OPINI
Pelajaran dari Bangladesh
Oleh Andi Rahmat | Mantan Ketua Umum KAMMI, Anggota DPR RI 2004-2014 Sheikh Hasina, wanita penguasa Bangladesh berusia 76 tahun itu tidak menduga ketika dia bangun pagi di hari 5 Agustus 2024 lalu. Dia mesti terburu-buru dan panik bersama adik perempuannya terbang dengan helikopter meninggalkan Bangladesh. Terbang untuk menghindari serbuan rakyatnya sendiri yang marah kepadanya. Sheikh Hasina baru beberapa bulan sebelumnya memenangkan Pemilu Bangkadesh. Kemenangan yang sangat fantastitas. Menang mutlak 80%, namun Pemilu yang diboikot oleh partai-partai oposisi utama di Bangladesh. Sebagai seorang Perdana Menteri, Sheikh Hasina terbilang sukses membangkitkan perekonomian Bangladesh. Jutaan orang Bangladesh terbebas dari jeratan kemiskinan. Syeikh Hasina sukses besar. Setelah pandemi, pertumbuhan ekonomi Bangladesh adalah salah satu yang terbaik di dunia. Ekonomi tumbuh rata-rata di atas 7%. Pertumbuhan rata-rata yang fantastis ini dicapai melalui upaya kerasnya dalam menata ulang struktur perekonomian Bangladesh dalam kurun 15 tahun masa kedua kekuasaannya. Dari tahun 2009-2024. Bangladesh adalah negeri yang sejak memerdekakan diri dari Pakistan di tahun 1971, dipenuhi dengan ketidakstabilan politik. Diguncang oleh berbagai kekerasan politik yang menewaskan ribuan orang dan dua orang pemimpinnya. Secara ekonomi, negeri ini adalah paria dan salah satu negara miskin di dunia. Sheikh Hasina sendiri adalah seorang pemimpin politik tangguh, yang telah melewati berbagai prahara politik. Bapaknya, Sheikh Mujibur Rahman adalah Presiden Bangkadesh pertama. Sheikh Hasina sedang berada di Eropa ketika militer Bangladesh menyerbu rumahnya dan membunuh bapak dan sebagian anggota keluarganya. Dia hidup untuk beberapa waktu sebagai “exile” di negara lain. Kemudian kembali ke Bangladesh untuk memulai karier politiknya hingga dia berhasil menjadi Perdana Menteri di tahun 1996-2001, dan terpilih kembali di tahun 2009. Pengalaman ini membuat Sheikh Hasina meyakini bahwa sumber ketidakstabilan Bangladesh adalah kemiskinan yang menghimpit rakyatnya. Kemiskinan itu sendiri adalah hasil dari ketidakstabilan politik Bangladesh. Sejak berkuasa kembali untuk yang kedua kalinya di tahun 2009, Sheikh Hasina menjadikan pembangunan ekonomi sebagai fokus utama. Kepercayaannya terhadap keniscayaan stabilitas politik untuk pembangunan ekonomi, menyebabkan dia memutuskan untuk mengeradikasi sumber-sumber ketidakstabilan politik itu. Sejak 2009, Sheikh Hasina mulai melancarkan kampanye untuk menaklukan lawan-lawan politik. Kampanye itu dimulai dengan kelompok politik Islam yang digawangi oleh Jemaat Islami, Partai Politik Islam yang diilhami oleh Abul A’la Al Maududi. Kampanyenya ini mendapat dukungan diam-diam dari Barat yang saat itu melihat kelompok-kelompok Islam sebagai ancaman global. Dan yang lebih penting lagi, dia mendapat dukungan penuh dari negara tetangganya India. Apalagi India juga melihat keberadaan kelompok itu di Bangladesh sebagai ancaman asimetrik bagi India. Kendati mengalami perlawanan keras, Sheikh Hasina mendapat dukungan kuat dan penuh dari aparat keamanan negara polisi. Dukungan yang sama kuat juga datang dari militer Bangladesh. Ditambah dukungan rakyat Bangladesh yang lelah dengan kemiskinan dan kekacauan politik. Kampanyenya ini membuahkan hasil luar biasa. Dengan modal keberhasilan ini, ditambah meluasnya dukungan rakyat Bangladesh yang melihat keberhasilannya memulihkan perekonomian, membuat Sheikh Hasina kemudian mulai memperluas kampanye politiknya. Keberhasilan kebijakan ekonominya ditopang oleh arus besar investasi dari India yang menganggapnya sebagai partner yang dapat diandalkan. Bangladesh memperoleh berkah besar akibat realokasi industri tekstil dari berbagai negara. Apalagi ditopang okeh India yang mendorong usahawan India untuk menjadikan Bangladesh sebagai basis industri tekstil mereka yang baru. Semua keberhasilan ini membuat Sheikh Hasina memperluas kampanye politiknya untuk memberangus kekuatan oposisi terhadapnya. Kaum intelektual, jurnalis dan banyak aktivis menjadi korban berikutnya. Banyak di antara mereka yang dipenjarakan atau melarikan diri ke luar Bangladesh. Puncaknya adalah Sheikh Hasina melancarkan kebijakan politik untuk mengisolasi, menghancurkan dan memenjarakan rival utamanya, Begum Khaleda Zia. Begum adalah seorang pemimpin politik kuat, Mantan Perdana Menteri dan janda mantan presiden Bangladesh yang tewas terbunuh, Ziaur Rahman. Sempurna sudah konsolidasi kekuasaan Sheikh Hasina. Ekonomi Bangladesh meroket 7%. Cengkramannya terhadap kekuasaan birokrasi sangat kuat. Militer dan polisi berada dalam kontrol penuhnya. Bahkan, kelompok ulama dan institusi keagamaan di Bangladesh pun tak kuasa melawan kharisma dan daya gentarnya. Sayangnya, sejarah mengajarkan, justru di puncak kekuasaan ini segalanya bermula. Tindakan Sheikh Hasina terhadap lawan-lawan politiknya menyebabkan meningkatnya apatisme politik publik. Di permukaan tampak ini dibaca sebagai kemenangan penguasa. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Apatisme ini perlahan-lahan bermetamorfosis menjadi silent disobedience (pembangkangan diam-diam). Ekspresi ketidakpatuhan ini kadang-kadang muncul sebagai gerakan protes kecil-kecil yang mudah diberangus. Contoh mencolok dari silent disobedience tampak dalam pemilu tahun 2024 yang dimenangkan mutlak oleh Sheikh Hasina. Partisipasi pemilih sangat rendah dikarenakan calon-calon yang dimajukan adalah calon-calon dari koalisi penguasa. Sementara calon oposisi yang berniat maju terpaksa tidak terlibat karena gugurnya mereka di persyaratan kandidat. Masyarakat Bangladesh secara diam-diam terpisah secara diametral. Terbelah antara mereka yang euphoria dengan kecanggihan konsolidasi kekuasaan dengan mereka yang diam-diam memelihara ketidakpatuhannya. Tragedi itupun akhirnya datang juga. Di puncak kegemilangan kekuasaanya, Sheikh Hasina, mengeluarkan suatu kebijakan yang berbau patriotis. Mengalokasikan 30% lowongan pekerjaan negara kepada keturunan veteran Bangladesh. Kebijakan yang tampaknya patriotis ini memicu reaksi keras dari kalangan muda Bangladesh yang digawangi kalangan kampus. Mereka berdemonstrasi dan juga menempuh jalur hukum. Kedua-duanya dihadapi dengan sangat keras dan brutal. Mereka yang berdemonstrasi, ditangkap, dipukuli dan bahkan tewas terbunuh. Sementara Mahkamah Agung Bangladeesh mengesahkan kebijakan Sheikh Hasina tersebut. Rupa-rupanya, tindakan represif aparat keamanan yang brutal dan jumawa ini menjadi pemicu. Ditambah lagi dengan dukungan putusan Mahkamah Agung Bangladesh menemukan “rallying point” bagi kalangan rakyat Bangladesh yang selama ini diam-diam tidak patuh. Unjuk rasa meluas dalam bentuk perlawanan. Upaya pemerintah menciptakan demonstrasi tandingan hanya sia-sia. Demontrasi tandingan dilumat oleh ledakan dukungan rakyat Bangladesh kepada keresahan terhadap suatu kebijakan pemerintah. Gerakan mahasiswa dan rakyat beruhab menjadi prahara politik bagi penguasa terkuat dalam sejarah Bangladesh ini. Manusia, meminjam istilah almarhum Prof.Soedjatmoko, adalah makhluk otonom. Manusia akan merasa terancam manakala ke-otonom-annya diusik. Setiap upaya untuk mengontrol dan apalagi memberangus otonomi manusia akan menimbulkan reaksi balik yang hebat. Bisa menjadi serangan langsung terhadap kemerdekaan dan rasa keadilannya yang paling asasi. Benarlah penggalan kata-kata “sang orang tua” dalam Old Man and The Sea (Ernest Hemingway); “ Man is not made for defeated. Man can be destroyed, but not defeated..” (Manusia tidak dibuat agar ditaklukkan. Manusia bisa dihancurkan tapi tidak bisa dikalahkan). Wallahu ‘alam.
