OPINI
Jokowi Hancurkan Lembaga Peradilan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan LUAR biasa kerja, kerja dan kerja Jokowi. Sukses dalam merusak perangkat maupun aparat. Demi anak semua dibabat. Gurita pun berhasil mencengkeram kuat-kuat. Tidak takut akan kemarahan rakyat, apalagi sekedar sumpah serapah kualat. Jokowi memang sudah nekat. Demi Kaesang yang ingin maju Pilkada, maka Mahkamah Agung (MA) pun diperalat. Putusan soal persyaratan usia yang diubah bukan murni kepentingan hukum apalagi kepentingan rakyat. Ini kepentingan politik, kepentingan Istana, kepentingan Jokowi. Anak TK juga tahu akan disain nepotisme seperti itu. Politik dinasti Jokowi memang bukan basa-basi lagi tetapi telah menjadi bukti. Putusan MA No 23/P/HUM/2024 tanggal 29 Mei 2024 yang mengabulkan gugatan Ketum Partai Garuda mengenai batasan usia calon kepala daerah jelas untuk kepentingan Kaesang bin Jokowi. Kaesang bisa memenuhi syarat untuk menjadi Cagub jika usia 30 tahun dihitung sejak pelantikan. Andai aturan PKPU lama digunakan maka Kaesang tidak akan memenuhi syarat. Putusan MA ini bukan hanya lucu dan mengada-ada tetapi juga brutal. Bentuk dari vandalisme hukum. Sungguh brutal kerja Jokowi. Setelah menghancurkan MK dengan Putusan No 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran bin Jokowi, maka kini MA yang dihancurkan untuk meloloskan Kaesang bin Jokowi. Sempurna sudah hancurnya lembaga-lembaga peradilan di Indonesia di bawah kepentingan Jokowi dan keluarganya. Soal otak atik ijazah palsu, Jokowi melalui PN Surakarta sukses memenjarakan Bambang Tri dan Gus Nur. Gugatan Perdata melalui PN Jakarta Pusat dibantai dengan NO bahwa Pengadilan tidak berwenang. Proses aduan tindak pidana nepotisme Jokowi, Iriana, Anwar Usman dan Gibran ke Mabes Polri juga jauh dari meningkat ke proses peradilan. Rusak MA, rusak MK, rusak KPU, rusak Bawaslu dan rusak banyak lembaga termasuk DPR karena \"nila setitik\" kepentingan Jokowi. Negara Indonesia telah menjadi rusak berantakan oleh kerja \"nila setitik\". Dengan pola kepemimpinan feodal, oligarkis dan terpimpin seperti ini maka \"nila setitik\" mudah untuk berubah menjadi \"nila sebelanga\". 10 tahun memerintah Jokowi mampu menebar banyak racun bagi bangsa Indonesia. Lagu Koes Plus bagai utopia saja\"Bukan lautan hanya kolam susu//Kail dan jala cukup menghidupmu//Tiada badai, tiada topan kau temui//Ikan dan udang menghampiri dirimu\". Yang terjadi adalah kolam itu telah berisi katak-katak beracun yang menjijikkan, kail dan jala yang mencekik kehidupan rakyat, badai topan di mana-mana memporakporandakan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, serta skandal-skandal yang terus menghampiri. Skandal pajak 349 trilyun, skandal timah 271 trilyun, skandal bansos, tapera dan lainnya. Negara Hukum menurut Konstitusi telah habis diinjak-injak Jokowi. Tidak ada rasa malu apalagi dosa. Di balik wajah \"ndeso\", ada nafsu \"rakseso\" yang selalu bikin \"goro-goro\". Bagai tari \"rakseso desa salamrejo\" berakhir dengan kesurupan sang rakseso. Sungguh ciloko, negara ini dipimpin oleh para rakseso yang sedang kesurupan. Jika didemo ia menghilang, mungkin karena hutangnya yang terlalu banyak kepada rakyat. \"Ono papat wong sing iso ngilang. Pertama malaikat, keloro jin, ketelu setan, kepapat wong utang ra gelem nyaur\" (Ada empat yang bisa menghilang. Pertama malaikat, kedua jin, ketiga, setan, dan keempat manusia yang banyak hutang tidak mau bayar.) Menghilang dan terus berbohong. \"Ngapusi kui hakmu. Nek kewajibanku mung etok-etok ora ngerti yen mbok apusi\". Inilah akhirnya, Berbohong adalah hakmu. Kewajibanku hanya pura-pura tidak tahu sedang kau bohongi. Pak Jokowi, anda bohong dengan Putusan MK dan Putusan MA. Demikian pula Kepres No 24 Tahun 2016 adalah kebohongan. 1 Juni 1945 bukan hari lahir Pancasila, hari lahir Pancasila itu pada tanggal 22 Juni 1945, atau sebagaimana yang sudah disepakati, yakni 18 Agustus 1945. (*)
Dosa-dosa Hitam Jokowi
Oleh Sutoyo Abadi & Panji Laras | Kajian Politik Merah Putih Sesuai Maklumat Jogjakarta point 3 : Apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan di luar kendali UUD 45 dan Pancasila, maka keadaan yang tidak terkendali harus diserahkan kembali kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di ahir masa jabatannya sebagai Presiden, Jokowi akan menorehkan catatan hitam yang tidak akan bisa di hapus, dilupakan atau ditelan oleh perjalanan waktu. Sangat mungkin berdampak hukum akan menimpanya dirinya. Tak pelak dampak kerusakannya akan menjadi beban negara dan rakyat Indonesia. Tim kecil berusaha menelusuri tindakan dan kebijakan Jokowi yang di luar kendali UUD 45 dan Pancasila, terlacak beberapa kebijakan yang merupakan dosa hitamnya, antara lain: 1. Regulasi dan kebijakan pemerintah selalu diputuskan melalui mekanisme yang jauh dari jangkauan publik dan kepentingan rakyat. 2. Kebijakan asal asalan KA Cepat Jakarta - Bandung, akan berdampak buruk dan sangat tidak diperlukan oleh dan untuk rakyat. 3. Proses penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang tidak memperhatikan Accountability, Participation, Predictability, and Transparency. 4. Brutal dan represif dalam menyikapi pendapat dan aspirasi di ruang publik. 5. Ada 622 pelanggaran dan serangan terhadap kebebasan sipil meliputi kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai. 6. Penyempitan kebebasan ruang sipil di ranah digital. 7. Ada 89 peristiwa berkaitan dengan UU ITE, baik penangkapan, pelaporan, hingga pemenjaraan dengan total 101 korban. 8. Masifnya pembangunan dan Proyek Strategis Nasional yang memicu konflik terhadap masyarakat, perampasan tanah dan pengusiran warga dari tempat tinggalnya. 9. Ada 964 peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di sektor sumber daya alam dan pembangunan. 10. Politik berkepihakan terhadap pemilik modal secara terang-terangan. 11. Memberikan \"karpet merah\" bagi kepentingan oligarki. 