OPINI

Suriah dan Side Effect Policy Amerika Serikat 

Oleh Faisal S Sallatalohy  | Mahasiswa Hukum Trisakti Dunia dibuat terkejut dengan kemajuan pesat kelompok oposisi di Syria. Kecepatan gerakannya meningkat pesat dalam waktu singkat. Dimulai sejak 27 November dan sukses menguasai Aleppo serta meruntuhkan kekuasaan Assad pada 8 Desember 2024 kemarin.  Dunia juga dikagetkan dengan kenyataan Angkatan Darat Syria yang menyerah begitu cepat. Pasukan keamanannya dihancurkan begitu cepat, Aleppo jatuh begitu cepat.  Hal ini mengkonfirmasi, bahwa dalam setahun terkahir, angkatan darat, pasukan kemanan dan pemerintahan Syria sedang menderita kerentanan besar.  Kerentanan tersebut menggambarkan, sumber daya utama yang sejauh ini memasok kekuatan kepada pemerintahan Assad, yakni Iran dan Rusia tidak lagi memprioritaskan dukumgan kepada pemerintahan Syria.  Iran lewat Hizbullah sedang dibuat sibuk mengarahkan seluruh sumber dayanya hadapai Israel di Lebanon, Palestina bahkan fokus hadapi serangan Israel dalam negeri sendiri. Sementara Rusia, dibuat sibuk prioritaskan alokasi sumber daya hadapi Ukraina.  Semua faktor tersebut mampu dibaca dengan baik oleh kelompok opoisisi, sehingga mampu memberikan tekanan yg menghunus secara efektif jatuhkan kekuasaan otoriter keluarga Assad yg berlangsung selama hampir 50 tahun.  Namun pertanyaan intinya, dunia tau, pemerintahan Syria dalam setahun terkahir memang sedang menderita kerentanan kekuatan. Tapi tidak ada satupun negara dunia, termasuk Amerika dan Israel yg setahun terkahir berkonflik dengan Syria (rembesan eskalasi Lebanon dan Palestina), dapat mengukur kedalaman kerentanan itu secara rigid dan pasti.  Hal ini menunjukan kelompok opoisisi memiliki kemampuan dan kecerdasan inteligen yang sangat mumpuni dalam membaca dan mengukur kedalaman kerentanan yg diderita pemerintah sehingga mampu menyusun strategi serangan yg efektif dalam waktu singkat.  Oposisi yang sukses memukul jatuh rezim Assad berjumlah lebih dari selusin faksi. Baik faksi Islamis maupun nasionalis. Namun poin pentingnya adalah penggerak utama dibalik kesuksesan oposisi tersebut dimotori oleh kelompok HTS.  HTS tampil sebagai garda terdepan dengan kemampuan tempur, tekad, kematangan organisatori, serta pengambilan keputusan yg sangat dominam. Hal ini memberi peluang kelompok HTS mengambil alih kepemilikan atas kemajuan apa pun, perolehan militer apa pun yang dicapai pihak oposisi di Suriah.  HTS awalnya disebut Front Al Nusrah yg dibentuk oleh ISIS pada 2012 dan akhirnya terafiliasi dengan Al-Qaedah. Secara historis kelompok ini terikat kendali Osama bin Laden dan Ayman Al-Zawahiry.  Kemudian berubah nama menjadi HTS di bawah pimpinan Al-Jolani pada 2017 lalu. Dalam sejarahnya, HTS bisa menjadi kelompok opoisi terkuat yg berbasis di Idlib, tidak terlepas dari dukungan \"side effect policy\" Amerika di Syria.  Perjalanan HTS menjadi oposisi terkuat tidak terlepas dari perang saudara yg berlangsung di Syria antara 2013 hingga 2019. Perang Saudara ini, dimulai dengan konflik yg dipicu sengketa antara Kelompok ISIS dan Front Nusrah.  Kedua kelompok oposisi ini sebenarnya memiliki tujuan yg sama, yakni merobohkan pemerintahan Assad. Tapi keduanya memiliki pola yg berbeda dalam mencapai tujuannya.  Peebedaan inilah yg menggiring pada terjadinya perang saudara. Amerika dan Israel melihat perang saudara ini sebagai potensi untuk melemahkan, membelah dan mengambil alih kendali kekuatan oposisi.  Di tengah perang saudara yg berkobar antara ISIS dan Front Nusrah, Amerika masuk dan memfokuskan serangannya untuk menghancurkan ISIS lewat pasukan koalisi yg dibentuk pada September 2014. Seramgan ini, berujung pada hancurnya kekuatan ISIS dan penangkapan serta pembunuhan Abu Bakr Al- Baghdadi.  Lalu tiba-tiba muncul Muahammad Al Jaulani mengumumkan pemisahan diri dari Front Al Nusrah dengan mendirikan HTS pada 2017. Al Jaulani dicuigai sebagai aset yg diternak Amerika. Suatu hari, dalam perjalanan dari Lebanon Ke Irak, ia ditangkap dan dipenjara Amerika. Namun pada 2008, ia dibebaskan dan dizinkan bekerja dengan kelompok Daesh di bawah pimpinan Abu Bakr Al-Baghdadi.  Al-Jaulani mengumumkan pemisahan HTS untuk memberi sinyal dan meyakinkan dunia, terutama Amerika dan Inggris, bahwa dirinya dan kelompok HTS tidak lagi terafiliasi dengan Front Al Nusrah sebagai jaringan Al Qaedah di Suriah yg dicap kelompok teroris oleh Amerika.  Semenjak itu, Amerika sengaja membiarkan HTS menjadi kelompok oposisi yang dominan di Suriah. Dengan pengecualian yg sangat kecil, koalisi yg dipimpin AS di Suriah tidak secara sistematis menargetkan HTS dan  menghindari pembunuhan para pemimpin utamanya, khususnya Mohammad al-Julani.  Amerika tidak menargetkan HTS dan Julani bukan karena tidak mampu. Amerika tau alamat mereka persis berada di Idlib, di barat laut Syria. Tapi karena HTS dan Julani telah membantu Amerika memberikan agen inteligen dan informasi inteligen kepada koalisi Amerika terkait para petinggi ISIS hingga sukses dieksekusi mati.  Dalam kaitan ini, gerakan HTS dan Front Al Nusrah tidak lagi murni bersandar pada keyakinan ideologisnya mereka. Melainkan telah menjadi aset penting Amerika untuk mencapai kepentingan utama Amerika di Syria. Yakni runtuhkan dominasi Rusia dan Iran yg memberi kekuatan dan mengendalikan rezim boneka Assad.  Menariknya, yg memperalat HTS bukan hanya Amerika dan Israel. Turki juga tampil memberi dukungan kepada HTS untuk kepentingan batas wilayahnya dengan Kurdi di Syriah.  Pada akhir 2017, pasukan Turki memasuki Idlib dan diterima oleh pimoinan HTS, Al-Julani. Turki menegakkan gencatan senjata sebagai bagian dari Proses Astana atau negosiasi tripartit mengenai masa depan Suriah antara Turki, Rusia, dan Iran.   Al- Julani meyakinkan seluruh faksi oposisi, bahwa Keputusan menerima Turki di Idlib berasal dari kesadaran bahwa, tanpa kehadiran pasukan Turki, Idlib akan jatuh ke tangan rezim. Ini berarti berakhirnya tidak hanya proyek tata kelola HTS, tetapi juga penghancuran benteng oposisi terakhir di Suriah. Sejak saat itu, Turki konsisten memberi dukungan kepada HTS dan faksi oposisi di Idlib.  Di saat yg sama, Turki juga bergerak lewat pasukan SNA, organisasi payung utuk beberapa faksi yang didukung oleh pemerintah Turki di Syria turut terlibat serah dengan HAS yg didorong Amerika dan Israel memukul pemerintah Syria.  Turki bermain serah dengan HTS yg didukung Amerika menyerang pasukan pemerintah dan pasukan demokratik suriah (SDF) yg dipimpin Kurdi dan didukung Amerika.  Pasukan kurdi yg memimpin SDF pendukung pemerintah Assad, didukung Amerika. Diserang SNA dan HAS yg selain didukung turki juga didukung Amerika. Artinya Amerika sedang bermain pada dua kaki dengan model adu domba dalam ikatan kepentingan yg sangat rumit. Dari sudut ini, memberi informasi bahwa tidak ada kepentingan absolute, terutama yg berkaitan dengan kemerdekaan Syria sebagai negara berdaulat dalam proses kejatuhan rezim Assad.  Peristiwa ini berjalan di atas percampuran kepentingan politik oposisi dalam negeri dan aktor luar negeri. Amerika dan Israel melawan dominasi Rusia dan Iran. Ada pula Turki dengan kepentingan wilayah penyangga bersama kurdi yg didukung Amerika dan partai kurdistan.  Jadi apa yg terlihat di Suriah saat ini adalah campuran kepentingan yg meledak dari aktor non-negara, kekuatan regional, dan kekuatan besar. Ujungnya seperti apa ? Sangat sulit diprediksi.  Percampuran kepentingan itu meliputi sepuluh ribu pejuang Salaf Sunni Islamis, dan mereka secara langsung dan tidak langsung didukung oleh Turki.  Ada juga kelompol oposisi sekuler nasional Suriah, sekali lagi, didukung penuh oleh Turki di Idlib.  Di wilayah Idlib juga ada sekitar lima juta orang di bawah kendali HTS. Ada juga suku Kurdi yg mungkin sama kuatnya dengan HTS dan mereka saat ini didukung oleh Amerika Serikat.  Ada juga aset Iran serta Hizbullah termasuk pangkalan Rusia di Suriah. Jadi meskipun pemerintah Suriah, pemerintah Assad, menguasai sekitar enam puluh persen wilayah Suriah, kenyataannya Suriah bukan lagi negara berdaulat.  Kita dapat berargumen bahwa pemerintah Assad adalah milisi negara terbesar di Suriah. Namun, Presiden Assad telah mengorbankan kedaulatan Suriah agar dapat bertahan hidup. Karena tanpa dukungan Rusia, Iran, Hizbullah, dan aktor non-negara lainnya, termasuk milisi, Assad mungkin tidak akan dapat merebut kembali beberapa kota, termasuk Aleppo pada tahun 2016.  Pastinya percampuran kepentingan yg rumit dibalik peristiwa mutakhir di Suriah, esklasi terkahir ini, sangat menguntungkan Amerika dan Israel. Sebaliknya memukul kerugian bagi eksistensi Rusia, terutama Iran, bukan saja di Suriah, tapi juga rembesannya ke Lebanon dan Palestina.  Jatuhnya Assad mengakibatkan terputusnya jalur mobilisasi Hizbullah ke Lebanon dan Palestina.  Aliansi rezim Assad dengan Iran dan proksi terornya, Hizbullah, sejauh ini berdampak langsung pada keamanan nasional Israel. Suriah berfungsi sebagai koridor strategis bagi pengaruh Iran yg memungkinkan transfer senjata ke Hizbullah dan menjadi tuan rumah operasi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.  Hal ini menempatkan Suriah sebagai simpul penting dalam \"Poros Perlawanan\" Iran yg bertujuan untuk melawan Israel dan sekutu Barat di wilayah tersebut. Dengan jatuhnya Assad, maka potensi ancaman nasional teehadap Israel, bisa diputuskan.  Saat ini di Suriah terjadi kekosongan kekuasaan. Proses transisi kekuasaan ke tangan oposisi sangat sensitif. Hal ini bisa mengarah pada terbentuknya lanskap kekuasaan dan politik Suriah yg terpecah-pecah serta makin sulit dikendalikan. Hal ini bisa berbalik memukul masalah serius terhadap Amerika dan Israel. (*)