Pencitraan Jokowi Nyaris Sempurna
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Litbang Kompas merilis hasil survei yang dilakukan pada 27 Mei hingga 2 Juni 2024 terkait citra positif Presiden Jokowi. Sebanyak 89,4 persen responden menilai citra Jokowi baik jelang akhir jabatan Oktober mendatang. Survei ini hampir sama ketika Jokowi di prokosikan CIA membayar Kompas dll untuk mem \"blow up\" Jokowi sehingga menjadi \"Media Darling\" dan populer di tengah masyarakat Indonesia, secara besar-besaran, menjelang jadi Presiden 2014. Tugasnya adalah mempopulerkan Sang Walikota Solo ini, maka CIA membuat manuver seolah-olah Walikota Solo ini, dalam kompetisi dunia, digambarkan sebagai walikota terbaik di dunia, dan dihembus melalui majalah Time serta media kelas dunia lainnya. Jokowi di ahir masa jabatannya masih melakukan pencitran nyaris sempurna memaksakan diri melaksanakam puncak peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 di IKN, untuk apa lagi❓ Ratusan penerbangan dan ribuan mobil sewa didatangkan untuk membawa peserta upacara di atas bentang alam perbukitan bekas hutan yg masih dipenuhi gundukan tanah dan material bangunan berserakan di sekitar IKN. *Di gambarkan oleh Prof Daniel M Rosyid ini peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 di IKN seperti upacara di wilayah *terra nullius* adalah suatu wilayah yang tidak bertuan, tidak menjadi bagian dari negara manapun*. Upacara itu sendiri akan berlangsung hanya sekitar 150 menit, tentu menyenangkan bagi peserta upacara sekalian berwisata di hutan lengkap akomodasinya dengan biaya semua gratis dari ambisi pencitraan Jokowi menjelang lengser 20 Oktober 2024 mendatang. Apalagi kalau saat upacara turun hujan menjadi lebih sempurna wisata di lumpur sekalian mandi gratis di genangan air di lubang lubang bangunan. Dalam cuaca yang normal harus menutup telinga, hidung dan pelindung mata dari polusi suara, sampah dan emisi karbon bakal _tumplek bleg_ di sekitar IKN. Mungkin sudah di siapkan rekayasa pencitraan lain survei terkait citra positif Presiden Jokowi akan naik dari angka 89,4 persen menjadi 101 %. Sebuah *ritual kolonisasi* atas _terra nullius_ Panajam Paser Utara, Kaltim yg bisa sekaligus sebuah upaya _tempus nullius_ ( dalam rentang waktu bukan siapa-siapa ) tempat itu akan di lupakan, hanya memenuhi ambisi pencitraan sesaat Jokowi yang nyaris sempurna dan sia sia. Jokowi hanya akan menambah beban kesalahan dan kebijakan yang asal asalan aji mumpung berkuasa (*)
Anies dalam Pusaran Demokrasi Siasat
Oleh: Ady Amar | Kolumnis MENJEGAL Anies agar tak sampai mengikuti Pilkada Jakarta 2024 itu amatlah mudah. Semudah membalik telapak tangan kekuasaan yang tak menghendakinya. Lalu ketaksukaan itu dikuatkan lewat partai-partai untuk tak memilihnya. Rezim dengan caranya yang berupa-rupa membujuk partai-partai yang punya watak opurtunistik pragmatis agar tak mengusung Anies pada Pilkada Jakarta 2024. Lewat berbagai tawaran menggiurkan yang memang sedang diharap partai-partai itu dengan beragam alasannya. Maka tampaklah mana partai yang suka hati menutup pintu buat Anies, dan mana partai-partai yang karena sebab tertentu mesti tak memilih Anies agar selamat dari jerat hukum. Ada pula partai yang berharap dan sampai perlu ngemis bisa bergabung dalam kekuasaan agar ada kursi menteri didapatnya. Semua keinginan partai-partai itu sepertinya akan dipenuhi oleh rezim yang berkuasa dengan syarat partai-partai itu tak mencalonkan Anies Baswedan. Karenanya, Anies tak lagi dilihat pada elektabilitasnya yang tinggi, dan tentu tingkat keterpilihan pun tinggi. Elektabilitas Anies lewat berbagai lembaga survei memang unggul bahkan terpaut jauh dari pesaingnya, baik Ahok apalagi dengan Ridwan Kamil. Tidak sebagaimana sebelum-sebelumnya di mana elektablitas jadi keharusan saat partai menentukan kandidat yang akan diusungnya. Elektabilitas jadi patokan untuk diusung. Tapi kali ini khusus untuk Anies pada Pilkada Jakarta elektabilitas tinggi tak dilihat. Justru sebaliknya Anies perlu dibegal agar tak lolos mengikuti Pilkada Jakarta. Anies tak dikehendaki bisa berlaga, dan bahkan partai-partai yang semula tergabung dalam Koalisi Perubahan yang mendukungnya saat Pilpres lalu--PKS, NasDem dan PKB--ramai-ramai seperti buang badan. Tampak lebih punya kecenderungan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi KIM Plus. Di alam demokrasi yang sehat mustahil elektabilitas tinggi tak jadi pilihan. Tak akan terjadi. Tapi tidak dalam demokrasi siasat, yang tidak saja membegal Anies tapi juga hak rakyat untuk memilihnya, itu hal yang tak aneh. Itu lah yang terlihat hari-hari ini menjelang Pilkada Jakarta. Anies berada dalam pusaran demokrasi siasat di mana politik kekuasaan dijalankan dengan semau-maunya. Hukum tak jadi panglima, tapi tunduk pada kekuasaan politik. Hukum bisa dirubah sekehendak penguasa. Hukum jadi suka-suka semaunya. Bersamaan itu kartel muncul menempel bersinergi dengan kekuasaan. Makin serasi. Klop sudah. Itulah yang disinyalir politisi partai NasDem Ahmad Syahroni dengan ungkapan \"dewa-dewa\". Menurutnya, \"dewa-dewa\" itu yang punya kuasa penentu, apakah Anies bisa maju atau tidak dalam Pilkada Jakarta. \"Dewa-dewa\" itu lah yang mendapat tempat dalam negara yang dijalankan lewat demokrasi siasat. Korbannya tidak saja Anies, tapi hak rakyat untuk memilih pemimpin yang dikehendaki pun dirampas. Bukan cuma Anies yang jadi korban persekongkolan jahat dari sistem demokrasi siasat, tapi rakyat Jakarta khususnya yang jadi korban tak bisa memilihnya. Rakyat Jakarta yang memang telah merasakan \"manisnya\" kepemimpinan Anies selaku Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Karenanya menjadi wajar jika elektabilitas Anies begitu tinggi saat ia bersiap-siap maju lagi dalam kontestasi Pilkada Jakarta untuk periode ke-2 nya. Segala upaya terus diikhtiarkan berbagai elemen masyarakat Jakarta dengan mendatangi partai yang diharapkan masih bisa disentuh nuraninya. Meski sampai saat ini nurani itu masih terkunci oleh syahwat berkoalisi dengan kekuasaan yang menggiurkan. Naudzubillah min dzalik.**
Nusantara Baru tanpa Wawasan Nusantara, Mana Bisa Indonesia Maju?