12. Aktor terbesar dalam konflik agraria; swasta 732 peristiwa, kepolisian 178 peristiwa, pemerintah 113 peristiwa, dan TNI 20 peristiwa. Contohnya kericuhan di Pulau Rempang, ada konflik di wilayah adat masyarakat Seruyan. 13. Empat tahun pemerintahan Jokowi kultur kekerasan dan militeristik yang muncul secara terang-terangan. 14. Aktor-aktor keamanan dijadikan sebagai \"senjata\" untuk menyelesaikan berbagai masalah. 15. Gagalnya Jokowi melakukan pembenahan terhadap Polri. Gagal Merevisi UU Peradilan Militer dan potensi menguatnya militerisme. 16. Akuntabilitas BIN dan penyalahgunaan intelijen. 17. Dalam banyak kasus, hukum dijadikan sebagai alat penguasa untuk melakukan pembungkaman. 18. Ketidaknetralan dan politik cawe-cawe Jokowi dalam kajian ketatanegaraan merupakan bentuk penyimpangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi. 19. Sudah 10 tahun dan dua putaran UPR, Indonesia belum juga meratifikasi OPCAT untuk isu penyiksaan dan ICPPED pada isu penghilangan paksa. 20. Melakukan kecurangan Pemilu dengan brutal dan TSM (terstruktur, sistemik, masif). 21. Menggunakan ijazah yang diduga palsu, berkali kali sidang di pengadilan mengalami jalan buntu tanpa bukti ijazah asli Jokowi. 22. Kriminalisasi ulama dan pendakwah yang vokal menegakkan amar ma\'ruf dan nahi munkar. 23. Bertanggung jawab atas terjadinya pembunuhan di berbagai tempat selama rezim Jokowi berkuasa (al. kasus KM 50). 24. Mem- back up terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. 25. Membungkam dan menjadikan DPR hanya jadi tukang stempel pemerintah. 26. Menyandera para Ketum Parpol. 27. Mematikan fungsi oposisi. 28. Membiarkan macam-macam mafia ikut mengatur kebijakan pemerintah. 29. Menghidupkan kembali paham komunisme. 30. Membiarkan negara dijajah oleh China komunis. Bahkan membebaskan China membangun pemukinan khusus dengan dalih pembangunan reklamasi pantai. 31. Secara tidak langsung Presiden Jokowi bermain halus menggerogoti APBN untuk kepentingan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. 32. Jokowi dinilai membangun politik dinasti sebagai salah satu cara upaya dari penguasa untuk melanjutkan kekuasaannya dengan berbagai cara. 33. Menghidupkan kembali pemerintah otoroter. Tahun 1998 mahasiswa sudah berhasil melakukan pergerakan untuk mewujudkan reformasi, tapi hari ini cita-cita reformasi terancam padam dan gagal. 34. Adanya pelemahan pemberantasan korupsi dan melindungi para koruptor. Akan berdampak terhadap kestabilan negara, berdampak pada praktik-praktik korupsi merebak kemana mana 35. Jokowi dinilai abai kepada kesejahteraan masyarakat. Kinerja para pejabat publik tidak mengendepankan fungsinya sebagai public service. 36. Melabrak aturan dan UU melalui tangan Paman Usman di MK, demi politik dinastinya. 37. Jokowi adalah pengkhianat terhadap gerakan Reformasi 1998. . 38. Jokowi membiarkan Kaesang menjadi Ketua Umum sebuah parpol padahal belum lama menjadi anggota Parpol PSI. Ternyata ada misi politik donastinya untuk menjadi Gibernur 39. Bersama DPR mengesahkan UU DKJ yang bakal memberi kekuasaan besar kepada Gibran di wilayah Aglomerasi. 40. Membuat UU Penyiaran yang akan memberangus kebebasan pers seperti zaman Orde Baru. 41. Bersama dengan DPR Jokowi hendak merevisi UU MK (yang pernah ditolak Mahfud MD), tujuannya untuk menyingkirkan orang-orang berintegritas, sama seperti dilemahkannya KPK. 42. Melalui Mendikbud mengubah macam isi kurikulum berbau komunis. Menaikkan biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) hingga 500%. 43. Melalui Menko Marinves, Luhut Binsar Panjaitan, Jokowi menyediakan 1 juta hektar lahan untuk digarap petani China (yang diduga kuat adalah Tentara Merah China), menambah jumlah tentara China yang sebelumnya masuk lewat TKA China”. 44. Melalui Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, pajak di sektor ekonomi bakal naik sampai 12%, semuanya bakal kena pajak. 45.Tarif Dasar Listrik, BBM terus naik tidak peduli ekonomi rakyat yang makin silit. 46. Hampir semua harga barang (dan jasa) bakal naik, sedangkan pendapatan tetap, PHK massal terus terjadi, dan peluang kerja sangat sulit terutama setelah membanjirnya TKA China. 47. Di era Jokowi, China sangat diistimewakan termasuk ideologi komunis mulai merongrong ideologi Pancasila. 48. Kebijakan penanganan pandemi covid-19 yang simpang siur, justru di gunakan untuk kepentingan politiknya. 49. Masifnya penggunaan pasal-pasal karet untuk membungkam kebebasan berekspresi. 50. Institusi polri digunakan sebagai pelindung kekuasaan yang akhirnya mengucilkan perlindungan terhadap rakyat. 51.Tidak serius melaksanakan agenda pemberantasan korupsi hingga melemahkan KPK. 52. Pengesahan UU Cipta Kerja melalui mekanisme omnibus law merupakan tren buruk dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. 53. Dinyatakan bersalah atas buruknya kualitas udara, tapi presiden justru mengajukan banding. 54. Minimnya perlindungan hukum dan HAM dalam praktik buruk pinjaman online (pinjol). 55. Persoalan Papua: dari otonomi khusus jilid ii, diskriminasi hingga kriminalisasi terhadap aktivis Papua semakin masif. 56. Mandeknya pembahasan RUU PKS dan RUU PRT menunjukkan pemerintah tidak tegas memberikan perlindungan terhadap warga negara. 57. Watak buruk dan berbahaya pembanguna proyek dengan dalih Proyek Strategis Nasional ( PSN ). 58. Minimnya perlindungan negara terhadap pekerja migran di luar negeri. 59. Pepesan kosong janji untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. Bahkan akan memberikan ganti rugi dan mengampuni kekejaman PKI sebagai korban. 