OPINI
Jenderal Bintang Empat Diduga Rusak Hubungan Baik Presiden Prabowo-Megawati
Oleh Joharuddin Firdaus | Pemerhati Politik Sosial dan Budaya Mencermati formasi kabinet Merah-Putih yang dibangun Presiden Prabowo Subianto, maka tampak semangat persatuan semua komponen bangsa sangatlah dominan. Diusahakan agar mungkin semua komponen bangsa dilibatkan sebagai anggota kebinet. Sebisa mungkin tidak ada lagi oposisi dari Partai Politik yang di luar kabinet selama Pak Prabowo menjabat Presiden, termasuk PDIP. Tujuanya agar semua energi dan kekuatan bangsa difokuskan untuk satu target, yaitu berperang melawan kemiskinan rakyat. KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan siapa saja sebagai tersangka itu hal yang biasa-bisa saja. KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka juga bisa saja, karena sudah diperkarakan sebelumnya. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja. Menjadi luar biasa kalau Sekjen Partai Demorasi Indonesia Perjuangn (DPP PDIP) itu ditetapkan sebagai tersangka hanya sekitar sepuluh jam lebih menjelang pelaksanaan ibadah Natal Yesus Kristus tahun 2025. KPK menyatakan melakukan gelar perkara tanggal 23 Desember 2025. Sementara pengumuman dan penetapan Harto Kristiyanto sebagai tersangka tanggal 24 Desember 2025. Hanya sekitar sepuluh jam lebih lagi, tepatnya pukul 24.00 dan masuk tanggal 25 Desember 2025 dilaksanakan pucak ibadah Natal untuk umat Kristiani. Mas Hasto itu pastinya seorang pemeluk Kristiani yang juga melaksanakan ibadah Hari Raya Natal Yesus Kristus tahun 2025. Hebat sekali KPK Indonesia. Tetapkan orang jadi tersangka persis di Hari Raya Natal Yesus Kristus. Ibadah Natal untuk umat Kristiani itu hanya ada sekali dalam setahun. Tidak lebih dari satu kali dalam sehatun. Sering disebut saudara-saudara kita Hari Raya Umat Kristiani. Hanya adanya di tanggal 24 Desember pukul 24.00 menuju tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Semua umat beragama sepakat untuk menciptanakan suasana tenang dan damai di hari, tanggal dan jam pelaksanaan ibadadah Natal itu setiap tahun. Suasana mutlak harus dibuat tenang dan sedamai mungkin. Setenang mungkin untuk menyertai dan mengantarkan saudara-saudara kita umat Kristiani melakukan ibadah Natal. Begitulah indahnya kehidupan beragama yang saling menghormati di negeri kita Indonesia. Untuk mamastikan kondisi aman dan damai itu, aparat keamanan seperti Polisi, TNI dan Tramtib Satpol Polisi Pamongpraja dikerahkan menjaga ketenangan dan keamanan setiap geraja. Masyarakat yang punya Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) seperti Banser, Pramuka dan Karang Taruna juga berpartisipasi mengarahkan anggotanya menjaga keamanan gereja-gereja. Diupayakan semaksimal mungkin agar ibadah Hari Raya Natal bisa dilaksanakan dengan tenang. Tidak boleh ada gangguan. Bukan saja tenang secara fisik. Namun tenang juga lahir dan batin. Tidak boleh ada gangguan fisik maupun psychologis sekacil apapun juga. Lagi-lagi inilah indahnya Indonesia dengan umat beragamanya. Hidup berbangsa dan bernegara dengan saling hargai-menghargai dan hormat-menghormati. Sudah menjadi informasi publik bahwa Mas Hasto itu seorang pemeluk Kristiani. Haqqul yakin KPK pasti sangat paham dan mengetahui kalau Mas Hasto Kristiyanto itu seorang pemeluk agama Kristiani. Umumnya sejak tanggal 30 November semua umat Kristiani telah menyaipkan diri menyabut datangnya Hari Raya Natal. Biasanya disebut dengan minggu-minggu Adventus. Dimulailah pelaksanaan ibadah-ibadah awal Natal pada minggu-minggu Adventus tersebut. Minggu-minggu Adventus ini kalau di kepercayaan Islam, biasanya disebut dengan ibadah-ibadah awal menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Semacam prakondisi selama satu bulan menjelang datannya bulan Ramadan. Menyiapkan fisik dan mental, amunisi atau bekal untuk berpuasa selama satu bulan penuh. Biasanya di kampong-kampong atau desa-desa dimulai dengan menyiapkan stok kayu bakar kering di rumah untuk memasak. Selain itu, mamasak minyak goreng dalam jumlah yang banya dan stok makanan selama satu bulan lebih. Persiapannya itu biasanya dimulai dari awal bulan Sya’ban. Masa lembaga sehebat KPK tidak paham kalau Mas Hasto Kristiyanto itu seorang pemeluk kepercayaan Kristiani? Apakah KPK tidak juga paham kalau tanggal 24 itu semua saudara kita umat Kristiani sejak pagi hari sudah bersiap-siap melaksanakan ibadah Hari Raya Natal Yesus Kristus? Memangnya tidak ada lagi hari kerja yang lain untuk mengumumkan Mas Hasto sebagai tersangka? Target apa sih yang ingin dicapai KPK? Keinginan dan maunya siapa sih? Mengapa Mas Hasto Kristiyanto dan umat Kristiani yang ada di PDIP harus diteror KPK dengan status tersangkanya Sekjen PDIP? Memangnya harus diumumkan pada tanggal 24 Desember kemarin itu? Pada saat Mas Hasto dan keluarga sedang bersiap-siap pergi melaksanakan ibadah Hari Raya Natal di gereja? Apapun alasan KPK, ini nyatanya yang buruk. Bentuk teror KPK kepada Mas Hasto dan keluarganya serta umat Kristiani PDIP. Andaikan dari tanggal 25 sampai 31 Desember itu ditetapkan pemerintah sebagai libur panjang akhir tahun, maka mengapa tidak tunggu saja tanggal 2, 3 atau 4 Januari 2025 baru diumumkan? Apakah dengan hanya selisih satu hari setelah dilakukan gelar perkara status tersangka diumumkan itu KPK dibilang hebat? Ah yang benar saja KPK. Malah dibilang picik dan primitif. Jangan zolim begitu dong KPK. Wise sedikitlah KPK. Memangnya keinginan siapa sih agar Sekjen DPP PDIP Hasto secepatnya ditetapkan sebagai tersangka? Pastinya bukan keinginan dan kemauan Presiden Prabowo Subianto kan? Apalagi faktanya masyarakat menyaksikan Pak Prabowo punya hubungan sangat baik, indah dan mesra dengan Ketua Umum DPP PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri. Apalagi kalau sampai Pak Prabowo diajak makan “nasi goreng” masakan Ibu Megawati. Sampai sekarang Pak Prabowo masih tetap berharap PDIP ikut dalam anggota barisan kabinet Merah-Putih. Meskipun diduga kubu anak-beranak Jokowi Widodo diduga terus berupaya untuk menghalang-halangi. Cara paling jitu dengan mencoba mempengaruhi KPK agar menetapkan Mas Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Targetnya hubungan Pak Prabowo-Ibu Megawati terus meruncing dan keruh. Pastinya Pak Prabowo tidak ingin Hasto Kristianto tersangka, karena bukan tipikal Presiden Prabowo suka mengintervensi proses hukum. Pak Prabowo juga tidak suka penegak hukum kriminalisasi