hasil pilihan rakyat. Salam Indonesia Jaya. Jakarta, 17 Januari 2024
CAPER Catatan Permana (Part 2): Tiga Syarat Utama Cara Menumbangkan Penguasa Curang
Oleh Dr. Anton Permana | Pengamat Politik TIDAK pernah kondisi sosial politik masyarakat negeri Wakanda separah ini sejak merdeka. Sebagai negara penganut demokrasi, kekuatan Civil Society adalah sumber kekuatan utama rakyat untuk berdaulat di tanah airnya sendiri. Namun ironisnya, yang terjadi saat ini adalah ; hampir tidak ada pilar-pilar utama sumber kekuatan Civil Society itu yang tidak terbelah. Baik itu kelompok agama, organisasi massa, kelompok ekonomi, aparatur negar bahkan Trias Politika pun, tercerai berai bagai buih ombak di lautan. Sehingga, rezim yang berkuasaa saat ini seakan bisa melakukan apa saja seenak dengkulnya. Mulai dari Konstitusi, Hukum, Asas, Norma dan Etika bernegara semua diinjak-injak takluk di bawah kuasanya, tanpa ada satupun perlawanan yang berarti. Banyak yang marah, banyak yang teriak, bahkan juga sudah banyak yang masuk penjara dan mati. Tetapi, rezim hari ini semakin menjadi-jadi membunuh demokrasi dan malah ingin membangun Politik Dinasti keluarganya. Lalu pertanyaannnya, apakah rakyat masih punya peluang untuk menghentikan kesewenang-wenanngan ini? Jawabannya Pasti Sangat Bisa atas izin Allah SWT.. Karena tak ada kekuasaan yang abadi, tak ada kesewenang-wenangan akan menang. Ini hanya masalah waktu dan momentum. Karena kekuasaan itu hanyalah sihir. Sihir dari manipulasi otak dan mental kita sendiri yang lemah dan tertipu daya. Karena kekuasaan dalam bernegara itu toh juga mandat dan amanah dari seluruh rakyat itu sendiri bukan? Yang diberikan sementara dan otomatis bisa diambil kembali kapan saja… Yaitu dengan tiga syarat : 1. Luruskan niat, menumbangkan kekuasaan yang curang itu adalah atas nama kebenaran, keadilan, dan kebaikan rakyat bersama atas izin Allah SWT. Niat yang lurus dan baik, akan memberikan aupra energi luar biasa dan spirit perjuangan yang dahsyat! Bangsa ini punya sejarah akan hal itu, dengan merdeka dari penjajahan kolonial ratusan tahun. 2. Turunkan ego, karena, hanya dengan persatuan dan kesatuan, kekuasaan yang sekuat apapun akan bisa tumbang dan dihancurkan. Kalau rakyat bersatu dan bergerak, bahkan para aparat keamanan dan negara pun pasti akan bersatu bersama rakyat. Peristiwa 1965 dan 1998 telah juga menjadi sejarah dan pelajaran kepada kita semua. 3. Tingkatkan nyali. Karena, kalau akal kita sehat dan jernih, tak mungkin 270 juta rakyat hanya takut dan tunduk hanya kepada satu kelompok kecil saja? Bahkan hanya pada satu keluarga saja? Beristighfarlah bagi yang muslim, bahwa, ketakutan akan kekuasaan semu itu hanya juga ilusi. Ibarat cerita seorang bocil menuntun kerbau besar dengan seutas tali. Padahal, kalau kerbau itu sadar, sekali goyangkan kepalanya, maka si bocil akan terlempar dan tumbang. Begitu juga analogi antara rakyat dengan penguasa. Kalau rakyat bersatu, Penguasa sekuat apapun akan bisa dibuat seperti lalat. Kalau tiga syarat utama di atas tadi bisa dilakukan oleh kelompok Civil Society, maka rezim kekuasaan ini akan tumbang dan rakyat akan bisa kembali berdaulat. Insya Allah. Jakarta, 18 Januari 2024
CAPER Catatan Permana (1): Kenapa Ada Ilusi Satu Putaran vs Dua Putaran?