60. Gagap dalam melakukan penanggulangan berbagai bencana alam. 61. (1) Beberapa proses yang tak lazim dalam pembentukan UU Cipta Kerja, tidak ada naskah akademik; (2) Ribuan halaman RUU Cipta Kerja dibahas dalam waktu sangat singkat dan cenderung berubah-ubah; (3) UU Cipta Kerja malah memandatkan pemerintah untuk melahirkan ratusan peraturan pelaksana baru; (4) UU Cipta Kerja banyak yang melayani kepentingan korporasi, salah satunya Pasal 57 yang mengubah Pasal 162 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ). (5)UU Cipta Kerja semakin memberi kewenangan yang besar terhadap Polri karena bisa menerbitkan perizinan berusaha sekaligus pendidikan dan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; (6) UU Cipta Kerja juga mengatur ketentuan yang berpotensi mendorong Polri lebih represif, antara lain mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; (7) UU Cipta Kerja hanya memberikan ilusi investasi. 62. Utang negara yang ugal ugalan beresiko gagal bayar dan menyitaan aset negara. 63. Pemindahan dan pembangunan IKN yang diserahkan ke pihak asing (khususnya China) sama dengan menjual ke daulatan negara dan takluk kepada penjajah gaya baru. 64. Polemik terkait nasib warga Kampung Susun Bayam, Jakarta, diusir oleh sekelompok petugas keamanan pada Selasa (21/5/2024). Tindakan semena mena, tidak mausiawi demi kepentingan penjajah gaya baru. 65. Program pemerintah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mendapat penolakan masyarakatbukan karena dinilai memberatkan pekerja. Tetapi melanggar konstitusi. 66. Jokowi begitu mudah mengubah dan membuat Keppres, UU, Perpu sesuai keinginan penjajah gaya baru tidak peduli merugikan rakyat. Kondisi tersebut otomatis akan menjadi beban berat bagi siapapun Presiden yang akan meneruskan estafet sebagai Presiden selanjutnya. Konsekuensi lebih lanjut Jokowi harus siap menerima resiko seberat beratnya atas kebijakan yang menyimpang dari Konstitusi UUD 45 dan Pancasila. Sesuai point 4 \"Maklumat Jogjakatta\" : \"Dalam kondisi darurat Revolusi Rakyat adalah salah satu cara yang syah menentukan dan mengambil kebijakan negara sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia\" Inisiator, Penggagas dan Pencetus Maklumat Yogjakarta, 18 Mei 2024, antara lain: - Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto- Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A.- Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D. (*)
Dugaan Market Manipulation pada Harga Saham BREN Milik Prajogo Pangestu (Bagian-1)
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN PERHATIAN besar masyarakat dan pemerhati pasar modal Indonesia hari-hari ini tertuju pada saham PT Barito Renewalbes Energi Tbk. Penyebabnya terlalu banyak keanehan dan kejanggalan pada saham milik taipan Prajogo Pangestu tersebut. Aneh tapi nyata terjadi. “Tak percaya, tapi ini terjadi”, begitulah penggalan bait lagu “Tenda Biru” yang dinyanyikan Dessy Ratnasari. Dugaan terjadinya goreng-menggoreng harga saham dengan kode BREN itulah yang kini menyita perhatian pelaku pasar modal. Anehnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator pasar modal diam seribu bahasa. Sikap yang sama terjadi pada otoritas bursa efek PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham PT Barito Renewables Energy ketika ditawarkan kepada investor pertama kali dijual dengan harga Rp 780 per satu saham. Ketika diperjual-belikan di lantai Bursa Efek Indonesia tanggal 9 Oktober 2023 masih dengan harga Rp 780 per satu saham. Anehanya, hanya dalam kurun delapan bulan sebelas hari saja harga saham emiten ini telah mencapai Rp 11.250 per satu saham. Wajarkah semua ini? Sangat sangat dan sangat luar biasa dahsyat kenaikan harga saham BREN. Naiknya itu sampai mencapai 1.342%. Muncul pertanyaan yang menggelitik adalah di mana saja regulator pasar modal OJK bersembunyi? Begitu juga dengan regulator bursa efek. Kira-kira Direksi PT BEI lagi melarikan diri atau bersembunyi di hutan belantara mana ya? Apakah mungkin entitas publik milik negara yang bernama OJK dan PT BEI sedang minum-minum kopi dengan Mas Harun Masiku? Padahal Mas Harun Masiku masih tetap sembunyi dengan aman dan nyaman sampai hari ini di tempat persembunyiannya. Bahkan mungkin saja Mas Harun Masiku lagi melakukan transaksi saham Barito Renewalbes Energi melalui internet. Sampai hari ini OJK dan PT BEI terkesan masih diam-diam saja? Mungkinkah aksi goreng-menggoreng saham PT Barito Renewables Energi Tbk yang terkesan lucu dan menjijikkan ini sudah sepengetahuan OJK dan PT BEI? Apakah OJK dan PT BEI berpura-pura diam, sehingga terkesan aman-aman saja? Di mana saja itu barang yang namanya “public disclousure” yang telah dijadikan ruhnya pasar modal Indonesia dan pasar modal dunia tersebut diletakkan? Apakah OJK dan PT BEI sedang bermain-main, bercanda-candaan, bahkan berjudi dengan nasib pasar modal Indonesia? Padahal pasar modal Indonesia itu menjadi salah satu indikator utama ekonomi bangsa kita? Kalau OJK masih begini, maka mungkin saja ini menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk Presiden Prabowo Subianto membubarkan OJK saja nantinya. Toh hasilnya tidak bagus-bagus amat juga itu kerja OJK. Malah OJK diduga menjadi preman dan mafia di pasar modal, mafia asuransi, dan mafia perbankan itu. Kalau ada kemauan, tidak terlalu sulit bagi OJK dan PT BEI untuk mendeteksi dan membungkam mereka yang diduga pelaku utama aksi goreng-menggoreng saham di lantai bursa Indonesia. Termasuk saham Barito Renewables Energy milik Prajogo Pangestu. Kemungkinan aktor utamanya masih pemain lama. Dua di antaranya diduga mantan direksi BUMN, yaitu mantan Durut PT Danareksa dan mantan Dirut PT Bahana Usaha Pembiayaan. Kedua aktor ini sekarang masuk daftar orang kaya Indonesia. Dua mantan Dirut BUMN ini sepak-terjangnya di pasar modal Indonesia terkenal sangat lihai dan rapi bermain. Mereka berdua beraksi goreng-menggoreng saham sejak Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dijabat Marzuki Usman sampai dengan Jusuf Anwar (almarhum). Saking asyiknya melakukan aksi menggoreng-goreng saham, pernah Ketua Bapepam Jusuf Anwar menangkap basah Dirut PT Danareksa. Kenaikan harga saham PT Barito Renewalbes Energi ini terkesan sepertinya sesuai aturan regulasi yang berlaku di bursal Indonesia. Namun dugaan goreng-menggoreng sangat dominan. Dugaan bau market manipulation juga sangat kental. Potensi terjadi pelanggaran terhadap pasal 91 dan 92 Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995. Pasal 104 pidana pasar modal sudah waktunya diberlakukan. (Bersambung) *) Penulis Mantan Pendiri Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Capital Market Journalist Club (CMJC)