siapapun anak bangsa kalau memang tidak layak untuk diproses secara hukum. Pak Prabowo itu maunya yang gampang-gampang saja. Benar katakan itu benar. Sebaliknya yang salah, katakan itu salah. Jangan dibolak-balik. Pak Prabowo diduga pernah merasakan perlukuan buruk dikriminalisasi oleh aparat kepolisian. Diam-diam Pak Prabowo ditetapkan sebagai tersangka tahun 2019. Ketika itu Kapolri adalah Tito Karnavian. Kesalahan Pak Probowo saat itu tidak jelas apa? Kesalahan yang masih dicari-cari dan dibuat-buat. Hanya saja penetapan Pak Prabowo sebagai tersangka itu belum sempat diumumkan oleh polisi ke publik. Lalu hilang begitu saja ditelan bumi tanpa bekas. Publik tidak banyak yang mengetahui kejadian ini. Walaupun demikian, Pak Prabowo itu sangat pamaaf. Presiden kita ini tipikal pemimpin yang tergolong aneh, karena bukan pendendam. Meskipun sering dihujat, difitnah, dihina dan diolok-olok, namun tetap saja pelakunya dimaafkan. Bahkan ada juga yang dikasih jabatan dan uang. Begitulah ciri dari pemimpin hebat, berkelas dan sangat mengagumkan ini. Prilakunya mirip-mirip dan mendekati maqomnya para wali-wali yang punya karomah. Kalau begitu siapa arsitek dibalik penetapan Mas Hasto Kristianto sebagai tersangka di tanggal 24 Desember menjelang ibadah puncak Hari Raya Natal Yasus Kristus ini? Wajar publik menduga-duga ini terkait dengan pemecatan anak-beranak Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dari keanggotaan PDIP beberapa hari lalu. Pemecatan yang wajar tidak bisa diterima. Diduga Joko Widodo dan keluarga marah besar. Bahkan mungkin juga sampai murka. Murka itu wajar dan normal saja. Baru pertama kali terjadi di dunia, mantan Presiden yang baru meletakan jabatan dua bulan lalu, dipecat oleh partai politik yang menjadikannya presiden. Begitu juga Gibran yang masih menjabat Wakil Presiden defenitif, namu ikut juga dipecat dari PDIP. Pastinya ini kejadian yang langka. Namun sangat buruk dan memalukan akibat prilaku dan pebuatan anak-beranak Joko Widodo sendiri. Pepatah lama bilang “siapa meniup angin akan menuai badai”. Walaupun demikian, Joko Widodo dipastikan tidak lagi punya kemampuan langsung menggerakan KPK seperti masih menjabat Presiden. Diduga Joko Widodo menekan KPK melalui mantan anak buahnya yang sekarang Jendral bintang empat. Kebetulan Jendral bintang empat ini punya pengaruh kuat terhadap unsur pimpinan dan para anggota di Deputi Penindakan KPK. Publik pasti sangat paham kalau Deputi Penindakan KPK itu isinya dari unsur mana sana? Pak Presiden Prabowo diperkirakan sudah dan sangat paham siapa Jendral empat yang mempengaruhi KPK itu. Langkahnya merusak hubungan baik Pak Prabowo dengan Ibu Megawati. Tinggal menunggu tanggal dan hari yang tepat untuk membuat keputusan yang pas untuk perkebaikan bangsa dan negara. Kalau dibiarkan, maka hubungan Pak Prabowo dengan Ibu Magawati bakal dibikin keruh terus, karena masih loyal kepada Joko Widodo dan keluarganya. Bukannya membantu Pak Prabowo agar PDIP bisa ikut bergabung di dalam kabinet Merah-Putih, malah bikin keruh situasi. Akibatnya hubungan Pak Prabowo dan Ibu Megawati ke depan bakal renggang. Bahkan bisa saja tambah retak. Diduga keretakan hubungan Pak Prabowo dengan Ibu Megawati inilah yang sangat diharapkan oleh Joko Widodo dan keluarga melalui cawe-cawe Jendral bintang empat. Pangkat sih boleh tinggi, namun soal keberpihakan kepada negara, masih lebih hebat bintara.
Siapkah PDIP Menjadi Oposisi Baru?
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Meski dalam sistem pemerintahan Indonesia tidak dikenal lembaga oposisi apalagi partai oposisi, bukan berarti sama sekali tidak ada oposan dalam proses bernegara di Indonesia. Hampir pada setiap masa pemerintahan selalu ada person atau kelompok kritis yang mengontrol bahkan \"melawan\" pemerintah. Tentu hal itu dilakukan dalam rangka kemanfaatan rakyat dan upaya untuk membangun kehidupan politik yang lebih demokratis. Saat Jokowi menjabat Presiden dua periode, PDIP selalu membersamai. Sejak Walikota, Gubernur hingga Presiden support PDIP sangat besar, Jokowi adalah anggota PDIP. Kecuali di penghujung masa jabatan periode kedua Presiden dan PDIP bersebrangan. Setelah selesai masa jabatan Presiden, PDIP memecat Jokowi juga Gibran dan Bobby Nasution. Konflik meningkat saat KPK yang menjadi \"tangan\" Jokowi menetapkan status Tersangka atas Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku. Bacaan publik bahwa hal ini bagian dari \"perang politik\" bukan murni hukum. Pemerintahan Prabowo masih berada di bawah pengaruh Jokowi. Dengan penetapan Hasto sebagai Tersangka maka PDIP semakin terobrak-abrik. Dalam kondisi bias pemerintahan Prabowo antara mandiri dan dalam kendali, maka PDIP dituntut untuk menunjukkan sikap politiknya dengan tegas. PDIP menjadi bandul jam yang menentukan. Untuk tahap ini bandul jam harus bergerak ke arah Prabowo, mempengaruh dan bekerjasama. Namun jika Prabowo masih ada di ruang Jokowi dan Gibran, maka PDIP tentu melangkah dengan menutup mata. Tidak Jokowi ataupun Prabowo. Pijakan bergerak bersama kekuatan rakyat adalah pilihan strategis PDIP. Mulai dengan turut menggelindingkan dan mendukung antara lain : Pertama, pembongkaran dugaan ijazah palsu Jokowi. Proses yang sudah berjalan selama ini akan mendapat enerji kuat jika PDIP ikut meramaikan dan mendesak pengusutan. Kedua, akun fufufafa Gibran yang jelas kriminal mengancam posisi Wapres. PDIP melalui fraksi di DPR memelopori penggunaan Hak Angket. Proses politik membarengi proses hukum. Ketiga, nepotisme Jokowi dan keluarga mudah untuk dibuktikan. Pelanggaran Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 ini adalah kasus empuk untuk PDIP dapat \"menghancurkan\" Jokowi. Keempat. KM 50 yang perlu diusut ulang membuat ketar-ketir Listyo, Fadil Imran, Budi Gunawan, Sambo, Tito, Dudung dan tentu saja Jokowi. Aksi dukungan pengusutan PDIP akan membangun simpati. Kelima, PIK-2, Rempang dan juga IKN mengundang PDIP untuk ikut bersama rakyaf \"mengobok-obok\" kejahatan rezim Jokowi yang diduga kolusif dan koruptif tersebut. PDIP harus menunjukkan diri sebagai banteng ngamuk. Pijakan kerakyatannya sudah ada. Jika jeli dan memang berniat baik dalam membela persoalan kerakyatan, maka rezim manapun bisa diseruduk apakah Jokowi atau Prabowo atau keduanya. Nah. pertanyaan serius untuk PDIP yang ada dalam benak rakyat saat ini adalah : Siapkah PDIP menjadi oposisi baru ? Rakyat menunggu. (*).