Oleh Dr. Anton Permana | Pengamat Politik BANYAK pertanyaan dari masyarakat yang melek politik, kenapa ada salah satu Paslon begitu gegap gempitanya mengkampanyekan keyakinan akan menang satu putaran pada Pilpres 14 Februari 2024 nanti? Padahal, semua tahu dan secara kasat mata akan mudah terukur bahwas secara scientific ilmiah dan fakta lapangan, kemenangan satu putaran yang berarti salah satu Paslon harus meraih suara 50 % plus satu suara dari tiga Paslon yang maju sungguh tidak akan mungkin terjadi. Kecuali? Melalui sebuah kecurangan yang super extraordinary dilakukan, dimana kecurangan tingkat Dewa ini hanya bisa dilakukan oleh pihak penguasa. Ingat itu! Berbagai tools dan narasi dipropagandakan secara massive melalui media massa. Bahkan berbagai lembaga survei terkenalpun seakan ikut berpartisipasi, dalam hal itu dengan merilis hasil survei seolah-olah mendekati angka di atas 50 persen. Meski kita semua sudah tahu sama tahulah ya guys, perilaku lembaga survei saat ini gimana gituh lho. Artinya, tentu sebagai netizen Indonesia yang terkenal kepo-sejagat perlu dong hal ini kita bedah dan analisa bersama. Masa hanya lembaga survei dan para juru bicara itu saja yang bisa bicara. Katanya negara demokrasi? Nah, kalau dari bisik- bisik tetangga yang kita dengar, kenapa pihak sebelah itu begitu getol mempropagandakan akan menang satu putaran itu, karena jawabannya adalah: 1. Mereka sudah tahu dan paham, kalau sempat Pilpres dua putaran, maka peluang mereka akan menang di putaran ke dua hancur lebur sudah. Kesaktian sebagai pemegang tongkat estafet kekuasaan akan rontok..tok..tok.. itu sudah hukum alam di bumi wakanda. Para taipan, sponsor, loyalis, kelompok oportunis termasuk para elit politik dan oligarkhi pasti akan panik dan loncat pindah kapal yang mau karam. Bisa juga cari pelampung atau juga bisa ambil sekoci pindah haluan, karena hal seperti itu sudah jadi tradisi di dunia perpolitikan negara Wakanda. Kapal mau karam, penumpang siap-siap tinggalkan nahkoda, sayonara. 2. Karena begitu banyaknya utang politik, utang ekonomi, bahkan utang ideologi yang harus dipenuhi sedangkan masa jabatan akan berakhir. Tentu semua utang itu hanya bisa dilunasi kalau masih berkuasa? Makanya butuh jaminan estafet kekuasaan dari darah daging politiknya sendiri dan komitmen politik yang kuat dari salah satu kandidat. Meski harus lompat pagar, berkhianat dan durhaka kepada orang-orang serta kelompok yang membesarkannya. Yang penting jawabannya bisa kembali berkuasa dan punya power atas kendali kebijakan negara. Yang lain “Bukan Urusan Saya\" Nahh cukup dua itu saja alasannya ya guys. Karena dua alasan ini cukup untuk menjawab pertanyaan judul di atas. So, manakah yang akan benar prediksi nya? Satu putaran atau dua putaran? Biar waktu yang menjawabnya.. Salam Indonesia Jaya. Jakarta, 18 Januari 2023
Kasihan Luhut, Sedih Jokowi Mau Dimakzulkan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan TIDAK tahan akan isu pemakzulan Jokowi yang sejak awal diusulkan dan diajukan oleh Petisi 100, Luhut Binsar Panjaitan Menteri andalan Jokowi akhirnya ikut juga berkomentar. Ia mengomentari dengan pengakuan sedih atas ramainya suara pemakzulan Jokowi dan banyak pejabat negara yang berkomentar soal isu pemakzulan. Entah siapa yang dimaksud pejabat tersebut apakah Airlangga, Ari Dwipayana, Puan Maharani atau Mahfud MD? Luhut menyatakan komentar itu membuat masalah isu pemakzulan menjadi besar. Ia sedih ditengah proses Pemilu yang tinggal satu bulan lagi itu gonjang-ganjing semakin dahsyat. Sebenarnya kasihan juga Luhut Binsar yang baru bangun sakit sudah dibebani dengan fikiran berat. Rupanya ia tidak tega Jokowi diserang sendirian. Jokowi-Luhut sulit dipisahkan boleh disebut dwi tunggal. Betapa percaya (baca: tergantung) Jokowi kepada Luhut sehingga banyak jabatan diberikan padanya. Publik menyebut Luhut sebagai menteri segala urusan. Urusan dengan China Luhut adalah penentunya. Duta China ini adalah orang dibalik banyak proyek China di Indonesia. Ia membela keberadaan TKA asal China yang membanjir. Isu pemakzulan Jokowi di penghujung proses Pemilu adalah terapi kejut. Bagi Petisi 100 pertemuan dengan Menkopolhukam Mahfud MD merupakan \"surprise attack\" ke jantung kekuasaan setelah berikhtiar lama mengingatkan betapa mendesak pemakzulan Jokowi itu. DPR selama ini terus menutup diri. Mungkin menganggap Petisi 100 itu sumier dan layak diabaikan. Kini Istana belepotan mengantisipasi serangan tersebut. Pemikir Istana dikeluarkan untuk melindungi. Jimly dan Yusril berjibaku. Pejabat menepis kemungkinan pemakzulan. Jokowi dikesankan tidak peduli