Otonomi Khusus Jawa Barat, Siapapun Pemimpinnya
Oleh M Rizal Fadilllah | Mantan Anggota DPRD Jawa Barat Mungkin pilihan Jawa Barat merdeka terlalu jauh, karenanya jalan terdekat agar Jawa Barat dapat melompat lebih maju, mandiri dan sejahtera adalah Otonomi Khusus. Jawa Barat sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Pusat. Keluhuran budaya dan nilai-nilai keagamaan masyarakat Jawa Barat perlu untuk diakui kekhususannya. Jawa Barat sebagai daerah penyangga ibu kota DKI Jakarta telah berkontribusi besar bagi perkembangan Ibu Kota. Kini Ibu Kota telah diundangkan untuk pindah ke Kaltim. Jakarta berstatus Daerah Khusus saja. Jawa Barat tentu prihatin atas pencopotan status Ibu Kota Jakarta. Saatnya memikirkan penggabungan kembali sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah saat Jawa Barat, Jakarta dan Banten bersatu dalam Negara Pasundan. Sebelum terlalu jauh melangkah, ada baiknya Jawa Barat diberi penghargaan sebagai daerah yang berposisi strategis. Untuk itu Daerah Otonomi Khusus layak untuk disematkan kepada Jawa Barat. Akar kesejarahan yang lekat dengan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Pajajaran menjadi dasar bagi kekhasan budaya Jawa Barat. Nilai budaya Sunda yang luhur. Kesultanan Cirebon kental dengan nilai keagamaan. Di bawah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati Kesultanan Cirebon berkembang dan memasuki masa keemasannya. Begitu juga dengan Kerajaan Islam Sumedang Larang di Sumedang, Majalengka dan Subang. Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Aji Putih. Haji pertama di Jawa Barat adalah Bratalegawa putera Bunisora Raja Kerajaan Galuh. Prabu Kiansantang putera Prabu Siliwangi menjadi penyebar agama dan bergelar Syech Rohmat Suci. Begitu juga dengan putera kedua Prabu Siliwangi yaitu Nyi Rara Santang atau Hajjah Syarifah Mudaim tidak lain adalah ibu dari Sunan Gunung Jati. Dengan demikian sejak dahulu hingga kini Jawa Barat memiliki kekhasan dari sisi budaya dan agama. Oleh karenanya demi kemajuan Jawa Barat dengan tingkat kemandirian yang tinggi, maka sudah sepatutnya Jawa Barat menjadi Daerah dengan status jelas dan tegas \"Otonomi Khusus\". Fenomena Pemerintahan kini yang sentralistik dinilai sangat merugikan Jawa Barat, karenanya Otonomi Khusus menjadi opsi absolut bagi kemajuan Jawa Barat. Kebijakan Otonomi yang diberikan kepada Kabupaten/Kota dinilai memecahbelah dan tidak konstruktif bagi Provinsi. Keuntungan besar justru didapat oleh Pemerintah Pusat. Motto yang sudah bagus dahulu saat menjadi Negara Pasundan patut untuk dipakai atau sekurangnya direvitalisasi sebagai filosofi : \"Gemah Ripah, Pasir Wukir, Loh Jinawi\" (Kemakmuran dan kegembiraan dari lautan hingga gunung membuat semua orang sejahtera dan panjang umur). Kini di tengah deru Pemilu Kepala Daerah termasuk pemilihan Gubernur Jawa Barat, maka masyarakat Jawa Barat harus mengamanatkan kepada siapapun yang turut berkompetisi agar menjadikan Otonomi Khusus Jawa Barat sebagai misi perjuangannya. Jika \"letoy\" atau sekedar berlomba untuk menikmati jabatan, maka rakyat Jawa Barat jangan memilih pemimpin model tukang \"cari aman\" seperti ini. Ia bukan pejuang bagi kemajuan, kesejahteraan dan kemandirian Jawa Barat. Apalagi jika lebih kental untuk menjadi boneka Pusat ketimbang pemimpin Daerah. Jawa Barat tidak butuh pemimpin yang letoy, gemoy dan geboy. Pemimpin pesolek yang semata gemar pada pencitraan. \"Ngan loba gaya euweuh kabisa jeung teu boga kawani\" (cuma banyak gaya tidak punya kemampuan dan keberanian). (*)
Jokowi: Kaduk Wani Kurang Duga
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Kaduk artinya berlebihan, \"Wani\" (berani), keberanianya \"Kurang Duga\" (kurang bahkan tidak pakai perhitungan). Tindakan atau kebijakan yang keladuk dimaknai tindakannya terlalu berlebihan, sehingga kalimatnya menjadi \"Keladuk Wani Kurang Duga\", dengan arti yang sama yaitu bertindak asal asalan, diluar batas kemampuanya. Ada yang menyamakan Kaduk Wani Kurang Duga dengan \"hantam krama, hantam dulu urusan belakang\" meskipun pada keduanya sebenarnya ada perbedaan. Hantam dulu urusan belakang, mungkin dilakukan dengan perhitungan. Persamaannya adalah sama-sama tidak peduli terhadap kerugian dan penderitaan orang yang menjadi korban. Pitutur (petunjuk) ini mengajari kita bahwa perilaku demikian adalah perilaku buruk. Sifat ini sangat berbahaya untuk seorang yang memiliki jabatan strategis apalagi menyandang sebagai kepala negara, dengan kemampuan minimalis, tidak memiliki cipta, rasa dan karsa berbasis keilmuan bahkan kosong kognitif dan afektifnya tentang nilai nilai sejarah liku liku perjuangan yang mendirikan negara, karena Jokowi memang bukan seorang pejuang. Pikiran, ucapan dan prilakunya hanya akan mengandalkan kekuatan dari luar dirinnya sebagai boneka, hanya akan berbuat, berjalan dan bertindak sesuai remot yang mengendalikannya. Dengan bekal asal berani dengan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman minimalis harus mengelola negara di pastikan, akan mendatangkan kerusakan, kehancuran dan rakyat akan menjadi korbannya. Telah kita saksikan kerusakan kehidupan bernegara telah sampai, menyentuh dan membahayakan kehidupan rakyat, Jokowi mengaku diri sebagai pahlawan seperti katak dalam tempurung. Betapa banyak kejadian mulai membusuk akibat dosa dosa Jokowi dalam mengelola dan mengendalikan negara akibat perilaku \"kaduk wani kurang duga\" Perbuatan itu tidak hanya merugikan korbannya, tetapi Jokowi di pastikan akan memanggung akibatnya harus menyandang Presiden terburuk dan brutal. Presiden paling menjijikkan karena memiliki sifat khianat, munafik dan selingkuh yang dilakukan terhadap negara dan warganegaranya. Tiga kelakuan ini diartikan sebagai penghianat terhadap konstitusi negara. Maka, pelakunya disebut penjahat negara, makar dan musuh abadi kenegaraan (enemy of the state).***
