OPINI

Daftar Di KPU, Ini Jawaban Buat Para Peragu

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Clear! Anies-Cak Imin capres-cawapres. Anies-Cak Imin telah daftar ke KPU hari ini, kamis 19 Oktober 2023 jam 08.00. Pendaftaran ini menjadi jawaban terhadap keraguan yang selama ini didengungkan oleh sejumlah pihak. Terlalu sering publik medengar keraguan ini, baik di media, medsos maupun dalam perbincangan politik sehari-hari. \"Anies tidak bakal bisa nyapres\". Inilah kalimat yang kita sering sama-sama dengar dan baca. Kalimat ini punya dua makna: pertama, sebagai kalimat mengejek. Ejekan ini umumnya keluar dari mereka yang tidak mendukung Anies, bahkan cenderung menyimpan kebencian. Kedua, kalimat ini datang dari kubu lawan yang mengaku mendapat info valid bahwa Anies tidak mungkin bisa maju. Berhasil dijegal dengan kasus Formule atau dijegal melalui partai pengusungnya. Ketiga, kalimat ini sebagai bentuk keraguan. Banyak orang yang \"wait and see\". Mereka menunggu jadual pendaftaran. Setelah ada kepastian Anies nyapres, mereka nerapat dan memberi dukungan.  Kelompok ketiga ini menganggap konyol kalau mendukung di awal, lalu Anies tidak bisa maju. Ini sikap tidak rasional dan betul-berul konyol. Mereka tidak mau ambil risiko. Karena bagi mereka, hidup itu untuk menang, bukan untuk dipertaruhkan. Kalompok ini selalu banyak jumlahnya. Merespons fakta ini, para pendukung Anies sering menggunakan istilah \"Assabiquunal awwalun\" dan \"Assabiquunal aakhirun\". Assabiquunal Awwaluun adalah para pendukung Anies periode awal sebelum pendaftaran, dan Asaabiquunal Aakhirun adalah para pendukung yang datang pasca pendaftaran. Pendukung awal, mereka yang ikut berdarah-darah dan ikut berjuang sebelum pendaftaran, umumnya adalah orang-orang yang yakin bahwa Anies adalah tokoh yang layak dipercaya karena rekam jejaknya menunjukan kejelasan integritas dan kapabilitas untuk memimpin negeri ini kedepan. Anies adalah sosok yang dibutuhkan negeri ini. Mereka yakin jalan Tuhan akan membersamai Anies. Alam akan memberinya kesempatan Anies untuk memimpin negeri ini. Tiba pada waktunya Nasdem mendeklarasikan Anies, lalu di kemudian hari disusul oleh PKS dan Demokrat. Sampai di titik ini, bagi banyak pihak tetap belum cukup meyakinkan Anies bisa nyapres. Mereka berpikir, Anies masih potensial untuk dikriminalisasi. Mereka makin ragu lagi ketika publik mendengar kabar bahwa Demokrat mengancam akan hengkang.  Anies telah dihadapkan pada tarik menarik dua partai koalisi. Demokrat bertahan jika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jadi cawapres. Kalau AHY jadi cawapres, Nasdem bisa tarik diri, dan Anies tidak gagal nyapres.  Sampai pada akhirnya, takdir mempertemukan Anies dengan Cak Imin. Demokrat membuktikan ancamannya untuk exit dan diganti oleh PKB. Partai koalisi berubah menjadi Nasdem, PKS dan PKB. Minus Demokrat. Nama koalisinya adalah Koalisi Perubahan. Sudah ada pasangan capres-cawapres yaitu Anies-Cak Imin, dan sudah pula ada partai-partai pengusung yang memenuhi syarat, sebagian orang masih tidak percaya kalau Anies-Cak Imin bisa maju. Kali ini bukan Anies yang dikhawatirkan, tapi Cak Imin. Cak Imin, kata mereka, berpotensi dilriminalisasi. Dan betul, selesai deklarasi di Surabaya, Cak Imin dipanggil sebagai saksi dalam kasus 11 tahun lalu. Ini dahsyat. Inilah yang membuat sebagian orang ragu apakah pasangan Anies-Cak Imin bisa daftar di KPU. Hilang isu kriminalisasi Cak Imin, giliran Nasdem yang dihajar dengan isu aliran dana ke partai. Lagi-lagi, keraguan sebagian orang itu terus bertahan. \"Jangan-jangan Nasdem didiskualifikasi\". Kalau Nasdem didiskualifikasi, Anies-Cak Imin otomatis juga diskualifikasi. Itulah ilmu keraguan. Sekali ragu, akan selalu punya alasan untuk ragu. Tapi hari ini, (19/10) Anies-Cak Imin daftar ke KPU. Resmi sebagai capres-cawapres, dan pasangan ini berhak untuk ikut dalam kontestasi pilpres 14 Pebruari 2024.  Masih ada yang ragu? Makkah-Jeddah, 19 Oktober 2023.

Mahkamah Kacrut

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan TERLALU banyak ejekan pada Mahkamah Konstitusi yang kerjanya kacrut alias kacau. Pantas disebut Mahkamah Kacrut, Mahkamah Keluarga, Mahkamah Kongkalikong, Mahkamah Kroni, Mahkamah Keledai atau Mahkamah Kecoa. Ketuanya adalah Anwar Usman adik ipar Jokowi atau paman Gibran dan Kaesang. Rakyat sudah muak dengan perilaku hakim-hakim pengkhianat rakyat. Berbaju konstitusi berhati besi. Tidak peduli pada aspirasi.  Putusan uji materiel tentang usia capres penuh manipulasi. Tujuannya memfasilitasi keluarga istri, adik Jokowi. Saat putusan diambil Jokowi pergi ke luar negeri menemui kakak besar. Alasan formalnya ikut KTT dan membangun jaringan bisnis, informalnya tidak jelas. Bisa saja lapor perkembangan politik dalam negeri. Xi Jinping kan sudah dianggap saudara. Atau mungkin meminta arahan dari kakak besar itu? Semua menjadi misteri.  Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 menetapkan batasan usia Capres Cawapres 40 tahun. Lalu membuka peluang bebas batas usia asal pernah/sedang menjadi Kepala Daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota. Artinya pintu untuk Gibran menjadi sangat terbuka. Inilah agenda terselubung dari Judicial Review itu. MK sendiri sesungguhnya dinilai tidak memiliki kewenangan untuk memutus perkara gugatan seperti ini.  Putusan demikian dinilai seenaknya dan bertentangan dengan Konstitusi. MK mengambil porsi kewenangan pembuat UU.  MK memang Mahkamah Kontroversial. Sebelumnya belasan gugatan PT 20% tidak diterima atau ditolak. Padahal gugatan tersebut untuk memperbaiki kehidupan politik domestik agar semakin matang dan demokratis. Lalu gugatan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang tolak dan tolak. Ada Putusan MK \"Inkonstitusional bersyarat\" perintah memperbaiki 2 tahun.  Hebatnya, Putusan \"aneh\" MK itu ternyata kongkalikong Jokowi yang alih-alih memperbaiki dan menjalankan Putusan MK, justru mengeluarkan Perppu. DPR sang  \"tukang stempel\" setuju Perppu menjadi Undang-Undang. MK senyum-senyum saja. No komen. Mungkin menurutnya tidak ada ketentuan yang mengatur keharusan adanya komen.  MK bukan saja tidak bermutu tetapi tidak perlu. Personalnya perusak. Dissenting opinion menjadi drama Korea, pura-pura demokratis padahal tidak berpengaruh. Pencitraan semata. Publik skeptis dengan keseriusan penanganan kasus. Apalagi yang dikaitkan dengan Jokowi dan keluarganya. Putusan usia Capres/Cawapres dan pengalaman jabatan sebagai Kepala Daerah adalah contoh drama akal-akalan itu.  Dengan personal dan cara kerja seperti itu Para Hakim MK layak diberhentikan atau dibubarkan. MK bukan menjadi pengawal Konstitusi melainkan pelanggar dan penginjak-injak Konstitusi. Kebiasaan buruk ini diprediksi akan terus berlanjut saat MK menjadi pemutus kasus Pemilu 2024. Mahkamah Kongkalikong adalah hama bangsa yang tidak dapat dipercaya.  Evaluasi isi Konstitusi harus menyentuh keberadaan Mahkamah Konstitusi. Upaya untuk menjadikan MK sebagai lembaga terhormat dan berwibawa semakin jauh dari harapan. Ketua MK Anwar Usman adalah sopir yang menjalankan kendaraan secara ugal-ugalan. Identitas penggugat yang dikabulkan gugatannya saja salah. Mahasiswa dari Perguruan Tinggi mana.  Memang MK adalah Mahkamah KACRUT!  Bandung, 19 Oktober 2023.