padahal publik tahu sesungguhnya Jokowi panik. Keributan saat ini adalah temuan momen akibat ia memaksakan dan merekayasa puteranya Gibran untuk dapat maju sebagai Cawapres. Jokowi telah disodori pisau oleh Petisi 100 untuk digunakan sebagai alat bunuh diri. Segera mundur dari jabatan sebagai Presiden di bawah bayang-bayang Tap. MPR No VI tahun 2001 atau juga diingatkan bahwa konfigurasi partai politik di DPR harus mampu menggoyahkan arogansi dan cawe-cawe Jokowi yang merusak demokrasi dengan mulai memproses pemakzulan berdasarkan Pasal 7A UUD 1945. Gerakan Petisi 100 akan menjadi magnet dari gumpalan keberanian rakyat untuk mendesak pemakzulan Jokowi. Mahasiswa, buruh, purnawirawan, santri, ulama, emak-emak dan elemen rakyat lainnya adalah kekuatan nyata bagi perubahan politik. Rezim Jokowi tengah mengalami pembusukan. Ketika Jokowi semakin membabi-buta bergerak curang untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, maka akan semakin dahsyat gerakan pemakzulan. Rakyat tidak mungkin membiarkan pencurian, perampokan bahkan pemerkosaan demokrasi oleh rezim tirani Jokowi yang dilakukan secara brutal. Jokowi harus tumbang. Luhut yang baru \"sembuh\" dari sakit mengaku sedih atas keadaan ini. Dalam kondisi tidak fit ia belum bisa mengumbar emosi seperti biasanya. Sebenarnya rakyat sudah rindu pada akting Luhut yang meledak-ledak dalam mengawal atau mengendalikan Jokowi. Namun kini Luhut hanya bisa mengeluh sedih. Kasihan. (*)
Dua Sisi Jimly Asshiddiqie, Antara Guru Besar Dan Politikus
Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Jimly Asshidiqie, guru besar ilmu hukum tata negara dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, sempat memberi tanggapan di media sosial X (twitter) terkait desakan pemakzulan presiden Jokowi oleh Petisi 100. Jimly Asshiddiqie menilai, desakan pemakzulan terhadap Jokowi sebagai pengalihan perhatian saja, karena ada yang takut kalah. Jimly merasa aneh, satu bulan menjelang pemilu ada ide pemakzulan presiden. “Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah,” katanya. https://news.detik.com/pemilu/d-7141672/sorotan-jimly-hingga-yusril-usai-muncul-ide-pemakzulan-jokowi/amp Pernyataan Jimly sangat janggal, tidak berdasarkan substansi keahliannya sebagai guru besar ilmu hukum tata negara. Yaitu apakah presiden Jokowi sudah bisa dan sudah layak dimakzulkan. Tetapi, pernyataan Jimly jelas bersifat politis, dan penuh kepentingan. Selain itu, Jimly juga gagal memahami, bahwa desakan pemakzulan Jokowi oleh Petisi 100 bukan isu dadakan pemilu, tetapi sudah dilakukan jauh sebelum ada gonjang-ganjing pemilu dan pilpres. Bahkan Petisi 100 sudah bertemu perwakilan dari MPR unsur DPD pada 20 Juli 2023. Sehingga tuduhan Jimly terkait isu “pemakzulan Jokowi hanya untuk pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah” adalah tidak benar, tidak ada dasar sama sekali, dan jelas beraroma politik. Alias dipolitisir. Di lain sisi, jauh sebelumnya, Jimly sempat mengatakan, banyak sekali alasan presiden Jokowi bisa dimakzulkan. Pada awal tahun 2023, Jimly melontarkan pernyataan bahwa penerbitan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang Cipta Kerja dapat berakibat pada pemakzulan presiden Jokowi. Jimly menilai PERPPU Cipta Kerja telah melanggar konstitusi karena melabrak putusan MK terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional (bersyarat). Dalam hal ini, pernyataan Jimly nampak jelas sangat objektif dan bersumber dari keilmuannya sebagai guru besar dan ahli hukum tata negara. Perlu diketahui, dugaan pelanggaran konstitusi terkait PERPPU Cipta Kerja ini juga sudah masuk dalam daftar petisi 100. https://www.inilah.com/perppu-ciptaker-buka-celah-makzulkan-jokowi Apakah proses pemakzulan presiden mudah atau sulit, tidak penting. Yang penting adalah proses berjalan sesuai hukum yang berlaku. https://wartaekonomi.co.id/amp/read471750/eks-ketua-mk-ungkap-celah-agar-jokowi-bisa-dimakzulkan-perkara-perppu-cipta-kerja-istana-bereaksi-tidak-semudah-itu Pada kesempatan lain, menjelang putusan sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) pada awal November 2023, di mana Jimly ditunjuk sebagai ketua Majelis Kehormatan MK, Jimly sempat melontarkan pernyataan, bahwa banyak alasan presiden Jokowi bisa dimakzulkan. Ketika itu, presiden Jokowi diduga telah melakukan KKN bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, adik ipar Jokowi, untuk meloloskan Gibran, putra Jokowi, agar bisa memenuhi persyaratan calon wakil presiden, dengan cara melanggar dan merekayasa konstitusi. Terkait dugaan pelanggaran KKN ini, Jimly mengatakan pemakzulan presiden itu