PAK PIK PUK Tangkap Aguan

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerharti Politik dan Kebangsaan Tentu ini soal PIK-2 yang kontroversial dan menjadi sorotan publik. Dari PSN yang kolusif hingga dominasi etnis dan penjajahan oligarki. Program di akhir masa pemerintahan Jokowi ini mendapat perlawanan rakyat. Sukses PIK-1 membuat konglomerat atau pengusaha kuat percaya diri untuk merambah ke lahan-lahan berikut. Mencaplok dengan modus beli tanah murah. Rakyat setempat pun tergusur. Program ruwet ini boleh disebut pak pik puk tidak membuat nyaman banyak pihak. Pantai Aguan Kapuk (PAK), Pantai Ilegal Kapuk (PIK) dan Pantai Uang Kapuk (PUK). Kapuk adalah nama pohon dan ada pula yang mengaitkan dengan kapok atau jera. Kapok berurusan dengan penguasa atau pengusaha sebab apapun selalu salah dan kalah. Pantai Indah Kapuk menjadi indah bagi pejabat, aparat atau konglomerat tetapi derita bagi rakyat.  PIK-1 yang berada di Kelurahan Kapuk Kecamatan Cengkareng Jakarta Utara adalah komplek perumahan elit seluas 1.160 hektar  mengubah ruang hijau, hutan mangrove dan rawa. Diantaranya pulau-pulau reklamasi baik timur (Golf Island) maupun barat (Ebony Island). Nuansa perumahan pecinan dan area wisata Pantjoran Chinatown PIK. Terkesan tertutup seperti \"forbidden city\" di Beijing RRC.  PIK-2 yang berada di Banten menjadi area perluasan dari PIK-1. Hebatnya dengan isu destinasi wisata seluas 1.775 hektar, PIK 2 mengklaim sebagai PSN dengan luasan yang jauh lebih besar dari area itu. Sebagai PSN maka perusahaan pengembang milik Aguan mendapat fasilitas istimewa. Harga tanah yang dipatok NJOP lebih murah termasuk untuk kawasan perumahan. PIK-2 terasa akan menjadi Chinatown dengan Naga besar sebagai icon. PAK Proyek Aguan Kapuk merupakan proyek empuk untuk Sugianto Kusuma alias Aguan. Meski bukan Naga terkaya tetapi Aguan memiliki kedekatan istimewa dengan pejabat tinggi negara. Berperan seperti \"koordinator\" untuk para Naga. Property adalah core bisnis nya dan kini \"berkoalisi\" dengan Menteri Perumahan Maruarar Sirait (Ara). Program Kementrian soal pengadaan 3 juta rumah seenaknya diberikan oleh Ara kepada Aguan. PIK Proyek Ilegal Kapuk. Pemalsuan sekurangnya manipulasi PSN dilakukan seolah-olah PIK-2 seluruhnya termasuk perumahan adalah PSN sehingga fasilitas PSN digunakan untuk PIK-2. Sesungguhnya PSN itu hanya 1.755 hektar kawasan wisata saja. Kawasan hutan lindung pun belum dialihkan menjadi hutan konservasi apalagi APR. PT PIK-2 (PANI) telah melanggar RTRW dan belum memiliki RDTR. PUK Proyek Uang Kapuk. Wajar jika usaha itu mencari uang, akan tetapi menumpuk uang dengan cara menipu atau memanipulasi adalah kejahatan. PSN yang dimanipulasi untuk menurunkan NJOP merupakan perampokan dan perampasan tanah dengan modus jual beli. Dengan melipatkan harga tanah saja maka Aguan menurut Said Didu diprediksi akan mengeruk keuntungan hingga 20 ribu trilyun. Sungguh fantastis.  Pak Pik Puk menjadi kerja serampangan rezim Jokowi dengan memainkan hukum. PSN tidak jelas kriteria, jalan kolusi dan korupsi, sumber konflik sosial dan rebutan lahan, pintu masuk bagi oligarki sang pencuri reformasi dan penjajah negeri. PSN hanya proyek akal-akalan meminggirkan rakyat. PIK-2 \"Aguan, Ilegal, Uang\" patut digugat dan diadili. Motif kejahatan masuk ranah penyidikan. PSN cabut, PIK-2 evaluasi dan batalkan. Kembalikan pada garis equilibrium. Proyek kotor jangan dilanjutkan. Kedaulatan rakyat harus tetap dijaga.  Aguan yang pernah diperiksa KPK untuk kasus suap Raperda Reklamasi harus dilanjutkan proses pemeriksaan dugaan kasus-kasus lain. Tangkap Aguan.  Bumi ini milik rakyat dan bangsa Indonesia bukan untuk dijual murah kepada asing, aseng atau asiong. (*)

Strategi Kontraproduktif BNPT dan Budi Gunawan Tidak Sejalan dengan Asta Cita Prabowo

Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Trisakti Poin pertama Asta Cita rezim Prabowo-Gibran, memuat ketentuan memperkokoh ajaran Pancasila.   Dalam merealisasikan ketentuan tersebut, Prabowo mengedepankan strategi dan langkah-langkah produktif. Intinya, mengokohkan ajaran Pancasila dengan meningkatkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam rangka memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat.  Asta Cita dijadikan sebagai platform untuk mengintgrasikan Pancasila ke dalam kebijakan publik Prabowo. Dimulai dengan desain kebijakan untuk menguatkan sistem pertahanan keamanan, mendorong kemandirian dan pemerataan pembangunan ekonomi, industrialisasi, penyerapan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, reformasi politik, hukum dan birokrasi serta toleransi umat beragama (poin 2 sampai 8 Asta Cita).  Hal itu menunjukkan, upaya memperkokoh ajaran Pancasila sebagai dasar negara yang ditempuh Prabowo sangat produktif, sangat kompeherensif. Dilakukan dengan strategi menjamin peningkatan penerapan nilai-nilai pancasila untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat.  ­Strategi ini didasarkan pada keyakinan, bahwa semakin kuat pemerintah menjalankan komitmennya menerapkan ajaran Pancasila untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka akan memicu peningkatan simpati, dukungan dan kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah dan ajaran Pancasila.  Namun di balik strategi profuktif yang digagas Prabowo, ada sejumlah pihak yang berusaha menyusun narasi, mengkampanyekan kajian akademik dan sosialosasi politik terselubung untuk menyempitkan makna \"pengokohan ajaran Pancasila\" ke dalam perspektif yang cenderung kontraproduktif.  Bahwa dalam upaya mengokohkan ajaran Pancasila, semata-mata dilakukan melalui pendekatan penindakan secara pidana kelompok atau orang-orang yang mengemban, meyakini, menerapkan, menyebarkan dan memprovokasi masyarakat luas untuk meyakini dan turut menyebarkan ajaran dan paham yang bertentangan dengan Pancasila.  Salah satunya adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahwa penindakan terhadap paham dan kelompok yang bertentangan dengan ajaran Pancasila, perlu diarusutamakan dalam upaya penguatan ajaran Pancasila.  Hal tersbut dimuat dalam dokumen BNPT yang turut dirilis Menkopolkam, Budi Gunawan pada 4 Desember kemarin dengan judul \"Outlook Indonesia Knowledge Hub on Counter Terrorism and Violent Extremism (I-KHub CT/VE) 2024 dan Peta Jalan Komunikasi Strategis Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (Komstra PE) 2024\".  Riset ini menggarisbawahi masifnya pergeseran aksi terorisme dari ruang kehidupan nyata ke jaringan siber. Bahwa selama 5 tahun terakhir, ruang siber digital menjadi wadah atau tempat bagi jaringan teror melakukan rekruitmen, propaganda hingga pendanaan terorisme secara masif.  Hasil riset turut mengukur tingginya risiko penyalahgunaan ruang siber untuk aktivitas ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, meskipun pada faktanya tidak terjadi aksi terorisme secara nyata.  Salah satu strategi utama kelompok radikal-ekstrim-teror adalah menyebarkan paham dan ajaran yg memprovokasi masyarakat luas untuk anti terhadap Pancasila dan NKRI. Hal ini didukung penyebaran informasi dengan tujuan menciptakan kekacauan politik dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadapat pemerintah Indonesia.  Narasi yang dipandang sangat menonjol selama setahun belakangan yakni soal disinformasi tentang pemilihan umum, krisis kemanusiaan Palestina dan narasi anti pemerintah.  Dalam konteks pemilu, kelompok (radikal-ekstrim-teror) menyebarkan narasi: Daulah Islam atau Khilafah melawan Demokrasi, larangan memilih pemimpin kafir, syubhat demokrasi dan pentingnya memilih pemimpin sesuai syariat Islam.  Terkait konflik Palestina, narasi yg disebarkan adalah ajakan persatuan ummah. Bahwa umat Islam harus bersatu di bawah Khilafah untuk mengakhiri penderitaan Palestina.  Selain itu, turut disebarkan narasi, bahwa semua persoalan negara muncul sebagai bentuk azab karena Indonesia tidak menganut syariah Islam atau menggunaka dasar negara yg sekuler. Bahwa pemilu demi pemilu tidak akan menjawab keadaan. Siapapun yang terpilih lewat pemilu demokrasi hakikatnya hanya menggantikan toghut lama dengan toghut baru.  Semua narasi provokasi tersebut disebar secara konsisten oleh beberapa kelompok ekstrim-teror. Misalnya HTI dan FPI. HTI konsisten dengan kampanye ajaran Khilafah yang menegaskan perjuangan menggantikan sistem kenegaraan dari Pancasila dan NKRI menjadi negara yang berasaskan ajaran Islam.  Sepanjang eksistensinya, kelompok HTI memang belum pernah terlibat aksi kekerasan kriminal dan tindak teror apapun. Hanya saja, vokalnya kampanye ajaran khilafah dipandang sebagai upaya provokasi masyarakat luas anti terhadap NKRI dan Pancasila dinilai sebagai kejahatan terhadap ideologi Pancasila.  Bagi BNPT, temuan ini menjadi penguatan konsistensi dalam melakukan pencegahan secara komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mengintensifkan kontra narasi dan kontra propaganda hingga mengimplementasikan peta jalan komstra penanggulangan terorisme secara menyeluruh.  Menurut hemat kami, riset dan penilaian BNPT terkait perkembangan paham radikalisme, ekstrimisme dan aksi terorisme sangat premature serta lemah landasan akademik.  BNPT dan Menkopolkam terlalu jauh melakukan penilaian terhadap ajaran dan tindakan kekerasan yang dikategorikan ke dalam makna radikalisme, ekstrimisme dan aksi terorisme. Tapi di satu sisi, tidak ada satupun landasan akademik serta aturan perundang-undangan di Indonesia yang sejauh ini mampu mendifinisikan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.  Lalu apa yang menjadi landasan akademik dan regulasi tertulis yang dijadikan dasar BNPT menyusun riset dengan hasil mendapuk ajaran Islam, misalnya khilafah dan kelompok Islam, misalnya HTI sebagai ajaran dan kelompok radikal, ekstrim dan teror?  Dalam outloknya, BNPT masih konsisten mengulang kesalahannya. Menyasar ajaran Islam dan kelompok Islam ke dalam makna radikalisme, ekstrimisme dan terorisme tanpa didasarkan pada landasan akademik dan undang-undang tertulis dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan, represifitas, dan pembatasan hak asasi manusia yang dijaminkan dalam pasal 28e ayat (2) UUD 1945.  Merujuk pada UU No. 1 Tahun 2023, dalam Buku Kedua Tindak Pidana, BAB I (Tindak Pidana Terhadap Kemanan Negara), Bagian Kesatu dengan judul \"Tindak Pidana Terhadap Ideologi Negara\", Paragraf I meliputi pasal 188, pasal 189 dan pasal 190, tidak ada satupun ketentuan yang mengatur tentang ajaran Islam, termasuk khilafah sebagai ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.  Secara khusus pasal 188, hanya menyebutkan Sosialisme, Marxisme, Leninisme dan ajaran lainnya yg bertentangan dengan Pancasila. Ketentuan dalam BAB I ini juga tidak mendefinksikan apa yg dimaksud dengan Radikalisme, Ekstrimisme dan Terorisme.  Selain UU Ini, UU No 5 Tahun 2018 dan  PP No 77 Tahun 2019 tidak memuat definisi tentang radikalisme, ekstrimsime dan terorisme.  Artinya, proses penilaian ajaran dan kelompok-kelompok Islam yg didapuk radikal, ekstrim dan teror oleh BNPT dalam Outloknya, menggunakan model penafsiran, pemaknaan dan penilaian dengan rujukan di luar landasan akademik dan norma regulasi resmi negara.  Inilah celah kekosongan asas ilmiah dan hukum yg perlu diatensi dengan serius. Jika tidak, maka selamanya BNPT akan terus memaksakan motif politik untuk menilai dan menetapkan ajaran dan kelompok Islam ke dalam makna radikal dan ekstrim yang tidak profesional.  Semua orang di dunia tau. Radikalimse, ekstrimisme dan Terorisme: No global consensus. Hal ini menunjukan, sejatinya radikalisme terorisme adalah fenomena komplek yg lahir dari beragam faktor yang juga komplek.  Ada faktor domestik, seperti kesenjangan ekonomi (kemiskinan), ketidak-adilan, marginalisasi, kondisi politik dan pemerintahan, sikap represif rezim berkuasa, kondisi sosial yg sakit, dan faktor lain yang melekat dalam karakter kelompok dan budaya.  Ada pula faktor internasional seperti ketidak-adilan global, politik luar negeri yang arogan dari negera-negara kapitalis (AS), imperialisme fisik dan non fisik dari negara adidaya di negara jajahan, standar ganda negara superpower sehingga mengakibatkan tata hubungan dunia yg tidak berkembang sebagaimana mestinya (unipolar).  Selain itu, ada pula realitas kultural terkait substansi atau simbolik dengan teks-teks ajaran bUdaya dan agama yang dalam interpretasinya cukup variatif.  Ketiga faktor tersebut (lokal, global dan kultural) kemudian bertemu dengan faktor-faktor situasional yg sering tidak dapat dikontrol dan diprediksi, akhirnya menjadi titik stimulan lahirnya radikalisme dan ekstrimisme yg mengarah pada aksi kekerasan ataupun terorisme.  Oleh sebab itu, menjadi sangat gegabah, premature dan tidak profesional, jika BNPT langsung menilai, menghubungkan dan menetapkan ajaran Islam dan kelompok Islam tertentu dengan sebutan radikalisme, ekstrimisme yg mengarah pada aksi terorisme.  Oleh karena itu, untuk menjelaskan fenomena teror di Indonesia, setidaknya dibutuhkan framework analisis (analytical framework) yang tepat. Sehingga bisa ditemukan pemahaman tentang radikalisme dan terorisme serta solusinya (A.C. Manullang, 2006).  Harits Abu Ulya (CIIA), mengklasifikasikan Framework analisa ke dalam dua kategori, yakni Frame Work Kultural dan rasional.  Frame Work Kultural, membedah perilaku, sikap dan perbuatan sebagai penjelmaan nilai, sistem kepercayaan atau ideologi.  