Mafia Skandal Timah Kerja Keras Perlebar Episentrum
Oleh Kisman Latumakulita | Wartawan Senior FNN SETELAH Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan mengenai sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres), perhatian publik kini tertuju ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung, kantornya Jaksa Agung Muda Tinda Pidana Khusus (Jampusus) yang menangani korupsi di PT Timah Tbk. Dugaan nilai kerugiannya terbesar sejak Indonesia merdeka 79 tahun lalu, sejak 17 Agustus 1945. Awalnya Jampidsus Febrie Adriansyah mengumumkan duagaan kerugian negara hanya Rp 271 saja. Namun hari ini (Rabu, 29 Mei 2024) Jaksa Agung ST Burhanuddin mengoreksi angka kerugian yang pernah diumumkan Jampidus Febrie. Burhanuddin menduga nilai yang malah lebih besar lagi, yaitu Rp 300 triliun. Para sindikat melakukan dugaan korupsi terkait tata niaga timah. Lokasinya di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk. selama 7 tahun, dari tahun 2015 sampai 2022. Angka kerugian bertambah Rp 29 triliun, dari yang semula hanya Rp 271 triliun menjadi Rp 300. Untuk mendapatkan hitungan Rp 300 triliun itu, Kejaksaan Agung dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Publik terkaget-kaget antara percaya dan tidak percaya. Yang kaget dan terperangah bukan saja di dalam negeri, namun juga yang di manca negara. Publik bertanya-tanya, siapa sih pelakunya itu? Berani amat mereka. Hebat amat mereka. Sudah berani, rakus pula. Nilai korupsinya Rp 300 triliun itu kan 10% lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia 2023 senilai Rp 2.463 triliun. Sampai hari ini pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sebanyak 22 orang. Para tersangka tersebut umumnya hanya pelaksana di lapangan saja. Penyidik Gedung Bundar belum sentuh pelaku kakap seperti yang dibilang wartawan senior Bang Dahlan Iskan RBT atau RB. Ada juga jenderal purnawirawan bintang empat yang berinisial B. Pelaku yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka adalah mantan Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Dia menjabat Dirjen Minerba dari 2015 - 2020. Saat Bambang menjabat Dirjen Minerba itulah aksi korupsi mafia timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dimulai. Aksi pencurian mereka berlangsung sampai tahun 2022. Pelaku kakap tampaknya panik berat. Aksinya sudah diketahui Gedung Bundar. Untuk meyakinkan dugaannya, Gedung Bundar mengajak ahli yang mampu menghitung kerugian negara dari aspek kerusakan lingkungan. Akibatnya pelaku kakap melancarkan aksi teror ke Kejaksaan Agung. Awalnya pelaku kakap berusaha melobi dan ajak berdamai Gedung Bundar. Biasa disebut “delapan enam\" (86), pasal perdamaiaan KUHP. Namun rupanya ajakan lobi dan berdamai tidak ampuh menghentikan gerak Gedung Bundar. Langkah selanjutnya melancarkan teror ke Kejaksaan Agung. Pelaku mengirim rombongan motor gede (moge) dengan sirine yang berputar-putar di sekitar Gadung Kejaksaan Agung. Sempat juga pelaku kakap mengirim drone ke Gedung Bundar. Tujuannya memantau kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyelidik dan penyidik kasus timah di Gedung Bundar. Jajaran kejaksaan sigap dengan senjata untuk menembak drone yang dikirim para mafian timah. Teror terakhir adalah mengirim anggota Densus 88 Polri untuk mengintai Jampidus Febrie Adriansyah yang akan makan malam di sebuah restoran. Untung saja pengawal Jampidsus yang anggota TNI itu sigap, sehingga bisa membekuk anggota Densus. Tim pengintai Jampidsus lain, yang berada di luar dan sekitaran restoran juga buru-buru kabur. Prosedur tetap yang berlaku di polisi, hanya dua orang yang punya kewenangan untuk menggerakkan Densus 88 Polri, yaitu Kapolri dan Kabareskrim. Namun Kabareskrim Komjen Wahyu Widada sudah menyatakan kepada Jampidsus Febrie Adriansyah bahwa dirinya tidak tahu-menahi dengan kegiatan pengintaian tersebut. Sampai sekarang Kapolri Jenderal Sigit masih diam. Kapolri belum bersuara. Mungkin Kapolri lagi memerintahkan Kadiv Provam Irjen Polisi Suhardiyanto melakukan penyelidikan di internal dulu, untuk mengetahui duduk masalah yang sebenanrnya seperti apa? Publik tentu menunggu penjelasan resmi dari Kapolri, Kadiv Provam atau Kadiv Hmas Irjen Polisi Sandhi Nugraha. Namun publik juga mungkin perlu bersabar menunggu penjelasan resmi dari Mabes Polri. Jangan terburu-buru. Khawatir salah atau keliru, bisa berakibat menambah masalah baru. Bisa tambah runyam kalau ada masalah baru akibat salah bicara. Langkah Jampidsus Febrie yang semakin mendekat ke pelaku besar RBT atau RB dan Jendral bintang empat inisial B membuat mereka resah. Mereka lalu bekerja keras memperlebar wilayah pertempuran ke samping. Misalnya, kasus rekening gendut yang sudah basi dan tutup buku 15 tahun lalu, dicoba untuk dibuka-buka lagi. Padahal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan di tahun 2014 menyatakan kasus rekening gendut sah tidak terbukti secara hukum. Hanya hoax saja. (*)
Peraturan Pemaksaan TAPERA Kepada Pekerja Melanggar Konstitusi: Wajib Batal