urusan DPR. “Itu urusan politik di DPR. Boleh aja dimakzulkan. Ada banyak sekali alasan presiden dimakzulkan, banyak,” ucapnya. Padahal, ketika itu proses pilpres juga sedang bergulir. Tetapi, Jimly tidak berkomentar “ada yang takut kalah”. https://jejakfakta.com/read/amp/4357/jimly-sebut-ada-banyak-alasan-presiden-jokowi-bisa-dimakzulkan Sayangnya, putusan Majelis Kehormatan MK antiklimaks. Jimly menyatakan Anwar Usman bersalah melanggar hukum, etika, dan moral. Tetapi putusan Majelis Kehormatan MK tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Putusan Majelis Kehormatan MK lebih bersifat politis dan penuh kepentingan kelompok tertentu. Dugaan pelanggaran KKN Jokowi ini juga sudah masuk dalam daftar Petisi 100 terkait dugaan pelanggaran konstitusi Jokowi. Bahkan rencananya akan dilaporkan ke penegak hukum dalam waktu dekat. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, komentar Jimly terkait isu pemakzulan Jokowi cukup bervariasi, mungkin tergantung dari kepentingan. Dalam situasi tertentu, pernyataan Jimly menunjukkan kelimuannya sebagai guru besar dan ahli hukum tata negara. Dalam kondisi lain, pernyataan Jimly seperti politikus yang berpihak pada kepentingan politik dan kelompok tertentu. Sebagai guru besar ilmu hukum tata negara, Jimly pasti paham, bahwa proses pemakzulan presiden dan proses pilpres merupakan dua hal yang berbeda sama sekali. Menurut konstitusi, kalau presiden sudah layak dimakzulkan, maka harus dimakzulkan, demi penegakan hukum dan konstitusi. Tidak ada kaitan sama proses pemilu dan pilpres. Karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Jokowi sudah layak dimakzulkan? Apakah Jokowi sudah melanggar konstitusi sehingga layak dimakzulkan? Pernyataan “ada yang takut kalah” jelas bukan pendapat seorang profesor ahli hukum tata negara, tetapi lebih pada pendapat seorang politikus yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan posisi presiden Jokowi, setidak-tidaknya sampai proses pilpres berakhir, yang kemungkinan akan berlangsung dua putaran, hingga Juli 2024. Pertanyaannya, mengapa harus mempertahankan jabatan Jokowi (sampai pilpres selesai), dan kepentingan apa sampai bisa mengalahkan pendapat objektif seorang guru besar? —- 000 —-
Prabowo Jatuh Jokowi Terpuruk
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih PADA bulan Juni 2023 Presiden Xi Jin Ping bersama para petinggi komunis lainnya coba membahas perkembangan politik di Indonesia. Bahkan saat itu hadir politisi dari Indonesia Jauh hari Xi Jin Ping sudah merasa gelisah tentang siapa yang akan menjadi pemenang Pilpres 2024 mendatang di Indonesia . Karena kepentingan Cina di Indonesia belum aman. Capres yang didukung dan menjadi andalan bonekanya harus menang. Cina sangat berkepentingan Anies Baswedan (AB) harus bisa ditumbangkan atau dikalahkan, karena tidak mungkin boneka dan tidak bisa di kendalikan seperti penguasa sebelumnya. Kemenangan Anies dipastikan akan merubah pendulum politik di Indonesia, landscape politik secara nasional dan internasional pun dipastikan akan akan berubah. Cina sangat khawatir deal deal kerjasama ekonomi dan politik dengan Cina di tata ulang oleh Anies Baswedan. Darah nasionalisme Rasyid Baswedan ( ayahnya AB ) utuh ada pada diri Anies Baswedan sekaligus sebagai ekonom dan politikus yang cerdik, memiliki etika dan nilai nilai agama menyatu dalam pribadinya. Anies Baswedan sebagai presiden, umat Islam dan kaum pribumi akan terjaga, kembali stabil bersama kekuatan lainnya membangun negara ini, hidup bersama dalam kesetaraan, keadilan dalam bingkai bhineka tunggal Ika Indonesia akan bisa keluar sebagai boneka oligarki dan budak negara asing. Indonesia akan kembali membangun kekuatannya baik ekonomi dan militer sesuai dengan jati dirinya sebagai Indonesia. Politik bebas aktif akan kembali memiliki eksistensinya, Indonesia tidak lagi terseret pada salah satu poros kekuatan (Cina) yang saat ini justru seperti sudah menjadi penjajah baru di Indonesia. Anies seorang yang sangat rasional, pandai mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Dia adalah figur internasional yang punya jalinan pertemanan dengan institusi-institusi bergengsi di seluruh dunia. Ini karena pemikiran dan komitmen demokrasi dan HAM yang mendapat simpati luas. Anies memiliki kekuatan, keberanian dan kemampuan akan meninjau kembali semua tatanan negara yang selama ini berantakan. Wajar kelompok status quo yang selama ini sudah berada di zona aman bersekutu dengan dengan kekuatan Oligarki termasuk Jokowi menjadi resah, risau, khawatir, galau dan nanar. Anies Baswedan harus bisa dihalau dan di kalahkan dengan segala cara Sayang niat licik tersebut sudah tercium dan ketahui masyarakat luas, yang sudah muak dengan akal bulusnya akan muncul sebagai tameng kekuatan Anies Baswedan. _\"Pilpres 2024 dalam dinamika demokrasi yang normal tanpa ada rekayasa busuk penguasa, oligarki dan intervensi kekuatan asing ( Cina ) yang patut diduga sekuat tenaga dengan rekayasanya ingin menggagalkan Anies Baswedan dengan cara curang _\"dipastikan Anies Baswedan pimpin akan memenangkan Pilpres 2024.