Akhirnya Ganjar-Mahfud Bersanding, Akankah Prabowo-Gibran Menyusul, atau..

Oleh: Ady Amar, Kolumnis Tidak ada kejutan berarti dipilihnya Prof Mahfud MD pagi ini, Rabu (18/10), yang bersanding dengan Ganjar Pranowo. Sudah diprediksi pilihan untuk Ganjar tidak jauh-jauh dari Mahfud. Jadi sambutan publik pun ya biasa-biasa saja. Tentu beda jauh jika dibandingkan kejutan yang dibuat Anies dengan memilih Muhaimin Iskandar. Pilihan yang di luar prediksi. Bahkan Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin Iskandar, dibicarakan pun tak pernah. Maka, saat diputuskan Anies-Muhaimin gempa keterkejutannya dahsyat. Setelah sebelumnya Anies digadang seolah akan disandingkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Kemudian pilihan jatuh pada Cak Imin, itu lebih pada strategi pemenangan, yang itu mencengangkan banyak pihak. Dan disikapi Partai Demokrat dengan meninggalkan Anies dan bergabung dengan Prabowo, meski di tempat yang baru rela sekalipun tidak mendapat apa-apa, dan kurang diperhitungkan. Tidak sebagaimana Ganjar, yang jauh hari bisa diprediksi akan disandingkan dengan Prof Mahfud MD. Berharap Mahfud bisa menyumbang suara dari kalangan akademisi dan kaum nahdliyyin khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ganjar-Mahfud resmi sebagai pasangan yang diusung PDIP, PPP, Partai Hanura, dan Perindo. Memilih Mahfud untuk Ganjar bukanlah rahasia umum. Bahkan publik menilai, Mahfud ada dalam ranking pertama yang akan dipilih. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengumumkannya. Tentu sambil melihat  kandidat lainnya, dan itu Prabowo Subianto yang akan bersanding dengan siapa. Prabowo sepertinya akan bersanding dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi. Memang Gibran telah mendapat privilese dari MK, meski usianya belum 40 tahun. Segala cara demi Gibran diupayakan bisa disiasati, dilakukan dan berhasil. Jika Gibran maju mendampingi Prabowo, itu berarti ia akan bersinggungan dengan PDIP. Pastilah menyakitkan PDIP. Maka dicarikan jalan yang lebih sift, Gibran sepertinya akan mundur dari PDIP. Dipilihlah Partai Golkar untuk ia berlabuh. Langkah ini pun masih akan juga menyakitkan PDIP, tapi setidaknya secara etika tak ada yang dilanggarnya. Tapi tetap akan berdampak pada hubungan Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Semua tentu sudah diperhitungkan. Kita akan lihat setidaknya dalam pekan ini, Koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora) akankah Prabowo akan deklarasi berpasangan dengan Gibran. Seperti mencari waktu yang tepat saja, juga melihat kecenderungan publik lebih berpihak pada Prabowo-Gibran, atau bahkan sebaliknya. Jika suara-suara minor pada Gibran terus menggelinding, dan lalu pilihan cawapres yang mendampingi Prabowo bukan Gibran, maka sungguh sia-sia kerja keras Ketua MK Anwar Usman--ipar dari Jokowi--karenanya paman dari Gibran, guna menggoalkan keikutsertaan Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024. Mestinya ini juga bisa jadi bahan pertimbangan Koalisi Indonesia Maju. Tak kalah pula patut dipertimbangkan adalah sikap Presiden Jokowi, bagaimana jika sampai Gibran tidak jadi diusung sebagai cawapres mendampingi Prabowo, apakah akan sama sikapnya dalam membersamai Prabowo. Sepertinya belum tentu, bahkan bisa memukul balik dengan memilih meninggalkan Koalisi Indonesia Maju. Tak mustahil muncul pikiran, untuk apa meng- endorse Prabowo di mana Gibran tak terpilih sebagai cawapresnya. Karenanya, tidak mustahil endorse pada Prabowo dialihkan pada Ganjar, itu agar tetap terjaga hubungan baik dengan PDIP, khususnya dengan Ibu Megawati. Karenanya, tak muncul sebutan Jokowi sebagai \"malin kundang\", anak yang durhaka pada ibunya (Megawati). Analisa yang muncul lebih menguatkan akan bersandingnya Prabowo-Gibran, yang dianggap potensial paling punya kans kemenangan dalam pilpres, ketimbang jika berpasangan dengan nama-nama yang dikesankan \"dekat\" dengan Prabowo. Diantaranya, Erick Thohir, Airlangga Hartarto dan, atau Khofifah Indarparawansa. Tapi jika Koalisi Indonesia Maju memilih Gibran Rakabuming Raka, tidak mustahil pasokan bantuan, dan itu cawe-cawe sebagaimana yang dijanjikan Presiden Jokowi pastilah akan punya nilai tersendiri yang menguntungkan. Sepertinya pasangan Prabowo-Gibran ini yang akan dipilih Koalisi Indonesia Maju. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Meski demikian, tidak akan ada kejutan yang lebih dahsyat dibanding saat disandingkannya Anies-Muhaimin. Semua sepertinya sudah antiklimaks.**

Pilpres 2024 Sudah Berakhir

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih  MENURUT Linda Lee Kaid  (2007), iklan politik adalah proses komunikasi dimana seorang sumber (biasanya kandidat dan atau partai politik) membeli atau memanfaatkan kesempatan melalui media massa guna meng-exposure pesan-pesan politik dengan sengaja untuk mempengaruhi sikap, kepercayaan dan perilaku politik khalayak. Iklan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik, apakah itu iklan bener atau tipuan. Menjelang Pilpres 1024, muncul survey rentalan, pencitraan, bualan janji bohong. Disempurnakan money politik yang diyakini sebagai senjata pamungkasnya, tanpa rasa malu dan bersalah hanya bekerja sesuai sponsornya. Jualan  angka angka hasil rekayasa berisi isu bohong, murahan  dipaksakan seolah olah sebuah kebenaran. Jadi kebohongan iklan dan survei yang dilancarkan secara terus menerus bisa berpengaruh kuat pada masyarakat pemilih diyakini ahirnya akan dianggap benar. Mereka bermazhab \"Lenin\" bahwa : \"kebohongan yang diajarkan terus menerus dikemudian hari akan dianggap sebagai sebuah kebenaran\" Taipan oligarki di topang kekuatan Xi Jinping (konsultan politik Presiden) memiliki kendali total atas pelaksana Pilpres 2024.  \"Tidak ada jaminan akan terlaksana pilres yang jujur dan adil bahkan peluang kecurangan dalam bentuknya yang macam macam akan terjadi dengan masif. Bandar politik  menguasai semua proses ranah tata laksana politik kita dan Pilpres dengan kekuatan finansial yang sangat besar, untuk membeli semua perangkat pelaksana di semua lini. KPU dan MK sudah dalam kendali dan genggaman mereka. Untuk kembali melahirkan  presiden kelas boneka yang lebih parah sebagai kaki tangan mereka. Ini Pilpres bandar politik bukan Pilpres rakyat. Rekayasa lanjut adalah permainan memanipulasi suara di KPU dan MK sebagai gawang terminal ahir penentu legalitas hukum, dalam kesiapan tinggi melaksanakan tugasnya, harus mengamankan capres bonekanya. \"Pilpres 2024 sesungguhnya saat ini sudah selesai siapa yang akan menjadi Presiden boneka selanjutnya sudah bisa ditebak hanya akan dikuasai oleh kekuatan dan jaringan penjajah gaya baru\" Pertanyaan apakah gambaran buruk Pemilu serentak 2024 benar benar akan terjadi.  Jawabannya : ya akan terjadi, kalau tidak ada perubahan ajaib secara total tentang perangkat instrumen UU Pemilu dan perangkat aturan Pemilu lainnya.  Perubahan ajaib tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan kekuatan besar dari pemilik kedaulatan negara (rakyat) melakukan people power untuk memaksa penguasa merubah kembalikan proses pilpres yang jujur dan adil. Keadaan darurat akan terjadi dan jalan keluarnya bubarkan rezim bentuk pemerintahan darurat,  pemilihan Presiden di tata ulang sesuai UUD 45. Maka menjadi mutlak negara harus kembali ke UUD 45..*****