Metodologi ini fokus membaca korelasi antara nilai atau ideologi dengan teroris, intinya adalah interpretasi nilai terhadap aksi. Framework kultural berasumsi nilai menghasikan tindakan, tindakan sangat tergantung persepsi dan pemahaman (ideologi) yang dimiliki teroris.  Dengan framework ini semata akan berdampak parsial memahami terorisme dan menyeret publik kepada profil teroris dan tindakan terornya saja. sementara sasaran teror diabaikan. Dampak turunannya adalah solusi yang dilahirkan bersifat temporer dan parsial.  Dari framework inilah Islam dan umatnya seringkali menjadi fokus perhatian (seperti yang konsisten dilakukan BPNT). Bahkan sering kali lahir simplifikasi tentang ideologi radikal atau kelompok radikal sebagai akar terorisme. Radikalisme seolah menjadi inheren dengan Islam dan umatnya.  Jika terlalu terjebak pada framework ini, sebenarnya akan makin sulit menjelaskan secara tuntas, lengkap dan obyektif tentang sebab terjadinya teror. Karena pendekatan ini, hanya memfokuskan perhatian pada pelaku teror dan mengabaikan sasaran teror.  Dengannya, Framework Kultural ini akan sangat bermanfaat dalam menjelaskan modus teror. Sangat mudah untuk menjustifikasi ajaran Islam sebagai paham radikal yang dapat mengarah pada aksi teror. Tapi tidak akan mampu menjawab mengapa sekelompok orang memilih melakulan teror? Dan mengapa pihak tertentu harus menjadi sasaran terornya?  Pendekatan ini juga tidak akan mampu menjawab, kenapa sekelompok orang memilih melakulan teror di waktu-waktu tertentu. Padahal variabel kultural (menyangkut doktrin nilai, ideologi atau agama seperti jihad dan semisalnya) sudah eksis berabad-abad yg lalu?  Di sinilah pentingnya menggunakan framework rasional. Metodologi ini mengkaji korelasi antara ajaran yang dinilai radikal, ekstrim yang dapat mengarah pada tindak teroris dan sasaran dalam aspek kesamaan kepentingan, konflik kepentingan dan pola interaksi di antara keduanya. Asumsinya, kalkulasi strategis antar aktor menghasilkan teror. Dalam Framework ini teroris dan sasaran terornya diletakkan sebagai aktor rasional dan strategis. Rasional dalam arti, tindakan mereka konsisten dengan kepentingan dan tujuannya. Sementara strategis dalam artian, pilihan tindakan mereka dipengaruhi oleh langkah aktor lainnya (lawan) dan dibatasi oleh kendala (constrain) yang dimilikinya.  Frame ini mengharuskan evaluasi terhadap langkah, kebijakan, strategi yang digunakan oleh kedua belah pihak, yakni teroris dan sasaran teror. Penggunaan metodologi ini akan melahirkan hasil analisis yang obyektif. Tapi di satu sisi, siapapun yang menggunakan metode ini, akan dinilai atau dituduh sebagai simpatisan teroris karena manganalisa secara kritis sasaran teror, di saat “sasaran” sedang menjadi “korban”.  Namun bagaimanapun juga, penggunaan framework rasional sangat penting karena mampu menjawab dua hal penting: kondisi yang dapat memunculkan dan kondisi yang dapat meredam terjadinya teror.  Belajar paska penyerangan WTC di AS yang disusul dengan kampanye Global War on Terrorism, membuat dunia berfokus menuduh \'the evil ediology\' sebagai penyebab terorisme namun abai pada faktor penyebab lain.  Akhirnya solusi yang digelar justru malahirkan spiral kekerasan yg tidak berujung. “Teroris” dengan aksi terornya konfrontatif dengan teror oleh kekuatan negara (state terrorism).  Dalam wajah yang hampir sama, di Indonesia menempuh dua strategi kontra terorisme. Tapi keduanya terjebak dalam framework kultural (paradigm entrapment), mengidentifikasi kekerasan dan teror inheren dalam Islam dan kelompok-kelompok yang dicap radikal.  Akibatnya baik strategi hard power maupun soft power yang diemban pemerintah, BNPT dan Densus 88 seperti menjadi pemantik kekerasan demi kekerasan. Karena menempatkan kelompok-kelompok yang dicap radikal secara tidsk rasional sebagai ancaman aktual dan potensial.  Sementara pendekatan soft power-nya, justru melahirkan kontraksi pemikiran dan membuat kutub radikal-liberal makin kontradiksi diametrikal.  Sejauh ini, baik BNPT dan Densus 88, konsisten menggunakan framework kultural dalam menilai dan menetapkan secara premature ajaran Islam dan kelompok Islam ke dalam mankna radikal-teror.  Hasil penilaian itu kemudian diterjemahkan ke dalam kerangka solusi basis program Hard-power dan Soft Power yang disusun dan dijalankan dengan mengesampingkan landasan akademik dan kaidah-kaidah hukum yg justru makin membuat antipati dan distrush terhadap nilai keadilan.  Eksesnya, ajaran dan kelompok Islam yg tidak mampu terjelaskan secara akademik dan hukum sebagai kejahatan terhadap ajaran Pancasila, terus dipaksakan untuk ditindak, dikriminalkan secara tidak profesional dan tidak adil.  Selain itu, belajar dari kasus-kasus teror yg muncul di Indonesia sejauh ini, sejatinya lebih dominan sebagai bentuk respon dan interaksi antara pelaku teror terhadap pemerintah dalam hal ini institusi kepolisian RI dikarenakan penindakan hard power secara arogan lebih diutamakan dalam menindak terduga teror. Kebanyakan mati tanpa diberikan hak dan kesempatan melakukan pembelaan secara hukum.   Dalam konteks ini, dendam dari para simpatisan, terutama keluarga menjadi stimulan lahirnya aksi teror tanpa ujung meski “doktrin” agama tetap menjadi bumbu pelengkap dari pilihan aksi teror yg dilakukan oleh individu atau sekelompok orang.  Kesalahan BNPT dalam Outlok 2024 berikutnya adalah ajaran Islam dan kelompok Islam yg dicap radikal, dinilai sebagai kontributor bahkan menjadi inspirator utama lahirnya tindakan terorisme.  Ini adalah kesimpulan yang sangat premature. Irasional !!!  Kelompok radikal sendiri dinamika perjuangannya dalam dua arus besar, radikal pemikiran dan ada yang radikal fisik atau aksi. Tidak pasti sebangun dan korelatif bahwasanya individu dan atau kelompok yang radikal pada aspek pemikiran kemudian menjadi radikal dalam aksi atau tindakan.  Dalam konteks kelompok yang radikal secara pemikiran, faktanya merupakan respon atas serangan sekularisme dan modernitas yang agresif. Serangan ini, sangat jauh meminggirkan agama, memutus kesempatan dan hak mereka menjalankan ajaran agama. Dalam kaitan ini, kelompok radikal secara pemikiran, lahir dan bergerak untuk memelihara agama dari pemusnahan oleh sekularisme dan modernitas (Karen Amstrong, 2001).  Maka tumbuhnya individu-individu dan kelompok-kelompok yg dicap radikal secara pemikiran dengan ideologi yang dikembangkan, maupun sikap bias dalam merespons perkembangan yang dianggap menyimpang dari agama hanyalah satu faktor disamping faktor-faktor struktural, kultural, dan situasional yg memicu lahirnya tindakan kekerasan terorisme.  Jika BNPT memaksa memposisikan kelompok yang dinilai radikal secara pemikiran sebagai akar terjadinya terorisme itu sama artinya terlalu over simplikasi dan generalisasi tanpa verifikasi secara rigid. Dalam keadaan represif seperti ini, tidak salah juga jika kemudian kelompok yang dicap radikal merasakan suasana psikologis terdzalimi secara sistemik baik dalam skala domestik maupun global.  Maka dapat dikatakan, fenomena terorisme tetap dengan kompleksitasnya, tidak ada faktor tunggal yang menjadi pemicunya. Sekalipun di Indonesia tumbuh kelompok radikal yg mengambil metode “fisik”  (seperti JM/JI) sebagai “manhaj” perjuangannya, tetap saja variabel pelengkapnya harus ada untuk bisa memunculkan aksi teror.  Maka riset BNPT yang menuduh ajaran Islam dan kelompok Islam tertentu dengan cap radikal yg dapat mengarah pada aksi terorisme adalah kesalahan yang terus diulang.  Maka saya sangat sepakat dengan cara berifkir Prabowo dalam Asta Cita. Bahwa langkah bijak untuk mereduksi bahkan mangaborsi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme yang dapat mengancam Pancasila, dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran dan upaya serius pemerintah untuk bekerja menjawab faktor-faktor penyebabnya secara komprehensif.  Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kekayaan, penyerapan lapangan kerja, industrialisasi, infrastruktur, pengembangan ekonomi desa, ekonomi kreatif, UMKM, pengentasan kemiskinan, lenyapkan korupsi, politkk dan hukum yang adil, birokrasi yg melayani masyarakat dengan baik, tingkatkan kualitas SDM, kerukunan umat beragama.  Inilah langkah kompeherensif sebagai wujud penerapan nilai Pancasila dalam mereduksi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.  BNPT berhentilah menyempitkan makan penguatan pancasila dengan cara menilai, menuduh dan memaksa menindak ajaran dan kelompok Islam secara tidak profesional. Hal ini justru dapat memantik ketidakstabilan politik dan menjatuhkan simpati, membangkitkan perlawanan kelompok yg merasa terdzalimi terhadap pemerintahan Prabowo.   BNPT hentikanlah kampanye terselebung lewat Menkopolkam Budi Gunawan untuk memberi rekomendasi dan mempengaruhi Prabowo sepakati aksi penangangan dan penanggulangan radikalisme, ekstrimisme dan teror yg kontraproduktif.  Meminjam sindiran cerdas Kurzman, di tengah hiruk-pikuk besarnya kampanye dan perhatian terhadap radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, dunia aslinya telah jauh lebih aman. Dalam tulisan bersama Neil Englehart: “Welcome to World Peace,” (Social Forces, Volume 84, Number 4, June 2006), menyindir: Boleh jadi respon terbaik terhadap radikalisme, ekstrimisme dan terorisme adalah membiarkannya !!  BNPT sebagaiknya berhenti membuat gerakan tambahan dan fokus mengikuti strategi Prabowo. Bahwa mengokohkan ajaran Pancasila bukan dengan melawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. Tapi mulailah memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, menerapkan nilai-nilai Pancasila, terutama pada bidang ekonomi, hukum, politik, sosial kebudayaan, agama, pendidikan. Dengan sendirinya radikalisme, ekstrimise, terorisme akan lenyap. (*).

