Melawan Pengkhianat Negara Tidak Boleh Ada Kompromi dan Negosiasi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Pemikiran politik dan naluri politik terbukti sendiri secara teori dan praktis dalam kemampuan membedakan kawan dengan lawan. Poin-poin tinggi politik adalah sekaligus momen di mana musuh, dalam kejelasan konkret dikenal sebagai musuh.
Dari Inside Story Al-Jazeera serta media Islam dalam negeri antara tahun 2010-2013 terlihat benang merah perjalanan Joko Widodo dari seorang Walikota Solo menjadi Gubernur DKI dan kemudian Presiden RI.
Dengan manuver intelijen CIA (yaitu dengan strategi menguasai media dan sebar uang) akhirnya Megawati terguling dan digantikan SBY, tentunya SBY harus tunduk kepada AS, dan SBY dengan sigap menerima permintaan AS tersebut demi mencapai RI -1 yang dijanjikan dukungan AS.
Selama pelaksanaan misi AS dengan CIA nya itulah kemudian Walikota Solo ini dikenal oleh para pejabat AS antara lain Menlu Condoliza Rice serta pengganti nya Hillary Clinton, yang dua-dua nya sempat berkunjung ke Solo juga untuk meninjau pelaksanaan operasi CIA menguasai Indonesia, dengan berbagai rekayasa politik yang diciptakan.
Mulai saat itu AS men-setting "road map" Jokowi dari hanya sebagai Walikota, menuju RI 1. Dan saat itu AS menugaskan mantan Jenderal seperti LBP dan HP, mendampingi Walikota Solo ini melalui "modus" pura-pura bekerja sama dalam bisnis meubel keluarga Jokowi.
Gubernur DKI dan Presiden RI. Megawati pun tersingkir dengan "modus" Lembaga Survey (padahal Lembaga-lembaga Survey itu adalah binaan dan dibayar oleh CIA) semua itu hanyalah sandiwara.
Bahkan sangat fatal sebelumnya AS sudah berhasil mengganti UUD 45 menjadi UUD 2002
Dalam perjalanan politik Jokowi akhirnya juga “dibajak” Megawati untuk lebih loyal ke China. Dan China kemudian memanfaatkan Jokowi untuk target keberhasilan OBOR dengan Strategi "infrastruktur" dan pengerahan secara hebat Tenaga Kerja China ke Indonesia dan macam macam program OBOR menerkam Indonesia.
Keberhasilan rekayasa curang pada Pilpres 2024 tidak dan bukan lagi keberhasilan AS sebagaimana Pilpres 2014, tetapi AS dan RRC secara kompak menerapkan Ideologi Freemasonry (penggabungan kekuatan Kapitalis dan Komunis) dengan Sandiwara seakan-akan AS kontra China padahal masih satu tujuan juga untuk "menguasai" Indonesia.
Kerusakan negara dan kelola pemerintahan yang hanya dikendalikan oleh Presiden boneka yang di remote AS dan RRC sudah sangat parah dan membahayakan kedaulatan negara
Jangan naif terhadap musuh yang sudah terang benderang sebagai penghianat dan mengacaukan negara tidak boleh ada kompromi, negosiasi dan jalan tengah.
Khusus misi penakluk Indonesia oleh RRC adalah menguasai Jakarta dan sekitarnya. Sadar atau tidak dengan telah di disahkannya UU DKJ pintu masuk penjajahan RRC mendekatinya sempurna.
Bahkan dengan terbangunnya program PSN PIK 1 dan 2 sangat jelas musuh sudah masuk jantung sasarannya. Proyek ini seharusnya tidak ada negosiasi dan kompromi apapun bentuknya selain mutlak harus dihentikan dan dibatalkan.
Dan ini menjadi tugas Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih yang segera mengambil sikap tegas menghentikan peran Taipan Cina yang selama ini telah di beri karpet merah oleh Jokowi mengacak-acak dan terlibat langsung ikut mengatur dan mengelola negara dengan caranya sendiri.
Sikap keras untuk menghentikan para Taipan Oligarki adalah keberanian dan kemuliaan Prabowo Subianto sebagai patriot dan negarawan sebaliknya sikap menyerah dan tunduk kepada penjajah Taipan Oligarki adalah pengecut dan penghianat negara. (*)