Marry Crisis & Happy A New Fear
Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Kebijakan Publik Pemerintah Prabowo melempar kesalahan dengan mengatakan kenaikan PPN 12% merupakan perintah pasal 7 ayat (1) UU 7 Tahun 2021 tentang perpajakan. Tepatnya pada poin b pasal ini menyatakan: \"sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Pemerintahan Prabowo melempar salah dengan mengatakan, aturan ini merupakan kreasi Presiden Jokowi dan 8 fraksi di DPR. Awalnya, angka PPN 12% diusulkan Jokowi lewat penerbitan Surpres No. R-21/Pres/05/2021 yang dikirimkan ke DPR. Lewat Supres tersebut, Jokowi meminta DPR merevisi UU No. 6 Tahun 1983 tentang perpajakan pada 5 Mei 2021. Jokowi mendesak agar revisi aturan tersebut segera dibahas dan disetujui dengan prioritas utama. Usulan inipun diproses oleh PDIP sebagai ketua Panja DPR. Akhirnya, terbitlah UU No.7 tahun 2021 sebagai pengganti UU No. 6 Tahun 1983 tentang harmonisasi perpajakan. Dalam pasal 7, ditambahkan ketentuan PPN 12% sesuai perintah Presiden Jokowi kala itu. Dari latar belakang ini, jika pemerintahan Prabowo mengatakan mereka hanya menjalankan perintah undang-undang yang ketentuannya diinisiasi Presiden Jokowi dan disepekati 8 fraksi DPR kala itu, sangatlah benar. Namun apakah dengan latar belakang ini, pemerintah Prabowo layak melempar kesalahan kepada Jokowi dan 8 fraksi DPR yang membahas dan menyepakati aturan tersebut dalam konteks kenaikan PPN 12% saat ini? Tentu saja tidak tepat. Jokowi dan DPR memang yang menginisiasi dan menetapkannya, tapi Pemerintah Prabowo yang melaksanakannya. Jokowi dan DPR kala itu, patut dipersalahkan. Demikian juga, Prabowo dan DPR saat ini, layak untuk dipersalahkan. Kenapa? Karena ketentuan PPN dalam pasal 7 UU No. 7 Tahun 2021, tidak hanya mengatur soal kenaikan PPN 12%. keberlakuan PPN 12% yang dimaksud dalam pasal ini, juga tidak bersifat mutlak wajib dilaksanakan. Selain itu, dalam pasal ini juga diatur soal angka PPN yang tidak mutlak harus 12% (bisa kurang, bisa lebih). Dalam pasal 7 ayat (3) disebutkan, PPN dapat diubah (diberlakukan) dari paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Dalam pembahasannya di DPR yang hampir 3 bulan hingga disahkan, disepakati bahwa penentuan PPN 5% hingga 15% disesuaikan dengan kondisi ekonomi. Kalau ketahanan perekonomian masyarakat baik, PPN bisa dinaikan lebih tinggi. Jika rendah, maka harus dilakukan penyesuaian ke angka yang lebih rendah. Kenyataan saat ini, kondisi ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Kemiskinan tinggi, pengangguran tinggi, PHK meluas, pendapatan rendah. PPN 12% mendatangkan implikasi kenaikan Inflasi 9,0% dengan dampak terciptanya 12,7 juta kemiskinan baru. Artinya, tidak layak PPN dinaikan dari 11% ke 12%. Seharusnya diturunkan. Dimana proses penurunan PPN di bawah 11%, diatur dan sejalan dengan perintah pasal 7 ayat (3). Tapi kenapa pemerintah Prabowo dan DPR saat ini, tidak menggunakan kewenangan tersebut untuk menurunkan malah menaikkan PPN ? Berikutnya, pengaturan dalam pasal 7 ayat (4), menyatakan bahwa: perubahan tarif PPN sebagaimana dimaksud ayat (3), diatur dengan peraturan pemerintah setelah disampaikan pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam RAPBN. Aturan ini memberi kewenangan khusus kepada Prabowo selaku kepala eksekutif untuk menyodorkan dan mengusulkan besaran angka PPN. Prabowo tahu kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang tidak baik-baik saja. Masyarakat tidak siap menghadapi PPN 12%. Tapi kenapa Prabowo malah mengusulkan angka 12%? Dengan kondisi sulit yang dihadapi masyarakat, terutama kelas menengah-bawah, Prabowo punya kewenangan untuk meringankan beban rakyat dengan mengusulkan angka PPN yang turun dari 11%. Tapi kenyataannya, justru dinaikkan. Setelah perlakuan bengis tidak peduli rakyat, pantaskah pemerintahan Prabowo melempar salah kepada Jokowi dan DPR sebelumnya? Bajingannya, Prabowo diberi kewenangan pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) untuk memilih dan menyodorkan angka PPN di bawah 11%, bahkan bisa turun sampai 5%. Tapi malah memilih menaikkan. Prabowo melakukannya dengan riang gembira sambil melihat celah politis untuk melindungi diri dan melempar kesalahan kepada Jokowi dan DPR sebelumnya. Sekarang, keputusan akhir PPN 12% tetap berada di tangan Prabowo. Di tengah keadaan force majeure, Prabowo punya pilihan dan kewenangan untuk membatalkannya. Bisa gunakan pasal 7 ayat (4) untuk keluarkan Peraturan Pemerintah dan diubah dalam APBN-P 2025 atau lewat lewat penerbitan Perppu. Jika Prabowo tidak melakukannya, maka tidak ada bedanya dengan Jokowi. Penipu berbaju patriot. Ataukah Prabowo tidak hendak menggunakan kewenangannya untuk melindungi rakyat Indonesia karena menuruti keinginan Jokowi yang diinisiasikan ke dalam pasal 7 ayat (1) poin b? Entahlah! Pastinya, pilihan memalukan ini, menunjukkan kebenaran omon-omon Prabowo. Berkoar-koar melindungi hak asasi manusia di negara orang, masyarakat dalam negeri sendiri diinjak batang lehernya tanpa belas kasihan. Apapun plot twist politiknya, kepada rakyat, kami ucapkan: marry crisis & happy a new fear... (*)
Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 Sudah Bubar
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Aktor penting Madeleine Albright mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan Ketua National Democratic Institute (NDI) dengan dana 4 triliun intervensi ke Indonesia (adalah klaim dari berbagai sumber) telah mengubah / mengganti UUD 1945 menjadi UUD 2002. Mantan Presiden Obama dan Prof Jeffrey Sach menyatakan bahwa demokrasi yang dipaksakan ke bangsa Indonesia via Amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 adalah bukan demokrasi yang diinginkan dan diterima oleh publik Amerika. Sebagai Ketua NDI, sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 (amandemen ke 4), terlibat aktif memberikan bantuan teknis, pendidikan, dan menyiapkan pra kondisi amandemen UUD 45 , rekayasa merekrut ilmuwan (diposisikan sebagai tenaga ahli) dan anggota legislatif di MPR sebagai eksekutor dilakukan dengan rapi dan terukur waktunya. Bantuan teknis berupa seperti seminar, lokakarya, pelatihan bagi anggota parlemen, dan penyebaran informasi kepada publik. Sekelompok tenaga ahli berperan mempersiapkan pasal dari UUD 45 yang akan di eksekusi selama 4 kali amandemen, hasilnya sangat gemilang : - Nilai-nilai Pancasila berhasil dipadamkan bahkan dicampakkan tidak lagi sebagai pedoman hidup (way of life) Bangsa Indonesia. - Secara yuridis-formal dan yuridis-filosofis, pada Pasal 2 UU No.12/2011, Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara. Dan Pasal 1 (3) TAP MPR No.III/2020, ditegaskan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila (sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945), negara