Prabowo Segera Umumkan dan Nyatakah Perang Melawan State Corporate Crime

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  RRC menganeksasi Indonesia bukan hanya ingin menguasai Sumber Daya Alam (SDA), tetapi akan  memperluas  wilayah (merebut tanah) untuk hunian rakyat RRC yang sudah sangat padat, pada Februari 2024, jumlah penduduk Tiongkok sejumlah 1.425.391.810 jiwa. Harus di pindah ke negara lain termasuk akan di giring masuk ke Indonesia.  Tidak mungkin memindahkan rakyat  Cina ke negara lain dengan cara normal, Xi Jinping melalui Proxy Agent menggunakan korporasi 9 Naga harus bisa merebut dan menguasai dengan paksa tanah rakyat  untuk pemukiman  etnis Cina.  Mengusir penduduk asli (kaum pribumi) dengan kekerasan dan memaksa harus keluar dari tanah huniannya bertahun di tempati. Bahkan tanah adat dan tanah negara di rampas dengan cara yang sama. Munculah Proyek Srategis Nasional (PSN) adalah malapetaka datangnya rakyat RRC  merambah  di berbagai wilayah baik di wilayah dalam, pulau yang masih kosong, menetap di pantai dengan membangun reklamasi pantai termasuk petaka PIK 1, 2 dan akan sampai PIK 11. Taipan membuat ternak para pejabat (penguasa)  dari pusat sampai daerah sebagai piaraan, budak, boneka dungu, tolol, biadab sebagai penghianat negara RRC akan caplok / kuasai dulu simpul simpul transportasi baik laut, darat  maupun udara. Selanjutnya merambah kuasai semua pelabuhan sebagai titik episentrumnya, selanjutnya membangun pangkalan mililiter untuk melindungi warganya. Cukup mengejutkan dan berani Mayjen (purn) Suripto, mantan Ka BAIS (06.12.1024) di salah satu media sosial  mengatakan :  \"Sudah saatnya sekarang Prabowo mengumumkan perang  melawan State Corporate Crime yang telah menjelma jadi Negara di dalam Negara.  Siapa kah SCC itu, mereka adalah pengusaha jahat yang bersekongkol dengan pejabat publik yang terdiri dari unsur - insur Legislatip, Eksekutip, Yudikatip, Polri dan TNI. Merekalah itu musuh negara bukan sebatas koruptor semata-mata\".  Kekuatan State Corporate Crime, bersamaan dengan Angkatan ke 5 telah dibangkitkan :  - TKS Tentara Komunis Cina berkolaborasi dengan keatuan elit keamanan di Indonesia. Anak cucu PKI sejak 1999 terdata mayoritas masuk di dalamnya - Pembentukan Satuan Pembantai, muncul dari proposal komunis tahun 2001 kepada sang \"The Hand\" James Ryadi agar dibentuk \"satuan pembantai Umat Islam\" berjalan mulus, dengan mudah dibentuklah kekuatan dengan mempergunakan issue terorisme global. - Terbongkarnya latihan tempur dengan senjata berat menyaingi TNI Tahun 2015 - 2019 beredar belasan video latihan dengan senjata berat termasuk uji coba roket, senjata anti pesawat, senjata anti tank. - Impor senjata, terbongkar oleh BAIS TNI. Sepanjang 2016 - 2019, beberapa kali impor ratusan ribu senjata berat. - Tewas Koordinator / Komandan TKC tentara merah November 2018, di sebuah apartemen  di Jakarta, ditemukan belasan senjata senjata tempur berat. - TNI telah di kebiri dan di mutilasi tanpa dukungan luar akan sulit bergerak. Wajarlah jika para pengamat militer mengatakan bahwa TNI akan banglot dan solid kembali dengan dukungan dari Militer luar yakni dari tentara Amerika dan negara sekutunya. Inilah momentum Prabowo Subianto berdiri tegak sebagai seorang Jenderal umumkan segera perang melawan State Corporate Crime dan pulihkan kembali tentara sebagai \"Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional Indonesia :  tanpa kompromi dan negosiasi dalam menjaga kedaulatan negara,  mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. (*)

Anggito Abimanyu Mimpi Buruk Nasib Indonesia (Bagian-1)