Oleh Prihandoyo Kuswanto | Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila Mungkin pembuat slogan untuk 79 tahun kemerdekaan negara Proklamasi 17 Agustus 1945 tanpa melihat keadaan bangsa dan ketatanegaraan setelah digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002. Negara Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno Hatta itu telah bubar dan kita mendapat jawaban dengan jelas sekarang setelah membaca slogan Nusantara Baru Indonesia Maju.Sebuah pertanyaan analitis Nusantara Baru, kapan ada Nusantara lama? Dulu zaman Orde Baru ada Wawasan Nusantara.Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; yang meliputi daratan, laut, serta udara dan ruang di atasnya, sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Wawasan kebangsaan inilah yang selanjutnya menjadi cara pandang atau visi bangsa terhadap tujuan dan cita-cita nasionalnya. Konsep modern \"Wawasan Nusantara\" memperdebatkan garis besar dasar kepulauan Indonesia, yang menandai wilayah perairan negara kepulauan ini, berdasarkan pasal 47 ayat 9 UNCLOS.Wawasan Nusantara dimaksudkan untuk diadopsi sebagai sikap geopolitik Indonesia, atau pengaruh geografis Nusantara terhadap politik regional dan hubungan internasional, dipandang dari sudut pandang Indonesia yang mengadvokasi kepentingan nasional Republik Indonesia. Wawasan sikap geopolitik Nusantara yang sering digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan integritas maritim nasional dalam beberapa masalah sengketa wilayah dengan negara tetangga. Sejak pertengahan 1980-an konsep wawasan Nusantara telah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Indonesia dan diajarkan dalam pendidikan geografi di sekolah menengah. Mata pelajaran wawasan Nusantara juga diajarkan dalam kewiraan atau pendidikan kewarganegaraan dan kewarganegaraan di universitas untuk mendidik tentang kewarganegaraan, nasionalisme dan sudut pandang geopolitik Indonesia. Pada tahun 2019, kurikulum geografi sudah diajarkan hingga sekolah dasar, yang dimana wawasan Nusantara dijelaskan dengan penekanan pada proses mitigasi, manajemen, dan respons bencana sebagai bagian dari ketahanan nasional. Hal ini sesuai dengan kondisi geografi dan geologi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak tepat di atas cincin api, yang rawan terhadap bencana alam. Indonesia maju Indonesia yang mana? Bukannya Indonesia yang diproklamasikan 17Agustus 1945 dasarnya Pancasila dan UUD 1945 sistemnya MPR. Dan MPR berisi seluruh eĺemen bangsa dengan keterwakilan menggambarkan konfigurasi Bhinneka Tunggal Ika. Kalau begitu peringgatan Proklamasi sekarang ini Indonesia yang mana? Apa Indonesia yang kedaulatan rakyatnya sudah diganti dengan kedaulatan ketua partai politik? Bukannya sejak UUD 1945 dengan dasar Pancasila diganti dengan UUD 2002 hasil amandemen dengan dasar demokrasi liberal, kemudian MPR digradasi menjadi lembaga tinggi negara, sama artinya membubarkan NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta. Megawati tidak sadar masih berdebat soal tagline dengan Golkar padahal amandemen yang telah mereka lakukan sesungguhnya membubarkan NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Mengapa bukan memperdebatkan visi misi NKRI yang diganti dengan visi misi IKN apa boleh satu ñegara dua visi misi? Bagaimana kalau visi misi IKN bertentangan dengan visi isi NKRI? Àpa hal ini tidak melanggar Koñstitusi dan melanggar sumpah jabatan Presiden .Mengapa? sebab visi misi NKRI itu ada di Pembukaan UUD 1945 yang sampai detik ini masih berlaku jika itu dilanggar maka bisa IKN melanggar konstitusi dan Presiden bisa dipersoalkan di pengadilan tetapi juga kalau DPR nya mendukungnya memang rusak tatanan negara ini tidak ada lagi hukum yang mengatur kekuasaan dan konstitusi bisa dilanggar tanpa sanksi hukum inilah UUD 2002 praktek nya konstitusi bisa dilanggar.Kegentingan seperti pelanggaran konstitusi ini berdampak pada rusak nya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara . Apakah IKN yang diserahkan ke investor China dari disain sampai pelaksanaan nya diberikan konsensi 190 tahun apa tidak melanggar konstitusi? Dan apakah Visi Misi IKN tidak bertentangan dengan Visi Misi NKRI dengan Menggunakan Nusantara apa Visi Misi IKN tidak bertentangan dengan Wawasan Nusantara? Dan apa kita sebagai bangsa Indonesia akan membiarkan semua yang terjadi ? Atau kita biarkan saja yang akhirnya kita akan menjadi kuli dinegeri sendiri . Butuh kesadaran bersama untuk mendukung Prabowo kembali ke UUD 1945 dan Pancasila mengembalikan kembali NKRI yang di Proklamasilan 17Agustus 1945 yang berdasarkan Panca Sila dan UUD 1945 serta Wawasan Nusantara.M E R D E K A ! (*)
Niat Jahat dan Pelanggaran Hukum UU Cipta Kerja dan Proyek Strategis Nasional (Bagian 1)
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) SEJAK awal, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU No 11/2020) sarat masalah, melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan dan konstitusi. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), meskipun ditambah embel-embel bersyarat agar tidak serta merta dibatalkan. MK di masa pemerintahan Jokowi memang menjadi lembaga bermasalah besar, digunakan untuk merusak bangsa ini. Banyak bukti menunjukkan MK dipakai untuk melanggengkan pelanggaran konstitusi pemerintahan Jokowi. Bukannya UU Cipta Kerja yang inkonstitusional tersebut dicabut, tetapi Jokowi malah menerbitkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Cipta Kerja yang isinya sama dengan yang sebelumnya. Penetapan PERPPU Cipta Kerja ini bahkan lebih bermasalah. Karena, PERPPU hanya dapat ditetapkan kalau ada kegentingan memaksa. Tetapi, pemerintahan Jokowi memanipulasi faktor kegentingan memaksa dengan alasan akan ada krisis ekonomi global, yang jelas-jelas hanya rekayasa saja. Oleh karena itu, penetapan PERPPU Cipta Kerja melanggar prasyarat kegentingan memaksa. Alasannya, pertama, tidak ada kriteria jelas apa yang dimaksud “krisis ekonomi global”: apakah pertumbuhan ekonomi dunia turun 50 persen, atau bahkan negatif. Karena tidak ada kriteria jelas, maka pemerintah