hukum Pancasila hanya formalitas belaka. - Nilai nilai Pancasila serta asas-asas \"staatsfundamentalnorm\" telah dimarjinalkan dan di gantikan dengan \"filosofi liberalisme, individualisme dan pragmatisme\". - Tujuan negara untuk melindungi seluruh tumpah darah dan seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, digilas / dimandulkan. - Dalam proses amandemen UUD 2002, 95 % pasal pasal UUD 45 yang diubah/ diganti. Maka amandemen UUD 45 hakikatnya mengganti konstitusi (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022) - UUD 2002, otomatis telah mengubah jalannya sistem ketatanegaraan secara politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum serta pertahanan dan keamanan telah bergeser menjauh dari tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45 . Berdasarkan kajian hukum normatif UUD 2002 tidak konsisten dan tidak koheren lagi dengan Pancasila dan tertib hukum Indonesia tidak ada hubungannya lagi dengan Revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945 (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022) Tidak ada lagi lembaga negara (termasuk MPR ) yang bisa mengesahkan dan melantik Presiden dan Wakil Presiden dan dalam sumpah jabatannya tidak ada lagi yang berbunyi \"Taat dan Setia kepada Pancasila dan UUD 45\". Pemberlakuan UUD 2002 merupakan penggantian norma fundamental negara, sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Adalah perbuatan makar para penghianatan negara dengan kendali National Democratic Institute ( NDI ) telah membubarkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. ( * )
Berantas Korupsi? Bohong!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Membaca berita tentang vonis pelaku korupsi membuat geram dan bergumam bahwa telah hancur rasa keadilan di negeri ini. Bagaimana tidak, dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga 300 trilyun dan menguntungkan diri sendiri 420 milyar hanya dihukum penjara 6,5 tahun denda 1 milyar. Tidak perlu berprasangka Hakim kena suap, tetapi vonis seperti ini menggambarkan bahwa gembar-gembor atau tekad untuk memberantas korupsi adalah bohong ! Merugikan negara 300 trilyun dan menguntungkan diri sendiri 420 milysr itu dalam konsepsi pemberantasan korupsi layaknya hukuman mati atau seumur hidup sekurangnya 20 tahun. Ada efek jera bagi pelaku korupsi. Dengan hanya 6,5 tahun penjara justru menciptakan kondisi yang merangsang banyak pihak untuk korupsi. Berisiko ringan dan jangan tanggung-tanggung jika ingin merampok uang negara. Adalah Harvey Moeis yang divonis 6,5 tahun oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Eko Aryanto dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang dilakukan IUP PT Timah Tbk bagian perusahaan PT Refined Bangka Tin. Harvey melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 3 UU pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Vonis ringan dan nikmat seperti ini menunjukkan betapa parah penegakan hukum di negeri ini. Fenomena koruptor menjadi ATM aparat, jual beli pasal, bahkan ujungnya negosiasi hukuman nampaknya bukan isapan jempol. Belum lagi pembelian fasilitas di LP oleh napi berduit. Prabowo yang hebat bertekad memberantas korupsi juga membuat lawakan. Bagi koruptor yang sadar akan kesalahannya lalu mengembalikan uang hasil korupsinya maka akan dimaafkan. Prabowo seperti tidak mengerti hukum bahwa mengembalikan hasil kejahatan itu tidak dapat menghapuskan pidana. Bagaimana Pak Presiden ini. Belum lagi proyek abolisi dan amnesti bagi 44.000 narapidana di dalamnya ada napi narkotika dan korupsi. Dari sisi HAM mungkin dapat difahami tetapi dari sisi pencegahan dan pemberantasa sangat menjauhkan. Apa yang dibanggakan dalam pemberantasan korupsi jika mampu menangkap 10 koruptor lalu membebaskan 1000 lainnya ? Tidaklah perlu hukum dijadikan alat pencitraan oleh rezim siapapun apalagi di tengah situasi bangsa yang sedang mengalami krisis multi-dimensional khususnya penegakan hukum. Hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah masih sangat dirasakan. Maling batang kayu bisa dihukum lebih berat daripada merampok sambil main kayu. Pemimpin boneka kayu cukup dijewer tetapi pencuri kayu bakar dapat tahunan mendekam di penjara. Dalam kasus judi online 11 tersangka kelas bawah pegawai Kemenkomdigi sedang menuju ke meja hijau sementara sang mantan Menteri baru diperiksa bahkan status ke depan tidak jelas mungkin bisa bebas. Kita mencoba melupakan bahwa atasan yang membiarkan bawahan berbuat jahat itu sesungguhnya ikut menjadi penjahat. Atasan seperti itu terancam sanksi pidana. Korupsi selalu dilakukan bersama-sama karenanya sulit dilepaskan dari keterlibatan atasan. Jika banyak Menteri korupsi maka Presiden harus ikut diperiksa. Korupsi itu kejahatan extra ordinary karenanya pemberantasan harus dilakukan dengan penggunaan tangan besi. Jangan memberi buah tangan kepada koruptor. Jika itu yang terjadi maka semangat untuk memberantas sesungguhnya baru sebatas omon-omon. (*)
Dampak PPN 12 Persen, Bom Waktu dan Bumerang Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Oleh Jon A. Masli | Corporate Advisor & Diaspora USA Gelombang besar penolakan kenaikan pajak PPN 12% terus bergulir. Bukan saja dari masyarakat biasa, tapi hampir semua civil society termasuk para eks pejabat pemerintahan, lembaga negara dan cendekiawan serta para pelaku UMKM. Klimaksnya belum terjadi tapi Risyad Azhari, anak muda - inisiator Petisi tolak PPN12% menggalang petisi yang sudah seratusan ribu orang. Sementara kita masih segar mendengar janji janji politik melalui pidato pidato lantang Prabowo sewaktu kampanye pilpres, bahwa Prabowo tidak akan menaikkan pajak. Prabowo juga tegas mencanangkan ekonomi Pancasila, kerakyatan dan kekeluargaan. Termasuk pada saat pidato dahsyat pelantikan beliau sebagai presiden, mengatakan akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan. Bahkan dari bukunya Presiden Prabowo \"Paradoks Indonesia dan solusinya\"; beliau menjanjikan dua pemikiran, yaitu mengatasi kebocoran APBN 30% dan mengentaskan korupsi serta kesenjangan sosial sehingga menghilangkan kemiskinan di Indonesia. Miris Menteri Keuangan Sri Mulyani konon berkata, Kalau tidak suka dengan kebijakan pajak, silahkan pindah keluar negeri. Sementara Vietnam barusan memberlakukan penurunan PPN dari 10% ke 8% untuk memicu pertumbuhan ekonominya. Rakyat sadar bahwa kenaikan PPN 1% dari 11% ke 12% itu memang berat. Kenaikan 1% itu adalah 1/11x100% atau kira kira 9% efektif. Inilah biang psychologis matematik DOMINO EFFECT yang akan memicu kenaikan kebanyakkan barang barang industri dan konsumen, walau kata Bu Sri Mulyani PPN 12% itu diberlakukan hanya kepada barang barang mewah. Dan juga berdalih keadilan bantuan perlindungan keberpihakan kepada masyrakat