\"_ Prabowo akan jatuh, Jokowi terpental dan terpuruk, oligarki berantakan dan Cina akan blingsatan \"Sebaliknya apabila kecurangan yang makin terang terangan terus dilakukan secara membabi-buta asal menang maka Indonesia akan jatuh pada huru hara yang panjang dan bukan mustahil Indonesia akan pecah berantakan.***
“Slepet”, Joget, atau “Sat-set” Otonomi Daerah
Oleh Djohermansyah Djohan | Guru Besar IPDN, Dirjen Otda Kemendagri (2010-2014), Pendiri i-OTDA OTONOMI daerah adalah tugas pemerintahan yang luas untuk menyejahterakan rakyat dan memajukan demokrasi di seluruh pelosok nagari. Ia tidak hanya perkara Ibu Kota Negara (IKN) baru dan IKN lama, atau menata kota-kota yang tahun 2035 bakal dihuni oleh dua per tiga penduduk Indonesia, atau menyelesaikan konflik pusat vs daerah yang berlarut-larut di Papua. Bahkan, juga bukan sekedar menaikkan gaji kepala desa dan meningkatkan jumlah dana desa dari satu miliar menjadi lima miliar per desa. Otonomi daerah spektrumnya terbentang mulai dari pembentukan daerah otonom, transfer kewenangan dari pusat kepada daerah, pembentukan kelembagaan pemda, manajemen birokrasi lokal, pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah, pengelolaan keuangan daerah, hubungan antar pemerintahan, hingga pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah dan pemerintah desa. Selain tugasnya yang amat luas, otonomi daerah merupakan “big business”. Bila pemerintah bisa mengurusnya dengan baik separuh urusan negara akan selesai. Presiden bisa fokus ke separuh urusan lainnya, yaitu memimpin kementerian/lembaga yang menangani urusan pembangunan sektoral, menjalin hubungan baik dengan lembaga tinggi negara, dan tampil di panggung regional dan global. Ia tak perlu lagi marah-marah kepada kepala daerah atau berlelah-lelah mengumpulkan ribuan kepala desa. Betapa tidak? Tengok saja jumlah daerah otonom yang menembus angka lima ratus tepatnya 546 yang terdiri atas 38 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten. Kewenangan yang dimilikinya juga bukan “kaleng-kaleng”. Mulai dari urusan pendidikan dasar dan menengah, kesehatan, jalan dan jembatan, perumahan, tenaga kerja, perindustrian dan perdagangan, pertanian, kelautan dan perikanan, hingga kepariwisataan. Tak kurang dari 32 urusan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Ditilik dari segi birokrasi, dari 4,28 juta ASN kita 3,33 juta bekerja untuk pemerintah daerah (78%). Belum lagi uang yang dikelolanya. Rata-rata sepertiga dari APBN kita ditransfer ke daerah. Pada tahun 2023 yang lalu jumlahnya Rp.825 triliun. Bila ditambahkan dengan pendapatan asli daerah (PAD) provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia yang besarnya Rp.361 triliun pada tahun 2023, maka sekitar Rp.1.186 triliun dibelanjakan oleh pemerintahan daerah. Suatu jumlah yang sangat besar, dan bila dibelanjakan secara berkualitas akan mampu mendongkrak beberapa persen pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara legal-konstitusional UUD 1945 sendiri mengatur cukup detil sampai dengan membuat bab khusus soal pemerintahan daerah, seperti tampak dalam pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B. Turunannya mencakup UU Pemda, UU Pilkada, dan UU Desa plus UU khusus/istimewa untuk Papua, Aceh, Yogyakarta, DKI Jakarta, IKN Nusantara. Masalah Otonomi Daerah Kondisi otonomi daerah kita kini terus terang sedang tidak baik-baik saja. Beberapa diantaranya yang menonjol adalah masalah re-sentralisasi, korupsi kepala daerah, politik dinasti, pecah kongsi KDH-WKDH, pemekaran daerah, dan tidak efektifnya peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Sayang sekali bila pada masa kampanye sekarang segudang persoalan otonomi daerah yang melanda negeri ini tidak diperdebatkan oleh para calon presiden dalam kampanyenya. Masyarakat di 546 daerah otonom itu tentu akan suka memilih calon presiden yang paham dan pro-otonomi daerah, bukannya pro-sentralisasi. Re-sentralisasi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo makin menjadi-jadi. Tak hanya di bidang administrasi dan ekonomi seperti penarikan berbagai perizinan dan kewenangan berskala lokal ke