dapat sewenang-wenang menetapkan PERPPU, dengan alasan krisis ekonomi global. Dan ini yang dilakukan pemerintahan Jokowi. Kedua, faktanya memang tidak ada krisis ekonomi global sepanjang tahun 2023. Dalam hal ini, artinya, Jokowi telah berbohong kepada rakyat. Karena, ketiga, faktor kegentingan memaksa dalam menetapkan PERPPU harus sedang terjadi, bukan proyeksi atau dugaan. Oleh karena itu, PERPPU (UU) Cipta Kerja cacat hukum dan tidak sah. Selain itu, PERPPU (UU) Cipta Kerja terlihat jelas dibuat dengan motif “niat jahat” untuk kepentingan proyek kroninya melalui praktek kolusi dan nepotisme yang merugikan masyarakat luas dan perekonomian negara. Salah satu “niat Jahat” dalam PERPPU (UU) Cipta Kerja terkait Proyek Strategis Nasional. Lagi-lagi, PERPPU (UU) Cipta Kerja tidak menjelaskan apa kriteria Proyek Strategis Nasional: apa yang dimaksud “Strategis”, dan apa yang dimaksud “Nasional”. Bahkan di dalam Pasal 1, Ketentuan Umum, PERPPU (UU) Cipta Kerja tidak dijelaskan definisi Proyek Strategis Nasional. Akibatnya, Jokowi dapat sewenang-wenang menetapkan sebuah proyek menjadi Proyek Strategis Nasional. Karena itu, tidak heran Jokowi sudah menetapkan lebih dari 200 Proyek Strategis Nasional sejak 2016. Jumlah proyek sebanyak itu tentu saja tidak bisa lagi dinamakan Strategis Nasional. Sebaliknya, status Proyek Strategis Nasional digunakan untuk mengusir penduduk setempat secara paksa, untuk melanggengkan proyek oligarki, seperti yang terjadi di daerah pertambangan (nikel, etc), desa Wadas, Kepulauan Rempang, dan sekarang di PIK 2 dan BSD. Rekayasa jumlah Proyek Strategis Nasional yang sangat banyak tersebut juga terbukti tidak membuat pertumbuhan ekonomi meroket, atau tingkat kemiskinan berkurang drastis. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan stagnan sejak Jokowi berkuasa. Niat jahat selanjutnya, PERPPU (UU) Cipta Kerja hanya memberi definisi, Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang bersifat Strategis. Tentu saja ini bukan kriteria. Tetapi ungkapan kalimat kosong tanpa makna. Akibatnya, penetapan Proyek Strategis Nasional menjadi sewenang-wenang. Hal ini tercermin dari, misalnya, Pasal 31 PERPPU (UU) Cipta Kerja. Pasal 31 ayat (1) melarang alih fungsi lahan pertanian: Setiap Orang dilarang mengalihfungsikan Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan budi daya Pertanian. Tetapi, ayat (2) kemudian memberi pengecualian: untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional, lahan budi daya Pertanian dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian terjadi penyelundupan hukum di ayat (3), di mana prasyarat alih fungsi lahan direduksi hanya untuk kepentingan umum, tidak untuk Proyek Strategis Nasional: Pengalihfungsian Lahan budi daya Pertanian untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:a. dilakukan kajian strategis;b. disusun rencana alih fungsi Lahan;c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan/ataud. disediakan Lahan pengganti terhadap Lahan budi daya Pertanian. Ayat (3) di atas jelas dibuat dengan motif niat jahat, dengan menghilangkan kalimat “dan/atau proyek strategis nasional”, agar tidak perlu dilakukan kajian strategis apapun untuk menetapkan Proyek Strategis Nasional: cukup dengan pernyataan Jokowi (baca: peraturan presiden) saja. Ayat (3) seharusnya berbunyi: Pengalihfungsian Lahan budi daya Pertanian untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) … Niat jahat dan penyelundupan hukum ini bukan khilaf, bukan kesalahan yang tidak disengaja, tetapi dilakukan secara sadar dan sistematis. Karena penghilangan kalimat “dan/atau proyek strategis nasional” juga terjadi untuk alih fungsi lahan lainnya, seperti lahan pertanian pangan. Kesengajaan ini juga tercermin dari ayat selanjutnya, ayat (4), di mana kalimat “dan/atau proyek strategis nasional” muncul kembali. Uraian di atas menjadi bukti tidak terbantahkan, bahwa ketentuan ayat (3) memang dirancang dengan niat jahat untuk menghilangkan kewajiban kajian strategis dalam penetapan proyek strategis nasional. Akan tetapi, meskipun kalimat “dan/atau proyek strategis nasional” dihilangkan di ayat (3), tidak berarti dapat menghilangkan kewajiban “kajian strategis” untuk Proyek Strategis Nasional. Alasannya, Proyek Strategis Nasional pasti untuk kepentingan nasional, maka secara otomatis juga untuk kepentingan umum, sehingga wajib mempunyai kajian strategis. Oleh karena itu, Proyek Strategis Nasional yang jumlahnya lebih dari 200 itu, termasuk PIK 2 dan BSD, yang ditetapkan tanpa kajian strategis, melanggar undang-undang, dan karena itu tidak sah dan wajib batal demi hukum. Kemudian, yang lebih parah lagi, Pasal 31 ayat (3) huruf c secara eksplisit bermakna, status Proyek Strategis Nasional dapat digunakan untuk mengusir penduduk setempat: dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; Pasal ini secara telanjang mata melanggar konstitusi Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) tentang hak asasi manusia, bahwa: (1) Setiap orang berhak …. mempunyai tempat tinggal; dan(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Bersambung ke Bagian 2. --- 000 ---
Bangladesh dan Perubahan Cepat
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETIKA Indonesia skeptis dapat melakukan perubahan cepat atas rezim Jokowi yang tinggal menyisakan 2 bulan lebih masa jabatannya, maka gerakan perubahan Bangladesh dapat berlangsung 1 bulan saja. Mulai 1 Juli 2024 blokade jalan dan kereta api oleh mahasiswa, 16 Juli bentrok demonstran dengan pro pemerintah, 18 Juli mahasiswa menolak tenang, 21 Juli ada Putusan MA, 4 Agustus militer berpihak pada demonstran dan 5 Agustus PM Syeik Hasina mundur lalu kabur. Teringat Mei 2022 saat Presiden Srilangka Gotabaya Rajapaksa didesak mundur oleh rakyatnya lalu lari ke Maladewa untuk lanjut Singapura. Sebelumnya Mahinda Rajapaksa juga diturunkan oleh demonstran. Dinasti Rajapaksa memang kaya tapi korup sehingga tidak disukai. Dinasti ini berakhir dengan dimundurkannya Gotabaya Rajapaksa. Rakyat akhirnya marah dan menggigit keluarga besar Rajapaksa. Tukang paksa dipaksa