Ganjar- Mahfud (GaMa), untuk Indonesia

Oleh Sutrisno Pangaribuan -Presidium Kongres Rakyat Nasional JELANG pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden (bacapres dan bacawapres), pada 19-25 Oktober 2023, PDIP akan  mengumumkan bacawapres, Rabu (18/10/2023), pukul 10.00 WIB. PDIP memilih hari Rabu untuk pengumuman bacawapres bersamaan dengan hari pelaksanaan Pemilu 2024, yakni Rabu (14/2/2023), sebagai pertanda kesiapan raih kemenangan. Sebelum diumumkan, beredar foto antara ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Mahfud MD. Meski PDIP tidak pernah menyebut inisial, namun foto tersebut tidak  membutuhkan ahli tafsir seperti Budi Arie dan Zulkifli Hasan yang menafsirkan pukulan gong delapan (8) kali, saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Rakernas VI Projo pekan lalu. Keputusan mengusung Ganjar- Mahfud oleh PDIP adalah tindakan kstaria untuk menebus kesalahan yang dilakukan jelang Pemilu 2019. Mahfud yang sudah mempersiapkan diri untuk deklarasi sebagai pasangan cawapres Jokowi, terpaksa batal akibat Jokowi diancam oleh Parpol mitra koalisi, hingga akhirnya Ma\'ruf Amin yang dijadikan cawapres. Megawati tidak mau mengulangi kesalahan tersebut, dengan koalisi ramping, PDIP dengan mudah mengambil keputusan untuk kepentingan bangsa dan negara. Pasangan Komplit Kongres Rakyat Nasional (Kornas) semula mendorong agar bacawapres pasangan Ganjar dari luar pulau Jawa. Kemudian berubah sesuai kebutuhan akomodasi perempuan. Akan tetapi sesuai dinamika politik, Kornas menjatuhkan pilihan kepada Mahfud MD dengan pertimbangan sebagai berikut: Pertama bahwa Ganjar dan Mahfud sama- sama sarjana hukum yang relevan dalam menjalankan roda pemerintahan yang setiap saat berhubungan dengan hukum. Kedua, bahwa keduanya berlatar belakang aktivis mahasiswa, dimana Ganjar aktivis mahasiswa pecinta alam dan GMNI, sedang Mahfud aktivis HMI, hingga permah menjadi Presidium Nasional KAHMI. Ketiga, bahwa pengalaman keduanya dalam tata negara dan pemerintahan lengkap. Ganjar pernah menjadi Anggota DPR RI, lalu menjadi Gubernur. Sedang Mahfud pernah menjadi anggota DPR RI, lalu Menteri Pertahanan, kemudian Ketua Mahkamah Konstitusi, dan saat ini Menkopolhukam. Keempat, bahwa keduanya memiliki komitmen yang sama, taat dan patuh kepada konstitusi. Sehingga keduanya selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok. Ganjar dan Mahfud sebagai pejuang kerukunan dan toleransi sekaligus anti diskriminasi dan memiliki sikap menolak paham, aksi radikalisme dan intoleransi. Kelima, bahwa keduanya memiliki integritas sebagai pejabat yang bersih dari praktik- praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Keduanya memberikan contoh dan teladan dalam posisi dan jabatan yang diemban. Keenam, bahwa keduanya memiliki akar dan basis yang kuat. Ganjar basisnya nasionalis dan kelompok milenial dan generasi z, sedang Mahfud punya basis yang kuat pada kelompok Islam, terutama di basis NU. Sebagai aktivis HMI membuat Mahfud diterima di kelompok- kelompok Ormas Islam selain NU, Mahfud juga memiliki jaringan yang kuat dengah berbagai LSM, Ornop, Ormas lintas sektoral. Mahfud juga memiliki akses dan jaringan kampus sebagai dosen. Ketujuh, bahwa keduanya adalah rakyat biasa, bukan darah biru, bukan putra, putri, menantu, cucu presiden. Keduanya hidup sederhana bahkan kekurangan, hingga pasti memahami berbagai kesulitan yang dihadapi oleh orang biasa yang membuat keduanya fasih mengurusi rakyat. Kedelapan, bahwa keduanya merupakan sosok yang sederhana dan tidak memilki bisnis apapun, sehingga tidak memiliki dana dan logistik yang besar. Keduanya juga tidak memiliki dukungan dari para bandar politik yang dapat mengendalikan keduanya. Ganjar dan Mahfud tidak dapat diatur, ditekan, dipaksa oligarki. Kekuatan keduanya berada di tangan rakyat yang tidak terbatas. Kornas akan bergerak terus mengajak dan meyakinkan rakyat untuk mendukung Ganjar- Mahfud. Kornas menyampaikan terimakasih kepada Megawati Soekarnoputri dengan seluruh pimpinan parpol koalisi atas keyakinan memilih dan akan mengusung Ganjar- Mahfud (GaMa). (*)

