Habisi Sang Koruptor, Diktator dan Aligator
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Dari berbagai perdebatan dan perbantahan mengenai respons atas rilis OCCRP tentang Joko Widodo itu apakah koruptor kelas dunia, nasional, lokal, hingga bersih tidak korupsi maka solusinya tangkap dan adili. Jokowi sudah tidak mungkin lagi lari-lari. Ia harus menghadapi. Biar pengadilan yang membuktikan. Bukan teriak pembelaan dari para buzzer.
Spirit habisi Jokowi koruptor adalah tekad untuk membersihkan negeri dari budaya korupsi. Kondisinya sudah sangat darurat. Korupsi menjadi pandemi yang merajalela dengan korban yang besar. Uang kecil rakyat yang didapat dengan berat dirampok habis oleh penguasa dan pengusaha. Jokowi harus bertanggungjawab dan mulai diadili.
Korupsi dilakukan atas penyimpangan kewenangan.Tidak seorangpun didengar baik nasehat maupun pencegahannya. Semua "gimana gue" atau "kumaha aing". Jokowi dibalik gestur kesederhanaannya adalah diktator. Memerintahkan, menyandera dan mengendalikan. Mungkin ia hanya mau tunduk dan patuh kepada kaum spiritualis bernama dukun yang berada di lingkaran terdekatnya.
Yang ketiga bermodel aligator saudaranya buaya. Aligator hidup soliter, selalu menguasai wilayah, predator, sering ganti pasangan, serta mengeluarkan air mata setelah memangsa. Sebagaimana buaya yang "pura-pura sedih setelah kejam memakan" maka aligator juga serupa. Pura-pura sederhana padahal rakus, tidak ambisi padahal memiliki nafsu besar kekuasaan.
Presiden model Joko Widodo tidak boleh terulang, bukan memberi mashlahat bagi rakyat dan negara tetapi mudharat atau merusak. Indonesia mengalami musibah telah memiliki pemimpin Jokowi dan kini pelanjutnya Gibran Rakabuming Raka. Penggantinya Prabowo belum bisa bertindak apa-apa. Sepertinya ia tak berdaya dititipi mainan anak buaya.
Jokowi tahun 2025 ini harus selesai segala bentuk cawe-cawenya. Menurut agama masa kejayaan itu dipergilirkan :
"wa tilkal ayyamu nudaawiluhaa bainan naas" (QS Ali Imran 140).
Jokowi harus rela berhenti. Ngotot terus berarti menentang hukum alam, hukum politik, hukum sejarah dan tentu saja hukum agama. Apalagi kepemimpinannya berkinerja buruk. Sudah butut ngotot lagi.
Untuk 'ngeh' pada korupsi ternyata perlu tekanan luar negeri dulu. Investigasi OCCRP tidaklah ujug-ujug. Mencium gejala dari perilaku Presiden eks tukang kayu yang aneh. Dari gejala, didalami, kemudian diputuskan untuk menjadi obyek. Hasilnya masuklah Jokowi sebagai finalis manusia terkorup dunia 2024 bersama William Ruto (Kenya), Syekh
Hasina (Bangladesh), Ahmed Tinubu (Nigeria), dan Gautam Adani (India). Juaranya Bashar Assad (Suriah).
Tuduhan koruptor, diktator, dan aligator adalah dugaan yang melalui proses peradilan akan masuk tahap pembuktian. Putusan menghukum nantinya menjadi dasar untuk eksekusi, dan jika itu terjadi, maka habislah Jokowi.
Jokowi yang lugu, bersahaja, tidak korupsi, bekerja untuk rakyat, korban fitnah, anti asing, tidak mendahulukan keluarga, jujur, sabar, dan polesan citra bagus lainnya adalah pemakai topeng kebohongan dan kemunafikan. Berkata bohong, berjanji ingkar, dan diberi amanat khianat.
Menjadi contoh akhir buruk dari perilaku politik anak manusia yang lupa diri saat berkuasa. (*)