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PEMERINTAH lagi-lagi membuat ulah. Kali ini melalui pemaksaan penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Masyarakat pekerja dipaksa untuk menabung, untuk membiayai proyek perumahan rakyat. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 (tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat), pemerintah mewajibkan, alias memaksa, Pekerja harus menabung sebesar 3 persen dari gaji, upah atau pendapatannya: Pemberi Kerja menanggung 0,5 persen, dan Pekerja menanggung 2,5 persen. Bukan saja sewenang-wenang, Peraturan Pemerintah tentang Tapera ini, dan dasar hukum yang digunakan, yaitu UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, secara transparan melanggar Konstitusi, sehingga bukan saja wajib ditolak, tetapi wajib batal demi hukum. Dasar hukum UU Tapera mau meniru UU tentang Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) yang bersifat memaksa. Dalam UU Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, setiap Pekerja wajib mengikuti program Jaminan Sosial (ketenagakerjaan) dengan iuran (premi) sebagian ditanggung Perusahaan (Pemberi Kerja) dan sebagian ditanggung Pekerja. Tetapi, program Tabungan Perumahan Rakyat tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Sosial. Pemerintah tidak bisa memaksa Pekerja untuk menabung, dengan alasan apapun, termasuk untuk perumahan rakyat, karena melanggar konstitusi. Sedangkan program Jaminan Sosial merupakan perintah konstitusi, Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi: (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, dan(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pasal ini diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, sesuai perintah Konstitusi, terbitlah undang-undang UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang sebagian sudah diubah dengan UU Cipta Kerja (yang juga bermasalah Konstitusi). Sesuai perintah konstitusi Pasal 34 ayat (1), maka iuran Jaminan Sosial bagi masyarakat tidak mampu ditanggung pemerintah. Sebaliknya, dasar hukum UU Tapera bertentangan dengan Konstitusi. Pertimbangan hukum UU Tapera merujuk Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Seolah-olah, pembentukan UU Tapera ini sudah memenuhi perintah konstitusi. Tetapi, faktanya, tidak ada pasal-pasal konstitusi tersebut yang memberi wewenang kepada pemerintah (dan DPR) untuk membentuk UU yang mewajibkan masyarakat untuk menabung. Pasal 20 dan Pasal 21 UUD hanya menyatakan wewenang DPR dalam membuat undang-undang.Pasal 28 terkait Hak Asasi Manusia. Sekali lagi Hak. Bukan kewajiban. Pasal 28C ayat (1) menyatakan setiap orang mempunyai hak mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Sedangkan Pasal 28H menyatakan setiap orang mempunyai hak antara lain untuk hidup sejahtera, mempunyai tempat tinggal, …, memperoleh pelayanan kesehatan, memperoleh kesempatan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan, mendapat Jaminan Sosial, dan perlindungan hak pribadi. Pasal 28H menyatakan secara tegas bahwa mempunyai tempat tinggal adalah hak, bukan kewajiban, apalagi kewajiban untuk menabung. Untuk memenuhi hak masyarakat ini, pemerintah berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi rakyatnya. Kalau tidak bisa, berarti pemerintah gagal dan tidak mampu. Maka, pilihan terbaiknya adalah mundur. Bukan malah mewajibkan masyarakat untuk menabung, yang melanggar hak asasi manusia. Sedangkan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) adalah tentang sistem Jaminan Sosial yang sudah melahirkan dua UU tentang sistem Jaminan Sosial seperti disebut di atas. Sekali lagi, perlu dipertegas, Pasal 34 UUD adalah perintah pengembangan sistem Jaminan Sosial, bukan untuk mewajibkan masyarakat untuk menabung. Jadi, tidak ada satu pasal di dalam konstitusi yang menyatakan pemerintah bisa mewajibkan masyarakat untuk menabung. Di samping itu, pemaksaan menabung melanggar konstitusi Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, UU Tapera wajib batal karena menyimpang dari UUD, artinya tidak ada dasar hukumnya berdasarkan UUD, bahkan melanggar konstitusi Hak Asasi Manusia, yang pada prinsipnya, masyarakat mempunyai hak bebas memilih untuk menabung atau konsumsi: tidak bisa dipaksa. Kenapa pemerintah terus nekat membuat UU bermasalah dan melanggar konstitusi? Apakah demi pengembangan dan pembiayaan proyek perumahan swasta yang baru-baru ini mendapat status Proyek Strategis Nasional? Nampaknya, UU yang dibuat pemerintah selalu diwarnai dengan motif rente ekonomi terselubung yang merugikan masyarakat umum. Padahal, BPJS ketenagakerjaan sudah dapat membiayai program kepemilikan rumah bagi peserta BPJS ketenagakerjaan. Jadi, untuk apalagi Tapera yang pesertanya sama dengan BPJS Ketenagakerjaan? https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/perumahan.html https://www.hukumonline.com/klinik/a/peserta-bpjs-ketenagakerjaan-bisa-dapat-kpr-simak-syaratnya-lt5ab31638bde4f/ Atau, pemerintah sudah kehabisan sumber pembiayaan utang untuk membiayai defisit APBN yang terus membengkak? Apakah karena sebagian besar uang Haji dan uang BPJS ketenagakerjaan sudah menipis digunakan untuk membeli surat utang negara, dan sekarang perlu Tapera, yang diplesetkan menjadi TAbungan atas PEnderitaan RAkyat? Oleh karena itu, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Tabungan Perumahan Rakyat wajib batal karena sewenang-wenang dan melanggar konstitusi. Kalau saja DPR berdaulat, mungkin Presiden Jokowi sudah berkali-kali kena impeachment, karena (terindikasi kuat) berkali-kali melanggar konstitusi. Seperti UU KPK, UU Cipta Kerja, UU IKN, atau upaya-upaya lain seperti Perpres Iuran Pariwisata, atau wacana pemberian subsidi untuk kereta cepat yang sebagian dimiliki asing. (*)
Kabinet Gembrot Menggusur Rakyat
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan RENCANA untuk menambah kementerian hingga lebih dari 40 pada Kabinet Prabowo kelak setelah pelantikan sungguh memprihatinkan. Nuansanya adalah \"bagi-bagi kue\" meskipun kue itu harus dibungkus dengan narasi kebutuhan. Kebutuhan akan perluasan bidang tugas. Gibran menyebut contoh bidang tugas itu adalah makan siang gratis. Tampaknya ada dua hal mendasari perlunya penggembrotan kementerian \"Kabinet Prabowo Gibran\" yaitu : Pertama, untuk mewadahi pusing dan jlimetnya program kerja \"Makan Siang Gratis\". Prabowo terjebak oleh janji kampanye \"asbun\" (asal bunyi) dan \"asrik\" (asal menarik) yang akhirnya menjadi \"aspu\" (asal tipu-tipu). Makan siang diubah menjadi \"sarapan\" dengan penghalusan menjadi \"makan bergizi gratis\". Kedua, untuk mewadahi koalisi pendukung dan koalisi rangkulan. Diperlukan wadah yang lebih besar. Akibatnya Prabowo harus melakukan penggemukan sapi