"Point of No Return’: Nekat, Jokowi Pertahankan Kekuasaan Dengan Segala Cara

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TIDAK ada titik kembali. Jokowi terjebak dalam posisi ‘point of no return’ untuk pertahankan kekuasaan. Tidak bisa tidak, kalau mau selamat. Karena, selama dua periode pemerintahannya, Jokowi diduga banyak melakukan pelanggaran hukum, termasuk konstitusi. Antara lain, proyek kereta cepat Jakarta Bandung yang awalnya business-to-business ternyata menggunakan APBN. Bahkan APBN dijadikan jaminan utang. Selain itu, UU IKN dan UU Cipta Kerja terindikasi melanggar konstitusi. Terbaru, kasus Rempang Eco City ditengarai melanggar HAM berat. Jangan lupa, Kaesang dan Gibran juga dilaporkan ke KPK sebagai terduga KKN, karena menerima dana investasi dari Sinar Mas yang didakwa bersalah pada kasus kebakaran hutan tetapi hanya dihukum ringan, atau diringankan? Tidak heran, relawan Jokowi yang sekarang menjabat Menteri Kominfo, Budi Arie, sempat keceplosan: “kalau kalah Pilpres 2024, kita semua bisa masuk penjara”. Juga tidak heran, Jokowi berupaya keras agar terus bisa berperan di pusat kekuasaan. Tidak ada pilihan, demi keselamatan seluruh keluarga. Point of no return. Kalau perlu, menggunakan segala cara. Pertama, (pendukung) Jokowi berupaya memperpanjang masa jabatan Jokowi, dengan dua atau tiga tahun. Ada yang berimajinasi liar, Jokowi akan menunda pemilu dan pilpres, karena terjadi chaos atau tidak ada dana APBN untuk pemilu. Tentu saja semuanya kandas. Karena semua itu melanggar konstitusi secara brutal. Kemudian, (pendukung) Jokowi juga berupaya memperpanjang periode jabatan presiden menjadi tiga periode. Dengan cara mengeluarkan dekrit presiden kembali ke UUD asli, di mana MPR nantinya akan mengangkat Jokowi kembali sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Tentu saja, imajinasi liar ini juga kandas. Karena juga melanggar konstitusi, sama brutalnya. Tidak putus asa, Jokowi kemudian mau dijadikan wakil presiden. Untuk itu, partai berkarya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, bahwa presiden dua periode boleh menjadi wakil presiden. Gugatan ditolak. Kandas lagi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230131170933-12-907180/mk-tegaskan-presiden-2-periode-tak-boleh-maju-cawapres https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230718124107-32-974816/mk-tolak-gugatan-muchdi-pr-soal-presiden-2-periode-bisa-jadi-cawapres Jokowi selesai. Jokowi akan segera menjadi masa lalu. Menjadi rakyat jelata. Bagaimana nasibnya ke depan? Bagaimana keamanannya ke depan? Demi keamanan masa depannya, Jokowi berusaha menjadi ‘God Father’ dalam menentukan presiden yang akan datang. Awalnya, Jokowi mau menguasai Ganjar Pranowo sebagai ‘boneka’nya. Gagal. Ganjar tegak lurus kepada Megawati dan PDIP. Joman, Jokowi Mania, di bawah koordinasi Immanuel Ebenezer, yang awalnya mendukung Ganjar kemudian lari mendukung Prabowo. Ini tanda sangat jelas, Jokowi tidak lagi mendukung Ganjar, tetapi mendukung Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, partai terbesar ketiga. Karena, Prabowo saat ini menjadi satu-satunya harapan terakhir Jokowi dan keluarga yang tersisa, untuk mengamankan masa depannya. Tetapi, Jokowi merasa tidak cukup hanya menggantungkan nasibnya kepada Prabowo. Jokowi tidak bisa menyerahkan seratus persen nasib masa depannya kepada Prabowo. Jokowi harus memastikan, masa depannya sekeluarga aman dan tenteram. Untuk itu, jalan terakhir adalah menjadikan Gibran wakil presiden. Memang sangat absurd. Karena saat ini Jokowi dan keluarga tidak bisa berpikir jernih. Panik, karena menyangkut nasib masa depan. Tetapi, apa daya. Gibran tidak memenuhi persyaratan batas usia minimum calon wakil presiden. Gibran belum cukup umur, belum berusia 40 tahun ketika pendaftaran pilpres 19 Oktober yang akan datang, seperti persyaratan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Jalan terakhir, nekat. Batas usia minimum di dalam UU Pemilu harus diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun, agar Gibran bisa menjadi calon wakil presiden. Caranya, melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi, batas usia minimum capres-cawapres melanggar konstitusi. Tentu saja, gugatan tersebut tidak dilakukan oleh Gibran sendiri. Tetapi, oleh banyak pihak. Berlapis-lapis. Mahkamah Konstitusi juga nekat. Seharusnya, Mahkamah Konstitusi tidak bisa menerima gugatan tersebut, karena tidak ada ‘legal standing’. Nekat, Mahkamah Konstitusi tetap menggelar sidang. Tapi, lagi-lagi kandas. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan. Batas usia minimum capres-cawapres tetap 40 tahun. Di ‘injury time’, Mahkamah Konstitusi bertambah nekat. Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, adik ipar Presiden Jokowi, sekaligus paman Gibran, cawe-cawe. Menurut Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, Anwar Usman mengubah komposisi Hakim Konstitusi untuk sidang gugatan keempat, yaitu penambahan persyaratan alternatif capres-cawapres “….. atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah”. Hasil cawe-cawe Anwar Usman, Mahkamah Konstitusi “mengabulkan” gugatan dengan skor 5-4, lima mengabulkan dan empat menolak. Meskipun dua Hakim Konstitusi, di antara lima yang mengabulkan, menyatakan “berpengalaman sebagai Kepala Daerah setingkat Provinsi”, bukan Kabupaten. Perbedaan pendapat ini pada saatnya akan menjadi permasalahan serius tersendiri. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231016205804-12-1012030/saldi-isra-soal-kepala-daerah-ikut-pilpres-seharusnya-hanya-gubernur/amp Putusan “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah (termasuk Kabupaten/kota)” sangat jelas diformulasikan untuk kepentingan orang yang belum berusia 40 tahun tetapi sedang menjabat Kepala Daerah. Saat ini, mungkin hanya Gibran satu-satunya yang memenuhi persyaratan tersebut. Artinya, Anwar Usman dan Jokowi terbukti tambah nekat. Karena point of no return. KKN tersirat jelas dalam putusan Mahkamah Konstutusi ini. Demi menyelamatkan masa depan keluarga. Apakah benar bisa selamat? Masih menjadi tanda tanya besar! --- 000 ---

Mlaku Bareng AMIN di Sidoarjo Menjungkirbalikkan Semua Opini Survei Pesanan di Jatim

Oleh Yarifai Mappeaty | Pemerhati Sosial Politik  SIAPA yang memenangkan Jawa Timur berarti memenangi Pilpres. Pada Pilpres 2024, Jawa Timur kembali menjadi medan pertempuran paling sengit. Tampaknya semua sependapat dengan hal itu. Buktinya, kegiatan survei opini publik belakangan ini mulai mengarah ke sana.  Bahkan, sejak September 2023, pasca deklarasi pasangan Anies – Muhaimin (AMIN), sejumlah lembaga survei nasional dan lokal telah mulai bekerja membangun dan melakukan penggiringan opini.  Penulis menyebutnya demikian karena hasil survei mereka, dipublikasikan secara masif. Tujuannya, tentu untuk mempengaruhi opini publik, demi kepentingan Capres tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari publikasi itu.  Oleh karena itu, nyaris semua hasil survei yang dipublikasi sudah tidak lagi “apa adanya”, tetapi  lebih pada “ada apanya”. Demi memenuhi pesanan pemesan survei, data survei terpaksa diolah sedemikian untuk kepentingan publikasi, atau hasil survei tak dipublikasikan sama sekali. Itu sebabnya kita mesti kritis membaca publikasi hasil survei karena sudah cenderung menyesatkan. Publikasi hasil survei di Jawa Timur, pun ditengarai dalam kondisi semacam itu. Tetapi menariknya,  semua Lembaga survei kompak melaporkan elektabilitas Anies Baswedan terendah, yaitu 14%. Tetapi mereka berbeda melaporkan Bacapres dengan elektabilitas tertinggi dengan nilai persentase yang beragam pula. Maklum, karena pemesannya juga pasti berbeda.  Timbul pertanyaan, mengapa elektabilitas Anies serendah itu? Sedangkan semua survei dilakukan setelah pasangan AMIN dideklarasikan. Sehingga timbul kesan bahwa faktor Cak Imin tidak memiliki kontribusi terhadap peningkatan elektoral pasangan AMIN. Ini opini yang coba dibangun oleh semua tukang survei. Bayangkan, begitu mengerdilkannya sosok Cak Imin, disandingkan dengan Erick Thohir sebagai Cawapres, pun tidak ada apa-apanya. Elektabilitasnya kalah jauh. Jujur, ini mengusik akal sehat kita.  Sebab, memangnya Erick Thohir punya modal sosial apa di Jawa Timur sehingga unggul demikian jauh? Padahal jawa Timur adalah basis sosiologis Cak Imin. Lain halnya jika itu terjadi di Jawa Barat atau di daerah lain di luar Jawa Timur, maka argumen yang menyebut kontribusi Cak Imin rendah, relatif dapat diterima. Mengapa? Sebab basis sosiologis Cak Imin di luar Jawa Timur, diakui relatif memang lemah.  Atau, jangan-jangan ini hanya akal-akalan Polltracking saja untuk menggoda Prabowo agar mau menggandeng Erick Thohir sebagai Cawapresnya. Mungkin saja. Tetapi Erick harus siap-siap gigit jari, sebab keputusan MK telah membuka peluang bagi Gibran untuk digandeng Prabowo. Lain lagi cara Indikator untuk mengecilkan pasangan AMIN. Ia melaporkan bahwa selain elektabiltas Anies rendah, strong voters-nya juga rendah, yaitu, hanya 58,2%. Artinya, swing voters Anies tinggi, 41,8%.  Dengan kata lain, Indikator hendak memberi kesan bahwa elektabilitas Anies sebenarnya hanya 8%. Bagaimana kalkulasinya? Daftar pemilih tetap (DPT) Jawa Timur 31 Juta. Jika elektabilistas Anies 14%, maka jumlah pemilih Anies di Jawa Timur, hanya sekitar 4,4 Juta. Jika swing voters-nya 41,8%, maka pemilih Anies berpotensi berpaling sebesar 1,8 Juta (41,8% x 4,4 Juta). Jika itu terjadi, maka pemilih Anies tinggal 2,6 juta, atau elektabilitas hanya 8% (2,6 Juta dibagi 31 Juta).  Kira-kira, apa motif Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator, sampai membangun narasi semacam itu? Opini yang dibangun oleh Lembaga survei tersebut memberikan implikasi bagi pasangan AMIN, antara lain, dipastikan akan kesulitan di dalam melakukan mobilisasi dan pengumpulan massa dalam jumlah besar. Sebab selain jumlah massa pemilihnya kecil, fanatismenya juga rendah. Tetapi apa yang terjadi di Sidoarjo pada Ahad, 15 Oktober 2023.  Mlaku (jalan) bareng AMIN yang dibanjiri massa hingga 1 Juta lebih, telah menjungkir-balikkan opini yang dibangun oleh semua Lembaga survei. Sebab bagaimana mungkin pasangan AMIN mampu melakukan itu, sedangkan elektabilitas dan jumlah massa fanatiknya diopinikan sangat kecil? Apakah Prabowo dan Ganjar yang digadang-gadang saat ini memiliki elektabilitas di atas 40%, mampu melakukan hal yang sama di Jawa Timur? Ayo buktikan. [ym] Makassar, 17 Oktober 2023