Oleh Joharuddin Firdus | Pemerhati Sosial-Budaya. KETIKA Presiden Prabowo Subianto mengumumkan dan melantik Profesor Anggito Abimanyu Ph.D sebagai Wakil Menteri Keuangan, publik tidak banyak yang bereaksi. Publik menganggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Toh, jabatan Wakil Menteri itu pada umumnya hanya sebagai jabatan pelengkap saja di suatu kementerian. Wakil Menteri tidak mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan. Tugas Wakil Menteri hanya sebatas melakukan pengawasan, mengusulkan pendapat dan monitorng saja. Masih lebih besar kewenangan yang dipunyai pejabat eselon satu seperti Direktur Jenderal. Begitu juga para pejabat eselon dua, seperti Direktur atau Kepala Biro.  Publik menjadi terperangah dan bertanya-tanya ketika Plt Ketua Umum Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengumumkan bahwa Anggito Abimanyu bakal menjadi Menteri Penerimaan Negara (CNBC Indonesia Senin 02/12). Bermunculan perasaan antara percaya dan tidak percaya. Terutama mereka yang tahu banyak tentang sepak terjang, catatan buruk dan perilaku Anggito Abimanyu. Apalagi mereka yang pernah satu kantor di entitas publik dengan Anggito Abimanyu. Diduga hampir semua entitas publik dimana Anggito Abimanyu pernah berkantor pasti ada masalah. Anggito Abimanyu itu indentik dengan tokoh spesialis produsen masalah. Anggito punya hobi memproduksi masalah. Ambil contoh di Universitas Gajah Mada (UGM) Anggito adalah dosen yang bermasalah besar. Namun Anggito mendapat gelar dan predikat tertinggi dan terhormat sebagai “PLAGIAT”.  Peristiwa itu terjadi saat Anggito menulis artikel di Harian KOMPAS tanggal 10 Februari 2014. Judul artikel tersebut adalah “Gagasan Asuransi Bencana”. Skandal PLAGIAT ini dibongkar di rubrik “Kompasiana” pada laman Kompas.com (Antara, Senin 17/02/2014). Penyebabnya, sebagian besar kalimat yang dipakai Anggito dalam tulisan dengan judul “Gagasan Asuransi Bencana” itu adalah hasil jiplakan atau copy paste. Anggito menjiplak atau mengcopy paste tulisan karya “Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan”. Tampak kalau Anggito sangat culas, licik, dan picik. Tidak bersikap ksatria untuk mengakui karya orang lain. Anggito tidak berbesar hati untuk menyebutkan kalau sebagian besar kalimat yang dipakai dalam tulisan “Gagasan Asuransi Bencana” tersebut adalah karya Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan.    Sebagai dosen UGM, Profesor Anggito Abimanyu Ph.D telah nyata-nyata berperilaku sebagai PLAGIAT intelektual? Waduh, apa kata dunia kalau di kampus sekelas UGM ada PLAGIAT? Musibah menerjang dunia pendidikan Indonesia. Standar moral seperti apa yang mau diajarkan kepada para mahasiswa UGM dan mahasiswa Indonesia umumnya kalau orang hebat sehebat Profesor Anggito Abimanyu Ph.D adalah PLAGIATOR? PLAGIAT yang dilakukan oleh seorang dosen dengan gelar tertinggi akademik Profesor Ph.D itu perilaku moral yang buruk dan sangat menjijikkan. Lebih buruk dan menjijikkan dari melakukan korupsi uang negara. Kalau ilmu pengetahuan yang menjadi salah satu standar tertinggi moral saja bisa tergoda untuk dikorupsi, lantas bagaimana dengan yang bukan ilmu pengetahuan? Setelah diketahui publik melakukan PLAGIAT, Anggito Abimanyu menyatakan mundur sebagai dosen UGM. Anggota menyampaikan sejumlah asalan saat menyampaikan mundur sebagai dosen UGM. Di antaranya demi mempertahankan kredibilitas UGM, menjaga nilai-nilai kejujuran, integritas dan tanggungjawab akademik. Hampir semua alasan mundur yang disampaikan oleh Anggito itu sarat dengan nilai-nilai moral. Sayangnya perilaku Anggito saja yang tidak bermoral. Anggota lebih jumawa untuk mengejar popularitas daripada menjaga nilai-nilai moral sebagai sebagai civitas akademika UGM. Akibatnya, UGM jadi babak belur dan tercoreng.  Anggito menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh civitas akademika UMG, karena telah melakukan PLAGIAT. Sayangnya, Anggito telah telanjur mencoreng muka UGM dengan kotoran. Selain itu, Anggito juga menyampaikan permintaan maaf kepada Hotbanar Sinaga dan Munawar Kasan. Selama ini, baik publik di dalam negeri maupun internasional mengenal tiga kampus ternama Indonedia, yaitu UGM, Universitas Indonenesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai kampus dengan integritas moral tertinggi. Sekarang bertambah satu lagi Institut Pertanian Bogor (IPB). Tragisnya, UGM dirusak oleh Profesor Anggito Abimanyu PhD yang puluhan tahun menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. (bersambung)       

Tujuh Musuh Prabowo Subianto

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Gus Dur bisa menebak Prabowo akan jadi Presiden di masa tuanya bahkan memberitahu lawan atau penghalangnya yang akan menggangu saat menjabat sebagai presiden. Sangat mungkin itu terjadi dan benar karena karomah yang ada pada Gus Dur (sering disebut wali kasyaf /ahlussir). Gus Dur memprediksi musuh dan tantangan utama yang akan dihadapi Prabowo dalam pemerintahannya, bukan hanya datang dari luar, tetapi juga berasal dari orang-orang terdekat yang memiliki agenda sendiri dan bisa berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan serta menghambat kinerja Prabowo sebagai pemimpin. Tujuh tantangan yang akan dihadapi Prabowo Subianto  : 1. Orang terdekat dari kalangan keluarga yang berbeda prinsip. Tantangan pertama yang mungkin dihadapi Prabowo adalah perbedaan prinsip di dalam lingkaran keluarganya sendiri. Berbeda dalam hal politik atau kepemimpinan, yang bisa menjadi tantangan tersendiri. 2. Tokoh-tokoh kuat yang menyimpan agenda pribadi. Mungkin akan ada tokoh-tokoh berpengaruh yang di permukaan terlihat mendukung, namun sebenarnya menyimpan agenda tersendiri.  3. Mantan rekan yang kini menjadi musuh dalam selimut. Mungkin bersikap mendua dan dapat berpotensi menggerogoti wibawa Prabowo dengan berbagai manuver politik, yang kini menjadi lawan tersembunyi. Mencoba melemahkan atau menghalangi Prabowo di belakang layar. 4. Penyebar kebohongan dan fitnah. Tantangan ini datang dari pihak yang menyebarkan hoaks dan fitnah. Pihak-pihak ini sangat mungkin menyerang Prabowo secara tidak langsung dengan menyebarkan kebohongan yang merusak reputasi serta kredibilitasnya. 5. Pejabat korup yang mencoba menyalahgunakan jabatan. Prediksi ini adalah pejabat atau bawahan yang korup. Pejabat-pejabat ini akan menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi, yang bukan hanya merugikan negara, tetapi juga melemahkan wibawa pemerintahan Prabowo. 6. Perusak hubungan keluarga Prabowo. Musuh yang ini  akan berusaha memecah hubungan antara Prabowo dengan keluarganya, khususnya dengan anak-anaknya.  Dengan cara provokasi atau fitnah, pihak ini akan mencoba menciptakan konflik internal keluarga untuk menghancurkan hubungan kekeluargaan Prabowo, yang bisa berujung pada merosotnya kehormatan dan wibawanya di mata publik (perhatikan kasis Fufufafa). 7. Para pemecah belah Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Musuh terakhir yang diprediksi adalah orang yang memiliki kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa. Mereka mungkin datang dari  kalangan dengan agenda yang bertolak belakang (perhatikan peran Jokowi). Seperti kelompok yang ingin mempertahankan atau merebut kekuasaan, serta kelompok dengan tujuan merusak kerukunan bangsa.  Keberadaan mereka merupakan ancaman serius karena berpotensi menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa (perhatikan peran Taipan Oligarki). Saran Gus Dur agar Prabowo bisa menjaga integritas, bersikap tegas, dan tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang berusaha menghancurkan persatuan bangsa. Menjaga pondasi pemerintahan agar tetap kokoh.  Menurut Gus Dur, dengan hati yang ikhlas dan niat tulus dalam membangun bangsa, Prabowo akan mampu menghadapi segala cobaan yang datang, baik dari luar maupun dari dalam lingkungannya sendiri. Untuk tetap fokus pada kepentingan bangsa dan negara di tengah ancaman dari berbagai pihak.  Pemimpin yang tegas adalah kunci untuk mengatasi tantangan-tantangan ini serta membangun Indonesia yang lebih kuat dan bersatu. Bisa jadi analisa diatas bukan semata ramalan, tetapi karena kecerdasan dan pengalaman politik Gus Dur sebagai negarawan, berupa nasehat agar Prabowo waspada dan hati hati dalam memegang amanah sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. (*)