pusat, tapi juga sudah merambah ke ranah politik. UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 yang menarik izin IMB dan UU Minerba Nomor 3/2020 yang mengambil tambang galian C (pasir dan kerikil) ke pusat adalah contoh nyata dalam resentralisasi administrasi dan resentralisasi ekonomi. Sedangkan terkait resentralisasi politik, pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah bila terjadi kekosongan (vacuum of power) jabatan dalam tempo yang lama dilakukan langsung oleh presiden, bukannya lewat pemilihan DPRD atau perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang notabene dipilih langsung oleh rakyat. Malahan dalam pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), gubernur/wakil gubernur diangkat oleh presiden tak lagi dipilih langsung oleh rakyat menyusul pola pengangkatan kepala/wakil kepala IKN Nusantara. Demokrasi lokal lewat pilkada langsung yang sejak tahun 2004 telah ditancapkan (deepening democracy), kini dipreteli. Korupsi kepala daerah tak kunjung reda. Terbaru, ada Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada, sebelumnya Gubernur Maluku Utara dua periode yang sudah mau habis masa jabatannya di OTT KPK. Modus operandinya hampir sama dengan kepala daerah yang lain, yaitu terlibat kasus jual beli jabatan, gratifikasi dan suap pengadaan barang dan jasa. Saya mencatat sejak pilkada langsung yang berbiaya tinggi digelar tahun 2005 hingga 2024 ini terdapat 405 orang kepala daerah/wakil kepala daerah kena kasus hukum dengan rincian, gubernur 37, wakil gubernur 7, bupati 228, wakil bupati 48, walikota 70, wakil walikota 15. Korupsi yang dilakukan oleh ratusan pemimpin pemda ini juga telah menyeret ribuan pejabat birokrasi, berdampak pada rusaknya tata kelola pemda yang baik, dan terhalangnya pengentasan kemiskinan. Rentetan lainnya, tumbuh subur politik dinasti di daerah, di mana anak atau istri kepala daerah/wakil kepala daerah naik menggantikan sang bapak/suami. Bahkan menjalar kini ke tingkat pemerintahan nasional. Gibran putra Presiden Joko Widodo yang baru menjabat walikota solo dua tahun diorbitkan menjadi calon wakil presiden. Sirkulasi kepemimpinan pemda menjadi mandeg, karena jabatan hanya beredar di lingkaran “trah” tertentu saja. Perkara serius lainnya politisasi birokrasi pemda waktu pilkada yang menyebabkan promosi jabatan penuh dengan afiliasi politik (Prasojo, 2023). Belum lagi kalau ditelisik soal maraknya pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya yang menurut catatan saya terjadi di lebih dari 90% daerah kita. Tentu hal ini merupakan pendidikan politik yang buruk bagi rakyat, dan membuat repotnya birokrasi melayani kedua bosnya yang tak akur. Pemekaran daerah telah 10 tahun dimoratorium, kecuali untuk tanah Papua yang tahun lalu diizinkan memekarkan provinsinya dari dua menjadi enam, karena alasan untuk mengendalikan konflik. Sementara itu usulan pemekaran daerah tak pernah berhenti. Pemerintah menerima tidak kurang dari 329 usulan pembentukan daerah otonom baru (DOB) yang terdiri atas 55 provinsi, 237 kabupaten, dan 37 kota (Ditjen OTDA Kemendagri, Mei 2022). Terlepas dari terpenuhinya atau tidak persyaratan, fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi untuk membentuk DOB belum padam. Sejak awal reformasi tahun 1999 sampai moratorium 2014, Indonesia telah menambah daerah otonomnya sebanyak 223 (8 provinsi, 181 kabupaten, 34 kota). Banyak masyarakat meyakini pemekaran daerah merupakan pintu masuk untuk meraih kesejahteraan. Tak elok kalau dibiarkan mengambang tak ada kepastian. Gubernur selaku wakil pemerintah pusat (GWPP) tak efektif. Pembinaan dan pengawasannya “dicuekin” bupati/walikota. Tak jarang bupati/walikota berani melawan gubernur secara terbuka, menolak dikoordinasikan dan disupervisi, dan mengusirnya jika berkunjung ke wilayahnya. Pihak kementerian/lembagapun kerap mem-by pass gubernur dengan terjun langsung ke kabupaten/kota. Anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang terdiri atas unsur kepala kepolisian, kepala kejaksaan, komandan TNI, dan ketua DPRD tak banyak lagi yang menyegani gubernur, padahal ia menjadi ketua forumnya. Pemerintah pusat tak pula menyediakan perangkat dan pembiayaan kepada gubernur untuk melaksanakan tugas perpanjangan tangan (verlengstuk) itu. Masalahnya diperparah dengan tak adanya peran gubernur dalam menjadikan seseorang sebagai bupati/walikota. Mereka sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Bahkan, ada bupati/walikota yang jadi penantang gubernur petahana dalam pilkada. Pola relasi ala integrated-prefektoral system ini, dimana gubernur berperan ganda sebagai