turun tahta. Bagi pemimpin otoroter dan pengembang politik dinasti, peristiwa di Srilangka dan Bangladesh harus menjadi pelajaran. Gerakan serupa bukan hal yang mustahil dapat terjadi juga di Indonesia. Pengalaman penggulingan Presiden tahun 1965 dan 1998 dilakukan oleh aksi massa dan mahasiswa. Gaya memimpin Jokowi yang \"seenaknya\" potensial untuk membangunkan gerakan massa walaupun di ujung masa jabatan. Gerakan tersebut dapat ditentukan oleh Presiden pelanjutnya. Jika menempatkan diri sebagai boneka penerus, maka dipastikan gerakan akan bersambung. Titik lemah Prabowo adalah pada legitimasi yang diragukan pasca Putusan MK dan KPU. Ada cacat moral, cacat etika, politik dan hukum. Prabowo Gibran bukan Presiden/Wakil Presiden yang ajeg. Terlalu mudah untuk menggoyangnya. Jika Prabowo berani tampil mandiri dan berpihak pada suara rakyat, termasuk berani menghukum Jokowi, maka Prabowo akan selamat. Gerakan massa terfokus hanya pada Jokowi dan keluarganya. Pemakzulan terjadi secepatnya, tangkap dan adili. Bongkar-bongkar dosa Jokowi merupakan hal yang mengasyikan. IKN menjadi pusat sorotan. Apalagi upacara 17 Agustusan di IKN tercium aroma foya-foya dan penghamburan dana. Moeldoko menganggap enteng kritikan pemborosan hingga rental 1000 mobil dengan harga sewa sampai 25 juta perhari. Menurut Moeldoko tidak ada harga mahal untuk kemerdekaan. Ngawur dan ngeles Moeldoko. Benar bahwa untuk kemerdekaan tidak ada harga mahal, nyawa pun dikorbankan, tetapi ini untuk \"pesta\" peringatan kemerdekaan, beda atuh. Konyol pisan. Meski sudah ada Undang-Undang akan tetapi IKN belum jadi Ibukota Negara karena belum ada Keppres. Akibatnya Upacara Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus 2024 dilakukan di tempat yang bukan Ibukota Negara. Presiden yang berada di Kaltim hanya ingin pamer kekuasaan bak seorang \"Kaisar\". Lucunya, setelah selesai upacara nanti pasti balik lagi ke Istana Jakarta. Mungkin ia berujar \"gak bisa tidur\" di IKN. Rajapaksa, Hasina dan Jokowi sama saja. Ketiganya dianggap pemimpin yang korup dan tidak becus. Dinasti Rajapaksa, Hasina puteri Mujibur Rahman dan Jokowi yang merekayasa Gibran dan famili adalah para penjahat politik bagi rakyatnya. Mereka pelanggar HAM yang merampok demokrasi. Merekayasa kecurangan dalam Pemilu. Program dan masa depan hanya tersisa janji-janji. Rajapaksa dan Hasina telah tumbang, Jokowi masih kesana kemari. Menggapai-gapai mencari pegangan. Namun itu hanya permainan waktu sebagaimana Raja Srilangka dan Ratu Bangladesh awalnya. Raja Jawa ini juga akan mengalami hal yang sama pada akhirnya. Mundur, dimundurkan, lalu kabur. Atau tangkap dan proses pengadilan. Dalam disain IKN satu hal yang tertinggal dan belum ada, yaitu bangunan untuk bui atau penjara. Mungkin cocok penghuninya bagi yang selalu ngotot ingin pindah. Tentu bukan Rajapaksa yang lari ke Maladewa atau Hasina ke India. Ini untuk yang masih di Indonesia. Jika juga ngotot ingin kabur ke China, ya boleh-boleh saja. (*)
Menakar Iman PKS
Oleh: Ady Amar | Kolumnis SUNGGUH tak dinyana PKS tegah mengunci Anies Baswedan dengan cara yang sejatinya bukanlah perwatakannya. Rencana awal memang _sih_ Anies akan disandingkan dengan Wakil Ketua Majelis Syura PKS M. Shohibul Iman. Tapi Anies dibebani mencari kekurangan kursi untuk dapatnya pasangan Anies dan Iman (AMAN) bisa melenggang berlaga dalam kontestasi Pilkada Jakarta. Mencari kekurangan kursi, disebutnya 4 kursi, bukankah itu tugas partai lewat lobi-lobi antarpartai, mengapa mesti dibebankan pada Anies. Tugas Anies lebih pada menjaga elektabilitasnya tetap tinggi untuk keterpilihannya. Membebankan pada Anies, itu lebih pada sikap PKS untuk cuci tangan atas ketakmampuan melobi partai lainnya untuk mengusung pasangan AMAN, dan lalu membebankan itu pada Anies. Tenggat waktu untuk Anies pun ditentukan sampai 4 Agustus 2024. Jika sampai tenggat waktu yang ditentukan Anies tak mampu memenuhinya, maka kesepakatan itu tidak berlaku, atau kesepakatan itu menjadi tidak mengikat PKS untuk mengusung Anies di Pilkada Jakarta. Sikap PKS mengunci Anies dengan tenggat waktu itu boleh juga jika disimpulkan, bahwa saat ini PKS tengah membuka opsi lain bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Sikap PKS yang masih malu-malu enggan berterus terang bahwa opsi yang dipilih ada dalam barisan KIM, itu bentuk kebimbangan dari langkah yang diambilnya, yang disadari bisa menimbulkan gelombang kemarahan konstituennya. Tapi mau tidak mau-sungkan tidak sungkan dalam hitungan hari kedepan deklarasi bergabungnya PKS dengan KIM akan resmi dideklarasikan. Pembicaraan dengan KIM sepertinya sudah matang, sebagaimana disampaikan politisi senior Golkar Idrus Marham, bahwa Plus dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu tambahan dari 3 partai: NasDem, PKB dan PKS. Menjadi sepaket Koalisi Perubahan yang pada Pilpres 2024 lalu mengusung Anies-Muhaimin, itu harus meninggalkan Anies dengan memilih meleburkan diri dalam KIM. Terbitlah KIM Plus. Koalisi Pembaharuan bagai onggokan dalam kantong besar KIM. Maka Anies tak jadi opsi pilihan meski berbagai lembaga survei merilis hasil survei Anies jauh di atas Ridwan Kamil (RK), yang tengah digadang berkontestasi di Pilkada Jakarta melawan kotak kosong, atau dicarikan pasangan boneka agar tak merasa malu jika kotak kosong jadi pemenangnya. Kata Ahok, kalau RK melawan kotak kosong, ia sangat yakin pemenangnya adalah kotak kosong. Santer berita bahwa RK akan dipasangkan dengan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Agaknya Jokowi tak sampai hati jika di 20 Oktober 2024 saat ia purna tugas sang bungsu belum punya jabatan yang bisa dibanggakan keluarga. Keadilan bagi anak-anak sepertinya perlu dilakukan meski itu laku nepotis menjijikkan. RK sebelumnya lebih memilih Pilkada Jawa Barat ketimbang Pilkada Jakarta jika harus berhadapan dengan Anies sebagai lawannya. RK tak percaya diri melawan Anies. Bahkan Golkar pengusung utamanya keukeuh tak mau kehilangan wilayah Jawa Barat yang kans kemenangan RK mengungguli kandidat lain, Dedi Mulyadi yang diusung Gerindra. Tukar guling