eh politik dagang sapi. Kabinet adalah tempat makan-makan bersama para pendukung dan kelompok rangkulan. Bergembira \"cengengesan\" menikmati kekuasaan. Tugas dan amanat hanya sekunder bahkan tersier. Sebutan Kabinet Kebersamaan, Kabinet Gotong Royong, Kabinet Kekeluargaan, Kabinet Gemuk Kabinet Gembul ataupun Kabinet Gemoy merupakan Kabinet yang menghimpun sebanyak-banyak kelompok politik untuk berkumpul dalam Istana. Ditambah dengan kue Komisaris, kue Duta Besar, kue Staf Khusus. Pokoknya obral jabatan agar semua menikmati kue kekuasaan. Buka pintu korupsi berjama\'ah. Bagaimana dengan oposisi? Gampang, tinggal teriak dan minta fatwa dari Dukun Tata Negara bahwa dalam sistem Presidensial tak mengenal oposisi. Selesai. Ketika semua Pimpinan Partai berada dalam Kabinet, maka Parlemen pasti akan menghamba dalam barisan Daulat Tuanku. Yang penting adalah \"cash and carry\". Prabowo Gibran menjadi pengendali dari sistem Demokrasi Terpimpin. Rakyat tetap menjadi obyek kepentingan Oligarki. Oposan terancam hukuman mati. Inilah bahaya ke depan jika penguasa dinasti dan kroni tidak cepat diganti. Jokowi itu sumber kerusakan dan Prabowo Gibran bibit bagi pembusukan negeri. Prabowo bukan solusi, Gibran \'toxic\' demokrasi. Kabinet Gembrot merupakan penguat dari pemborosan finansial, pembodohan politik dan pelecehan moral. Hanya efektif sebagai sarana penggerusan kedaulatan rakyat. Kabinet gemuk paradoks dengan rakyat yang semakin kurus. Artinya membenarkan bahwa memang Prabowo Gibran adalah tokoh paradoksal. Paradoks dan membawa sial. Kabinet Gemoy sungguh menggemaskan, mencemaskan dan mengenaskan. Maklum diproduksi dari proses yang tidak jujur, tidak adil dan tidak benar. Jika dahulu slogan heroik adalah \"Sekali merdeka, tetap merdeka\" maka kini slogan itu telah berubah menjadi \"Sekali curang, tetap curang\"---Sekali Jokowi, tetap Prabowo. (*)
Kasus di Kejagung Akan Berbelok Arah
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih RAKYAT akan disuguhi cerita ketoprak sekadar hiburan sekalian mengecoh rakyat dengan skenario yang dimainkan para koruptor. Kasusnyapun akhirnya bisa menghilang ditelan bumi dengan aman tanpa bekas. Rangkaian kasus korupsi di PT Timah yang merugikan negara Rp 271 Triliun itu, telah dipertontonlan dengan terjadinya teror di Kejaksaan Agung. Ini adalah kejadian jadi-jadian yang tidak masuk akal, awal cerita ketoprak dimulai. Masyarakat luas meyakini skema korupsi 271 triliun hanya kecil dari keadaan korupsi di Indonesia yang sesungguhnya, terjadi di semua lini penyelenggara negara, tidak akan bisa di bongkar. Korupsi yang sedang ditangani Kejagung pelakunya akan diubah dengan peran pengganti untuk dikorbankan demi keselamatan para pejabat pelaku koruptor kakap yang sesungguhnya. Pelaku yang sesungguhnya terlibat tidak akan tinnggal diam. Fragmen awal dipanggillah Kepala Kejagung dan Kapolri oleh Presiden dan Memkopolhukam, patut diduga bukan untuk back up Kejagung menjalankan tugasnya, tetapu tidak lebih hanya nego agar kasusnya jangan melebar ke mana mana. Inilah yang ditakuti Presiden. Hampir dipastikan ceritanya akan berbelok arah. Hampir tidak mungkin Kejagung berani melawan Presiden. Kalau Kejagung berani menelusur pelaku yang sesunghuhnya siapa saja yang terlibat terutama para pelaku utama koruptornya, drama teror, tekanan dan ancaman akan membesar. Skenario belok arah akan dipaksakan dan pendahuluan sudah mulai muncul. Teror dan tekanan diduga diambilalih oleh Presiden dibantu Menkopolhukam. Kejagung diminta untuk tidak meneruskan penyidikan. Publik cukuplah dipuaskan dengan penangkapan pemeran lainnya. Cerita ketoprak mulai mengolah skenarionya bahwa kasus ini hahya terkait dengan \"upeti rutin\" yang \"wajib\" disetorkan oleh PT Timah ke kantong jenderal B (kepala BIN) lewat perusahaan anaknya yang bernama Herviana Widyatama yang juga menjabat sebagai ketua BMI organ sayap PDIP (PDIP diseret ke dalam). Mainkan Robert Bonosusatya sebagai pemain utama aliran korupsi tambang timah inilah sebenarnya yang diduga yang mengatur aliran dana berapa yang dipegang dan harus dipamerkan oleh HM, SD, HL sebagai aktor flexing agar disangka sebagai penerima paling banyak 271 T. Dimunculkannya dokumen hasil penyelidikan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri terhadap dugaan transaksi tak wajar milik Budi, disebutkan Herviano mengucurkan dana Rp 10 miliar itu pada 23 Mei 2007 dan 18 Desember 2007 melalui perusahaannya PT Mitra Abadi Berkatindo. Disebutkan dana Rp 10 miliar yang disetor Herviano ke PT Sumber Jaya Indah itu bagian dari pinjaman Rp 57 miliar, yang diperoleh Herviano dari PT Pacific Blue International Limited saat ia berusia 19 tahun. Saat diperiksa Tim Bareskrim pada 7 Juni 2010, Stefanus mengakui penyertaan modal oleh Herviano di PT Mitra Abadi berasal dari kredit Pacific Blue. Sebagai staf keuangan PT Sumber Jaya, pun menyebut dia pernah menerima setoran modal dari Herviano, karena saat itu ada kerja sama dengan PT Mitra Abadi. Muncul cerita lain KPK sudah mencurigai adanya transaksi tak wajar selama 2006 itu. Transaksi tersebut, menurut KPK, tidak sesuai dengan profil Budi sebagai anggota Polri. KPK kepada Budi sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 13 Januari 2015. Penetapan ini hanya sehari sebelum Budi mengikuti uji kelayakan sebagai calon tunggal Kepala Polri di DPR. Angka ecek-ecek mulai muncul bahwa dana Rp 57 miliar yang diperoleh Herviano dari Pacific Blue. Rencananya dipakai Herviano untuk mengembangkan bisnis perhotelan dan pertambangan timah. Saat penyelidikan rekening milik Budi. \"Dia (Herviano) belum sempurna menjadi pebisnis, belum matang. Semua transaksi saat itu dibantu oleh BG (Budi Gunawan). Lantaran masih 19 tahun dan menjadi direksi, maka Herviano dikawal dan dibantu oleh BG. Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah. Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor. (*)
Pertumbuhan Ekonomi Q1/2024 Sebesar 5,11 Persen: Manipulatif!?