Marwah MK Makin Runtuh: Skenario Menggagalkan Pilpres?

Oleh Agus Wahid | Pemerhati Politik dan Hukum  UNTUK sekian kalinya, Mahkamah Konstitusi (MK) – secara sadar – mencoreng marwahnya tanpa malu. Integritasnya tergadai. Tak lagi bisa diharapkan sebagai benteng penegak konstutusi yang jernih, berkadilan untuk rakyat dan negeri. Dan kali ini, terjadi lagi pencorengan itu. Yaitu, sebuah putusan yang – secara substansial – mengabulkan gugatan perubahan batasan minimal usia calon presiden dan atau wakil presiden. Meski batasan usia maksimal 40 tahun masih dipertahankan, namun batasan usia itu “dihempaskan” atau dieliminasi dengan frasa “dan atau pernah menjabat sebagai kepala daerah”, padahal tak ada dalam materi gugatan. Arahnya jelas: mengakomodasi kepentingan politik keluarga (keponakan), yakni Gibran, yang kini masih berusia sekitar 35 tahun, tapi kini masih menjabat sebagai Walikota Solo, bukan sekadar pernah. Yang perlu kita cermati lebih jauh, apakah sekadar mengakomodasi kepentingan istana dan itu konsekuensi dari ketundukannya terhadap  titah sang kakak ipar? Atau memang, ada skenario menggagalkan agenda pemilihan presiden (pilpres) yang – pada 19 Oktober besok – sudah dibuka pendaftaran pasangan capres-cawapres secara resmi?  Kedua variabel itu sulit dibantah. Di satu sisi, jauh sebelum MK memutus perkara yang sangat kontroversial itu, sudah terbaca skenario putusan yang sama sekali bukan otoritasnya. Secara konstitusi, batasan usia capres-cawapres memang hasil legislasi DPR RI. Namun, Ketua MK selaku person yang lebih punya wewenang dibanding hakim lainnya memainkan peranan politik hukum untuk memfasilitas kepentingan politik keponakannya, dan atau keluarga istana itu. Kini – sebagai sisi lain – kita menatap implikasi dari putusan MK. Tak lama setelah disampaikan putusan itu, sejumlah elemen bereaksi negatif dan – secara ekstensif – mereka mempersiapkan gelombang perlawanan terhadap putusan MK itu. Reaksi barisan mahasiswa ini tak bisa dipandang sebelah mata. Dengan catatan yang sangat kontras bahwa rezim ini jelas-jelas telah menggunakan kekuasaannya untuk melanggar konstitusi meski kali ini melalui tangan MK, namun barisan mahasiswa di seluruh tanah air sudah menyatakan satu opsi: lawan. Bukan hanya mendesak MK harus mencabut putusan kontroversial itu, tapi juga mengarah pada status rezim ini, yang notabene masih berkuasa secara sah menurut hukum. Sebuah status yang sejatinya perlu dipertanyakan. Kini, kita perlu meneropong seberapa besar tingkat eskalasi perlawanan mahasiswa. Setidaknya, ada dua skenario yang perlu kita baca. Pertama, jika murni perlawanan mahasiswa tanpa membersamakan elemen tentara dan rakyat, perlawanan itu akan “kempes”di tengah jalan. Gerakan moral mereka cukup mudah digembosi dengan pendekatan politik kooptasi. Para pentolannya dirangkul dengan sejumlah iming-iming fasilitas tertentu. Ketika pendekatan ini efektif, maka seruan perlawanan itu – pada akhirnya – menguap.  Namun – sebagai skenario kedua – gerakan mahasiswa sangat mungkin disambut positif oleh elemen rakyat dan tentara. Jika kebersamaan aksi perlawanan ini murni, maka akan memerlukan rentang waktu. Tidak cukup dengan hitungan jam atau sehari-dua hari, apalagi durasinya dibatasi, misalnya turun sekitar jam 14:00 – 18:00. Segenuin apapun gerakan yang berbatas waktunya sulit diharapkan hasil akhirnya. Namun dan inilah yang layak kita curigai, jika gerakan mahasiswa langsung mendapat responsi publik secara meluas dan di dalamnya terdapat anasir rezim yang terlibat langsung, maka implikasinya akan segera meledak secara nasional. Jika hal ini terjadi, maka skenario chaos tampak sedang dimainkan. Atas nama “keadaan darurat”, rezim berwenang untuk mengeluarkan dekrit. Diktum pertama dan utama berbunyi “pilpres ditunda sampai keadaan pulih (tenang)”. Dan diktum berikutnya bisa saja sang rezim menyatakan memperpanjang kekuasaannya sampai batas yang tidak ditentukan. Atau, menyerahkan kekuasaan kepada pihak tertentu sesuai keinginan rezim, bukan kepada Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri (triumphirat). Bagi rezim, poko`e pilpres ditunda. Why? Karena, inilah satu-satunya cara untuk menghadang pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN), sebagai pasangan yang berpotensi menang, siapapun lawannya, termasuk andai Gibran dipasangkan dengan capres manapun. Bagi rezim, pilpres hanyalah jalan untuk kepentingan pasangan AMIN. Persoalannya bukan faktor sosok pasangan AMIN itu, tapi kebijakan ke depannya yang dinilai sangat membayakan kepentingan istana saat ini dan kaum bohir yang selama ini memproteksi dan memfasilitasinya. Kalkulasinya juga bukan sekedar ekonomi mikro dan makro, tapi perhitungan ideologis yang dirancang jelas rezim ini naik ke panggung kekuasaan sekitar sembilan tahun lalu. Kalkulasi ideologis itu – harus kita cermati – berujung pada okupasi negeri ini, yang kini sudah ditancapkan sinyal kuatnya dalam wajah pembangunan ibukota baru Nusantara (IKN) di Penajam - Paser Utara - Kalimantan Timur. Sekali lagi, putusan MK terkait upaya meloloskan keponakannya hanya skenario menggagalkan pilpres yang sebentar lagi digelar. Jauh sebelumnya kita saksikan tragedi Rempang. Tadinya, perampasan hak secara paksa terhadap warga Rempang mampu membangkitkan solidaritas etnik Melayu untuk melakukan perlawanan. Namun, kita saksikan, perlawanan itu tak sampai merembes dalam skala yang jauh lebih meluas. Artinya, skenario menggagalkan pilpres melalui Rempang gagal total (gatot). Dan baru-baru ini, juga kita saksikan skenario menggembosi Partai NasDem melalui proses hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dengan argumentasi hukum dimana SYL dicecar untuk menyatakan NasDem – sebagai partai – menerima aliran dana haram dari SYL, maka skenarionya adalah NasDem gugur secara hukum menjadi pengusung AMIN. Jika NasDem terdelate sebagai pengusung, maka tinggal PKS dan PKB sebagai pengusang AMIN. Jumlah kedua partai itu hanya 17,90% dengan rincian: PSK – dalam pemilu 2019 lalu – memperoleh 11.493.663 suara atau sama dengan 8,21% (50 kursi). Sedangkan PKB memperoleh 13.570.970 suara (9,69%) dengan jumlah 58 kursi.  Jumlah prosentasi PKS dan PKB jelas tidak memenuhi ambang batas minimal untuk bisa mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden. Jika NasDem gagal mengusung AMIN, sementara waktu yang sudah demikian mepet, maka – di depan mata – PKS dan PKB sulit mencari koalisi baru, karena seluruh partai yang ada sudah dalam genggaman penguasa, dalam kubu Merah ataupun kubu Prabowo. Perlu kita garis-bawahi, pemberlakuan skenario menggagalkan Anies memang tak pernah henti, sampai ke titik akhir. Kasus SYL dan putusan MK – tak bisa dipungkiri – tak jauh dari upaya sistimatis menghempaskan pasangan AMIN yang – di atas kertas – menang. Kini, kita tinggal menunggu waktu kurang dari 48 jam. Apakah skenario penjegalan itu akan tetap dimainkan? Jika lolos dari 48 jam itu, apakah skenario kesehatan fisik dan mental capres-capres juga akan dimainkan? Bahkan jika dengan cara-cara prosedural itu tetap gagal, apakah akan muncul cara-cara “kasar” dan “halus” yang tetap akan dimainkan? Akhirnya, kita perlu meyakini seperti yang ditegaskan Allah dalam Surah Ali Imran : 54, “Skenario Allah sebaik-baik skenario (Wallahu khiorul maakirin). Maka, jika Allah kehendaki AMIN sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ke delapan, maka skenario secanggih apapun untuk menggagalkan AMIN akan mentallah skenario itu. Untuk memperkuat sikap yang tak perlu ngoyo (memaksakan), kiranya layak direnungkan Q. S Ali Imran : 26 - 27, “Qulillāhumma mālikal-mulki tu`til-mulka man tasyā`u wa tanzi\'ul-mulka mim man tasyā`u wa tu\'izzu man tasyā`u wa tużillu man tasyā`, biyadikal-khaīr, innaka \'alā kulli syai`ing qadīr قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ (Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu). Sebagai anak bangsa yang Pancasilais sejati, bukan sekadar ngaku-ngaku, kiranya – sebagai refleksi implmentatif bersila pertama Pancasila – maka ayat tersebut bisa menjadi pengendali untuk tidak memaksakan kehendak secara dzalim. Karena kejahatan atau skenario apapun yang dilakukan dalam kaitan pilpres, tapi jika Allah kehendaki AMIN berkuasa, tak ada satu pun yang mampu menghalanginya.  Ayat tersebut memang dari Kitab Suci Al-Qur`an. Tapi, spiritualitasnya bersifat universal. Karena itu, ayat tersebut sesungguhnya bisa menjadi pengingat bagi seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan keyakinan. Artinya, ada kekuatan di luar manusia yang maha menentukan. Dan spirit implisitnya mengingatkan juga agar umat manusia menyadari diri untuk menghindari kejahatan apapun karena pasti terhempas jika Allah melindungi dan telah mempergilirkan kekuasaan untuk seseorang yang sudah dipilih itu. Dan bagi kita selaku anak bagsa yang mendasarkan Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara, maka Sila pertama relevan untuk dihayati dan diamalkan. Untuk kepentingan kita dalam bermasyarakat dan bernegara. Inilah sikap berintegritas nyata ber-NKRI. Bukan hanya slogan. Jakarta, 17 Oktober 2023.