pun dilakukan--saat sudah dipastikan PKS mampu mengunci Anies hingga gagal melenggang di Pilkada Jakarta--RK ditarik lagi ke Jakarta, dan Dedi Mulyadi melenggang di Pilkada Jawa Barat. Atur mengatur ini tidak saja di dua provinsi, tapi sampai ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan lainnya. Seperti bagi-bagi jatah di antara partai besar dalam KIM. Bersinergi dalam pembusukan demokrasi. PKS jika sudah pasti berkoalisi dengan KIM dengan imbalan jatah 2-3 kursi menteri, itu sungguh diluar _value_ yang selama ini dipegangnya. PKS yang selama ini disebut partai dakwah tampak pragmatis. Watak politiknya berubah. Menjadi tak beda dengan partai lainnya. Masih ada waktu PKS berbenah memikirkan langkahnya. Tak perlu ikut grusa-grusu dengan NasDem dan PKB--dua partai yang seperti tak punya pilihan lain jika tak ingin digebuk karena dosa politik, atau bisnis elitenya yang jadi sasaran diganjal jika tak sejalan pilihan politik dengan rezim--yang itu tentu beda dengan PKS yang sulit dikulik untuk dihabisi. Elite PKS seperti tak menyimpan dosa politik masa lalu yang bisa dikerjai dalam sandera politik. Hari-hari ini konstituen PKS tengah menunggu sikap politik yang akan diambil, yang tentu selalu diputuskan lewat Majelis Syura, memilih mendengarkan aspirasi konstituennya untuk mengusung Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta. Atau justru para elite lebih memilih bergabung dalam lingkar kekuasaan dengan konsekuensi ditinggal konstituennya. Saat ini, setidaknya saya, tengah menakar iman PKS! (*)
IKN, Kota Ideologis
Oleh; Luthfi Pattimura | Wartawan Senior Majalah FORUM Keadilan DUA bulan lagi pemerintahan Indonesia berganti; presiden dan wakil presiden. Pusat pemerintahan juga ikut perpindah, dari Jakarta ke lokasi ibukota negara yang baru; IKN Nusantara. Pada saat ini, di lokasi IKN sedang ramai-raminya persiapan menjelang HUT RI ke-79, di mana akan hadir presiden Jokowi, para menteri kabinet Indonesia maju, dan tamu undangan. Sementara itu, perbincangan publik yang juga tak kalah ramainya belakangan ini adalah soal IKN. Banyak sekali. Secara ideologis, wajar karena persoalan ibukota negara adalah persoalan ideologis. Simbol pusat kekuasaan, pusat pemerintahan, pusat politik, pusat ekonomi, dan simbol pusat kegiatan lainnya, itu memang di ibukota negara. Jadi, bicara soal IKN berarti menyangkut semua simbol kegiatan yang berurusan dengan negara. Ibukota negara itu ideologis, tetapi ideologis bukan ibukota negara. Mesin kerja negara, pusatnya di ibukota negara. Sedangkan pemberlakuan efek ideologis dari mesin kerja negara bagi rakyat, itu ideologis. Bayangkan kepadatan penduduk, polusi udara, kemacetan lalulintas, kebisingan, yang mengusik kebahagiaan para penduduk, ambil contoh Jakarta, karena dikepung oleh berbagai peristiwa sosial. Jika produk teknis kota fisik tidak cukup memadai untuk menjelaskan kesadaran pemberlakuan efek ideologis, Anda yang membaca tulisan ini tak bisa menolak pemindahan ibukota negara, jika itu bagian dari pemberlakuan efek ideologis.Lihat, banyak warga yang bergerak lancar jaya, ketika ibukota negara akhirnya dipindahkan dari Jakarta. Kenapa? Karena nilai kesejahteraan, kebahagiaan, itu berjalan sejajar dengan ruang untuk tumbuh kembang. Nilai melahirkan gagasan, dan gagasan para pendiri bangsa ditunjukkan oleh Presiden Soekarno pada 1957, untuk memindahan ibukota negara dari Jakarta ke pulau Kalimantan. Bayangkan pula kita punya Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, yang terlalu luas untuk bernafas, untuk menerima permintaan baru, dan terlalu luas untuk menolak pembagian kue dari pulau Jawa. Indonesia jelas bukan telur ceplok yang dagingnya di tengah tapi pinggir-pinggirnya seperti busah. Jika benar bagi masa depan bangsa, bagi seluruh rakyat Indonesia, maka pemindahan ibukota negara adalah bentuk pemberlakuan efek ideologis dari biopikir alenia keempat UUD 1945. Sampai di sini, sambil duduk bersandar, kita ingat, saat 34 gubernur dari 34 provinsi di seluruh tanah air, membawa air dan tanah, kemudian digelar prosesi penyatuan di lokasi Titik 0 IKN Nusantara pada 14 Maret 2022. Harus diakui, air dan tanah itu dulunya di bawah wilayah-wilayah yang masing-masing punya kepala suku, punya kepala adat, hingga kepala suku berhasil mengorganisir konfederasi suku menjadi sebuah negara. Lalu masuk Gajah Mada dengan Sumpah Palapa pada tahun 1336. Kemudian Sumpah Pemuda 1928. Di sini jelas kita butuh waktu sekitar 600 tahun untuk bisa mengenal satu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa; Indonesia. Jadi, prosesi penyatuan air dan tanah, bukan hanya karena air dan tanah itu dulunya dibagi-bagi menurut kesetiaan suku bangsa. Melainkan, karena berpuasa 600 tahun, sebelum bersatu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa. Dengan melihat penggunaan nama ibukota negara “Nusantara,” sama dengan menggunakan tali pemikat kebangsaan. IKN dengan demikian adalah kota ideologis, yang akan menambah kemilauan simbol identias. Gagasan IKN yang dibangkitkan oleh simbol identitas bangsa, dengan berbagai ornamen luar biasa di setiap bangunan, akan meyakinkan dunia bahwa Indonesia berada di lapangan artefak Nusantara. Dengan begitu, yang namanya otoritas kebangsaan sebuah bangsa bernama Indonesia akan merupakan hal pertama dan yang utama di mata dunia. Itu ideologis, bukan? Sambil bergerak menuju pengukuhan IKN sebagai kota dunia untuk semua, pemerintahan Jokowi sedang membelokkan layar pembangunan nasional demi tujuan Indonesia Sentris, lewat IKN. Kalau masih ada komentar miring tentang IKN, itu jangan-jangan karena pemerintah mengalami hambatan soal cara meyakinkan rakyat Indonesia, tentang kebangkitan simbol identitas bangsa. Seperti halnya sejarah mencatat Jakarta sebagai Kota Proklamasi Kemerdekaan RI, sejarah akan mengukuhkan IKN Nusantara sebagai pembuka horizon Kota Ideologis. Sekalipun masih ada yang punya pengalaman buruk dengan janji manis Jokowi, harus diakui bahwa pembangunan IKN adalah tindakan penutup dalam babak gagas-menggagas pemindahan ibukota negara yang dimulai sejak tahun 1957.