Hukuman Mati untuk Jokowi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Info dari Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat menyidangkan gugatan Rizieq Shihab Cs terhadap mantan Presiden Joko Widodo pada siang ini, Selasa, 19 November 2024., majelis hakim membuka sidang dengan merekomendasikan sebuah mediasi, sesuai  (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2016. Ikhtiar membawa dugaan kasus Jokowi ke pengadilan tentu disambut gembira sebagian besar rakyat Indonesia, apapun hasilnya. Dalam sidangnya yang singkat PN Jakarta Pusat menunjuk seorang hakim menjadi mediator antara kubu Rizieq Shihab dengan Jokowi. Selanjutnya Suparman mempersilakan penasihat hukum Rizieq dan kawan-kawan serta pihak Jokowi untuk menandatangi persetujuan agenda mediasi.  Dalam waktu 30 hari PN Jakarta Pusat menunggu laporan dari mediator, mudah - mudahan bisa berdamailah,” kata Suparman seraya mengetok palu menutup persidangan. Sidang itu berlangsung singkat, dengan durasi kurang dari 10 menit. Selanjutnya tersiar luas bahwa dari Pihak Penggugat Rizieq Shihab Bersama penggugat lainnya, melalui gugatan itu, di samping meminta Jokowi minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas didugaan melakukaan rangkaian kebohongan selama periode 2012-2024, yaitu sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta dan dua periode sebagai presiden. Juga menuntut agar Jokowi  membayar ganti rugi materiil sebesar nilai utang luar negeri Indonesia sejak 2014-2024 yakni Rp 5.246 triliun, hingga tidak memberikan rumah maupun uang pensiun kepada Jokowi. Apabila gugatan ganti rugi apabila di kabulkan, dalam rincian  terbaca dengan jelas :  - 40% dari Rp 5.246 triliun ganti rugi akan disumbangkan untuk makan siang gratis Prabowo, dengan nilai  Rp2.098 triliun - 30% sejumlah Rp1.574 triliun akan diberikan kepada 73 juta rakyat miskin dan menengah bawah (masing² warga akan memperoleh Rp21,5 ).- Sedangkan 30% sisanya diserahkan ke kas negara. Menyimak tulisan \"Eggi Sudjana dan Damai Hari Lubis\" dalam artikelnya \"Pragmatisme Golongan  Rezim Baru Wacanakan  Faktor Pemaaf - Berdasarkan Voting Adalah Kejahatan yang Berkelanjutan\"_, tersirat dan tersurat antara lain : - Upaya rekonsiliasi Jokowi minta maaf dan ganti rugi apapun alasannya akan melupakan korban yang sudah merasakan teraniaya dan tercabik-cabik jiwa dan raganya - Imbalan ganti rugi dengan sejumlah materi dari hasil kejahatan akan melegalkan kejahatan terus berjalan  dan tidak akan bisa memberi efek jera, sebagai salah satu manfaat dari fungsi hukum. - Sekadar ganti rugi, hukum akan rongsokan tak berharga dan behavior/ penguasa sudah menzalimi para pemilik hak. - Hukum akan selalu dapat dibeli, dan transaksi (jual - beli). Maaf pun niscaya juga dari hasil kejahatan, setidaknya obscur (tidak jelas) alias tak berkepastian. - Memberikan maaf kepada penguasa yang diduga sudah menjadi penghianat negara adalah sama saja melawan keadilan. - Akan melahirkan  kecemburuan terhadap unsur maaf dari banyak orang yang tidak harus ditampilkan bahkan kesulitan untuk menampung membuat daftar siapa dan apa bentuk korban dari kejahatan rezim Jokowi - Meminta maaf dan ganti rugi kepada Jokowi yang dampak kejahatannya masih berlangsung seperti Program PNS, penjarahan tanah ( PIK ) dan ambil paksa kedaulatan negara, itu \"Nalar Nungging\' yang salah. Sampai di sini agar disadari bahwa sebagian rakyat sudah pada kesimpulan bahwa kesalahan Jokowi diseret ke pengadilan agar sampai pada status _\"Jokowi Sebagai Pengkhianat Negara\"_ . Kalau itu sudah terpenuhi maka hukuman yang setimpal untuk Jokowi adalah \"Hukuman Mati\". (*)

Ghost Riders di Km 50

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Dalam acara reuni 212 di Monas kemarin butir penting ceramah Habib Rizieq Shihab (HRS) antara lain menyinggung bau anyir Km 50 di Kabinet Prabowo. Artinya pelaku atau mereka yang terlibat dalam pembantaian 6 pengawal HRS yang dikenal dengan peristiwa Km 50 itu masih berkeliaran bahkan nyaman berada dalam barisan Prabowo. HRS mendesak agar Prabowo melakukan pembersihan. Proses hukum Km 50 belum tuntas meski sudah ada dua anggota Polisi yang diproses. Lucunya vonis hakim membuat keduanya lepas merdeka. Peradilan dinilai hanya dagelan atau sandiwara. Para pembantai yang  sesungguhnya masih berkeliaran dan bersiul-siul di udara bebas. Mereka mendapat perlindungan dari banyak pihak. Maklum kejahatan terencana ini adalah pembunuhan politik.  Penuntasan kasus menjadi tuntutan umat sebagaimana taushiyah HRS. Pembantaian bukan mainan, tetapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan secara sistematis. Pelanggaran HAM berat namanya. Ini menjadi kompetensi Pengadilan HAM untuk proses hukumnya sebagaimana diamanatkan oleh UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Di samping novum yang sudah ada, upaya politik lewat hak angket, Komnas HAM baru bergerak, serta pengaduan Internasional, maka kerja Komnas HAM lama meskipun \"belepotan\" namun rekomendasinya belum dijalankan semua oleh Penyidik. Di antaranya soal penumpang \"hantu\" dalam mobil \"misterius\". Narasi rekomendasi Komnas HAM  mengenai hal itu adalah : \"Mendalami dan melakukan penegakan hukum orang-orang yang terdapat dalam mobil Avanza hitam B 1739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD\". Jelas sekali bahwa Komnas HAM menilai bahwa orang-orang ini menjadi bagian penting  dari pelaku pembunuhan atau pembantaian tersebut. Mereka tidak tersentuh padahal semestinya Penyidik \"Mendalami dan melakukan penegakan hukum\". Orang-orang dalam mobil Avanza tersebut menurut Komnas HAM adalah personal \"instansi lain\" bukan dari Kepolisian.  Mengingat rekomendasi belum dilaksanakan, maka Kapolri memiliki hutang yang belum dilunasi hingga kini. Saatnya membuka kasus Km 50 kembali dengan memulai \"mendalami\" para penumpang pada dua mobil yang membuntuti dan menembak pengawal HRS di jalur interchange Karawang Barat. Mulai menembak di depan Masjid Al Ghamar, Kantor Muhammadiyah Karawang. Komnas HAM menemukan selongsong peluru di jalan depan Masjid tersebut. Para penumpang \"Ghost Riders\" mobil Avanza  bernomor B 1739 PWQ dan B 1278 KJD diduga kuat menjadi pembunuh dan penganiaya para syuhada. Kedua mobil ini yang terus membuntuti mobil Chevrolet B 2152 TBN yang ditumpangi 6 pengawal HRS sejak awal di Sentul hingga keluar Gerbang Tol Karawang Timur lalu di dalam kota Karawang hingga kembali masuk Tol Jakarta Cikampek melalui Gerbang Tol Karawang Barat. Pengejaran terhenti di Km 50. Keenamnya ditemukan terbunuh dengan luka penyiksaan. Diduga dibunuh dan disiksa bukan di Km 50 tetapi di suatu tempat dimana keenamnya dibawa. Namun seorang wartawan yang menginvestigasi menyebut ada saksi yang menyatakan 2 orang ditembak di rest area Km 50 dan jenazahnya  dimasukkan  ke dalam ambulans sedangkan 4 orang lagi masih hidup lalu dibawa entah kemana.  \"Ghost Riders\" mobil pembuntut nampaknya dilindungi dan disembunyikan hingga tidak disentuh. Personal yang  dikorbankan justru dua orang Polisi yaitu Fikri Ramadhani dan Yusmin Ohorella, yang kemungkinan oleh operasi \"Pasukan Sambo\" berhasil divonis Pengadilan \"dilepas dari segala tuntutan hukum\" (onslag van recht vervolging). \"Ghost Riders\" satu lagi adalah penumpang Land Cruiser hitam yang diduga menjadi \"Komandan Operasi\". Land Cruiser itu diakui milik Kepolisian. Enam pengawal HRS berpindah mobil setelah Land Cruiser hitam itu datang di Km 50. CCTV tidak merekamnya, belakangan diketahui CCTV di Km 50 dirusak oleh AKBP Ary Cahya Nugraha (Acay) sebagaimana pengakuan di Pengadilan dalam kasus Ferdy Sambo. Jika kasus Km 50 dibuka kembali, maka pengusutan dapat dimulai dari mengungkap siapa \"Ghost Riders\" dari mobil Avanza hitam B  1739 PWQ, Avanza silver B 1278 KJD, dan Land Cruiser hitam. Pengungkapan seperti ini bukan hal yang sulit bagi seorang Penyidik. (*)