kepala daerah sekaligus wakil pemerintah pusat tidak menyambung dengan perkembangan demokrasi lokal kita kini. Dari bentangan beberapa masalah utama otonomi daerah di atas, tentu publik ingin tahu bagaimana calon presiden dan wakil presiden nomor satu, dua, dan tiga memandang atau menjawabnya di dalam visi dan misi mereka. Janji Para Kandidat Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor satu Anies dan Gus Imin dalam visinya yang berjudul “Indonesia Adil dan Makmur Untuk Semua”, pada misi ke delapan mengagendakan pembenahan otonomi daerah. Dijanjikan akan diakhiri tarik-menarik kewenangan antar pemerintah pusat dan daerah, diberi ruang bagi daerah untuk mengelola potensi kekayaan yang dimiliki, perbaikan pembiayaan pilkada agar tidak mahal, pencegahan politisasi birokrasi, memfasilitasi pembentukan daerah otonom secara selektif, dan penguatan pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat terhadap pemda terkait kewenangan yang dilimpahkan. Selain itu, sistem pelayanan publik yang cepat, mudah dan murah dalam pemenuhan urusan konkuren wajib pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan akan dihadirkan. Slepetan pasangan ini cukup mengena, hanya kelemahannya publik tidak tahu secara detil bagaimana cara mereka mewujudkannya. Prabowo dan Gibran mengusung visi “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045”. Pasangan ini menjanjikan akan membangun dari desa dan dari bawah untuk pemberantasan kemiskinan seperti membangun atau merenovasi rumah penduduk desa, membuat desa terakses internet, dan memperbaiki tata kelola dana desa. Selain itu juga memperbaiki jalan daerah yang tidak mampu ditangani oleh pemda, menata desentralisasi dan otonomi daerah untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemda, memperbaiki manajemen pelaksanaan pilkada, revitalisasi pengawasan melalui pembangunan inspektorat independen, dan membahas kembali pemekaran daerah. Misi penanganan otonomi daerah lewat “joget kebijakan” dari pasangan ini dapat membuai orang desa dan daerah bila tersosialisasi secara luas. Visi Ganjar dan Mahfud yaitu “Menuju Indonesia Unggul Gerak Cepat, Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”. Pasangan nomor urut tiga ini menjanjikan akan melipatgandakan dana desa, satu desa satu fasilitas kesehatan, menjanjikan kota sebagai sentra pertumbuhan, ekonomi yang dapat mendorong desa tumbuh bersama, memperluas ketersediaan mall pelayanan publik, dan memastikan pelayanan pemerintahan sat set dengan digitalisasi. Kendatipun tak terlalu telak mengadres persoalan aktual otonomi daerah, karena lebih fokus ke perkara desa, tapi misi mereka menunjukkan keinginan untuk mempercepat pembangunan desa dan kota. Dalam agenda ketiga pasangan Capres dan Cawapres tampak ada sentuhan untuk menyelepet, menjoget dan men-sat-set persoalan otonomi daerah meskipun kadarnya berbeda[1]beda. Artinya, mereka cukup menyadari bahwa diperlukan penataan desentralisasi di Indonesia ke depan. Guna menggali bagaimana detil mewujudkannya dan manakah pasangan calon yang paling perhatian terhadap otonomi daerah, urgen sekali jika dalam tema debat Capres atau Cawapres yang akan datang ditambahkan isu otonomi daerah. Jangan sampai terulang kasus IKN Nusantara yang tidak muncul dalam visi dan misi maupun debat pasangan Joko Widodo – Ma’ruf Amin tahun 2019 lalu, tiba-tiba lahir menjadi kebijakan yang membebani berat keuangan negara.
Jokowi Akan Menerima Hukum Karma Akibat Perbuatannya
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih KERATON Surakarta, dikenal sebagai Keraton Kasunanan Surakarta, adalah istana resmi dan tempat tinggal keluarga kerajaan Surakarta atau yang sering disebut dengan istilah Kasunanan Surakarta. Keraton ini terletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah, tempat Jokowi berdomisili. Keraton Surakarta memiliki sejarah yang kaya dan merupakan salah satu peninggalan budaya dan sejarah yang penting di Indonesia. Bangunan keraton ini memiliki arsitektur tradisional Jawa dan juga ada sebuah bangunan yang mempunyai cerita mistis jaman dahulu. Di dalam keraton tersebut terdapat sebuah bangunan yang disebut sebagai panggung Songgo Buwono. Panggung Songgo Buwono sendiri di kalangan masyarakat budaya Jawa dipercayai sebagai tempat meditasi para raja saat itu. Bahkan menara Songgobuwono memiliki beberapa fungsi penting bagi raja Keraton Solo. Salah satunya adalah sebagai tempat bermeditasi dan berinteraksi dengan sukma ksatria atau Ratu Roro Kidul. Panggung Sangga Buwana berasal dari kata “panggung” yang memiliki arti panggung atau bangunan yang tinggi, lalu “sangga” yang