bawah dan UMKM dengan berbagai insentif. Banyak yang menganggap ini hanya pengaburan fakta belaka. Ini debatable karena de fakto di lapangan, harga bawang merah, bawang putih, telur, ayam,ikan dan daging lainnya sudah mulai naik akibat dampak matematika psychologis domino effect tadi yang para pedagang besar ataupun kecil termasuk UMKM terdampak. Tidak dapat dibayangkan nanti bila PPN 12% diberlakukan dibulan Januari 2025. Jelas barang barang akan naik. Consumer Price Index akan naik dan menyulut inflasi. Purchasing power atau daya beli rakyat pun akan terus merosot ditengah kesulitan ekonomi dan deflasi yang lagi berlanjut. PHK dimana mana disusul dengan perusahaan perusahaan pada tutup. Sulit mencari pekerjaan sekarang ini. Industri manufaktur kita juga lagi kontraksi negatif. Para pengusaha sektor riel bakal banyak yang gulung tikar. Demikian juga ekspor kita kalah dengan kinerja growth rate negara negara tetangga kita. Ujung ujungnya kenaikan PPN 12% akan membuat disrupsi pertumbuhan ekonomi 8% yang presiden Prabowo targetkan. Lalu apa yang harus dilakukan sebagai solusi? Menurut info dari Kemenkeu, target PPN 12%, adalah menggapai pendapatan Rp 75 triliunan untuk menyehatkan atau menambal defisit APBN 2025 yang memang berat. Untuk bayar hutang yang sudah berkisar di Rp9000 triliunan dengan bunga berjalan saja sudah perlu Rp 800 triliunan. Memang benar piring kotor atau masalah ekonomi yang ditinggalkan rezim Jokowi itu memang masif karena salah kelola pemerintahan Jokowi yang tidak patuh dengan code of conduct, public maupun corporate corporate governance. Pembangunan infrastruktur yang masif tapi non produktif, kualitas dibawah standar dan menghandalkan hutang terus menerus telah membebani pertumbuhan ekonomi. Ironisnya sekarang di pemerintah Prabowo untuk mendongkerak pertumbuhan ekonomi 8% memang perlu punya APBN yang sehat dan progresif. Tapi sayang sekali menaikkan pajak bukanlah solusi strategi dan momentum yang tepat. Seperti pendapat Pak Luhut Panjaitan yang menyarankan menunda PPN 12% dan perlu adanya kebijakan kebijakan stimulus, bukan hanya bisa menaikkan pajak saja. Apalagi mengingat sektor sektor riil industri kita yang lagi parah dan belum pulih sampai hari ini. Silahkan cek dengan pak Menko Ekuin Airlangga Hartarto dan menteri menteri ekonomi lainnya seperti Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita, dan menteri menteri ekonomi lainnya. Mereka sudah menjabat posisi posisi kunci ini sejak zaman Jokowi dan berlanjut sekarang dipemerintahan Prabowo. Mereka dulu belum optimal membuat terobosan kebijakan kebijakan stimulus yang berarti untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Dalam keadaan begini, mengapa tim ekonomi dengan komando Airlangga dan terutama Kemenkeu tidak mempertimbangkan membuat langkah- langkah solusi alternatif sebagai berikut : 1. Memastikan kebocoran 30% APBN itu ditekan dan ditutup semaksimalnya! Bukan saja World Bank, Pak Prabowopun sudah mengakui adanya 30 % kebocoran APBN. Mengapatidak berupaya mencegah 1/4 saja atau 25% saja dari kebocoran 30% APBN 2025 yang dipatok di Rp 3.621 triliun itu dapat dicegah atau ditutup kebocorannya. Kalau betul kebocoran APBN itu 30%x Rp.3621 triliun=Rp 1086 Triliun. Semoga Menkeu mengupayakan langkah menutup kebocoran minimal 25% kebocoran APBN dari yang 30%. Maka menhasilkan 25%x Rp 1.086 triliunan = Rp 271.5 triliun% penghematan APBN pun terjadi. Ini sudah lebih dari cukup untuk menutup potensi target penerimaan PPN 12% yang Rp 75 triliun tersebut. Why don\'t you consider this approach Mrs.Sri Mulyani?Masakan kita tega melihat 30% kebocoran APBN kita dirampok para koruptor jahanam itu setiap tahun? Dan sekarang Kemenkeu mengambil langkah pintas menaikan PPN 12 yang akan mengguncang ekonomi kita yang lagi sulit ini? 2. Membuat terobosan kebijakan-kebijakan pajak yang menstimulasikan pertumbuhan industri-industri yang dapat meningkatkan produktivitas konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Sehingga dapat menaikka n pendapatan pajak. Lebih efektif lagi kalau ada terobosan dari Kementerian Perindustrian yang Ahok kritik sektor ini sudah collapsed tidak berprestasi. Para pemain bidang industripun berharap ada upaya pak Agus Gumiwang Kartasasmita berinovasi merestorasi Kementerian Industri untuk berperan mengejar ketinggalan manufaktur di Vietnam, Thailand dan Malaysia. Dengan adanya kebijakan kebijakan yang ber stimulus, niscaya akan meningkatkan ratio pajak dan otomatis juga revenue pendapatan pajak yang memperkuat pondasi pertumbuhan ekonomi 8%. Netizen juga banyak mengkritik Menteri Keuangan dengan kesan kurang berinovasi membuat kebijakan kebijakan stimulus yang merangsang pertumbuhan ekonomi. Padahal beliau pernah didaulat menjadi the best finance minister dengan kebijakan Amnesty. Beliau juga terkesan mudah menurutin pembiayaan APBN yang gemuk tapi kurang mengendalikan eksekusi penggunaan anggaran. Termasukkiat melakukan pengetatan APBN budget cut dan upaya menutup kebocoran APBN. Sehingga pertumbuhan ekonomi kita terkesan pasif selama 10 tahun ini yang puas berkisar di 5% an. Seharusnya Tim Kabinet ekonomi mengakui kelemahan ini dan gaspol memperbaikinya. Banyak pengamat yang menilai mereka hanya berauto pilot menjalankan amanahnya. Fokus mereka bekerja pun pecah karena merangkap jabatan jabatan partai politik yang dibiarkan Jokowi. Mirisnya Menteri-menteri ekonomi di Kabinet Koalisi Merah Putih Prabowo masih banyak yang dijabat oleh orang orang eks rezim Jokowi. Mereka tidak mengintrospeksi diri bahwa kinerja mereka selama ini tidaklah optimal menurut penilaian para pelaku dan pengamat ekonomi. Tapi tetap saja mau menjabat tanpa ada rasa risih atau malu. Kalau didunia korporasi bila CEO atau CFO atau Board of Directors dan Commissioners tidak berprestasi, biasanya mereka resign atau diganti oleh pemegang saham. Mungkin Pak Prabowo lagi mempertimbangkan langkah reshuffle dikabinet nya mengingat beliau pernah punya perusahaan sebagai pengusaha. Sebagai konklusi adalah bijak bila PPN 12% ditunda dulu ketimbang ujung ujungnya berbumerang dan men disrupsi pertumbuhan ekonomi. Dan juga kepercayaan rakyat kepada presiden mungkin akan turun drastis seiring dengan naiknya harga barang yang memicu inflasi. (*)
Prabowo - Yusril: Jalan Pintas Menuju Surga Korupsi Indonesia
Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Kebijakan Publik Pernyataan Prabowo terkait pengampunan kepada koruptor asal mengembalikan kerugian negara, didukung penuh Anak Buahnya, Yuzril Ihza Mahendra. Yuzril mengatakan, UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Prabowo selaku presiden memberi pengampunan melalui kebijakan amnesti dan abolisi. Yuzril bahkan menegaskan, prabowo memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi untuk tindak pidana apapun, termasuk tindakan pidana korupsi. Yuzril menambahkan, kebijakan pengampunan perlu diterapkan dalam upaya penegakan hukum tipikor untuk mempertimbangkan perolehan manfaat dalam rangka perbaikan ekonomi. Bukan hanya menekankan penghukuman kepada para pelaku. \"Kalau para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat,\" Sementara itu, Ketua komisi hukum DPR RI yg juga petinggi Partai Gerindra, Habiburokhman, meminta publik tidak menarasikan rencana pengampunan koruptor yg diutrakan Prabowo sebagai sesuatu yg jahat. Menurutnya, kalau orang melakukan pidana, lalu dia kooperatif mengakui kesalahan, mengembalikan hasil kejahatan, tentu itu akan menjadi hal yg akan meringankan. Wacana pengampunan koruptor, sekilas memang terdengar positif. Namun digali lebih dalam, wacana ini nyatanya kontraproduktif, melanggar prinsip keadilan, bertentangan dengan aturan hukum nasional, Menciderai perasaan hukum masyarakat, mengkerdilkan upaya penegakan hukum tipikor, termasuk usaha keras masyarakat sipil yg selama ini getol berjuang melawan korupsi. Berdasarkan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dengan tegas menyatakan: pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidana. Artinya, pelaku tetap harus menjalani hukuman meski telah mengembalikan uang yg dirampok. Hal ini sejalan dengan filosofi hukum pidana yg tujuannya bukan hanya memulihkan kerugian, tetapi juga menegakkan keadilan dan memberikan efek jera. Filosofi hukum pidana ini sejalan dengan teori GONE Jack Bologna yg menyebutkan, korupsi disebabkan empat faktor utama yakni Greedy (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (Pengungkapan). Ketika keempat faktor ini bertemu, risiko terjadinya korupsi semakin besar. Risiko tersebut semakin memuncak dan makin tidak terkendali, jika proses penegakan hukum lemah serta tidak mampu memberi efek jerah. Berdasarkan sudut pandamg teori GONE tersebut, maka gagasan pengampunan pidana yg diusulkan Prabowo, justru bertentangan dengan prinsip keadilan, melemahkan proses penegakan hukum, menghilangkan efek jera yg justru berpotensi membuat tindak pidana korupsi makin tak terkendali. Terkait pendapat Yuzril yg mengatakan, Prabowo sebagai presiden memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi untuk tindak pidana apapun, termasuk tupikor sangat tidak tepat. Kalimat Yuzril ini terkesan manipulatif, pembohongan publik lantaran tidak sejalan dengan konsep amnesti dan abolisi yg tertuang dalam pasal 14 UUD 1945 dan UU No.11 Tahun 1954. Kedua aturan hukum tersebut, tidak pernah menyebut atau merinci jenis tindak pidana korupsi sebagai kejahatan yg dapat diampuni presiden. Jelas terlihat, sistem hukum nasional, termasuk UUD 1945, tidak mengatur secara mutlak pengampunan terhadap koruptor. Artinya, tindak pidana korupsi tidak tepat mendapatkan amnesti dan abolisi lewat kewenangan presiden (nantinya lewat Perpres) karena tidak ada regulasi yg mengaturnya sehingga pelaksanaannya tidak bisa diukur secara konstitusional. Sebaliknya, amnesti dan abolisi hanya dapat diberikan untuk kepentingan yg jelas dan terukur secara konstitusional. Bukan sebagai alat diskresi politik sepihak yg ditetapkan sesuai selera presiden. Siapa yg bisa menjamin, tanpa ada rujukan pasti dan terukur secara konstitusional, Prabowo tidak akan menyelewengkan Kebijakan Amnesti dan Abolisi untuk kepentingan politik kekuasaan dengan tujuan selain kepentingan negara ? Dalam hal ini saya lebih sepakat, jika Prabowo mendorong, mendesak DPR sepakati RUU Perampasan aset bagi para koruptor lalu dipidanakan, dibanding memberi ampunan kepada koruptor dengan syarat mengembalikan kerugian negara. Pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor lalu dipidana, secara efektif dapat menguatkan efek jerah. Sementara, kebijakan pengampunan justru melemahkan efek jerah dan berpotensi menyuburkan budaya korupsi ke level yg tak terkendali. Dalam kaitan ini efek jerah sangat penting. Namun menurut Yuzril, efek jera adalah konsep era kolonial yg sudah tidak relevan dengan sistem hukum Indonesia, termasuk dalam pemidanaan kasus korupsi. Membenarkan pernyataannya, Yuzril mengatakan, sistem Pidana modern tidak lagi banyak bicara efek jera. Yusril membuat klaim, awalnya, pemidanaan kasus korupsi dirancang agar koruptor menyadari perbuatannya. Dalam konteks itulah, kata Yusril seperti halnya Prabowo, pemerintah memberi pengampunan sebagai bentuk rehabilitasi untuk koruptor. Pendapatan yg irasional. Apakah dengan memberi pengampunan pidana yg praktis melenyapkan efek jerah, Yuzril bisa menjamin pelaku korupsi akan kapok dan tidak mengulangi merampok uang negara ? Dengan ganjaran pidana yg diatur dalam pasal 4 UU tipikor saja, koruptor tidak ada kapok-kapoknya, masih saja tinggi tingkat korupsi Indonesia, apalagi jika dihilangkan efek jerah ? Saya sama sekali tidak sepakat dengan klaim Yuzril yg mengatakan efek jerah adalah konsep pidana era kolonial. Tidak relevan lagi di era saat ini. Pendapat ini menyelisihi teori GONE Jack Bologna, bahwa faktor utama pelaku melakukan korupsi adalah keserakahan. Faktor ini membuat korupsi makin tak terkendali karena upaya penegakan hukum dengan efek jerah yg lemah. Dengannya, maka efek jerah adalah elemen penting yg sangat relevan, harus dikuatkan dalam sistem pidana modern, termasuk dalam sistem pidana tipikor. Faktanya, pelaku korupsi dominannya adalah para elit yg terkatgeori orang kaya. Dengan adanya pengampunan yg melemahkan efek jerah, memberi kesempatan bagi para koruptor yg serakah untuk memperkirakan risiko. Misalnya korupsi Rp 5 triliun, yg dikembalikan hanya Rp 1 triliun. Mereka tetap akan untung. Terlebih lagi menjadi sinyal bagi para koruptor, bahwa tindakan ilegal perampokan uang negara dapat ditoleransi selama ada upaya mengembalikan uang yg dicuri. Para koruptor akan semakin tidak terkendali merampok uang negara karena tidak adanya ganjaran hukuman serius. Selama korupsi tidak ketahuan, berarti aman. Jika ketahuan, maka tinggal dikembalikan dengan jumlah yg tetap menguntungkan mereka. Selesai urusan. Dengannya, layak disebut, wacana pengampunan koruptor adalah langkah pragmatis yg jelas menciptakan preseden buruk. Berpotensi menyuburkan budaya korupsi dan menyemai peningkatan penyimpangan perampokan uang negara. Sangat kontraproduktif. Menciderai keadilan hukum, bertentangan dengan sistem hukum nasional, menciderai perasaan hukum masyarakat. Kebijakan yg tidak mendidik. Menjungkirbalikan akal sehat. Menjembatani indonesia menuju jalan pintas sebagai negara surga korupsi. Siapapun boleh saja korupsi tanpa takut diganjar hukuman serius. Jika tidak ketahuan, maka aman. Jika ketahuan, kembalikan kerugian negara dengan jumlah yg tetap bisa menguntungkan mereka. Selesai urusan. (*).