Gerakan 212 dan Palestina

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  Isu mutakhir Palestina adalah Putusan International Criminal Court (ICC) yang memerintahkan penangkapan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant Menhan Israel.  124 Negara anggota ICC berkewajiban untuk menjalankan keputusan peradilan internasional tersebut. Amerika dan negara-negara pro-Israel tentu keberatan atas kejutan ini. Benjamin Netanyahu menjadi buronan internasional. Seruan Free Palestine harus semakin kuat digaungkan membarengi keputusan ICC. Bukti bahwa secara hukum Zionis Israel itu salah sekaligus sebagai pelaku dari kejahatan kemanusian. Dunia yang berpihak kepada Palestina optimis bahwa kemerdekaan bangsa Palestina sudah dekat. Gelombang dukungan penting untuk akselerasi, tidak terkecuali dari negara dan rakyat Indonesia.  Reuni 212 yang mengambil tema Revolusi Akhlak untuk Indonesia Berkah dan Palestina harus dilihat dari kacamata juang bukan romantisme atau nostalgia semata. Ruh gerakan 212 yang dahulu harus terbangun kembali. Gerakan tentu berbeda dengan kumpulan atau kerumunan apalagi hanya rekreasi ke satu obyek wisata.  Monumen Nasional (Monas) adalah monumen perjuangan kemerdekaan, kejayaan dan kesejahteraan. Api emas membakar hegemoni dan arogansi. Kegemilangan untuk  mengubah penderitaan. Indonesia berkah dan Palestina usir penjajah. Palestina itu Indonesia dan Indonesia juga Palestina. Kemerdekaan menjadi hak segala bangsa karenanya penjajahan harus hapus di muka bumi. Zionis Israel adalah musuh bersama umat manusia. Melawan penjajah sulit dilakukan secara kompromistis atau evolusioner, pendekatan seperti ini hanya memperkokoh penjajahan. Artinya harus ada perlawanan serius karena dengan perlawanan maka penjajah dapat dipaksa pergi. Revolusi senantiasa menjadi jalan yang efektif.  Revolusi akhlak berdimensi agama. Istilah ini dikenalkan oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) karenanya HRS yang tentu lebih faham akan makna dan strategi pelaksanaanya. Akan tetapi terma revolusi dan akhlak dapat diinterpretasi secara lebih umum. Merujuk pada ucapan Nabi bahwa Beliau SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak.  Misi kenabian  yang utuh dan menyeluruh memberi pengertian bahwa akhlak itu komprehensif dan bersifat multi dimensional. Apalagi ditegaskan bahwa akhlak Nabi adalah Qur\'an. Qur\'an mencakup seluruh aspek kehdupan. Revolusi akhlak berakar pada pembenahan nilai-nilai moral yang rusak di masyarakat dan bangsa Indonesia baik moral hukum, budaya, ekonomi, politik dan lainnya. Gerakan 212 dan perjuangan bangsa Palestina memiliki pirisan penting, antara lain :  Pertama, anti kezaliman. Zionis yang zalim serupa dengan rezim zalim Jokowi saat mendukung Ahok. 212 saat ini juga  tidak boleh lepas dari perjuangan melawan kezaliman baik zionis maupun rezim siapapun. Kedua, agama sebagai basis dan sasaran lawan. Zionis Israel pendukung Yahudi radikal bertekad untuk menghancurkan Islam. Di negeri ini agama tidak menjadi sokoguru, bahkan cenderung dipinggirkan digantikan faham sekuler dan klenik-klenik. Ketiga, Benjamin Netanyahu terkena sanksi ICC atas kejahatan kemanusiaan, maka para pelanggar HAM berat di Indonesia mesti mendapat sanksi tegas,  penanggungjawab pembunuhan politik patut dihukum berat. Jokowi layak dihukum mati. Reuni 212 hari Senin 1 Desember 2024  berkumpul umat Islam di Monas untuk berjuang bersama agar Palestina segera merdeka. Indonesia memiliki pemimpin yang amanah dan adil sehingga bangsa ini mendapat berkah dari Allah SWT. (*)

Lentera Indonesia Akan Padam: Lawan dan Hancurkan Penjajah Gaya Baru

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  INDONESIA adalah lentera Ibu Pertiwi, dengan pengorbanan jiwa, raga dan nyawa untuk menyalakan lentera kemerdekaan membebaskan diri dari penjajahan. Di awal kemerdekaan negeri ini dipenuhi cahaya lentera. Setiap lentera melambangkan suara keberanian melawan penjajah (ketidakadilan). Membahana suara lantang \"Merdeka - Merdeka - Merdeka\". Dalam perjalanan waktu Nusantara  yang dulu terang benderang akan menjadi gelap gulita, ketika penjajah datang kembali. Ini terjadi karena anak bangsa memilih kenyamanan, semua diam bahkan di paksa diam oleh para penguasa bangsanya sendiri  yang telah metamorfosa menjadi boneka, badut, penjilat penjajah gaya baru. ETNOLOG Belanda Profesor Veth pernah mencela rakyat negeri ini seperti \"rakyat kambing yang semangat harimaunya sudah dijinakkan sampai ke kutu-kutunya, karena bekerjanya obat tidur penjajahan\". Penjajah gaya baru lebih sadis, kejam dan mengerikan merampas tanah rakyat dengan mengusir, menyiksa dan tak segan segan membunuh kaum pribumi, lebih gila eksekusi dilakukan oleh algojo didikan Taipan Oligarki yang telah menjadi serigalanya. Awal petaka datang karena orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah. Mantan Presiden Jokowi boneka Oligarki diminta membuat program pemerintah dengan dalih Proyek Strategis Nasional (PSN) penjajah leluasa memangsa, merebut, melumpuhkan dan menganeksasi kedaulatan NKRI. Tersisa pejuang penjilat  menjadi herder (oknum aparat keamanan  baris bersenjata bersama para gabungan anal liar) yang sedang mengais remah remah dari Taipan Oligarki, siap mengusir dan memaksa kaum pribumi hengkang dari tempat tinggalnya. Inilah kebodohan, ketololan, kedunguan yang membawa bencana Indonesia akan di paksa membubarkan diri. Kesalahan terbesar adalah diam saat melihat ketidakadilan.  Diam saat melihat ketidakadilan adalah pengkhianatan terhadap nurani manusia. Ketika kita membiarkan ketidakadilan terjadi, bukan hanya korban yang menderita, tetapi kita juga kehilangan bagian dari kemanusiaan kita sebagai bangsa Indonesia. Diam berarti setuju, itu seperti menonton api yang membakar rumah orang lain tanpa berusaha memadamkannya, lupa bahwa api itu bisa merambat ke rumah kita sendiri. Ketidakadilan tidak pernah membutuhkan banyak pelaku untuk tumbuh, ia hanya butuh saksi-saksi bisu yang bungkam.  Semua Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak ada niat kebaikan berdalih TATA RUANG, itu semua tipuan. TOLAK, TOLAK DAN TOLAK semua yang berdalih PSN. Jangan takut berdiri melawan ketidakadilan, karena setiap langkah kecil menuju keadilan membela kedaulatan negara adalah langkah besar mempertahankan  kedaulatan NKRI. Lentera Ibu Pertiwi akan di padamkan, itu akan terjadi. Selamatkan Indonesia, Pertahanan Lentera Indonesia :   It\'s now or never .. Tomorrow will be to late (sekarang atau tidak pernah - besok atau semua terlambat). (*)