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I (Q1) 2024 sebesar 5,11 persen. Banyak yang terheran-heran. Tepatnya meragukan. Bagaimana mungkin!? Keraguan atas pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan kali ini saja. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 yang mencapai sekitar 5 persen juga menjadi pertanyaan banyak pihak, termasuk dari luar negeri. Gareth Leather, ekonom Capital Economics Ltd yang berbasis di London, menyatakan ragu terhadap data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara mencurigakan stabil selama beberapa tahun terakhir. Gareth Leather: “We don’t have much faith in Indonesia’s official GDP figures, which have been suspiciously stable over the past few years.” Karena, berdasarkan pemantauan indikator ekonomi bulanan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan tajam. https://www.bnnbloomberg.ca/indonesia-s-steady-gdp-figures-leave-some-economists-doubting-its-data-1.1342978 https://www.neraca.co.id/article/124392/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dipertanyakan-asing-wajarkah Ekonom lainnya yang berbasis di Hong Kong, Trinh Nguyen, juga menyatakan hal yang sama. Trinh Nguyen bingung bagaimana ekonomi bisa tumbuh pada tingkat yang relatif sama untuk jangka waktu yang sangat panjang, sedangkan belanja pemerintah melemah, investasi melambat dan impor turun tajam. https://www.bbc.com/news/world-asia-india-48609326 Ekonomi 2019 bertumbuh 5,06 persen (Q1), 5,05 persen (Q2), 5,01 persen (Q3) dan 4,96 persen dibandingkan periode sebelumnya (y.o.y). Secara tahunan, ekonomi 2019 tumbuh 5,02 persen. Lihat tabel. Data pertumbuhan ekonomi ini sangat meragukan, karena indikator ekonomi bulanan melemah, sehingga patut dicurigai ada manipulasi. Pertumbuhan ekonomi memang sangat mudah dibuat bias, alias dimanipulasi, dengan hanya mempermainkan tingkat inflasi (disebut deflator) pada setiap kategori konsumsi (rumah tangga, pemerintah, investasi, ekspor dan impor). Pertumbuhan ekonomi dapat dibagi menjadi dua, terdiri dari aktivitas domestik dan aktivitas perdagangan internasional (ekspor-impor). Pertumbuhan ekonomi 2019 dari aktivitas domestik secara konsisten turun terus dari 4,63 persen (Q1) menjadi 4,16 Persen (Q2), 3,86 persen (Q3) dan 3,16 persen (Q4). Data ini sesuai dengan data indikator bulanan yang terus melemah. Data perdagangan internasional (ekspor-impor) juga melemah. Tetapi, pertumbuhan net ekspor (ekspor – impor) bisa tumbuh positif sangat besar. Bahkan pertumbuhan net ekspor pada Q3/2019 mencapai 2,0 persen, lebih dari setengah pertumbuhan aktivitas domestik yang hanya 3,86 persen. Pertumbuhan net ekspor sebesar 2,0 persen ini diperlukan untuk ‘mempertahankan’ pertumbuhan ekonomi Q3/2019 menjadi sekitar 5,0 persen (dalam hal ini menjadi 5,01 persen). Caranya sangat mudah. Hanya memainkan tingkat inflasi (deflator) saja. Kalau inflasi dibuat lebih tinggi dari seharusnya, maka pertumbuhan ekonomi riil menjadi lebih rendah. Sebaliknya, kalau inflasi dibuat lebih rendah dari seharusnya, maka pertumbuhan ekonomi rill menjadi lebih tinggi: alias over-estimated, alias digelembungkan. Data inflasi (deflator) 2019 dapat dilihat di tabel di bawah ini. Pertama, indeks harga pembelian konsumsi pemerintah (deflator) jauh di bawah konsumsi rumahtangga (masyarakat). Kok bisa? Inflasi konsumsi pemerintah pada Q3/2019 hanya 0,77 persen, jauh di bawah inflasi konsumsi rumahtangga sebesar 3,46 persen. Bahkan inflasi konsumsi pemerintah pada Q4/2019 negatif 0,59 persen, alias deflasi. Sedangkan inflasi konsumsi rumahtangga pada Q4/2019 masih tinggi, 3,05 persen. Data inflasi untuk konversi nilai nominal menjadi nilai riil ini sangat aneh dan tidak bisa dipercaya. Meskipun demikian, keanehan inflasi konsumsi pemerintah belum bisa membawa pertumbuhan ekonomi menjadi sekitar 5 lima persen. Untuk itu, perlu memainkan tingkat deflator (inflasi) ekspor-impor. Untuk ekspor, deflator dibuat rendah (agar nilai riil menjadi lebih tinggi), dan untuk impor deflator dibuat tinggi (agar nilai riil menjadi lebih rendah), sehingga net ekspor, yaitu ekspor minus impor, menjadi lebih tinggi. Sejalan dengan itu, maka inflasi (deflator) ekspor 2019 (dibuat) turun terus (deflasi) sejak Q1, dan terus membesar hingga mencapai minus (atau deflasi) 9,45 persen pada Q3. Sedangkan inflasi (deflator) impor dibuat relatif sangat tinggi, mencapai 5,22 persen pada Q1/2019, jauh lebih tinggi dari inflasi (deflator) konsumsi-konsumsi lainnya, dan kemudian secara perlahan-lahan turun (disesuaikan dengan target pertumbuhan 5 persen?). Kembali ke pertumbuhan ekonomi Q1/2024. Metodenya sama. Pertumbuhan ekonomi nilai nomial (harga berlaku) pada Q1/2024 hanya 4,26 persen saja. Tetapi pertumbuhan ekonomi riil (nilai konstan) pada Q1/2024 bisa mencapai 5,11 persen. Artinya, terjadi deflasi 0,81 persen pada Q1/2024 dibandingkan Q1/2023. Apa benar? Kemudian, yang perlu dipertanyakan secara kritis, apakah benar inflasi (deflator) investasi (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto) hanya 1,14 persen, inflasi (deflator) ekspor minus 3,47 persen, dan inflasi (deflator) impor plus 2,11 persen? Atau sudah disesuaikan, alias dimanipulasi, untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen? Kecurigaan ini masuk akal. Karena, banyak aktivitas ekonomi juga melambat pada Q1/2024. Antara lain, penjualan mobil dan penjualan motor, masing-masing turun 23 persen dan 4,87 persen pada Q1/2024. Maka itu, bagaimana mungkin ekonomi masih bisa bertumbuh 5,11 persen? https://otomotif.bisnis.com/read/20240414/46/1757301/penjualan-mobil-turun-23-pada-kuartal-i2024-cermin-ekonomi-tidak-baik-baik-saja https://otomotif.bisnis.com/read/20240421/273/1759087/penjualan-sepeda-motor-lesu-kuartal-i2024-aisi-berharap-harga-pangan-stabil Apakah BPS juga menggunakan sistem IT seperti Sirekap yang mempunyai bot otomatis, yang dapat menyesuaikan pertumbuhan ekonomi selalu di sekitar 5 persen, dalam kondisi apapun?