berarti diangkat atau ditahan dari bawah, dan “buwana” yang berarti jagad atau dunia alam semesta. Di tempat inilah seorang abdi dalem berinisial *D* ( karena tidak mau disebut namanya ) sebagai salah satu yang menerima tugas ikut mengawal, mengawasi dan menjaga kraton tersebut, rutin melakukan meditasi pada hari hari yang sudah ditentukan. Pada sepertiga malam dalam meditasi nya datanglah sosok yang mengaku Suharto ( mantan presiden RI kedua) memberi tahu bahwa _\"Jokowi akan menerima _\"karma nya\"_ karenanya akibat dalam mengelola negara telah keluar dari pakem seorang Raja adil yang harus menciptakan keadilan, ketenangan, kerukunan dan kemakmuran rakyatnya. Diyakini yang menemuinya bukan Suharto yang telah meninggal dunia tetapi _\"Jin Qorin nya\"_ ( entitas gaib yang merupakan bayangan tidak terlihat dari manusia yang didampinginya). Qorin dipercaya memiliki wujud, sifat, kepribadian, dan bahkan hobi serupa dengan manusia yang menjadi objeknya. Dalam ajaran Hindu dan Buddha, hukum karma diartikan sebagai suatu balasan akibat perbuatan di masa lalu yang dilakukan di dunia. Memiliki paham bahwa segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat pada pelaku di masa selanjutnya. Islam tidak mengenal hukum karma, kendati demikian, setiap pemeluk agama Islam diajarkan bahwa bahwa setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan juga akan dibalas dengan keburukan. Kejadian ini cukup lama di rahasiakan karena kebenarannya hanya milik Allah SWT, dan karena tidak ingin info tersebut menjadi polemik di masyarakat yang harus tetap tenang dalam kehidupan nya. Sekiranya info tersebut benar juga menjadi tanggung jawab Jokowi sendiri untuk menerima akibat nya disaat akan mengakhiri jabatannya. Memang sangat terasa prilakunya keluar dan menyimpang pakem seorang raja yang adil mengayomi rakyatnya. Justru lebih kuat hanya ingin mempertahankan kekuasaannya dengan kekuatan dinastinya . Wallaahu\'alam. ***
Letjen Yayat: Jangan Berpolitik Berbasis Uang
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Letjen Purn TNI Yayat Sudrajat, SE sebagai Ketua Umum DHD BPK 45 Jawa Barat mengingatkan bahwa bangsa Indonesia mesti mengevaluasi cara berpolitik yang semata berbasis uang. Sebab menurutnya, jika itu yang terjadi maka negara ini akan dikuasai oleh mereka yang beruang banyak atau pemilik modal. Rakyat pribumi yang potensial tetapi tidak mampu menjadi terhalang untuk dapat bepartisipasi dalam kekuasaan. Dipastikan terbentuk negara kapitalistik. Hal tersebut di atas dikemukakan oleh Ketum BPK DHD 45 Jawa Barat saat acara Silaturahmi Pengurus DHD 45 Jawa Barat dengan DHC 45 se-Jawa Barat di Bandung 16 Januari 2024. Acara dihadiri oleh Dewan Paripurna Daerah pimpinan Letjen Purn Endang Suwarya dan Dewan Kehormatan Daerah yang diketuai Dra. Hj. Popong Otje Djundjunan. Di samping untuk menyambut Tahun Baru 2024 juga dalam rangka menyukseskan Pemilu 2024 dan menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Lebih lanjut Letjen Yayat mengemukakan betapa pentingnya proteksi pribumi untuk menyejahterakan dirinya. Jangan sampai terjadi \'social gap\' yang tajam dimana pribumi tersisihkan oleh non pribumi. Ayo berjuang, jayalah pribumi nusantara, jadilah tuan di negeri sendiri, tuturnya. Menurut mantan Atase Militer di RRC dan Ketua BAIS TNI ini kembalinya ke UUD 1945 yang asli adalah suatu keniscayaan. Menjadi dasar bagi kemerdekaan bangsa Indonesia dari dominasi politik dan ekonomi asing dan aseng. Ia mengkritik larangan menyebut China dan mengganti dengan Tiongkok padahal China sendiri menyebut rakyat negaranya sebagai People\'s Republic of China. PKI dan komunis tetap menjadi bahaya laten. DHD 45 Jawa Barat akan tetap mewaspadai kebangkitan melalui penyusupan ideologi dan perundang-undangan. Canangan Pancasila 1 Juni 1945, pengajuan dan pembahasan RUU HIP, serta terbitnya Keppres 2 tahun 2022, Inpres 1 tahun 2023 dan Keppres 4 tahun 2023 adalah bukti adanya nfiltrasi itu. DHD 45 Jawa Barat berjuang agar kedaulatan tetap di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir orang (oligarki) baik politik maupun bisnis. Kedaulatan yang telah diambil oleh partai politik merupakan suatu penyimpangan. Demikian juga dengan korupsi yang harus menjadi musuh bersama. Mengakhiri pandangannya Letjen Purn Yayat Sudrajat, SE mengimbau agar pemilu dilakukan dengan jujur dan adil. Damai dalam pilihan masing-masing, walaupun mungkin pilihan itu berbeda satu dengan yang lain. Acara dilengkapi dialog dengan nara sumber Letjen Purn Yayat Sudrajat, SE, Letjen Purn Endang Suwarya, Brigjen Pol Wahyu Daeny dan M Rizal Fadillah, SH. (*)