Konflik PKB-PBNU, Jangan Ganggu Kinerja Pansus Haji
Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Trisakti Konflik PBNU dan PKB makin meruncing. Masalah keduanya sebenarnya sudah memanas sejak Pilpres 2024 lalu lantaran polarisasi dukungan politik yang berbeda. PBNU di bawah pimpinan Yahya Cholil Staquf mendukung Prabowo-Gibran. Sementara PKB jelas mendukung ketumnya, Muhaimin Iskandar yang tampil sebagai cawapres mendampingi Anies. Belakangan konflik keduanya meruncing lantaran Ketum PBNU, Yahya tidak terima dan menolak pembentukan Pansus Angket Haji DPR RI untuk mengusut dugaan permasalahan dan indikasi korupsi penyelenggaraan haji 2024 oleh kementrian agama yg dipimpin oleh adik kandungnya, Yaqut Cholil Quomas. Yahya Staquf menilai, Pembentukan pansus haji diinisasi dan disahkan oleh Muhaminim Iskandar, ketum PKB yg juga Wakil Ketua DPR sebagai usaha untuk menyerang dirinya. Penilaian Staquf ini dikarenakan menteri agama adalah adik kandungnya. Maka pansus angket DPR yang disahkan Muhaimin kepada menteri agama, dinilai secara langsung sebagai upaya PKB dan Muhaimin menyerang dirinya dan PBNU lewat DPR. Bagi saya, penilaian dan kecurigaan yg sedikit tidak masul akal, sengaja dibuat-buat untuk menghambat kinerja Pansus DPR mengusut tuntas persoalan pelaksaan haji 2024 oleh Kemenag. Pertama, masalah pansus Haji DPR adalah persoalan kelembagaan terkait tindak lanjut DPR untuk meminta pertanggungjawaban kinerja menteri agama. Pansus hak angket adalah hak DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 199 UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Pansus Hak Angket dibentuk untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Menurut Undang-undang dan sistem tatanegara Indonesia. Jika DPR tidak memperoleh laporan yang jelas terkait pelaksanaan haji, atau temuan yang menimbulkan keganjilan, indikasi pelanggaran, korupsi dll, maka DPR ber-hak membentuk pansus untuk mengusut tuntas. Semua indikasi pelanggaran UU tersebut disusun sebagai laporan resmi kemudian dijadikan sebagai dokumen yang memuat alasan sebagai syarat pembentukan pansus sebagaimana dijelaskan dalam pasal ayat (2) pasal 199 UU MD3. Kenyataannya, pada Selasa 9 Juli 2024 lalu, dalam paripurna ke 21, semua syarat terpenuhi dan Pansus Haji yang berisikan 30 anggota dewan dari berbagai fraksi resmi dibentuk. Dalam dokumen resminya, pansus haji mengemukakan tiga permasalahan mendasar yang diperoleh dari tim pengawas haji di lapangan. Diantaranya: tenda dan toilet yang tidak memadai, tidak sesuai rencana anggaran dan besaran biaya haji. Ketiga, masalah paling serius, yakno soal pelanggaran UU terkait kebijakan peralihan kuota haji reguler yang dilakukan kementrian Agama. Tim pengawas DPR menemukan, peralihan kuota reguler ke haji plus sejumlah 8.400 atau sekitar 50% dari kuota haji 2024. Melampaui batas maksimum 8% sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahin 2019 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umroh. Peralihan kuota inilah yang menjadi alasan utama kenapa dibentuk pansus angket DPR. Kenapa peralihannya bisa melampui 8%? Apa pertimbangan kementrian agama alihkan kuota dengan jumlah yang sangat besar 50%? Bahkan, kementrian agama yang dipimpin oleh Yaqut saudara kandung Yahya ini terbukti juga melanggar sikap presiden sebagaimana dimuat dalam Peraturan Presiden No 6 Tahun 2024 tentang besaran biaya ibadah haji 2024. Di dalamnya tidak ada relaksasi untuk peralihan kuota hingba batas 50%. Mirisnya lagi, tim pengawas haji DPR, Wisnu Wijaya Adiputra menemukan indikasi di lapangan, bahwa hasil peralihan kuota haji reguler ke haji plus dijual sekitar Rp 300 juta, lebih mahal dari umumnya sekitar Rp 160 juta. Dari indikasi ini, telihat jelas peralihan kuota reguler ke haji plus membawa berkah bisnis dan keuntungan yang luar biasa besar. Silahkan kalkulasi sendiri. Pansus dibentuk untuk menyelesaikan segenap persoalan tersebut. Sebagai langkah evaluasi untuk membenahi pelaksanaan haji ke depannya. Biarkanlah Pansus Haji bekerja secara profesional. Bahkan, siapapun dia, demi kebaikan bersama, Kinerja pansus haji wajib didukung. Maka sikap Yahya yang menyatakan Pansus Haji adalah hasil politisasi Muhaimin dan PKB untuk menyerang adiknya sebagai menteri agama yang secara tidak langsung juga menyerang dirinya dan PBNU adalah kalimat yang tidak bisa dibenarkan. Pembentukan pansus adalah untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat luas. Konfliknya dengan Muhaimin adalah kepentingan pribadi. Silahkan diselesaikan secara pribadi. Selesaikan di tempat lain. Tidak elok melibatkan konflik pribadi ataupun menyeret PKB dan PBNU ke dalam masalah pansus haji. Karena pembentukan pansus Haji adalah hasil kesepkatan seluruh fraksi di DPR, bukan cuma disepakati oleh Muhaimin selaku wakil ketua DPR. Seluruh fraksi di DPR memberikan persetujuan membentuk Pansus haji dalam paripurna ke 21 pada 9 Juli lalu. Keputusan itu diambil setelah 35 anggota DPR mengusulkan Hak Angket terhadap pemerintah dalam penyelenggaraan haji tahun 2024. Salah satu pengusul terkemuka yakni Selly Andriany Gantina dari fraksi PDIP. Jumlah anggota pansus terdiri dari 7 orang dari fraksi PDIP, 4 fraksi Golkar, 4 Gerindra, 3 Nasdem, 3 PKB dan lain-lain. Totalnya 30 orang dari fraksi berbeda. Jadi dapat dilihat, tubuh Pansus Haji, tidak hanya mewakili Cak Imin dan PKB. Tetapi mewakili banyak fraksi lainnya, termasuk Gerindra dan Golkar sebagai mitra kerja politik PBNU pimpinan Yahya untuk menangkan Prabowo Gibran di Pilpres lalu. Artinya, tidak ada urusan antara pansus haji dengan sentimen Cak imin mewakili PKB terhadap Yahya dan juga PBNU. Pansus Haji adalah urusan kelembagaan antara DPR dan Kementrian Agama. Mewakili aspirasi semua elemen DPR untuk mengusut tuntas persoalan haji 2024. Yahya tidak perlu melibatkan dirinya dalam urusan Pansus Haji DPR dengan membawa motif konflik pribadi. Konflik antara dirinya dan Cak Imin adalah persoalan lain. Silahkan selesaikan di tempat lain. Jangan campuri masalah Pansus Haji. Jangan sengaja bikin ribut, bawa-bawa urusan konflik pribadi karena dapat menghambat, mengganggu kinerja Pansus DPR mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan kewenangan, pelanggaran prosedur dan hukum serta indikasi korupsi yang dilakukan kementrian agama dalam pelaksanaan haji 2024. Biarkan Pansus bekerja secara profesional. Menyelesaikan masalah indikasi korupsi atas pelanggaran pengalihan kuota haji. Jika hasil kerja pansus menyatakan menteri agama dan anggotanya terbukti bersalah, silahkan jadikan rekomendasi-laporan untuk di bawa ke KPK dan diselesaikan secara hukum. Kasian jemaah haji reguler yg menunggu hingga di atas 30 tahun. Ribuan kuota yg dialihkan itu, seharusnya diberikan untuk haji reguler untuk memperpendek sebagian masa tunggu. Ini seperti tidak punya hati, malah dialihkan ke haji plus yang dikelola oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Lewat jasa biro perjalanan yang telah mendapat izin menteri untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus. Dengan motif bisnis, malah dijual dengan harga sangat mahal. Hasilnya entah digunakan untuk apa? Soal konflik pribadi antara Yahya-PBNU dan Muhaimin-PKB, silahkan diselesaikan layaknya orang dewasa. Toh kalian juga masih satu keluarga besar NU. Jangan kayak anak kecil, bikin ribut, bikin gaduh kondisi nasional. Saling menyiapkan masa untuk saling mengawal ambisi masing-masing. Bawa-bawa banser, anshor, seperti mau perang saudara. Malu jadi tontonan banyak orang sampai dunia internasional. Saya tidak sedang membela Cak Imin ataupun PKB. Tidak ada urusan saya sama mereka. Namum sikap Yahya yg berencana membentuk Tim Lima PBNU untuk merebut kembali PKB ke pemilik PBNU adalah dramatisasi yang cenderung tidak dewasa. Kita semua tahu, bahwa relasi PBNU dan PKB itu sebatas hubungan aspiratif, historis dan kultural. Bukanlah hubungan struktural. Punya batasan kewenangan, fungsi, keindipendensian masing-masing. PBNU tidak boleh memaksa diri untuk mengintervensi, mengendalikan PKB. Seharusnya ada kerja sama yang baik. Masing-masing pihak sebaiknya fokus pada tugasnya masing-masing. PBNU tetap berfokus pada pembangunan keumatan dan keagamaan. Sementara PKB pada bidang politik. Semoga Allah merahmati kita semua, dimatikan hawa nafsu dan ambisi negatif dan dibuka pola pikirnya. Sedih rasanya lihat orang-orang pandai ceramah agama, mewakili satu tubuh NU sibuk berantem. Jadi tontonan umum. Malu sangat. Mari kita doakan yg terbaik untuk mereka yg bertikai dan demi kebaikan rakyat Indonesia, Al-Fatihah. (*).