Skenario Serangan Balasan Eksperimen Gagal, Netanyahu Amankan Kekuasaan

Oleh Faisal Sallatalohy | Mahasiswa S3 Hukum Trisakti  BANYAK penilaian irasional terhadap Hamas. Faksi Jihad bentukan Syeikh Ahmad Yassin, dituduh sebagai koalisi Zionis yang sengaja melalukan serangan lebih dulu pada 7 Oktober 2023 agar militer Israel punya alasan lakukan serangan balasan dengan gempuran terbesar sepanjang sejarah.  Tuduhan ini, mutlak propaganda Amerika dan Israel demi mensukseskan agenda mutakhir Perdana Menteri israel, Benyamin Netanyahu yang sedang berupaya keras menghindari krisis internal Israel dengan maksud untuk menjatuhkan dirinya dari kekuasaan.  Sebelum perang terakhir pecah pada 7 Oktober lalu, Netanyahu tengah berhadapan dengan situasi sulit akibat tekanan gelombang demonstrasi terbesar sepanjang sejarah perpolitikan Israel. Netanyahu tak kuasa menahan laju tekanan protes dalam negeri yang hampir menggulingkan dirinya akibat siasat liciknya merekayasa upaya reformasi sistem peradilan Israel.  Sejumlah media massa Israel melaporkan, sejak Januari 2023, seperempat juta warga israel turun ke jalan menolak upaya reformasi peradilan yang diprakarsai Netanyahu.  Meskipun menghadapi protes terbesar sepanjang sejarah demonstrasi Israel, Netanyahu tetap mendesak Knesset (parlemen israel) untuk mensahkan UU reformasi peradilan lewat pemungutan suara pada 24 Juli 2023 lalu. Dari total 120 anggota Knesset, 64 di antaranya menyetujui aturan baru tersebut.  Inti dari perubahan sistem peradilan Israel adalah membatasi independensi kekuasaan kehakiman dalam mengawasi dan menjatuhkan sanksi terhadap pejabat pemerintahan Israel.  Maksud tersebut direalisasikan lewat dua poin penting. Pertama, pemerintah punya hak mutlak untuk menentukan siapa yang akan menjadi hakim, termasuk di Mahkamah Agung, dengan meningkatkan keterwakilannya dalam komite yang mengangkat mereka.  Kedua, penghapusan \"klausula kecukupan\" sebagai alat utama bagi lembaga peradilan meninjau kelayakan kebijakan pemerintah.  Mayoritas warga Israel menolak perubahan tersebut dengan menuding pemerintahan Netanyahu yang didukung koalisi sayap kanan ekstrim dan kalangan religius orthodoks sedang merancang kehancuran demokrasi Israel, sengaja melemahkan kekuasaan kehakiman, meningkatkan otoritarianisme kekuasaan dan memelihara korupsi pejabat.  Protes warga dengan maksud menggulingkan Netanyahu didukung penuh oleh oposisi di Knesset, Lair Yapid, mantan pejabat tinggi militer Israel, badan intelijen dan keamanan, mantan hakim agung, dan tokoh hukum terkemuka serta pemimpin bisnis.  Bahkan 27 wali kota ysng mewakili berbagai otoritas lokal dengan spektrum luas dari berbagai wilayah telah menandatangani kesepakatan penolakan terhadap Netanyahu.  Lebih mengkhawarirkan lagi, ratusan tentara cadangan, termasuk pilot angkatan udara yzng penting bagi pertahanan Israel, mengancam akan menolak melapor untuk bertugas. Hal ini menimbulkan peringatan bahwa hal itu dapat mengganggu kemampuan militer Israel.  Bencana demonstrasi dan gelombang penolakan yg berjalan sejak Januari 2023 lalu, memunculkan bencana politik terbesar sepanjang sejarah israel.  Pemerintahan Netanyahu dan koalisi sayap kanan ekstrim, dinilai sengaja memperlemah peranan peradilan Israel untuk melindungi Netanyahu dari tuntutan pidana.  Kenyataan menunjukkan, dorongan Netanyahu untuk melemahkan peradilan Israel adalah tindakan arogansi yang baru muncul setelah dirinya terlibat dalam persidangan atas berbagai kasus pidana:  korupsi, penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan dimana dirinya terlibat memberikan bantuan politik dengan imbalan hadiah mewah atau liputan berita yang menguntungkan.   Perlu dicatat, dalam penyelidikan pidana Netanyahu dilakukan oleh kepala polisi dan jaksa agung yang mendakwa Netanyahu ditunjuk oleh Netanyahu sendiri. Dimana persidangan korupsi terhadap Netanyahu telah berlangsung lebih dari tiga tahun dan belum terlihat akan berakhir.  Kasus ini telah tertunda beberapa kali dan Pengadilan Distrik Yerusalem masih dalam proses memeriksa daftar lebih dari 300 saksi. Jika terbukti bersalah, Netanyahu bisa dijatuhi hukuman beberapa tahun penjara. Tentu saja, Netanyahu tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah dilakukan. Salah satu paling penting adalah rekayasa reformasi hukum dan memperlemah peradilan yang terbaca sebagai upaya Netanyahu melepaskan diri dari jerat pidana.  Protes berbagai elemen Israel terhadap Netanyahu bukan hanya menyangkut siasat licik Netanyahu aman diri dari tuntutan pidana korupsi yang bisa menjatuhkannya dari kekuasaan. Lebih dari itu, pengesahan aturan baru tersebut, juga mutlak menghilangkan kewenangan peninjauan kembali Mahkamah Agung Israel. Dampaknya, Israel akan kehilangan satu-satunya lembaga independen yang mengawasi kekuasaan eksekutif dan legislatif. Mayoritas anggota parlemen di badan legislatif \'unikameral Israel\' dapat mengesampingkan keputusan Mahkamah Agung dan mengesahkan undang-undang apa pun. Bahkan undang-undang yang mengancam hak-hak individu atau minoritas dengan impunitas dan kuasa mutlak cerminan kekuasaan otoriter.  Untuk alasan ini, sejak Januari 2023, Netanyahu dikepung protes gelombang massa yang sulit dikendalikan. Publik dan pejabat oposisi Israel bergerak masif untuk menggulingkan kekuasaan Netanyahu dan koalisi teroris sayap kanan radikal yang mendukungnya.  Sejak disahkan pada Juli lalu, Netanyahu nyaris jatuh dari kekuasaannya. Siasat licik dimainkan. Berupaya meredam gelombang protes lewat peralihan isu publik.  Netanyahu kembali melakukan eksperimen gila yang rutin dipraktekannya setiap tahun. Lakukan provokasi di Yerusalem dan Tepi Barat. Tensi pembasmian etnis Palestina ditinggikan. Lebih dari 200 warga di Yerusalem dan Tepi Barat ditembak mati. Hal ini adalah bentuk provokasi Netanyahu untuk memancing perlawanan dan serangan Palestina.  Bahkan Netanyahu merancang skenario serangan dadakan yg akan dilakukan pada 8 Oktober. Kabar tersebut masuk dalam radar informasi inteligen Hamas hingga terprovokasi mengawali serangan pada 7 Oktober demi meminimalisir efek serangan militer Israel. Terkonfirmasi lewat serangan Hamas yang menyasar sejumlah markas militer israel.  Perang inilah yang diinginkan Netanyahu. Lihat saja, perang berhasil meredam gelombang demonstrasi protes di israel dengan maksud untuk menggulingkan dirinya dari kekuasaan.  Fokus dan perhatian warga israel dipaksa berputar menoleh ke arah perang melawan Hamas. Tak seperti biasanya, warga Israel dibuat makin cemas lewat keberhasilan serangan Hamas yang berhasil menembus beberapa kota-kota dan menyandera ratusan warga Israel. Menimbulkan korban dan dampak serangan terbesar sepanjang sejarah.  Pemerintahan Netanyahu yang didukung Amerika tampil sebagai pahlawan menyerukan serangan besar menuntut balasan. Eskalasinya direkayasa menjadi tambah besar. Semua pernyataan kecaman serta aksi serangan balasan, membuat isu dan tuntutan penggulingan Netanyahu menjadi tidak populer lagi.  Dalam keadaan seperti ini, Netanyahu memainkan skenario keduanya dengan membentuk \"Kabinet Darurat\" bersama kalangan oposisi dalam negeri. Judulnya adalah menyatukan semua elemen israel demi perang melawan Hamas.  Kabinet perang bersama eks menteri pertahanan Israel sekaligus pemimpin partai oposisi, Benny Gantz. Netanyahu menyatakan: \"Kami telah membentuk pemerintah darurat nasional. Seluruh warga Israel bersatu dan mengesampingkan perbedaan di situasi ini. Kita berdiri di sini bersama bahu-membahu demi mengirim pesan kepada musuh-musuh\"  Jelas-jelas terbaca sebagai upaya untuk memulihkan citranya dari buruk menjadi baik. Siasat menjadi pahlawan licik untuk menghapus keinginan oposisi dan warga untuk menggulingkan dirinya dari kekuasaan akibat serangkaian korupsi dan kebijakan kontroversial reformasi sistem peradilan.  Bangsat. Demi ambisi mempertahankan kekuasaan, warga Palestina harus jadi sasaran pembantaian dengan eskalasi terbesar sepanjang sejarah.  Mamun banyak kalangan memprediksikan, eksperimen licik Netanyahu pertahankan kekuasaan lewat provokasi perang Israel-Palestina akan memenemui kegagalan.  Saat ini, pemerintahan Israel telah mendulang banyak serangan balik dari rakyatnya yang menilai Netanyahu gagal melindungi rakyatnya. Dikarenakan keberhasilan serangan Hamas dari darat, laut, dan udara. Hamas bahkan berhasil merangsek ke wilayah Israel dan menyusup ke desa-desanya.  Pernyataan Ravit Hecht yang ditulis di Hareetz menyalahkan intelijen militer dan Dinas Keamanan Shin Bet yang dianggap teledor. Netanyahu dinilai kebobolan padahal selama ini mereka dikenal memiliki pertahanan yang kokoh dan ketat.  Sejak gelombang protes pada Januarib2023 lalu, banyak informasi intelijen israel tak ditangani secara serius. Situasi Israel terpecah-belah, bahkan orang-orang di lembaga pertahanan sempat mogok kerja, membuat pengelolaan data inteligen tidak maksimal.  Akibat keteledoran ini, Netanyahu dinilai telah menghancurkan Israel menjadi berkeping-keping. Serangan Hamas  menjadi bukti kegagalan politik Netanyahu sekaligus menjadi kegagalan terbesar dalam catatan sejarah Israel.  Serangan warga israel atas kegagalan Netanyahu tersebut terkonfirmasi dalam survei Dialog Center yang dirilis pada Kamis kemarin. Bahwa sebanyak 86% responden mengaku serangan mendadak dari Gaza merupakan kegagalan pemerintah Israel saat ini.  Tak hanya itu, 94% responden juga meyakini pemerintah harus bertanggung atas kesiapan yang minim sehingga menyebabkan serangan kali ini terjadi.  Menariknya, hasil jajak pendapat itu juga menyebut: 56% warga Israel ingin Netanyahu mengundurkan diri dari kursi PM usai konflik dengan Palestina berakhir.  Artinya, rekayasa perang Israel-Palestina lewat skenario licik serangan balasan adalah eksperimen gagal Netanyahu amankan kekuasaan. Semoga lekas digulingkan, dioenjara, lalu mati di tahanan. (*)