Sultan Perjuangkan Daerah Istimewa Banten dan Tolak Keras PIK 2
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Sultan Banten Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA hadir dalam acara Musyawarah dan Mudzakarah Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) Wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat di Islamic Center Komplek Kesultanan Surosowan, Banten Lama, Serang tanggal 14 Desember 2024. Didampingi Imam AHWA Dunia KH Tb Fahul Adhim Chotib, Sultan berjuang bersama Ulama, Cendekiawan Muslim,Tokoh, Ormas, Jawara, dan masyarakat Banten agar Provinsi Banten ditetapkan sebagai Daerah Istimewa. Nara Sumber dan seluruh peserta Musyawarah dan Mudzakarah juga dengan tegas bersepakat untuk menolak PSN PIK 2. Dua pakar Otonomi Daerah Prof. DR. Khasan Effendi, M.Pd dan Prof. DR. Ir. Triyuni Soemartono, MM menjelaskan peluang besar Banten untuk menjadi Daerah Istimewa seperti Yogyakarta dan Aceh. Ada alasan historis, ekonomi, budaya dan agama yang mendasarinya. Kini 5 Daerah yang telah berstatus Desentralisasi Asymetris yakni Yogya, Jakarta, Papua, Papua Barat, dan Aceh. Banten dapat menyusul. Pembicara atau nara sumber di samping Sultan Ratu Bagus Wisanggeni dan Imam AHWA KH Tb Fathul Adhim, juga pakar Ekonomi Syari\'ah dari Malaysia DR Dato Abu Ubaidillah, Prof. T. Roesbandi, DR. Ir. Memet Hakim, KH Albani Palimbani, KH Zaki, Mayjen Purn Deddy S Budiman, M Rizal Fadillah, SH, dan lainnya. Para pembicara sefaham mengenai potensi dan perlunya Banten menjadi Daerah Istimewa dan penolakan atas PIK 2 milik Aguan. Juga indikasi PIK 1 dan PIK 2 terkait dengan program OBOR China yang membahayakan dan menggerus kedaulatan Negara Republik Indonesia. Khusus PIK 2 yang berada di Wilayah Banten telah sangat meresahkan masyarakat. Perampasan tanah dengan berbagai modus untuk memberi keuntungan segelintir orang dan etnis tertentu jelas-jelas melanggar HAM dan Perundang-undangan. Apalagi pembentengan darat dan laut menciptakan Negara dalam Negara. Negara Naga di dalam Negara Garuda. Taujihat MUI yang meminta agar pemerintah mencabut PSN PIK 2 sangat layak untuk didukung. Suara peserta Musyawarah dan Mudzakarah AHWA Dunia di Serang ini mendukung taujihat MUI Pusat yang tidak lepas dari pandangan dan masukan MUI Propinsi Banten. Musyawirin mengajak masyarakat untuk memahami kemudharatan dan pelanggaran hukum dari PSN PIK 2. Menolak PIK 2 merupakan sikap keagamaan yang diwajibkan oleh syari\'at. Mereka yang tidak mempersoalkan proyek PIK 2 apalagi mendukung sesungguhnya tidak menghormati Keputusan MUI, Ulama dan Tokoh Banten yang sadar akan bahaya kerusakan lingkungan, pemaksaan, penyembunyian informasi, suap serta penipuan sistematis. PSN PIK 2 merupakan kejahatan sistematis. PSN PIK 2 adalah kepalsuan dari program pemerintah, sangat menindas, serta rentan terjadinya konflik etnis, agama, maupun budayaKehadiran Prof. Dr. Suhary (Ketum DPP Bakomubin), KH. Ahmad Rasim (Ketua DPW Bakomubin Banten), Ir. H. Buyung Ishak (UI Watch) serta Jawara Banten dan barisan APP TNI Banten di arena Mudzakarah menambah maraknya acara. Kesultanan Banten menjadi sentral dari perlawanan. Kesultananan Banten bersiap untuk Haul 500 tahun 1525-2025. Dua canangan perjuangan strategis Kesultanan yakni Banten Daerah Istimewa dan Tolak PIK 2 akan terus diperjuangkan oleh Sultan bersama rakyat dan masyarakat Banten. Kesultanan, Ulama, Cendekiawan, Tokoh, Jawara serta Ormas adalah kekuatan dalam membangun dan memajukan Provinsi Banten. Tidak perlu Banten Merdeka cukup Daerah Istimewa. (*)
PPn 12%, PDIP Mendadak Amnesia Dan Soekarno Gadungan
Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN AMBISI Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) 12% pada 1 Januari 2025 nanti mebuat atmospir politik nasional gaduh dan heboh. Protes dan penolakan masyarakat sipil (civil society) muncul seperti banjir air bah. Ponalakan yang tidak kalah keras dan deras datang dari para politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Soal pengenaan PPn 12% ini, PDIP menempatkan diri tampil di barisan paling depan yang menolak. Manuver PDIP kelihatannya seperti yang paling pembela kepentingan rakyat. Rakyat tidak boleh susuh atau menderita akibat berkakunya PPn 12%. Seakan-akan rakyat Indonesia sebentar lagi terancam miskin ekstrim. Rakyat mungkin tidak bisa makan dan minum kalau PPn 12 diberlakukan. Anak-anak Indonesia mungkin bakal terancam tidak bisa sekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Untuk itu, para politisi PDIP ramai-ramai keluar kandang dan menolak pembelakuan PPn 12% Januari 2025 nanti. Tidak kurang Ketua DPR Puan Maharani angkat bicara. Pua Maharani yang juga Ketua DPP PDIP menyatakan setuju pengenaan PNN 12% pada 1 Januari 2025 ditunda. Alasan yang dipakai Puan adalah dapat memicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat. “Dampak menaikkan PPn 12% itu bisa terjadi kepada masyarakat. Terutama ketika produsen dan pelaku usaha menaikkan harga satuan produk yang dijual. Bisa berakibat memicu inflasi naik semakin tinggi. Untuk itu, kemungkinan naiknya inflasi yang harus daintisipasi pemerintah, “himbau Puan seperti dukitip media massa nasional. Tidak hanya Puan Maharani yang keluar bicara menolak. Mantan calon Presiden Ganjar Pranowo juga ikut-ikutan bicara menolak kebijakan kenaikan PPn 12%. Selain itu, ada politisi PDIP lainnya seperti Rieke Diah Pitaloka, Dedi Sitorus dan Adian Naputupulu ikut bersuara menolak rencana menaikkan PPn dari 11% menjadi 12% nanti. Para poltisi PDIP diduga mendadak terjangkit penyakit lupa ingatan yang serius atau amnesia. Penyakit amnesia itu bisa saja terjadi karena lupa ingatan.Bisas juga hanya sebagian maupun seluruhnya. Amnesia merupakan gangguan yang menyebabkan tidak bisa mengingat fakta, informasi maupun pengelaman yang pernah dialami. Pengidap amnesia itu umumnya masih mengingat identitas diri. Namun sulit untuk mengingat kembali apa saja yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Para polisi PDIP menjadi amnesia kalau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) itu digagas dan disulkan oleh Fraksi PDIP di DPR. Komposisi di DPR ketika itu PDIP sebagai partai penguasa (the rulling party). Kader terbaik dan terhebat PDIP Joko Widodo adalah Presiden. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani diduga sebagai simpatisan terbaik PDIP. Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya yang paling benarfsu besar dengan pengenaan PPn 12% kepada rakyat ini adalah PDIP. Pihak yang bernafsu untuk peras rakyat itu PDIP. Bukan itu saja, namun PDIP juga diduga bernafsu kuras harta rakyat. Semua rencana besar itu dilakukan PDIP untuk mengantisipasi kader terbaik PDIP yang akan tampil menjadi Presiden pada 2024. Sayangnya, Pak Prabowo Subianto yang menjadi Presiden. Bukan Pak Ganjar Parnowo. Gagasan dan rencana besar PDIP merealisasikan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP ini telah berhasil menempakan PDIP sebagai pelanjut pemikiran Soekarno gadungan. PDIP itu kayaknya Soekarno kawe 3 dan 4. Berbeda banget antara dengan bumi dari gagasan dan pemikiran besar Bang Karno tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pasti tidak terbesit sedikitpun ada keinginan Bung Karno untuk memeras rakyat yang sangat dicintainya. Tragisnya, PDIP punya keinginan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang RUU HPP) ke DPR. Padahal RUU HPP itu jelas-jelas bentuk lain dari liberalisme, kolonialime dan imperialime model baru yang sangat ditentang dan dibenci oleh Bung Karno selama hidupnya. Tahun 2021 itu masih ada sisa-sisa Covid-19 yang diberlakkan secara terbatas. Kondisi ekonomi nasional saat itu masih jatuh terjerambab. Ekonomi belum pulih, karena terkena sakit parah. Namun DPIP tega-teganya mendorong RUU HPP ke DPR untuk dibahas dan disahkan DPR menjadi undang-undang. Padahal watak dan karekter dasar dari RUU HPP itu jelas sangat jahat, licik, picik. Pasti bakal memeras kantong rakyat, karena 25% anak Indonesia masih miskin. Sangat jauh dari ciri dan karakter “Partai Wong Cilik”. PDIP menjadi aktor utama dibalik lahirnya UU Nomor 7 Tahun 2021 tantang HPP. PDIP juga yang paling getol mendorong RUU HPP menjadi undang-undang. PDIP yang mengajak fraksi-fraksi lain untuk menyetujui RUU HPP menjadi undang-undang, kacuali Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sejak awal menyatakan menolak. Ketua Pansus RUU HPP adalah Dolfie Othniel Palit dari Fraksi PDIP. Hebat kan PDIP? Hari ini, tanpa merasa bersalah sedikitpun para politis PDIP ramia-ramai berteriak minta penundaan pemberlakuan PPn 12% pada 1 Januari 2025 nanti. PDIP juga tidak merasa bersalah kalau telah mempelopori RUU HPP menjadi undang-undang. Tidak berdsedia juga juga minta maaf kepada rakyat seperti PDIP menyatakan bersalah dan minta maaf karena telah mengajukan kader PDIP Joko Widodo menjadi calon Presiden pada tahun 2014 lalu. PDIP sekarang tampil seperti pihak yang paling benar benar dan benar. Melempar limbah dan kotoran dari UU Nomor 7 Tahun 2021 dan pembelakuan PPn 12% kepada pemerintah Presiden Prabowo Sobianto untuk dibersihkan. Seolah-olah Presiden Prabowo dan pemerintahnya adalah yang layak dipersalahkan kalau PPn 12% sampai diberlakukan 1 Januri 2025. Padahal jejek digital PDIP terkait proses pembuatan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP itu masih ada. Masih sangat lengkap dan sempurna untuk dibaca-baca kembali. Semoga saja ke depan, PDIP tidak menjadi antek-antek liberalisme, imperialisme dan kolonialisme gaya baru yang berkedok “Partai Wong Cilik”. Tidak lagi gampang dan mudah untuk terjangkit penyakit amnesia. Amin amin amin wallaahu alam bishawab.