Keroyokan Menjegal Anies: Episode Pembusukan Demokrasi
Oleh: Ady Amar | Kolumnis Apa yang dikatakan Ahmad Syahroni politisi NasDem, meski Anies sudah mengantongi rekomendasi NasDem belum tentu akan lanjut sampai pendaftaran ke KPU. Lanjutnya, \"Dewa-dewa\" yang akan menentukan. Syahroni tak menyebut siapa \"dewa-dewa\" yang dimaksudkannya itu. Ia seperti tak mau ambil risiko menyebut sejelasnya. Cukup kisi-kisi, dan itu sudah cukup untuk menafsirinya. Syahroni seolah mau mengatakan, ada dinamika politik yang berkembang dalam dua pekan ini dengan munculnya campur tangan kekuatan apa yang disebutnya \"dewa-dewa\". Pastilah itu kekuatan dahsyat karena bisa mengeleminir apa yang sudah diputuskan partai. Setidaknya gambaran itu muncul dari partainya. Semua dibuat menjadi terang benderang, bahwa Anies Baswedan tak dikehendaki maju di Pilkada Jakarta oleh kekuatan yang disebutnya \"dewa-dewa\". Dewa yang disebut pun tak cukup satu, tapi perlu keroyokan \"dewa-dewa\" untuk mampu menjegalnya. \"Dewa-dewa\" yang dimaksudkan itu untuk sekadar menggambarkan kekuatan besar di balik upaya menjegal Anies. Dipastikan kekuatan itu jauh lebih besar dari partai politik. Tentu \"dewa-dewa\" itu hanyalah tamsil untuk menyebut kekuatan dahsyat itu. Anies seakan jadi musuh bersama. \"Dewa-dewa\" seolah telah belajar banyak tentangnya yang tak bisa kompromi pada sesuatu yang tak sesuai aturan hukum dan prinsip keadilan. Karenanya, Anies tak dibiarkan boleh melenggang mengikuti kontestasi Pilkada Jakarta. Tafsir pun lalu melipir menyebut kekuatan \"dewa-dewa\" itu lebih pada konspirasi para kartel dan rezim dengan menyeret partai politik yang elitenya punya kasus hukum atau dalam sandera politik. Atau pula partai yang kemaruk ingin masuk dalam lingkar kekuasaan agar ada kursi menteri didapatnya. Dimunculkan Koalisi Indonesia Maju (KIM)--nama koalisi pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024--yang terdiri dari partai Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat. Pada pilkada Jakarta koalisi KIM itu perlu cakupan anggotanya diperluas. Maka dimunculkan terminologi KIM Plus. NasDem dan PKB dua partai yang seperti akan mengisi pos KIM Plus itu. Setidaknya dua partai itu sudah coba balik badan. Dari semula mendukung Anies menjadi kompromi pada kekuatan \"dewa-dewa\". Meski belum terwujud tapi tanda-tandanya sudah tampak benderang dari pernyataan petinggi partainya. Sebagaimana penuturan Syahroni, itu pula yang tersurat disampaikan Wakil Ketua PKB Jazilul Fawaid, bahwa partainya akan bergabung dengan KIM Plus itu untuk kebaikan Jakarta dan untuk kebaikan Indonesia. Konsekuensi dari bergabung pastilah menyepakati siapa pun calon gubernur dan wakil gubernur yang telah ditentukan. Itu berarti meninggalkan Anies yang pada awalnya digadang akan diusungnya bersama PKS. Senin kemarin, 5 Agustus 2024, kabar dahsyat menggelegar saat Ridwan Kamil yang diusung KIM untuk Pilkada Jakarta sudah menyatakan akan meminang Presiden PKS Ahmad Syaikhu sebagai calon wakil gubernurnya. Sungguh tawaran menggiurkan. Tawaran yang tentu menggoda iman PKS. Masih kokohkah iman PKS, atau justru ikut larut oleh kepentingan politik sempit, dan itu dengan meninggalkan konstituennya yang mayoritas memilih Anies Baswedan. Bisa jadi. Setidaknya tanda-tandanya sudah tampak. PKS sudah memulainya di Sumatera Utara dengan resmi mendukung menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution. Artinya meninggalkan inkumbemt Edy Rahmayadi yang sebelumnya didukungnya. Signal juga diberikan Presiden PKS Ahmad Syaikhu dihadapan Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Meski dengan balutan candaan. Disampaikan pada acara HUT PKB, bahwa keinginan partainya (PKS) masuk jadi bagian dari KIM Plus. Jika itu yang terjadi, maka yang tersisa dan memilih di luar kekuasaan hanyalah PDI Perjuangan. Tanpa ada partai lain yang berkoalisi, itu jika PKS lebih memilih bergabung dengan KIM Plus, maka Pilkada Jakarta hanya diikuti satu peserta. PDI Perjuangan tak bisa mengusung calonnya sendiri tanpa berkoalisi. Benar apa yang dikatakan Sufmi Dasco Ahmad dengan yakinnya, Pilkada Jakarta akan diikuti maksimal dua pasangan. Artinya, itu bisa diikuti satu pasang saja. Kita lihat saja perkembangannya, setidaknya dalam pekan ini, semua akan terjawab apakah pembusukan demokrasi massal itu terwujud. Dan, itu keberhasilan menjegal Anies Baswedan. Menjegalnya sama dengan menjegal suara pemilih yang mayoritas memilihnya, itu tergambar dari rilis berbagai lembaga survei. Maka iman PKS dipertaruhkan. Sikap politiknya jadi catatan konstituennya, dan akan dikenang sepanjang masa. Jangan kecewakan konstituen yang telah konsisten memilih dari waktu ke waktu. Bijak jika belajar dari kasus PPP, itu agar PKS terhindar dari hukuman dosa sejarah yang pernah dibuat.**