Kleptocracy di Balik Dinasti Politik

Oleh Ubedilah Badrun - Analis Sosial Politik UNJ \"Anak dan menantu itu dipilih melalui pemilihan umum kepala daerah, tidak diangkat, tapi ikut sebagai calon walikota yang dipilih rakyat,  masa disebut dinasti?\".  \"Anak bungsu itu dipilih Pembina partai untuk jadi Ketua Umum Partai meskipun baru jadi anggota partai, langgar pasal aturan partai tidak apa-apa, yang penting semua pembina partai setuju, masa disebut dinasti?\" \"Sekarang wali kota boleh jadi capres/cawapres karena putusan MK membolehkan meski belum berusia 40 tahun jika ia seorang kepala daerah / mantan kepala daerah, masa disebut dinasti?\" Begitulah para pemuja membuat pertanyaan yang bersifat pembelaan, meskipun nafsu kuasa dinasti terus dipertontonkan secara vulgar, para pemuja itu tak juga kunjung gunakan akal sehatnya. Padahal bekerjanya akal sehat itu menjadi instrumen kunci untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkualitas. Politik dinasti itu sesungguhnya merusak kaderisasi partai, dan sekaligus merusak kualitas demokrasi. Dinasti Berselimut Regulasi? Politik dinasti adalah proses kerja politik untuk membangun kekuasaan yang aktor utama politiknya masih memiliki hubungan darah dengan penguasa, hasilnya disebut dinasti politik atau kekuasaan yang subyeknya memiliki hubungan darah dengan penguasa atau dengan yang pernah berkuasa, biasanya secara vulgar dipertontonkan di arena publik karena merasa tidak melanggar regulasi manapun bahkan merasa didukung rakyat banyak. Dalam Dinasti politik kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak atau keluarganya dengan berbagai cara baik dengan cara pengangkatan maupun pemilihan. Hal itu dilakukan agar kekuasaan tetap berada di lingkaran keluarga. Secara historis dinasti politik tumbuh dan berkembang pada era monarki absolut, seiring dengan era Dark Age (abad kegelapan) sampe kemudian hadir era Renaisans (abad pencerahan) yaitu era peralihan dari Abad Pertengahan Akhir ke Zaman Modern, sekitar abad 14 hingga abad 18.  Upaya abad pencerahan itu  memunculkan perubahan sosial besar-besaran diantaranya karena menghendaki kekuasaan berjalan secara demokratis dan mengakhiri kekuasaan monarki absolut, dinastik, otoriter, dan diktator. Peristiwa itu memuncak melalui Revolusi Perancis 1789. Jadi, politik dinasti sesungguhnya sudah ditolak sejak abad pencerahan itu. Mereka yang masih memelihara politik dinasti sesungguhnya seperti hidup di abad kegelapan dan abad pertengahan. Seiring dengan memasuki era modern dan berkembangnya demokrasi, dinasti politik tumbuh dengan model baru, dengan cara baru, berselimut regulasi, berselimut demokrasi, berselimut pemilihan umum. Menariknya dinasti model baru di Amerika misalnya, mereka membangun dinasti tidak saat sang Ayah berkuasa, tetapi anak-anak mereka masuk arena politik setelah Ayahnya tidak lagi berkuasa. Kasus dinasti politik di Indonesia saat ini sangat parah karena dibangun saat sang Ayah sedang berkuasa yang kekuasaanya bisa mempengaruhi segala keputusan dan dinamika politik. Betul sang anak terpilih melalui proses pemilihan umum tetapi ia terpilih karena ada hubungan darah dengan sang ayah yang punya kuasa. Benar, maju dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada),  maju menjadi ketua umum partai adalah hak konstitusional setiap warga negara, tetapi semuanya dilakukan saat ayah atau mertua berkedudukan sebagai penguasa.  Praktek kuasa semacam itu dapat dinilai sebagai kesengajaan atau secara sadar melakukan pengabaian terhadap etika berpolitik. Belakangan semakin diperparah ketika Ketua Mahkamah Konstitusi menjadi adik ipar penguasa dan kini mengabulkan tuntutan soal usia calon wakil Presiden agar boleh usia minimal 35 tahun dengan tambahan klausul sedang/pernah menjadi kepala daerah yang terpilih melalui pemilihan umum. Maju jadi calon wali kota saat ayah dan mertuanya jadi Presiden, menjadi ketua umum partai saat ayahnya menjadi Presiden dan \'Pembina informal\' partai, dan dikabulkanya tuntutan batas usia, ini mesti dilihatnya bukan semata- mata soal hak konstitusional tetapi penting untuk dicermati bahwa itu terjadi di era dimana harapan demokrasi yang berkualitas itu begitu tinggi, sedangkan politik dinasti itu sesungguhnya sebagai praktek kekuasaan yang bertentangan dengan upaya membangun demokrasi yang berkualitas. Fakta politik dinasti ini semakin parah jika  ternyata kemudian sang Ayah yang merestui bahkan mendorong hal itu terjadi. Jika bukan anak penguasa, kira-kira akankah ia terpilih sebagai wali kota atau ketua umum partai politik?  Lalu ada apa sesungguhnya sampai harus bersikeras untuk terus berkuasa dan bangun dinasti politik? Kleptocracy Penguasa yang ngotot ingin terus berkuasa bahkan berkeinginan kuat agar lingkaran keluarganya terus berada di pusat-pusat kekuasaan (dinastik) biasanya karena ada dua kemungkinan yaitu karena ingin terus menikmati hidup sebagai penguasa dengan berbagai privilege nya atau karena ingin mengamankan nasib diri dan keluarganya dari kemungkinan terburuk jika kekuasaan yang berkuasa sesudahnya justru mengadili praktek jahat kekuasaanya. Alasan untuk terus menikmati hidup sebagai penguasa dengan berbagai privilege nya saja sudah bertentangan dengan etika politik karena menunjukkan haus kuasa dan korup, apalagi untuk mengamankan nasib diri dan keluarganya. Pertanyaanya praktek jahat apa yang membuat seorang penguasa takut diakhiri kekuasaanya?  Biasanya itu menyangkut perbuatan penguasa yang  secara hukum atau konstitusi dinilai sebagai telah melanggar hukum yang memungkinkan ia dijebloskan kedalam penjara. Misalnya praktek korupsi atau praktek maling atau memanfaatkan kekuasaanya untuk memperkaya diri dan keluarganya. Kekuasaan seperti itu oleh para ilmuwan politik disebut Kleptocracy. Secara etimologis, istilah kleptokracy berasal dari bahasa Yunani yakni klepto dan kratein yang berarti kekuasaan yang diperintah oleh para pencuri, para maling yang bertopeng penguasa meskipun terpilih secara elektoral melalui pemilu.  Istilah kleptocracy dipopulerkan oleh Stanislav Andreski dalam karya klasiknya, Kleptocracy or Corruption as a System of Government (1968), yang menggarisbawahi peran penguasa atau pejabat tinggi yang tujuan utamanya adalah menumpuk kekayaan pribadi, praktek kekuasaan yang koruptif.  Data Indeks korupsi Indonesia saat ini menunjukan skor yang sangat buruk, karena hanya mendapat skor 34 (TI,2023). Artinya rapotnya sangat merah, korupsi merajalela. Data KPK menyebutkan ada 60 % koruptor adalah politisi. Itu fakta praktek kleptocracy yang tidak bisa dibantah.  Sejak lama Lord Acton (1833-1902) mengingatkan melalui adagiumnya yang populer, Power tends to corrupt absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan yang absolut korupsinya juga absolut). Politik dinasti itu bisa menjadi persembunyian praktek kekuasaan yang kleptokratif, apalagi kemudian ngotot untuk terus berkuasa padahal faktanya rezim sangat korup, apalagi kemudian terbukti di bawah kekuasaanya misalnya banyak para menterinya tersangkut korupsi. Lalu, untuk apa ngotot terus berkuasa dan melanggengkan kekuasaan melalui anak-anak dan menantunya? (*)