GEOPOLITIK TIMUR TENGAH, Resonansi Turki Cemaskan Teluk
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior \"Zaghareet!\". Teriakan melengking para wanita, disertai pelukan penduduk Kota Homs (Suriah), kepada para pejuang Hayat Tahrir Al-Sham (HTS). Penduduk begitu antusias.\"Kami tahu, senjata itu tidak diarahkan kepada Kami\". \"Zaghareet\" dalam bahasa \"slank\" Suriah, kira-kira bermakna \"kebebasan telah datang\". Hari itu. Hanya sekitar 163 kilometer lagi, HTS sampai di Ibukota Damaskus. Melewati Aleppo-Damaskus Highway (tol), pejuang dukungan rakyat Suriah ini, berhasil mengusir rezim \"berdarah\". Bashar Al-Assad. Telah lahir \"broker\", telah lahir pialang, dan telah datang \"Purnama\" baru bagi rezim, dan rakyat Suriah. Turki yang sejak \"Arab Spring\" (2011), mempersiapkan pemberontakan rakyat Suriah. Tiga belas tahun kemudian terwujud. Keberhasilan Pasukan HTS pimpinan Ahmed Al-Sharaa, memperlicin terciptanya poros baru Turki. Kemudian memutus koridor darat Iran ke Lebanon. Sekaligus menancapkan kuku \"proxy\"nya, dari Afrika Utara hingga Kaukasus. Turki akan mengembalikan kisah sukses Turki Ustmani beberapa abad lalu lewat Suriah. Peran Iran di Suriah, pun juga \"gradually\" Lebanon, bakal beralih ke tangan Turki. Saya memperkirakan, Turki di bawah Tayyip Erdogan akan menjadi pemain penting di masa datang. Stabilitas Suriah, atas \"back up\"nya Turki, memunculkan rasa segan pada AS dan Israel. Walau diyakini, masalah Dataran Tinggi Golan (milik Suriah), akan dikesampingkan terlebih dahulu. Bagi Suriah saat ini, terbentuk Pemerintahan baru dulu. Lalu atas garansi Turki, Pemerintahan Ahmed Al-Sharaa bisa diakui oleh AS dan dunia Internasional. Yang hampir \"fixed\", saya bisa memastikan. Peran Iran di Suriah, telah berakhir. Bahkan, juga perannya di Lebanon. Sebagai \"pialang\" kekuasaan di Afrika Utara (tetangga Suriah), Turki sebelum ini telah menancapkan pengaruhnya di Libya. Negeri yang sempat bergolak pasca-Arab Spring, perlahan stabil. Turki berhasil mengamankan pengaruhnya dengan dukungan pengakuan terhadap Pemerintahan baru Libya. Turki yang pragmatis terhadap aliansi NATO, di mana bersama-sama AS-Uni Eropa, Turki menjadi anggotanya. Bagai \"buah simalakama\" bagi AS-Israel. Bukan hanya sebatas itu. Lewat pengaruhnya di Afghanistan (perbatasan Timur Iran). Rezim Taliban yang dimusuhi AS, telah dirangkul oleh Turki. AS yang merasakan getirnya mempertahankan rezim dukungannya Presiden Ashraf Ghani, harus \"menyerah\" dan terlempar kalah dari Afghanistan. Poros baru yang dibentuk Turki terhadap peta geopolitik milik: AS (Afghanistan), Suriah dan Libya (Rusia dan Iran), telah mengubah \"roadmap\" pola \"patron-client\". Rusia dan Iran berada di posisi kalah. Tidak sampai di situ. Turki juga telah melebarkan peta geopolitiknya lewat cara natural di Kaukasus. Membantu Azerbaijan (perbatasan Utara Iran) dalam peperangan memperebutkan koridor Nagorno-Karabakh, melawan Armenia. Turki yang mendukung Azerbaijan secara militer dan diplomasi. Tidak mendapat hambatan, baik oleh AS, maupun Rusia. Keuntungan bagi Ahmed Al-Sharaa (Pemerintahan baru Suriah), juga Hebatullah Akhundzada (Afghanistan), Mohammed Al-Menfi (Libya) yang merapat kepada Turki. Menjadi jembatan yang mudah (berdialog), dengan dunia Barat. Terutama AS. Kebangkitan Turki, mengisi \"ruang hampa\" Timur Tengah. Dianggap telah memperumit dinamika kekuatan regional. Khususnya terhadap Arab Saudi dan sekutunya di negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC). Bagi Arab Saudi, keberadaan Iran sebagai pemain kunci di Suriah, Lebanon, dan Yaman, hanya riak. Sektarian Syiah Iran, tidak terlalu mengganggu Arab Saudi dari sisi \"leadership\". Namun Turki dan Arab Saudi sama-sama Sunni. Wibawa Sunni Turki, pengaruhnya pasti lebih luas dan ekspansif ketimbang Arab Saudi. Bahkan sejarah kepemimpinan Turki, sangat inklusif dan disegani melalui Turki Ustmani di masa lalu. Arab Saudi tentu tergetar, dan melihat pengaruh Turki bisa membangkitkan kebebasan di sejumlah negara GCC (Gulf Cooperation Council) yang berbentuk ke-emiran. Jatuhnya Bashar Al-Assad, memiliki implikasi dan plus-minus bagi: Arab Saudi, GCC, Iran, Lebanon, Rusia, Israel, dan Hezbollah. Terlebih HTS menumbangkan rezim Assad, atas dukungan kuat Turki . Resonansi Turki yang berwarna, Islam Sunni dan Islamis politik. Akan \"mengipas\" dan memberi pilihan pada rakyat di negara-negara Teluk. Dari sistem yang berlaku sekarang, ke sistem monarki yang lebih demokratis dan dinamis. Turki, langsung atau tidak. Akan mempengaruhi stagnasi sistem yang ada saat ini. Timur Tengah akan lebih dinamis dengan keberadaan Turki. (*).